Anda di halaman 1dari 11

TEORI BELAJAR KOGNITIF

JEAN PIAGET DAN BENJAMIN S. BLOOM

A. Pendahuluan
B. Teori Belajar Kognitif Jean Piaget
1. Sekilas Riwayat Hidup Jean Piaget
Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah ahli
sejarah yang mengkhususkan diri di bidang sejarah literatur abad pertengahan. Piaget pada
awalnya menggeluti ilmu biologi, dia mendapat Ph.D di bidang biologi saat masih berumur
21 tahun.1 Setelah itu, ia mengikuti studi doktor di bidang filsafat tetapi belum sampai
menyusun disertasi.
Setelah mendapat gelar doktor, Piaget mendapat bermacam-macam pekerjaan. Ketika
bekerja pada laboratorium Binet di Paris yang meneliti tentang tingkat kecerdasan IQ
(intelligence quotient) kepada anak berbagai usia. Piaget menjadi tergelitik oleh kenyataan
bahwa anak yang lebih tua dapat memberi lebih banyak jawaban benar ketimbang anak
yang lebih muda dan beberapa anak memberi jawaban benar yang lebih banyak ketimbang
anak lain dengan usia yang sama. Dia mengamati bahwa jenis kesalahan yang dibuat oleh
anak yang usianya sebaya berbeda secara kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh
anak usia berbeda.
Piaget kemudian mencari penjelasan atas terjadinya kesalahan tersebut. Dengan
menggunakan teknik wawancara terbuka yang digunakan para psikoanalis, Piaget mencari
penjelasan atas terjadinya kesalahan tersebut. Berdasarkan latar belakangnya di bidang
biologi dan filsafat terutama tentang epistemologi, dia menyimpulkan bahwasanya
inteligensi terus berkembang (seperti halnya organisme dalam teori evolusi Darwin) dan
pengetahuan itu terbentuk dari interaksi antara subyek dengan objek yang terus menerus.
Dari awal seperti itu muncul karya Jean Piaget dalam epistemologi genetika
(perkembangan), suatu analisis yang rinci dan terus berkembang mengenai pertumbuhan
inteligensi.2

1B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, Theories of Learning, diterjemahkan oleh Tri Wibowo BS, Jakarta:
Kencana, 2009, h. 311.
Piaget kemudian meninggalkan laboratorium Binet untuk menjadi direktur riset di
Jean-Jacques Rousseau Institute di Geneva, Swiss. Tidak lama setelah bergabung dengan
institut itu, karya utama pertamanya tentang psikologi perkembangan mulai muncul. Piaget
yang tidak pernah mengikuti kuliah tentang psikologi, secara tak terduga menjadi otoritas
penting dalam psikologi anak, bahkan temuannya tentnag inteligensi oleh beberapa pihak
dianggap sama revolusionernya dengan pandangan Freud tentang motivasi manusia. 3
Setelah itu dia melanjutkan karyanya dengan mempelajari ketiga anaknya sendiri. Dia dan
istrinya (mantan mahasiswinya di Rousseau Institute) melakukan observasi yang cermat
atas ketiga anak mereka selama bertahun-tahun dan meringkas temuannya di beberapa
buku. Piaget mempublikasikan sekitar 30 buku dan lebih dari 200 artikel dan terus
melakukan riset produktif di University of Geneva sampai dia meninggal pada tahun 1980.4
2. Konsep Piaget tentang Belajar
a. Konsep Teoritis Utama
Konsep Piaget tentang perkembangan intelektual anak adalah teori yang ekstensif dan
rumit, di sini akan diuraikan unsur-unsur esensialnya saja. Ada beberapa konsep teoritis
utama pemikiran Piaget tentang perkembangan intelektual, di antaranya adalah: inteligensi,
skemata, asimilasi dan akomodasi serta ekuilibrasi. Piaget mengemukakan bahwa
inteligensi terus berkembang secara bertahap. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic
epistemology karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual.
Perlu dijelaskan di sini istilah genetic mengacu pada pertumbuhan developmental bukan
warisan biologis.
Seorang bayi sejak dilahirkan mempunyai sedikit refleks yang terorganisir, seperti
menyedot, melihat, menggapai dan memegang. Potensi untuk bertindak dengan cara
tertentu itu disebut sebagai schema (jamak: schemata). Misalnya, skema memegang adalah
kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema lebih dari sekedar refleksi memegang
saja. Skema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat semua

