Anda di halaman 1dari 8

A.

PENDAHULUAN Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (1014 tahun), masa remaja penengahan (1417 tahun) dan masa remaja akhir (179 tahun). Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan psikososial. Seorang remaja tidak dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa. ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang-tua, disisi lain ia tetap membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan orang-tuanya. Timbulnya berbagai keluhan fisik yang tidak jelas penyebabnya, maupun berbagai permasalahan yang berdampak sosial seperti malas sekolah, membolos, ikut perkelahian antara pelajar dan menyalahgunakan NAPZA bila tidak segera diatasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat berkembang ke arah yang lebih negatif, seperti masalah maupun gangguan kejiwaan dari yang ringan sampai berat. Namun tidak semua remaja mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Karena itu guru bimbingan konseling sesuai dengan tugas profesionalnya berperan memfasilitasi layanan konseling baik secara individual maupun kelompok, serta dengan membangun peran serta remaja dalam konseling sebaya.

B. PROBLEMA REMAJA Kenakalan remaja adalah tingkah laku yang melampaui batas toleransi orang lain dan lingkungannya, dapat merupakan perbuatan yang melanggar hak azasi manusia sampai melanggar hukum Faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja a) Faktor genetik/ biologik/ konstitusional . Yaitu gangguan tingkah laku individual yang sudah mulai terlihat pada masa kanak, dan semakin parah dengan bertambahnya usia yang terlihat pada sikap kejam terhadap binatang, suka main api. Kepribadian organik berupa perilaku impulsif, mudah marah, tak berfikir panjang, terjadi sesudah kerusakan permanen pada otak. Gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas, yaitu gangguan yang diakibatkan kerusakan minimal pada otak. b) Faktor pola asuh orang-tua yang tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. orang tua yang permisif, otoriter dan masa bodoh. c) Faktor psikososial yaitu rasa rendah diri, rasa tidak aman, rasa takut yang dikompensasi dengan berperilaku risiko tinggi. Pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan keinginan mencoba batas kemampu annya, menyebabkan remaja berani/nekat. Proses identifikasi remaja terhadap tindak kekerasan. Penanaman nilai yang salah, yaitu orang atau kelompok yang berbeda misalnya seragam sekolah, etnik, agama dianggap musuh .

Masalah kesehatan jiwa remaja manifestasinya bermacam-macam,antara lain : 1. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana remaja tidak menunjukkan prestasi sesuai dengan kema mpuannya. Untuk membantu mengatasi kesulitan belajar pada remaja perlu mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya kesulitan belajar, yaitu a. biologik dan bawaan:

adanya penyakit, kurang gizi, kelelahan, kecerdas an kurang, gangguan sulit berkonsentrasi, gangguan perkembangan spesifik misalnya disleksia.

b. Psikologik dan pendidikan seperti strategi pembelajaran guru yang tidak tepat. c. Lingkungan sosial dan budaya yaitu situasi keluarga yang tidak kondusif, tidak harmonis, perilaku orang tua atau saudara yang sering mempermalukan anak.

C. Gangguan Cemas Cemas adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya yang obyektif, walaupun manifestasi fisiologik yang ditimbulkannya sama

gejala cemas yang terjadi pada remaja yaitu: pucat. Pernafasan : nafas pendek dan cepat Kulit: jerawat/bisul diwajah, Kardiovaskuler: kenaikan tekanan darah ringan-sedang, muka merah atau

kulit merah-merah, temperatur kulit berubah-ubah (kadang panas, kadang dingin), banyak keringat, kesemutan. Muskuloskeletal: tremor, gemeter,

ketegangan otot dan kejang otot. Gastrointestinal: diare dan nyeri perut. Kondisi fisik lain: sakit kepala, nyeri dada, kewaspadaan yang berlebihan,

insomnia, pusing, pingsan, dan sering buang air kecil. Gejala psikologis: merasa takut, tegang, gugup, marah, stres, rewel, gelisah dan bengong, dalam kondisi panik: merasa akan mati, perasaan derealisasi (merasa lingkungan berubah), dan tidak dapat berpikir, digambarkan oleh orang lain sebagai nervous atau lekas gugup, Sering pula mengalami mimpi buruk, fantasi yang menakutkan dan merasa diri berbeda.

C. KONSELING TERHADAP REMAJA 1. Layanan Konseling Menghadapi permasalahan remaja, maka konselor berperan sebagai terapis (the counselor as therapistor the counselor as an interviewer ). Konseling sebagai suatu layanan bagi siapapun juga yang mencari bantuan dari seseorang yang terlatih secara profesional yang diberikan bisa secara individu atau kelompok dengan cara mengarahkan konseli untuk memahami dan menghadapi situasi kehidupan nyata sehingga bisa membuat suatu keputusan berdasarkan pemahaman tersebut untuk kebahagiaan hidupnya. a. Pengumpulan data: Interviu konseling diarahkan pada upaya pengumpulan Informasi yang bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan: Mengapa kamu berpendapat bahwa interviu ini dapat membantumu? Apa yang kamu rasakan sekarang ? Sudah berapa lama merasa seperti itu ? Menurut kamu, apa yang menyebabkan masalah ini ? Apa yang sudah kamu lakukan untuk mengatasinya ? Apa yang kamu harapkan dari konseling ini ? Berapa lama kesanggupanmu untuk menyelesaikan masalah ini ? Dapatkah kamu menceritakan tentang masa lalumu, yang mungkin

