I nn er
#4
d a la m
Child
ik ah an
Pe rn
Bersama Dr. Rachmy Diana, M.A.
11 Jul i 2020
Apa Itu Inner Child
Inner child adalah sisi lain dalam kepribadian seseorang
yang merupakan hasil dari pengalaman beragam yang didapat
ketika kita kecil dan mengalir menjadi episode-episode
kehidupan kita saat ini. Sayangnya, pengalaman tersebut
bukan selalu pengalaman positif dan berdampak kepada
kehidupan saat ini. Inner child atau juga disebut luka
batin menunjukkan sebuah keadaan saat ini yang berakar
pada pengalaman yang didapat saat masa kecil.
Jika inner child tersebut tidak disadari dan tidak basuh, maka bisa
memengaruhi rusak relasi dengan orang lain. Seperti relasi dengan
orang tua karena menganggap diri kita korban. Pun relasi dengan
anak-anak, yang dapat memunculkan peristiwa berulang. Kalau
dulu kita pernah dididik dengan kekerasan, maka kemungkinan
besar kita akan melakukannya kepada anak kita.
Child?
Setelah kita menyadari adanya inner child atau luka batin tersebut,
ternyata tidak cukup sampai di situ. Sebab, ketika sadar saja, hanya
akan menguras emosi bahwa ada pengalaman masa lalu buruk yang
ingin kita lupakan. Namun, apapun masalah yang kita hadapi,
kesadaran itu menjadi sesuatu yang penting karena menjadi pintu
masuk pengakuan. Kita mengakui bahwa respons-respons saat ini
dipengaruhi oleh yang kita alami di masa lalu.
Jika kita menyadarinya, kita mengakuinya, lalu kita
menuliskannya. Seperti dengan jurnal pribadi atau di kertas
biasa sebagai alat bantu untuk mengingat. Ketika
menuliskannya, pastikan dalam kondisi kondusif. Hal itu
bertujuan mendeteksi inner child atau luka batin. Setelah
menuliskannya, tahap selanjutnya adalah menerima bahwa
ada peristiwa traumatik ketika masa kecil.
Ketika kita mulai menyadari lalu menerima
pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu,
akan terbuka pintu untuk penyembuhan. Sebagai
muslim yang berkeyakinan atas kehendak Allah dalam
segala peristiwa dapat menjadi modalitas untuk berpikir
positif serta sebagai langkah awal. Hal pertama yang
harus kita lakukan adalah mengubah mindset bahwa kita
adalah korban. Meskipun kita memang korban, tetapi jangan
sampai kita korban dan bermental korban. Sebab, ketika
kita memiliki mindset seperti itu, kita selalu ingin dikasihani
dibantu, dibasuh oleh orang lain. Namun, ketika kita
memberdayakan diri melalui berpikir positif, akan sangat
membantu.
Saat ini kita telah menjadi orang dewasa yang dapat memutuskan
mana yang terbaik untuk kita. Berbeda ketika masih kanak-kanak,
ketika kita dalam kondisi tidak berdaya. Kita bisa melakukan
pendekatan dengan berbicara dengan inner child bahwa kita sudah
dewasa, kita sudah aman dan dihargai. Dengan begitu, penerimaan
terhadap apa yang hilang di masa lalu, mulai ditumbuhkan. Jadi,
kita jangan menyesali, membenci, tetapi kita hadirkan untuk
dibasuh lukanya. Sebab, inner child, anak-anak kecil dalam diri kita
adalah diri kita, yang saat ini sudah masuk masa dewasa, jelang
pernikahan yang akan bertemu dengan seseorang yang mungkin
bisa memberikan kondisi terbaik yang diberikan. Sebaliknya,
jangan berpikir bahwa membiarkan inner child menjadi pengalaman
buruk yang akan dibasuh ketika sudah memiliki pasangan karena
hal ini sangat keliru.
Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk
Ketika kita meyakini bahwa semua yang terjadi dalam hidup kita
adalah kehendak-Nya, maka kita bisa menerimanya. Seperti dengan
berpasrah kepada Allah. Sembari kita diberi kemudahan untuk
memaafkan. Ada kata kunci baru, yaitu forgiveness atau pemaafan.
Forgiveness ini tidak hanya untuk orang yang dimaafkan, bahkan
lebih baik bagi orang yang memaafkan. Sebab, seseorang yang
memiliki ganjalan belum memaafkan itu jauh lebih berat. Pun
keutamaan orang memaafkan itu jauh lebih besar. Artinya, proses
memaafkan inilah yang menjadi jendela hati kita untuk
mengizinkan cahaya masuk, memberikan kehangatan,
menyembuhkan luka. Setidaknya ketika kita mengikhlaskan, kita
sedang memutus mata rantai agar yang sudah kita alami tidak
terulang kembali pada orang-orang yang kita sayangi di masa
sekarang.
Upaya-upaya penyembuhan itu patut kita lakukan, salah
satunya dengan pemaafan. Memaafkan artinya melapangkan
hati kita, membersihkan qalbu kita dari segala penyakit yang
membuat kita benci terhadap situasi dan seseorang. Hal yang
kita harapkan adalah ridha Allah, bukan ekspektasi dari orang
lain.
Walaupun pemaafan bukanlah hal yang mudah, tetapi itu
tindakan yang bijaksana ketika kita ingin menyembuhkan
luka batin yang kita rasakan. Sebab, kita harus
mengambil langkah yang lebih nyata yaitu apa yang kita hayati
itu diperoleh dari skema. Misalnya, dulu ketika kita salah,
kita dimarahin habis-habisan. Dari itu terbentuklah skema
bahwa kalau kita berbuat salah, maka kita tidak akan dihargai,
akan dihina, akan dimarahin habis-habisan. Maka, ubahlah
skema bahwa tidak apa-apa kita berbuat kesalahan, hal yang
wajar, yang terpenting kita mau memperbaikinya.
Ketika satu sama lain menyadari bahwa kita berperan untuk saling
melengkapi, menguatkan, dan membasuh, maka kesadaran ini harus
ditumbuhkan. Pun harus terbuka, tidak boleh saling menutupi
karena dengan begitu kita dan pasangan bisa saling memahami.
Terutama ketika dalam interaksi terjadi respons error yang tidak
tepat antara kita dan pasangan. Sebab, banyak konflik terjadi
karena ketidakpahaman. Pun, orang melihat respons hanya dari
respons itu sendiri sehingga ketika respons tidak tepat, berlebihan,
maka cenderung menyalahkan. Padahal, di balik respons itu ada
kondisi, ada peristiwa yang terbangunkan dari yang terjadi di masa
lalu.
Jazakunallah khairan