2Margaret E. Bell Gredler, Belajar dan Membelajarkan, diterjemahkan oleh Munandir, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1994, h. 302-303.

3B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, Theories of Learning, op.cit., h. 312

4Ibid.
tindakan memegang bisa dimungkinkan. Skema adalah istilah yang amat penting dalam
teori Piaget. Suatu skema dapat dianggap sebagai elemen dalam struktur kognitif orgnisme.
Skemata yang ada dalam organisme akan menentukan bagaimana ia akan merespons
lingkungan fisik. Jelas, cara anak menghadapi lingkungannya akan berubah-ubah seiring
dengan pertumbuhan si anak.
Proses merespons lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang dinamakan
assimilation (asimilasi), yakni ketika seseorang menggunakan struktur atau kemampuan
yang sudah ada untuk menghadapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungannya. Selain
itu, seorang anak juga memodifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respons
terhadap tantangan yang baru.5 Contoh hubungan antara asimilasi dan akomodasi adalah
seorang anak ketika membuka aplikasi baru yang ada dalam suatu smartphone kita akan
melakukan asimilasi terhadap pengetahuan yang sudah ada pada struktur kognitif kita dan
kita akan melakukan akomodasi ketika kita menemukan sesuatu yang baru pada aplikasi
tersebut.
Setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi.
Kejadian-kejadian yang berkorespondensi dengan skemata organisme membutuhkan
akomodasi. Jadi, semua pengalaman melibatkan dua proses yang sama-sama penting:
pengenalan, atau mengetahui, yang berhubungan dengan proses asimilasi dan akomodasi,
yang menghasilkan modifikasi struktur kognitif. Modifikasi ini dapat disamakan dengan
proses belajar. Dengan kata lain, kita merespons dunia berdasarkan pengalaman kita
sebelumnya (asimilasi), tetapi setiap pengalaman memuat hal-hal yang berbeda dengan
pengalaman sebelumnya yang menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif kita
(akomodasi).
Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi terus terjadi terhadap manusia, dan
apabila itu berlangsung dengan baik (penciptaan asimilasi dan akomodasi), maka akan
terjadi suatu ekuilibrasi atau keseimbangan, dan apabila itu terjadi maka individu itu berada
pada tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya.6
b. Tingkat Perkembangan Intelektual
5Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, Jakarta: Erlangga, 2006, h. 135.

6Ibid.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan. 7
Tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3
Tahap-tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama


Sensory-motor 0 – 2 tahun Terbentuknya konsep “kepermanenan
obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku
relektif ke perilaku yang mengarah pada
tujuan
Pre-operational 2 – 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan
simbol-simbol untuk menyatakan obyek-
obyek dunia. Pemikiran masih egosentris
dan sentrasi
Concrete- 7 – 11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk
operational berpikir secara logis. Kemampuan-
kemampuan baru termasuk penggunaan
operasi-operasi yang dapat balik.
Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi
desentrasi, dan pemecahan masalah tidak
begitu dibatasi oleh keegosentrisan
Formal- 11 – 15 tahun Pemikiran abstrak dan murni simbolis
operational mungkin dilakukan. Masalah-masalah
dapat dipecahkan melalui penggunaan
eksperimentasi sistematis

Penjelasan Piaget mengenai tahap-tahap perkembangan tersebut adalah:


a) Sensory-motor
Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk
membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa ini, anak belum mempunyai

