Anda di halaman 1dari 28

6 Ciri Karakter Anak Bermasalah Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu

5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya? Jawabannya adalah mungkin dan pasti. Itu pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya. Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis. Baiklah 2 hal tersebut berasal dari : Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja). Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah. Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari kehangatan dalam keluarga. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah. Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.

Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu : 1. Kebutuhan akan rasa aman 2. Kebutuhan untuk mengontrol 3. Kebutuhan untuk diterima 3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut. Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap musibah besar dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan. Inilah ciri-ciri karakter tersebut : 1. Susah diatur dan diajak kerja sama Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada pemberontakan dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang. Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama. 2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua Saat orang tua bertanya Gimana sekolahnya? anak menjawab biasa saja, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh

bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita. 3. Menanggapi negatif Saat anak mulai sering berkomentar Biarin aja dia memang jelek kok, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak. 4. Menarik diri Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti semengertinya dan sedalam-dalamnya. 5. Menolak kenyataan Pernah mendengar quote seperti Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh, Aku ngga bisa, aku ini tolol. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang. 6. Menjadi pelawak Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulangulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua

Usaha-usaha dalam Meningkatkan Pendidikan Karakter di MTs Bustanul Ulum Kec. Sukamaju

Pendidikan karakter di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju Kabupaten Luwu Utara dapat dilihat pada proses pembinaan dan pendidikan baik formal (kelas) maupun non formal (kehidupan pesantren). 1. Menanamkan kedisiplin dan Kejujuran Pendidikan disiplin dan kejujuran selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa wasit dalam sepak bola misalnya dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran. Dalam konteks sekolah,

pendidikan kedisiplinan dapat tercermin pada pelaksanaan tugas-tugas sekolah maupun kokurikuler peserta didik. Sedangkan dalam pendidikan kejujuran dapat tercermin dari pemeriksaan soal-soal latihan dan kantin kejujuran di mana peserta didik bebas mengambil makanan yang disukai tanpa harus diawasi dan dikontrol oleh guru atau petugas kantin. Tabel 4.8 Respon Siswa terhadap Pendidikan Disiplin dan Kejujuran di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 2 3

Suka Kadang-kadang Tidak suka

42 14 4

70,00% 23,33 % 6, 67 %

Jumlah Sumber Data: Olah angket, 2011

60

100%

Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidikan kejujuruan dan kedisiplinan dalam pembelajaran PAI. Dari 60 orang siswa yagn diteliti, diperoleh gambaran sebanyak 42 siswa atau 70% yang menyatakan suka dengan strategi Pendidikan Disiplin dan Kejujuran. Selanjutnya, terdapat 14 orang siswa atau 23,33 % yang menyatakan kadang-kadang suka. Selebihnya, 4 orang siswa atau 33,33 % yang menyatakan bahwa mereka tidak suka dengan strategi ini. Jadi, pada umumnya siswa menyatakan suka dengan strategi pembelajaran ini. Hal ini menggambarkan bahwa strategi ini menarik bagi siswa. 2. Melatih tanggung Jawab santri Ketika kebanyakan manusia tidak mau ambil pusing apakah ia akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya, maka korupsi, kolusi, dan nepotisme membahana di negeri ini. Ketika seorang peserta didik tidak berlatih memikul tanggung jawab, maka kelak ia kesulitan mencari penghidupan, atau cepat tersisi dari dunia bekerja, atau cepat gulung tikar jika menjalankan bisnis. Ketika seseorang tidak melatih tanggung jawab peserta didik sejak dini, maka saat anaknya remaja ia akan menuai kesulitan. Dalam pendidikan tanggung jawab di MTs Bustanul Ulum Kecaamatan Sukamaju. Pendidikan tanggung jawab dilaksanakan dengan cara memberikan tugas masing-masing peserta didik dalam menjaga: 1] kebersihan kelas, 2] penataan taman kelas, 3] pekerjaan latihan-latihan dan PR, dan 4] kehadiran di kelas. Peserta didik dilatih untuk menghargai waktu dan menghargai pekerjaan mereka. Tabel 4.9 Respon Siswa terhadap Pendidikan Tanggung Jawab

