Anda di halaman 1dari 7

Makalah Kesehatan Mental Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam setiap tahap perkembangan manusia terdapat kriteria sehat mental, kesehatan mental pada anak
berbea dengan sehat mental pada remaja, begitu pula berbeda dengan dewasa. Dimana kesehatan
mental yang normal pada setiap tahap perkembangan.

Sedangkan yang dimaksud Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan
mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).

Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang
memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya
sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan
mental adalah Memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari
lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap
stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga
intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.

Mental sehat manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling
mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa
dan penyakit jiwa.

Kesehatan mental merupakan keinginan wajar bagi setiap manusia seutuhnya, tapi tidaklah mudah
mendapatkan kesehatan jiwa seperti itu. Perlu pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai
secara dini untuk mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk menelusurinya diperlukan
keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian secara langsung atau tidak langsung pada manusia
yang menderita gangguan jiwa. Pada dasarnya untuk mencapai manusia dalam segala hal diperlukan
psikis yang sehat. Sehingga dapat berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal.

Jadi Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki
oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-
kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok
maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesehatan Mental pada Anak


Pada usia 5-7 tahun, Usia ini adalah usia sekolah awal. Anak mulai masuk Taman Kanak-kanak. Ia
memulai untuk berusaha berdiri sendiri di dunia luarnya. Ia tidak lagi berada di sisi ibunya terus-
menerus. Di TK ia akan mulai berlatih berbagai keterampilan. Kemampuan melihat, menerima
pengertian, berpikir, berbahasa, yang masih sederhana akan dikembangkan dengan berhadapan
langsung dengan dunia luar. Hal-hal yang dialaminya secara langsung akan semakin banyak dan semakin
bervariasi.

Aktifitasnya akan meningkat, dan porsi waktu yang semula ia habiskan dalam rumah saja bergeser
menjadi banyak di luar rumah. Dan ia juga akan melihat dunia yang melibatkan lebih banyak orang,
dengan berbagai perilakunya. Di sinilah orang tua sering menjadi cemas, sebab khawatir perilaku orang
lain akan memberi pengaruh yang tidak baik bagi anak.

Dalam proses mengasah ketrampilan ini, setiap anak memiliki kecepatan yang berbeda-beda, walaupun
anak itu sebenarnya normal. Di sinilah peran ibu / orang tua cukup besar. Kadang kala ibu merasa cemas
dan “senewen” melihat anaknya kurang cepat dibanding anak lain, dan akhirnya menyuruh anak untuk
lebih cepat. Ini kadang malah berakibat anak menjadi semakin tegang dan bertentangan dengan ibunya.

Hal lain yang sering dilakukan ibu adalah mengambil alih tugas mengerjakan pekerjaan rumah atau
prakarya yang diberikan gurunya. Pengambilalihan ini bisa juga berupa menyuruh kakaknya yang lebih
besar untuk mengerjakannya. Memang akhirnya si anak akan mengumpulkan hasil karya yang baik,
mungkin malah paling baik di kelasnya, dan memperoleh nilai yang tinggi, akan tetapi hal ini sebenarnya
malah berakibat tidak baik bagi perkembangan anak. Anak akan menjadi tidak bertambah terampil
(malah ibu atau kakaknya yang tambah terampil), dan secara tidak sadar akan menanamkan pada anak
bahwa ia tidak perlu repot-repot karena akan selalu dibantu ibunya. Fungsi sekolah yang bertujuan
untuk membentuk tanggung jawab,kewajiban, dan keterampilan pun tidak tercapai sebagaimana
direncanakan. Hal yang mungkin terjadi juga, si anak dapat menjadi terbiasa menyalahgunakan kasih
ibunya itu dengan berlambat-lambat dalam melakukan suatu tugas, dengan harapan akan diambil alih
oleh ibunya.

Pertentangan lain yang sering terjadi juga di usia ini adalah pertentangan antara pengaruh ayah dan
pengaruh ibu. Pada usia ini, di mana dunia si anak sudah mulai meluas dan ia mulai bisa membedakan
banyak orang, ia akan dapat melihat ayah dan ibunya sebagai orang yang berbeda. Jika ia melihat bahwa
ayahnya mengharapkan lain dengan apa yang ibunya harapkan, ia akan mengalami pertentangan, sebab
tidak mungkin baginya memenuhi harapan keduanya sekaligus. Hal ini dapat memberikan pengaruh
buruk pada usahanya untuk melepaskan diri dari ketergantungan dan berdiri sendiri.