7Mohammad Nor, Teori-teori Perkembangan, (Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
1998), h. 11. Lihat Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 71.
konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap
dengan inderanya.
b) Preoperational
Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang
dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja, ketika menjelang akhir tahun ke-2
anak telah mulai mengenal simbol/nama.
c) Concrete-operational
Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi
hal-hal yang abstrak.
d) Formal-operational
Anak telah memiliki pemikiran yang abstrak pada bentuk-bentuk kompleks.8
Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan setiap tahap tersebut
berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu tahap tersebut. Tiap tahap
ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan
orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks. 9 Hal tersebut berarti bahwa
perkembangan kognitif seseorang merupakan suatu proses genetik. Artinya, perkembangan
kognitif merupakan proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dari perkembangan
sistem syaraf. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin kompleks susunan sel
syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya.10
Berdasarkan hasil studinya, Piaget menemukan dua tahap perkembangan moral anak
dan remaja, yang antara tahap pertama dan kedua diselingi dengan masa transisi, yakni
pada usia 7-10 tahun. Untuk memperjelas teori dua tahap perkembangan moral versi Piaget
ini dapat dilihat pada tabel berikut.11
Tabel 4
Teori dua tahap perkembangan moral versi Piaget

8Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, h. 132-133

9Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007),
h.22

10Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, cet
2 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),h. 199

11Lihat Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), h. 77
Usia Tahap Ciri khas
4 – 7 tahun Realisme moral 1. Memusatkan pada akibat-akibat perbuatan
(pra-operasional) 2. Aturan-aturan tak berubah
3. Hukuman atas pelanggaran bersifat
otomatis

7 – 10 tahun Masa transisi Perubahan secara bertahap ke pemilikan


(konkret- moral tahap kedua
operasional)

11 tahun ke Otonomi moral, 1. Mempertimbangkan tujuan-tujuan


atas realisme, dan perilaku moral
2. Menyadari bahwa aturan moral adalah
resiprositas (formal-
kesepakatan tradisi yang dapat berubah
operasional)

Tahap-tahap perkembangan moral versi Piaget selalu dikaitkan dengan tahap-tahap


perkembangan kognitif. Tahap perkembangan moral yang pertama, misalnya, bersamaan
rentang waktunya dengan tahap perkembangan kognitif pra-operasional. Tahap
perkembangan yang berlangsung antara usia 4 -7 tahun itu merupakan tahap realisme
moral, artinya anak-anak menganggap moral sebagai suatu kenyataan yang ada dalam
kehidupan sosial.
Sedangkan tahap kedua, perkembangan moral yang bertepatan dengan tahap
perkembangan kognitif formal operasional itu menunjukkan bahwa manusia pada awal
masa “yuwana” dan “pascayuwana”, yaitu masa remaja awal dan masa setelah remaja
sudah memiliki persepsi yang jauh lebih maju daripada sebelumnya. Para yuwana dan
pasca yuwana memandang moral sebagai sebuah perpaduan yang terdiri atas otonomi
moral (sebagai hak pribadi), realisme moral (sebagai kesepakatan sosial), dan resiprositas
moral (sebagai aturan timbal balik).12

3. Aplikasi Teori Piaget dalam Pembelajaran PAI

12Ibid., h. 78
Jean Piaget berpandangan bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah
memiliki kemampuan mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang
dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, akan menjadi pengetahuan yang bermakna,
sebaliknya, pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan
menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara,
setelah itu dilupakan.13
Di dalam tulisan Barlow yang dikutip oleh Muhibbin Syah, terdapat kesimpulan
Piaget; children have a built-in desire to learn, maknanya bahwa semenjak kelahirannya
setiap anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk
belajar.14
Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting
bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi
sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu
memperjelas pemikiran, yang pada akhirnya, membuat pemikiran itu menjadi lebih logis.15
Menurut Piaget, pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif
pembelajar. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung memiliki
struktur kognitif yang sama, tetapi adalah mungkin bagi mereka untuk memiliki struktur
kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan jenis materi belajar yang berbeda pula.
Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif anak
tidak akan bermakna bagi si anak. Jika, di sisi lain, materi bisa diasimilasi secara komplet,
tidak akan ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar terjadi, materi perlu sebagian sudah
diketahui dan sebagian belum. Bagian yang sudah diketahui akan diasimilasi, dan bagian
yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam struktur kognitif anak.
Modifikasi ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar.