di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 2 3

Suka Kadang-kadang Tidak suka

48 12 -

80,00% 20,00% -

Jumlah Sumber Data: Olah angket, 2011

60

100%

Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidik tanggung jawab dalam pembelajaran siswa di kelas. Dari 60 orang siswa yagn diteliti, diperoleh gambaran sebanyak 48 siswa atau 80 % yang menyatakan suka dengan metode ini. Selanjutnya, terdapat 12 orang siswa atau 20 % yang menyatakan kadang-kadang suka. Pada umumnya siswa menyatakan suka dengan strategi pembinaan tanggung jawab dengan model tersebut di atas. 3. Membiasakan diri mengahargai orang lain Pendidikan karakter dalam bentuk menghargai orang lain sangat dibutuhkan baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat maupun keluarga. Sikap menghargai orang lain dilatih dan dibangkitkan melalui beberapa cara misalnya melatih peserta didik untuk; 1] menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, 2] melatih peserta didik untuk berempati dan mempunyai sifat santun pada orang lain, 3] melatih peserta didik untuk menerima pendapat, saran orang lain, dan 4] melatih peserta didik menerima keritikan dari orang lain.

Tabel 4.10 Respon Siswa terhadap Pendidikan Menghargai Orang Lain di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 2 3

Suka Kadang-kadang Tidak suka

46 14 -

76,67% 23,33 % -

Jumlah Sumber Data: Olah angket, 2011

60

100%

Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidikan menghargai orang lain dalam pembelajaran siswa di kelas. Dari 60 orang siswa yagn diteliti, diperoleh gambaran sebanyak 46 siswa atau 76,67% yang menyatakan suka dengan bentuk pendidikan ini. Selanjutnya, terdapat 14 orang siswa atau 23,33 % yang menyatakan kadangkadang.

C. Hambatan dan Usaha Guru Agama Islam dalam Membina Akhlak di Mts Bajo Dalam melaksanakan suatu aktivitas, tidak terlepas dari tantangan dan permasalahan, dan dengan adanya permasalahan yang muncul, maka dilakukan usaha untuk mengatasinya. Demikian yang terjadi dalam upaya membina akhlak siswa di Mts. Bajo.

Proses pembinaan merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab seorang guru yang harus dilakukan secara sadar untuk melakukan perubahan pola piker, sikap dan tingkah laku para siswa. Namun untuk mewujudkan tujuan di atas, tidak semudah dengan hal yang diharapkan dan telah dirancang, karena dalam pelaksanaannya terkadang mengalami hambatan baik secara eksternal, seperti dari lingkungan keluarga dan masyarakat, maupun factor internal seperti kekurangan yang datangnya dari dalam sekolah atau Madrasah Tsanawiyah Bajo. Dalam proses tersebut, masalah yang dihadapi serta usaha yang dilakukan oleh guru agama Islam dalam membina akhlak para siswa di Mts. Bajo adalah: 1. Sulitnya mendeteksi perkembangan akhlak anak di lingkungan keluarga dan

masyarakat. Setiap guru di Mts Bajo benar-benar dituntut untuk membina dan mengembangkan kepribadian tiap siswa agar memiliki kemampuan dan kesanggupan jasmani dan rohani yang sehat. Berbicara tentang pribadi anak, tidak terlepas dengan akhlak yang dimiliki tiap anak, dan terlintas dalam pikiran kita bahwa setiap manusia memiliki karakter dan latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Dan dengan jumlah siswa yang terdapat pada Mts Bajo hal tersebut sulit untuk diketahui secara keseluruhan mengenai kondisi keluarga masing-masing siswa. Dengan perbedaan yang ada, misalnya seorang anak yang berasal dari keluarga berpendidikan dan berkecukupan

serta orang tua yang taat beragama tentu akan memiliki karakter yang berbeda dengan anak yang berasal dari keluarga yang tidak berpendidikan, tidak berkecukupan serta kurang dalam beribadah akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan atau pola perilaku (akhlak) sang anak secara psikologis. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pembinaan akhlak adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan nilai-nilai moral, sifat positif dan negatif. Hal tersebut bukan bawaan dari lahir, melainkan diperoleh setelah lahir, yaitu tergantung kondisi dan keadaan pendukung di sekitar kita. Dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan turut berpengaruh dalam membentuk akhlak seseorang. Jika lingkungan baik, maka baik pula akhlak yang akan terbina, demikian pula sebaliknya. Sehingga tampak dalam pergaulan adanya perbedaan kepribadian sikap pola perilaku antara satu dengan yang lainnya. Dengan uraian di atas dalam proses pembinaan akhlak siswa melalui kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK) dan kajian rutin keagamaan pada tiap hari Kamis sore, mengalami hambatan yaitu khusus lDK kurangnya dukungan orang tua atau keluarga dan masyarakat sekitar Mts Bajo dalam hal memberikan izin kepada anakanak mereka untuk mengikuti kegiatan tersebut, karena alasan siswa harus bermalam di sekolah. Ini memberikan isyarat bahwa orang tua kurang percaya terhadap pihak sekolah sebagai penanggung jawab. Hambatan pada kegiatan kajian keagamaan Kamis sore adalah para siswa beralasan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di luar seperti, les matematika, bahasa Inggris dan sebagainya.