Pada usia 7-11 tahun, keseimbangan antara ketergantungan dan mampu berdiri sendiri mulai tampak.
Anak (terutama anak laki-laki) akan semakin senang bermain sendiri / bersama temannya di luar rumah.
Pada saat anak ini bermain, ia secara tak sadar sebenarnya sedang berusaha melepaskan
ketergantungannya dengan ibunya di rumah, dan berdiri sendiri bersama teman-temannya di sekitar
rumah. Seorang anak laki-laki di usia ini, jika masih memperlihatkan ketergantungan secara terang-
terangan terhadap ibunya, malah merupakan hal yang tidak normal dan harus diwaspadai.
Di saat seorang anak masuk Sekolah Dasar, ia mengalami peralihan antara bermain dengan “bekerja”.
Perkembangan yang terjadi selain berusaha berdiri sendiri, juga sudah mulai rasa tanggung jawab dan
memiliki kewajiban terhadap tugas belajarnya di sekolah. Di sini peranan sekolah selain mengajarkan
ilmu pengetahuan ,adalah memberi tugas-tugas yang merangsang perkembangan tanggung jawab dan
rasa punya kewajiban . Tugas dari sekolah diarahkan untuk merangsang inisiatif dan kemampuan
berusaha mengatasi masalah yang dihadapi. Kadangkala orang tua ingin memberikan anak suatu masa
kanak-kanak yang menyenangkan, sehingga akibatnya mereka malah terlalu melonggarkan anak dari
kewajiban dan tugas yang diberikan dari sekolah. Orang tua kadangkala malah mengajak anak bermain-
main dan tidak mengharuskan si anak mengerjakan tugas sekolah. Ini malah berakibat anak tidak dapat
belajar disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Sering terjadi juga orang tua mengerjakan tugas sekolah si
anak, dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan agar si anak tidak terlalu repot, atau agar si anak
punya nilai yang bagus, dan lain sebagainya. Hal ini tidaklah baik, sebab malah akan mengakibatkan si
anak terhambat perkembangannya.

Selain itu, anak juga akan mulai banyak bergaul dengan teman sebayanya. Mulanya ia akan tetap
berbaur dengan laki-laki dan perempuan, tapi lama-kelamaan mereka akan berkelompok sejenis. Anak
laki-laki akan banyak melakukan aktifitas yang dilarang, misalnya bermain di tempat yang dilarang. Hal
ini mereka lakukan karena mau menunjukkan sikap jantannya. Hal ini tidak perlu menjadi kekuatiran
yang berlebihan selama kenakalan mereka tidak keterlaluan dan tidak membahayakan. Akan tetapi
tentunya juga tidak berarti orang tua bisa melepas begitu saja.

B. Kesehatan Mental pada Remaja

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut
sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia
dari anak-anak menuju dewasa.

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12
tahun sampai 21 tahun.

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal
dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22
tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan
yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran
buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini,
pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis)
dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun.Dimana usia
tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik
sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu
perkembangan remaja menuju kedewasaanRemaja juga berasal dari kata latin "adolensence" yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja memiliki
tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum
juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk
1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004:
53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan
semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa.Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun
sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan
menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: Masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan
dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock
(2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak
dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.

Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :

12 – 15 tahun

masa remaja awal, 15 – 18 tahun

masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun

masa remaja akhir.

Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-
remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan
masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:192) Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti
Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana
pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.

Dalam psikologi perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh dengan
kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup lama kurang lebih 11
tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria. Fase perkebangan remaja ini
dikatakan fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase
ini remaja sedang berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang
dewasa.

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan topan”, suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ciri perkembangan
psikologis remaja adalah adanya emosi yang meledak-ledak, sulit dikendalikan, cepat depresi (sedih,
putus asa) dan kemudian melawan dan memberontak. Emosi tidak terkendali ini disebabkan oleh konflik
peran yang senang dialami remaja. Oleh karena itu, perkembangan psikologis ini ditekankan pada
keadaan emosi remaja.

Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja
dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri
sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan
masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang
baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan
bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja.
Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap
harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.