C. Teori Belajar Kognitif Benjamin S. Bloom

13Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendididkan, (Jakarta: Kencana, 2006),
h. 122

14Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, h. 104

15Ibid., h. 9
Bloom memperkenalkan istilah taxonomy dalam teorinya. Taksonomi Bloom pertama
kali disusun olehnya pada tahun 1956. Menurutnya, tujuan pendidikan dibagi menjadi
beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam
pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkhinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam
tiga domain, yaitu:
1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Ranah Kognitif berisi tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Indikator kognitif proses
merupakan perilaku (behavior) siswa yang diharapkan muncul setelah melakukan
serangkaian kegiatan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain ranah afektif dan
psikomotorik, hasil belajar yang perlu diperhatikan adalah dalam ranah kognitif. Seseorang
dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya apabila telah terjadi perubahan, akan
tetapi tidak semua perubahan terjadi. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar
dan hasil belajar sebagai produk dari proses belajar. Perilaku ini sejalan dengan
keterampilan proses sains, tetapi yang karakteristiknya untuk mengembangkan kemampuan
berfikir siswa. Indikator kognitif produk berkaitan dengan perilaku siswa yang diharapkan
tumbuh untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Indikator kognitif produk
disusun dengan menggunakan kata kerja operasional aspek kognitif.

Dalam Taksonomi Bloom yang direvisi oleh David R. Krathwohl di jurnal Theory
into Practice, aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang yang diurutkan seperti pada
gambar berikut ini.

Masing-masing tingkatan dijelaskan seperti berikut ini :