Uraian di atas seiring pendapat Ustadz Syahril Sufu selaku tokoh masyarakat yang tinggal di sekitar Mts. Bajo, mengemukakan: Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh Mts Bajo seperti LDK adalah hal yang sangat bagus karena dapat membangun mental para siswa, namun orang tua dan masyarakat sekitar tidak memahami mengenai tujuan kegiatan tersebut, sehingga tidak merespon secara baik, apalagi siswa harus bermalam di madrasah selama beberapa hari.1 Dengan penjelasan oleh tokoh masyarakat di atas, maka usaha yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut: a. Sebelum melakukan kegiatan agar memberikan sosialisasai kepada masyarakat

sekitar Mts. Bajo, dapat melalui pemberitahuan di mesjid kepada jamaah shalat. b. Agar mengeluarkan surat permohonan izin kepada orang tua siswa dan tokoh-

tokoh masyarakat dilengkapi dengan jadwal kegiatan, agar hal-hal yang dilakukan siswa dapat diketahui oleh orang tua. c. Melibatkan satu atau dua orang tokoh masyarakat dalam pemberian arahan atau

materi baik pada kegiatan LDK maupun kegiatan kajian rutin. d. Alumni LDK agar disosialisasikan melalui kegiatan kemasyarakatan, misalnya

menjadi MC pada acara yang dilakukan oleh masyarakat Bajo. e. Jadwal kegiatan sebaiknya tidak mengganggu proses pembelajaran. Beberapa hal di atas merupakan usaha yang dilakukan dalam mengatasi hambatan yang dihadapi mengenai kegiatan LDK dan kajian kesiswaan pada setiap hari Kamis.

Syahril Sufu, Imam Mesjid Jami Bajo, Wawancara, pada tanggal 01 Oktober di Mesjid Jami Bajo.

2.

Sarana dan prasarana yang kurang memadai a. Perpustakaan Pada Mts Bajo keberadaan perpustakaan merupakan faktor penunjang dalam

upaya membina siswa dalam upaya perkembangan diri karena program yang dilaksanakan pada tiap hari Jumat mengenai pembinaan akhlak melalui praktek secara langsung, para siswa biasanya diarahkan ke perpustakaan untuk mencari beberapa referensi yang kemudian diberi tugas untuk menerangkan hal-hal yang dapat dijadikan bahan ceramah atau diskusi, dan dengan dasar tersebut maka diharapkan hal-hal yang dipahami siswa dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata, sehingga menciptakan akhlak yang baik. Selain hal itu oleh Muh. Mustakim selaku salah seorang siswa kelas VII dan sekaligus ketus OSIS menjelaskan bahwa: Setiap kali dalam pelaksanaan pelajaran PAI, para siswa membutuhkan Al-Quran dan terjemahnya namun pada perpustakaan Mts Bajo belum memiliki sarana tersebut untuk para siswa, sehingga setiap ada pelajaran PAI semua siswa diingatkan agar membawa sendiri dari rumah.2 Uraian di atas dipertegas oleh salah seorang penjaga perpustakaan yang menyatakan bahwa: Masih terdapat beberapa buku referensi mengenai PAI yang kurang, selain AlQuran dan terjemahnya yang memang tidak disediakan untuk peminjaman kecuali jika hanya dibaca di perpustakaan, karena hanya terdapat sekitar 20 buah, demikian pula buku khutbah, pidato, dan buku doa-doa masih kurang.3

Muh. Mustakim, Ketua OSIS Mts Bajo, Wawancara di Mts Bajo , pada tanggal 2 Oktober Dasniar, Penjaga Perpustkaan, wawancara di Mts Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009.

2009.
3

Masalah-masalah di atas merupakan bagian yang dapat menghambat proses usaha guru untuk membina akhlak para siswa, karena bagaimanapun untuk banyak memahami ajaran agama dengan baik tidak cukup hanya bermodalkan dengan penjelasan melainkan banyak membutuhkan referensi, sehingga para siswa dapat memanfaatkan waktu yang ada dengan meluangkan kesempatan meminjam buku di perpustakaan dan membacanya di rumah saat beristirahat. Adapun usaha yang dilakukan dalam menangani masalah di atas adalah sebagai berikut: 1) Pada akhir tahun pengajaran, guru membuat daftar buku yang dianggap penting untuk diadakan dengan melengkapi daftar jumlah yang dibutuhkan beserta nama penerbit buku. 2) Pegawai perpustakaan agar melayani para siswa secara baik dan mengatur jadwal peminjaman secara baik, sehingga tiap-tiap siswa dapat meminjam buku secara tertib dan teratur. 3) Usaha yang langsung dapat dilakukan adalah meminta kepada siswa agar setiap pelajaran agama membawa sendiri dari rumah AL-Quran dan terjemahnya ke sekolah. Usaha-usaha di atas merupakan hal yang diharapkan dapat membantu kelancaran proses pembelajaran sehingga tujuan yang diharapkan tercapai. b. Mushollah