Ada dua faktor yang mempengaruhi mental remaja, yaitu :

A. Faktor Internal

Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan
sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu,pemberani, dan lain
sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan
lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan
sebagainya.

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi
mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga
seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya.

Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah,
pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental
seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak
sehat.

Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja
menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah
dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan
perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir,
kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan
pendapat.

Manusia pada masa remaja yang sedang mencari jati dirinya membuat emosinya menjadi sangat labil
dan mudah terganggu kesehatan mentalnya.

Kriteria remaja yang bermental sehat adalah sebagai berikut :


1.Dapat menerima perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya dengan lapang dada

2.Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya (teman sebayanya)

3.Dapat mengatasi gejolak-gejolak seksualitasnya

4.Mampu menemukan jati dirinya dan berprilaku sesuai jati dirinya tersebut

5.Dapat menyeimbangkan pengaruh orang tua dan pengaruh teman sebayanya

6.Dapat mengaktualisasikan kemampuannya baik dalam sekola maupun lingkungan sosialnya

7.Tidak mudah goyah apabila terjadi konflik-konflik yang membutuhkan penyelesaian dengan pikiran
yang jernih

8.Memiliki cita-cita atau tujuan hidup yang dapat di kejar dan di wujudkan untuk memotivasi diri
menjadi seorang yang berguna

9.Memiliki integrasi kepribadian

10.Memiliki perasaan aman dan perasaan menjadi anggota kelompoknya

C. Kesehatan Mental pada Dewasa dan Usia lanjut

Orang dewasa merupakan kelompok usia yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai bidang
keilmuan. Namun demikian, problem-problem kesehatan, khususnya kesehatan mental dikalangan
mereka juga makin kompleks. Orang dewasa dan lanjut usia termasuk kelompok yang memiliki masalah
dengan kesehatan mental. Orang dewasa, yaitu yang usianya di bawah 55 tahun, banyak mengalami
masalah sehubungan dengan problem keluarga dan pekerjaan. Yang sangat banyak dihadapi oeleh
mereka adalah konflik-konflik keluarga, peran sosial keluarganya, pengasuhan anak, pertanggung
jawaban sosial ekonomi keluarga dan dunia kerja.

Dikalangan orang lanjut usia, problem kesehatan mental juga perlu memperoleh perhatian. Problem
yang umum terjadi adalah depresi. Karena terjadinya penurunan relasi sosial dan peran-peran sosial,
dan kemungkinan adanya fakto genetik, depresi di kalangan lansia sering terjadi. Demikian
jugademensia, yaitu penurunan kemampuan kognitif secaraprogresif, di kalangan lansia ini banyak di
jumpai. Gangguan mental lain yang di alami banyak lansia adalah obsesif, kecemasan, hilangnya relasi
sosial dan pekerjaan. Pencegahan itu menghindari terjadinya resiko lebih buruk bagi kalangan orang
dewasa dan lansia sehubungan dengan kesehatan mentalnya. Pecegahan, di lakukan dengan melibatkan
banyak pihak, termasuk keluarganya sendiri.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain maupun dengan
masyarakat dimana seseorang itu berada dan bisa mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi,
bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin untuk mewujudkan suatu keharmonisan yang
sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi
problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya
sendiri

Kesehatan mental merupakan faktor terpenting untuk menjalankan kehidupan manusia secara normal.
Psikis manusia jika tidak dijaga akan menimbulkan suatu gangguan jiwa yang lambat laun dibiarkan akan
menjadi suatu beban yang berat bagi penderitanya. Di antara gangguan jiwa meliputi Somatofarm,
kelainan kepribadian, Psikoseksual, gangguan penggunaan zat-zat dan gangguan kecemasan dan
sebagainya, yang dari gangguan jiwa itu disebabkan karena ada faktor yang mempengaruhinya meliputi
factor internal dan eksternal, juga dapat disebabkan karena pengalaman awal, proses pembelajaran,
dan kebutuhan. Dengan adanya gangguan jiwa karena pengaruh tersebut dibutuhkan terapi
penyembuhan sampai manusia dinyatakan benar-benar sehat baik jasmani maupun psikisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja
Rosdakarya

Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Notosoedirjo, Moeljono. 2000. Kesehatan Mental. Malang: Universitas Muhammadiyah

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1986. Pengantar Umum Psikologi. Bandung: Bulan Bintang.

Anda mungkin juga menyukai