a) Knowledge / Remember (C1)
Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya. Untuk
mengkondisikan agar “mengingat” dapat menjadi bagian belajar bermakna, maka tugas
mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan
bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses
kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat. Beberapa kata kerja operasional
yang berkaitan dengan mengingat antara lain Mengetahui, Mengutip, Menjelaskan,
Menggambar, Menyebutkan, Membilang, Mengidentifikasi, Memasangkan, Menandai,
Menamai, Mengutip, Menyebutkan, Menjelaskan, Menggambar, Membilang,
Mengidentifikasi, Mendaftar, Menunjukkan, Memberi label, Memberi indeks,
Memasangkan, Menamai, Menandai, Membaca, Menyadari, Menghafal, Meniru, Mencatat,
Mengulang, Mereproduksi, Meninjau, Memilih, Menyatakan, Mempelajari, Mentabulasi,
Memberi kode, Menelusuri, Menulis.
b) Comprehension / Understanding (C2)
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa agar dapat menunjukkan bahwa mereka telah
mempunyai pengertian yang memadai untuk mengorganisasikan dan menyusun materi-
materi yang telah diketahui. Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab
pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi, namun harus
menunjukkan pengertian terhadap materi yang diketahuinya. Kata kerja operasional yang
berkaitan dengan memahami antara lain Menafsirkan, Meringkas, Mengklasifikasikan,
Membandingkan, Menjelaskan, Membeberkan, Memperkirakan, Menjelaskan,
Mengkategorikan, Mencirikan, Merinci, Mengasosiasikan, Membandingkan, Menghitung,
Mengkontraskan, Mengubah, Mempertahankan, Menguraikan, Menjalin, Membedakan,
Mendiskusikan, Menggali, Mencontohkan, Menerangkan, Mengemukakan, Mempolakan,
Memperluas, Menyimpulkan, Meramalkan, Merangkum, Menjabarkan.
c) Application / Applying (C3)
Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur untuk menyelesaikan
masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu, mengaplikasikan berkaitan erat dengan
pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk
pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu
menjalankan dan mengimplementasikan. Kata kerja oprasionalnya antara lain
Melaksanakan, Menggunakan, Menjalankan, Melakukan, Mempraktekan, Memilih,
Menyusun, Memulai, Menyelesaikan, Mendeteks, Menugaskan, Mengurutkan,
Menerapkan, Menyesuaikan, Mengkalkulasi, Memodifikasi, Mengklasifikasi, Menghitung,
Membangun , Membiasakan, Mencegah, Menentukan, Menggambarkan, Menggunakan,
Menilai, Melatih, Menggali, Mengemukakan, Mengadaptasi, Menyelidiki,
Mengoperasikan, Mempersoalkan, Mengkonsepkan, Melaksanakan, Meramalkan,
Memproduksi, Memproses, Mengaitkan, Menyusun, Mensimulasikan, Memecahkan,
Melakukan, Mentabulasi, Meramalkan.
d) Analysis / Analysing (C4)
Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya
dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Kata kerja
oprasionalnya antara lain Menguraikan, Membandingkan, Mengorganisir, Menyusun ulang,
Mengubah struktur, Mengkerangkakan, Menyusun outline, Mengintegrasikan,
Membedakan, Menyamakan, Membandingkan, Mengintegrasikan, Menganalisis,
Mengaudit, Memecahkan, Menegaskan, Mendeteksi, Mendiagnosis, Menyeleksi, Merinci,
Menominasikan, Mendiagramkan, Megkorelasikan, Merasionalkan, Menguji,
Mencerahkan, Menjelajah, Membagankan, Menyimpulkan, Menemukan, Menelaah,
Memaksimalkan, Memerintahkan, Mengedit, Mengaitkan, Memilih, Mengukur, Melatih,
Mentransfer.
e) Sintesis / Evaluation (C5)
Teori Bloom Sebelum direvisi
Dengan kata kerja operasional Mengabstraksi, Mengatur, Menganimasi,
Mengumpulkan, Mengkategorikan, Mengkode, Mengombinasikan, Menyusun, Mengarang,
Membangun, Menanggulangi, Menghubungkan, Menciptakan, Mengkreasikan,
Mengoreksi, Merancang, Merencanakan, Mendikte, Meningkatkan, Memperjelas,
Memfasilitasi, Membentuk, Merumuskan, Menggeneralisasi, Menggabungkan,
Memadukan, Membatas, Mereparasi, Menampilkan, Menyiapkan Memproduksi,
Merangkum, Merekonstruksi.
Teori Bloom Setelah direvisi
Mengevaluasi adalah membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar
yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini adalah
memeriksa dan mengkritik. Kata operasionalnya antara lain Menyusun hipotesis,
Mengkritik, Memprediksi, Menilai, Menguji, Membenarkan, Menyalahkan.
f) Evaluation / Creating (C6)
Teori Bloom Sebelum direvisi
Dengan kata kerja operasional Membandingkan, Menyimpulkan, Menilai,
Mengarahkan, Mengkritik, Menimbang, Memutuskan, Memisahkan, Memprediksi,
Memperjelas, Menugaskan, Menafsirkan, Mempertahankan, Memerinci, Mengukur,
Merangkum, Membuktikan, Memvalidasi, Mengetes, Mendukung, Memilih,
Memproyeksikan.
Teori Bloom Setelah direvisi
Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.
Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu Membuat,
Merencanakan, dan Memproduksi. Kata kerja oprasionalnya antara lain Merancang,
Membangun, Merencanakan, Memproduksi, Menemukan, Membaharui, Menyempurnakan,
Memperkuat, Memperindah, Menggubah.
D. Simpulan

Anda mungkin juga menyukai