kecilnya ukuran mushollah merupakan hambatan dalam melaksanakan program shalat berjamaah di sekolah, sehingga usaha guru mengantisipasi hal tersebut istilah mengatur jadwal shalat berjamaah pada tiap-tiap kelas, seperti hari Senin dan Rabu, khususnya kelas VII, Selasa dan Kamis, khusus kelas VII, dan Sabtu khusus kelas IX. Dengan demikian para siswa tidak harus shalat di luar mushollah, dan hal tersebut memudahkan guru uuuntuk mengkoordinir para siswa dalam melaksanakan shalat berjamaah. 3. Jam pelajaran yang kurang mendukung dalam proses belajar mengajar Peran guru agama Islam dalam membina akhlak para siswa banyak termanifestasikan saat proses pembelajaran PAI, baik dalam bentuk teori maupun praktek, padahal materi yang diajarkan membutuhkan penghayatan yang lebih dalam. Adapun usaha dalam penyelesaian hambatan tersebut, yaitu: a. Memberikan kesempatan kepada siswa yang fasih atau yang lebih pandai untuk membantu temannya yang dianggap kurang. b. Merencanakan penambahan alokasi waktu khususnya pada pendidikan agama Islam (PAI) tanpa mengurangi alokasi waktu pelajaran lain.4 Dengan demikian para guru PAI Mts Bajo diharapkan dapat membina akhlak para siswa pada tiap kesempatan yang ada, meskipun di luar dari jadwal pelajaran. Lebih lanjut diharapkan pula agar seluruh guru maupun pegawai Mts Bajo agar dapat memperlihatkan akhlaqul karimah yang baik, karena sesungguhnya

Marhumah, Guru Quran Hadits, Wawancara di Mts. Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009

dengan melakukan hal tersebut dapat lebih berpengaruh dalam pembentukan akhlak para siswa dibandingkan dengan pemberian materi semata. Menyaksikan secara langsung adalah lebih mudah untuk siswa mengikutinya, daripada harus membaca atau mendengarkan penjelasan guru yang tentunya membutuhkan waktu, sementara kebanyakan anak menginginkan hal yang cepat dan mudah. Dengan demikian apabila dalam proses perkembangannya para siswa mengalami tingkah laku yang kurang terpuji, maka orang tua maupun guru biasa membenahi dan meluruskan dengan cara hal-hal yang disebutkan di atas.

A.

Metode Guru dalam Mengembangkan Sikap dan Prilaku Keagamaan Peserta Didik di MTs Padang Sappa Adapun upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan sikap dan perilaku

keagamaan peserta didik Madrasah Tsanawiyah (MTs) Padang Sappa Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu yakni dilakukan dengan metode pembiasaan, contoh dan suri teladan, peneguhan hati melalui zikir dan shalat jamaah, pengkondisian melalui cerita-cerita rasul dan hikmah, serta metode pengembangan kognitif melalui tugas-tugas pembelajaran di madrasah. Metode guru dalam pendidikan keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa, pada dasarnya pembinaan sikap dan jiwa keberagamaan bagi peserta didiknya. Guru senantiasa membina sikap positif dalam bentuk pribadi karena teladan dari diri sebagai figur di mata peserta didik adalah pendidikan akhlakul karimah (akhlak yang baik). 1. Metode Pembiasaan

Pada dasarnya Pengaruh metode ini dianggap baik, ini dapat dilihat pada proses belajar mengajar yang dilakukan karena menekankan pada aspek pengembangan sikap dan prilaku keberagamaan khususnya bagi bagi peserta didik. Metode ini digunakan guru dalam membentuk sikap sopan, disiplin, patuh dan taat kepada guru-guru di MTs Padang Sappa. Menurut Hanifa, pembinaan sikap sopan peserta didik di dalam kelas maupun di luar kelas baik yang berhubungan dengan guru, siswa, maupun antara sesama mereka sangat diperlukan. Pembiasaan sikap sopan ini dilakukan melalui penggunaan bahasa yang baik dalam bentuk sapaan kepada guru, sapaan kepada antara sesama peserta didik.5 Tabel 4.8 Pernyataan Siswa tentang Metode Pembiasaan di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011 No 1. 2. 3. 4. Frekuensi (F) 2 28 30 Persentase (%) 6.67 93,33 100 %

Dari tabel tersebut diperoleh bahwa pada umumnya sampel peserta didik mennyatakan bahwa mereka setuju dengan metode pembiasaan atau metode suri teladan yang diberikan oleh guru sebagai salah satu cara dalam mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik. Terdapat sebanyak 2 (6,67%) siswa menyatakan sangat sangat setuju dan 28 (93,33%) siswa menyatakan setuju. Metode pembiasaan dan suri teladan guru antara lain dengan cara memberikan contoh yang baik, berkata sopan antara sesama, menanamkan sikap disiplin dalam
Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.
5

belajar, pelaksanaan shalat berjamaah, zikir bersama setelah shalat dhuhur dan sebagainya.6 Guru sebagai pendidik generasi bangsa sangat berperan dalam pengembangan, peningkatan dan pencapaian prestasi peserta didik. Karena prestasi belajar yang bermutu menjadi salah satu indikator pencapaian tujuan pendidikan, maka diperlukan metode pembinaan dan peningkatan kreatifitas dan langkah-langkah konstruksi sehingga cita-cita ideal pendidikan dapat di wujudkan. Demikianlah penunjang mutu guru dalam proses belajar mengajar di dalam lingkungan kelas. Guru adalah figur, teladan bagi siswa-siswanya, maka sikap profesional guru dalam belajar mengajar merupakan penentu akan keberhasilan bagi anak-anak didiknya kelak, yang akan menjadi penerus bangsa, agama dan negara. Guru adalah pendidik yang mendidik, mencintai anak didiknya dan bertanggung jawab terhadap anak didiknya. Karena panggilan hati nuraninya untuk mendidik, maka mencintai anak didiknya tanpa membeda-bedakan status sosialnya hal yang utama karena guru adalah teladan dan panutan dalam mengembangkan sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakatnya. 2. Metode Taskirah (peringatan atau ceramah) Penggunaan metode taskirah atau ceramah cukup popluer dikalangan guru. Semua responden dari kalangan guru MTs Padang Sappa mengakui bahwa mereka menggunakan metode taskirah sebagai salah satu cara dalam mengembangkan sikap dan perilaku keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa. Penggunaan metode taskirah ini digunakan
Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, wawancara, pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.
6

guru untuk menegaskan, meneguhkan sekaligus untuk menegur kesalahan yang dilakukan peserta didik di sekolah. Tabel 4.9 Pernyataan Siswa tentang Metode Taskirah di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu Kategori Jawaban Sangat Senang Senang Tidak Senang Sangat Tidak Senang Jumlah Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011 No 1. 2. 3. 4. Frekuensi (F) 28 2 30 Persentase (%) 93,33 6,67 100 %

Dari tabel tersebut diperoleh bahwa pada umumnya sampel peserta didik mennyatakan bahwa mereka senang dengan metode taskirah (peringantan atau ceramah) atau metode suri teladan yang diberikan oleh guru sebagai salah satu cara dalam mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik. Terdapat sebanyak 28 (93,33%) siswa menyatakan sangat sangat senang dengan metode taskirah dan 2 (6,67%) siswa menyatakan senang. Menurut Rahani sebagai berikut: Metode pembelajaran yang digunakan tetap mengacu pada kurikulum Nasional dan tidak lepas pada pendidikan keagamaan yang berciri khas Islam di bawah bimbingan dan pengawasan Kementerian Agama. Guru sebagai pengajar sangat berpengaruh terhadap pengembangan sikap dan perilaku peserta didik karena guru sebagai panutan sekaligus sebagai teladan bagi peserta.7 3. Metode Kisah

Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

Metode kisah yang dikembangkan guru MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu adalah metode yang dilakukan dengan cara bertutur dan bercerita tentang kisah-kisah para Nabi-Rasul dan sahabat serta para orang-orang saleh. Penggunaan metode ini dapat membangkitkan emosi dan penjiwaan dalam hal beragama. Dengan cara ini guru MTs Padang Sappa dapat mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik. Sikap dan prilaku keagamaan yang dikembangkan melalui metode kisah antara lain sikap dan prilaku sopan dalam bergaul, hormat pada orang tua (kisah Nabi Nuh), taat pada orang tua (kisah Nabi Islamil), mencintai ilmu pengetahuan (kisah Nabi Sulaiman), bertobat kepada Allah (kisah Nabi Adam), membela kebenaran (kisah Nabi Musa), dan sebagainya.8 Tabel 4.10 Pernyataan Siswa tentang Metode Kisah di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu Kategori Jawaban Sangat senang Senang Tidak senang Sangat tidak senang Jumlah Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011 No 1. 2. 3. 4. Frekuensi (F) 30 30 Persentase (%) 100 100 %

Hasil angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa tentang sikap mereka tentang metode kisah dalam rangka mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan siswa yakni 30 (100%) responden menyatakan senang dengan cara guru dalam memberikan pembinaan di MTs Padang Sappa.

Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, wawancara, pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

B.

Upaya Guru Dalam pengembangan Sikap dan Perilaku Keagamaan Siswa MTs Padang Sappa Kec. Ponrang kab. Luwu Keberhasilan guru dalam melaksanakan peranannya dalam bidang pendidikan,

terletak pada kemampuannya melaksanakan berbagai peranan yang bersifat khusus dalam situasi belajar mengajar dan lebih mampu mengembangkan sifat profesionalismenya terhadap peserta didiknya. Siswa Madrasah Tsanawiyah Padang Sappa terdiri atas beberapa suku di antaranya suku Bugis, Duri, Jawa, Makassar dan luwu sebagai warga setempat. Dari hasil penelitian dalam upaya pengembangan sikap dan perilaku keagamaan Siswa MTs Padang Sappa Kec. Ponrang Kabupaten Luwu adalah disebabkan oleh latar belakang suku dan pendidikan orang tua. Menurut kepala sekolah MTs padang Sappa, tentang upaya guru dalam pengembangan sikap dan perilaku siswa yakni: Dalam pmbinaan anak didik sangat dibutuhkan adanya kerjasama antara lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai upaya pengembangan keagamaan siswa serta diperlukan adanya bimbingan dan pengawasan dari guru sebagai tenaga pendidi.5

Muh. Syarif, (Kepala Sekolah MTs. Padang Sappa), wawancara tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa.

Sedangkan menurut Ilmiah Syaif (Guru), tentang perananya dalam pendidikan anakanaknya di dalam pengawasannya dengan cara membina anak-anak misalnya memberikan arahan dan nasehat tentang cara pergaulan yang baik.6 Menurut Hanifa (Guru), mengenai Metode dalam pendidikan anak-anaknya adalah: cara saya membina sikap dan perilakunya dalam lingkungan sekolah yaitu senantiasa memberikan contoh yang baik dan menjadi panutan khususnya dalam bidang pergaulan sehari-hari.7 Pentingnya mutu pendidikan di MTs Padang sappa sangat diharapkan pengembangannya oleh semua kalangan, karena Melihat kondisi MTs Padang Sappa sebagai lembaga pendidikan keagamaan sangatlah berperan dalam masyarakat yang dalam proses pembangunan khususnya dalam pembangunan nilai-nilai agama. Berikut upaya dalam pengembangan sikap dan perilaku keagamaan siswa MTs Padang Sappa, adalah sebagai berikut: 1. Menamamkan kerapian kepada peserta didik karena pada dasarnya agama Islam menghendaki keindahan. 2. Menanamkan hidup sehat, seperti memotong kuku, cuci tangan dan lain-lain. 3. Senantiasa sopan santun kepada orang lain sebagai akhlak yang terpuji. 4. Agar melakukan tugas dan kewajibannya sebagai murid dengan mengerjakan pekerjaan rumah (PR).9
6

selalu menjaga kebersihan diri dengan

Ilmiah Syarif (Guru MTs Padang Sappa), Wawancara tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang

Sappa. Hanifa (Guru MTs. Padang Sappa), Wawancara, tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu..
7

Sekolah dapat menggali potensi peserta didik dalam beragama dengan berbagai ilmu pengetahuan dan informasi agama. Hal ini dapat dilihat ketika anak mampu dan benar-benar merealisasikan apa yang diajarkan kepadanya dan dipraktekkan dalam kehidupannya. Tabel 4.11 Pernyataan Siswa tentang bentuk pembinaan sikap dan perilaku oleh guru mudah di terima oleh peserta didik di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu No 1. 2. 3. 4. Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi (F) 2 28 30 Persentase (%) 6.67 93,33 100 %

Pernyataan Siswa tentang pembinaan guru di madrasah sama dengan ungkapan responden tentang metode yang di terapkan guru dalam mengajar yang menyenangkan, yakni mengalami pengaruh yang cukup baik bagi pendidikan agama di MTs Padang Sappa. Sedangkan pernyataan siswa tentang pembinaan sikap dan perilaku keagamaan yang dilakukan orang tua di rumah memberikan dampak positif bagi pembinaan peserta didik di sekolah. Tabel 4.12 Pernyataan Siswa tentang Pengaruh Positif Pembinaan Orang Tua Peserta Didik di MTs Padang Sappa

No
9

Kategori Jawaban

Frekuensi (F)

Persentase (%)

Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

1. 2. 3. 4.

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah

30 30

100 100 %

Hasil angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa tentang pentingnya pembinaan keagamaan, yaitu 30 responden menyatakan setuju ini berarti 100% responden mulai sadar akan pentingnya pembinaan keagamaan bagi peserta didik di MTs Padang Sappa. Keteladanan guru merupakan media pendidikan yang positif, karena secara psikologis guru adalah idola murid yang perkataan dan perbuatannya menjadi modal tersendiri bagi siswa dalam membentuk karakter dan pribadi keagamaan siswa. Tabel 4.13 Pernyataan Siswa tentang Pemberian Sangsi yang Diterapkan di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu No 1. 2. 3. 4. Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah Frekuensi (F) 30 30 Persentase (%) 100 100 %

Berdasarkan angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa tentang Sangsi bila melanggar peraturan, yaitu 30 responden menyatakan setuju ini berarti 100% responden mulai sadar akan pentingnya pemberian sanksi dalam pembinaan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa. Tabel 4.14 Pernyataan Siswa tentang Guru Sebagai Teladan di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

No

Kategori Jawaban

Frekuensi (F)

Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah

30 30

100 100 %

Pernyataan Siswa tentang Guru Sebagai teladan dalam Pembinaan keagamaan, respnden menjawab setuju 100%, ini membuktikan akan pentingnya guru sebagai suri teladan bagi peserta didiknya baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Tabel 4.15 Pernyataan Siswa tentang Guru perlu Mengawasi Peserta Didik di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

No 1. 2. 3. 4.

Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah

Frekuensi (F) 30 30

Persentase (%) 100 100 %

Pernyataan Siswa tentang guru perlu mengawasi peserta didik dalam mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan merupakan hal yang positif. 30 responden (100%) menjawab setuju. Hal ini menandakan bahwa pengawasan dalam pembinaan sikap dan perilaku siswa yang dilakukan oleh orang tua dan guru di MTs Padang Sappa penting dilakukan.

C.

Hambatan dan Solusi Guru dalam Mengembangkan Sikap dan Perilaku Keagamaan siswa di MTs Padang Sappa

Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar untuk membimbing, mendidik, melatih, dan mengembangkan kemampuan siswa dalam bentuk ilmu pengetahuan, maupun perangkat-perangkat nilai yang berlalu. Sekolah sebagai lembaga kedua setelah keluarga, saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Melihat dan mencermati keberadaan siswa-siswi MTs Padang Sappa Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, yang masyarakatnya yang terdiri dari berbagai suku dan ras golongan, agama, maka hal ini menjadi hambatan tersendiri dalam pembinaan dalam proses pembelajaran keagamaan siswa. Adapun hambatan guru mengajar dalam pengembangan keagamaan siswa adalah datangnya dari faktor lingkungan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, yang kurang memperhatikan peningkatan keagamaan siswa yang ada di MTs padang sappa. Dalam rangka pembinaan keagamaan siswa peranan guru dan orang tua haruslah menjadi solusi dengan adanya kerjasama antara orang tua, guru dan tokoh masyarakat dalam proses pembinaan sikap dan perilaku peserta didik. Di antara faktor yang menjadi hambatan sekaligus solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi di MTs Padang Sappa adalah 1. Faktor Lingkungan Keluarga Orang tua di dalam keluarga merupakan panutan bagi anak-anaknya, namun kenyataan banyak diantara orang tua yang kurang memberikan contoh yang baik dan perilaku yang positif dimata anak-anaknya, dan yang lebih penting lagi kurangnya perhatian orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya yang pada akhirnya semua

tanggung jawab dibebenkan kepada guru yang ada di sekolah/madrasah. Ini di sebabkan karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam mendidik anak dan lemahnya pengawasan orang tua. Sedangkan disisi lain, tuntutan keluarga untuk membantu otang tua dalam mencari nafkah serta kesibukan orang tua yang saban hari tiada habisnya untuk mencari nafkah, ditambah lagi dengan budaya yang berbeda antara sesama masyarakat setempat. Hal ini dapat membuat siswa MTs padang sappa menjadi hambatan tersendiri dalam proses pembinaan keagamaan.10 Adapun hambatan dalam mengembangkan sikap dan perilaku keagamaan siswa adalah: a. Kurangnya perhatian dari orang tua, ini disebabkan karena kesibukan akan mencari

nafkah dan kebutuhan keluarga sehingga mengurangi perhatian. b. Kurang pendidikan agama dari orang tua sendiri sehingga pendidikan agama bagi

peserta didik dibebankan sepenuhnya kepada guru yang ada di madrasah Tsanawiyah Padang Sappa.11 Adapun solusi yang ditawarkan adalah perlu adanya pendekatan yang dengan kasih sayang dan lebih utama adalah adanya komunikasi orang tua murid dan guru dalam bentuk

Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu pada tanggal 15 Juni 2011.
11

10

M. Syarif, Kepala Madrasah Tsanawiyah Padang Sappa, Wawancara di Padang Sappa Tanggal 15 Juni 2011.

pembinaan dan pendidikan. Orang tua dalam lingkungan keluarga adalah panutan dan teladan. Pembinaan orang tua tersebut adalah tanggungjawab pemerintah. Peran keluarga dalam membentuk karakter anak sangatlah menentukan, baik dalam keberagamaan maupun keberhasilan keluarga dalam mendidik. Hal ini dapat dilihat ketika anak mampu dan benar-benar merealisasikan apa yang diajarkan kepadanya dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-harinya. 2. Faktor Lingkungan masyarakat Sebagai pelajar yang menerima pelajaran di bangku sekolah, maka peserta didik di dalam lingkungan masyarakat diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehariharinya, namun realitanya dalam kehidupan nyata siswa dihadapkan pada budaya di dalam masyarakat seperti kekerasan, mabuk-mabukan, judi, dan kenakalan remaja (tawuran). Ini merupakan hambatan yang datangnya dalam lingkungan masyarakat majemuk yang kadang dijumpai di desa Padang Sappa. Dari permasalahan di atas, maka solusi untuk mengikis semua bentuk perilaku yang dapat di lihat oleh peserta didik MTs Padang Sappa kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, peranan guru, tokoh masyarakat, aparak pemerintahan untuk senantiasa melakukan pemberantasan bentuk perilaku yang dapat meresahkan orang tua yang dapat

menguatirkan akan pengembangan peserta didik. Sikap acuh dan biasa terhadap penyakit masyarakat tersebut lambat laun akan mempengaruhi sikap dan perilaku peserta didik baik yang ada di madrasah maupun di sekolah pada umumnya.12

Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara, pada tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

12

Maka untuk mengoptimalkan peningkatan mutu madrasah sekolah harus membuat kebijakan dan aturan yang dapat membuat siswa patuh dan taat terhadap aturanaturan agama agar sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dengan sesama diri dan masyarakatnya dapat terealisasi seperti apa yang diajarkan di bangku sekolah.13 Upaya dalam pengembangan sikap dan perilaku keagamaan yang diberikan kepada siswa seharusnya sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan siswa seperti memberikan peraturan tidak bersifat memaksa tapi semata-mata dorongan yang dapat membuat kesadaran siswa dalam melaksanakan kebijakan dan aturan tersebut berdasarkan hati nurani, yang kemudian terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif. Guru dapat merancang sebuah program terpadu sehingga siswa dapat terbiasa dan dapat menjadi hal yang biasa saja untuk dilakukan siswa, dengan melakukan hal-hal yang positif. Karena biar bagaimanapun sebuah peraturan bila telah terbiasa maka akan mudah melaksanakannya. Budaya sekolah yang positif juga akan membantu guru dalam mengikis sifat-sifat siswa di rumah atau dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan budaya positif tersebut. Diantaranya adalah membbuang sampah pada tempatnya. Hal ini merupakan pembinaan sikap dan perilaku yang dpat mencerminkan akhlak, ibadah dan keindahan. Dengan kultur sekolah yang kondusif maka siswa akan bermotivasi dan sadar akan upaya guru dalam membina anak didiknya, maka guru harus menampilkan diri sebagai teladan bagi siswanya. Keteladanan ini dimulai dari hal-hal yang kecil, misalnya guru datang tepat waktu maka secara psikologis maka dapat mendorong anak untuk datang lebih awal juga kesekolah. Ketika guru bersikap sopan dan santun kepada murid dengan sendirinya juga dapat menjadi panutan bagi siswa untuk bersikap patuh dan sopan, bila

Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara, pada tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

13

guru berpakaian rapi maka hal tersebut bisa menjadi alasan siswa untuk berpakaian rapi dan sopan, dan tak ketinggalan adalah sikap dan perilaku menyebarkan salam dan menjawab salam. Hal ini dapat dianggap biasa namun ini adalah awal interaksi murud dan siswa dalam berkomunikasi yang baik dan sopan.

Anda mungkin juga menyukai