dapat menolong saya lebih bisa memahami hal yang terjadi sekarang ini ? b. Evaluasi Informasi Data yang dikumpulkan disesuaikan dengan: Gejala yang ditampilkan Penyebab pemunculan gejala Hilang nya gejala Kesiapan konseli untuk mengikuti konseling Kondisi konselor untuk menangani kasus tersebut

c. Umpan balik

Pada tahapan ini diharapkan dapat diperjelas mengenai : Karakteristik informasi yang diperoleh Kekuatan dan kelemahan informasi yang dimiliki Macam pertanyan yang diajukan

d. Kesepakatn melakukan konseling Percakapan diarahkan pada : Pembicaraan tentang hal-hal yang bersifat teknis Harapan konselor dan konseli Tujuan yang ingin dicapai

e. Perubahan prilaku Posisi konselor dalam membantu konseli untuk mengubah perilakunya digambarkan dalam situasi sebagai berikut: Ceritakan tentang dirimu hari ini dan masalahmu hari ini Kemukakan harapan mu untuk pemecahannya Katakan, kapan kamu siap dan bagaimana strategisnya Katakan kapan kamu akan mencobakan strategi yang kamu pilih

Perubahan perilaku bisa terjadi setelah konseli mengalami proses pencarian diri, pencerahan, mawas diri, mau dan mampu menghadapi kenyataan, mendapat dukungan, yang membuatnya mampu melihat diri dan situasinya dalam perpektif baru . f. Pengakhiran Dalam tahapan ini konselor menyiapkan konseli untuk menghentikan konseling. Koselor dapat melakukannya dengan cara menunjukkan kemampuan konseli, seperti yang telah diperlihatkan nya dalam proses konseling. Ungkapan seperti Tampaknya kamu sudah semakin mampu melakukannya sendiri dengan baik , dapat digunakan untuk menumbuhkan kemandirian konsel

D. Persyaratan Konselor Remaja Konseling memerlukan keterampilan melakukan komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal. Kemampuan berempati

(menghayati kondisi dan situasi orang lain) juga menjadi persyaratan lainnya. 1) Pertemuan pertama hendaknya memberi kesan yang menyenangkan bagi konseli, antara lain melalui sikap konselor yang menunjukkan kesediaannya untuk membantu.

2) konselor berusaha menunjukkan sikap bersahabat, terutama untuk menghilangkan kesenjangan berkomunikasi seperti yang biasa dijumpai dalam hubungan antara remaja dengan orang dewasa , sehingga membuat remaja menaruh kepercayaan terhadap konselor. Caranya, dengan menunjukkan perhatian penuh, mendengar dengan baik dan aktif, memberikan respon yang mence rminkan adanya empati, pemahaman konselor terhadap kondisi dan situasi yang dihadapi konseli dan membuat konseli merasa dirinya dimengerti dan dihargai.

3) konselor menyampaikan harapan nya bahwa konseli akan dapat memperoleh manfaat dari konseling yang di lakukannya.

4) konselor perlu mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih dalam maupun memperkirakan alternatif pemecahan masalahnya, konselor bisa bersikap bijaksana, tidak interogatif. Konselor dapat menjelaskan maksud pertanyaannya agar konseli dapat memahami tujuan dan bersikap kooperatif dengan memberikan jawaban yang jujur dan terbuka,

5) Konselor diharapkan menanggapi harapan konseli secara proporsional dan membahasnya bersama konseli sampai konseli bisa memutuskan, apakah ia akan terus berharap seperti itu atau lebih baik meninggalkan harapannya karena tidak realistis.

6) konselordiharapkan tidak bersikap menasihati karena bisa memunculkan kesenjangan komunikasi.

7) Upaya membantu konseli dalammembangun konsep diri hendaknya menjadi perha tian utama konselor.

8) Perbedaan pendapat patut disikapi secara bijaksana, dalam memberikan komentar sebaiknya dihindarkan kemungkinan munculnya situasi yang membuat konseli merasa kehilangan muka, sehingga dia merasa malu, kesal, atau marah.

D. PENUTUP Masalah remaja dan kesehatan jiwa remaja merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas bangsa. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan kondutif dan mendukung merupakan sumber daya manusia yang menjadi aset bangsa yang tidak ternilai. Untuk menciptakan remaja berkualitas perlu dilakukan berbagai upaya tindakan nyata dengan cara mempersiapkan generasi muda yang kuat dan tahan dalam menghadapi berbagai macam tantangan hidup. Agar dapat melalui masa remajanya dengan baik, sangat penting peran orang tua, guru, tokok masyarakat dan masyarakat sekitarnya dalam memberikan bimbingan dan teladan. DAFTAR PUSTAKA Carr, R.A. (1981). Theory and Practice of Peer Counseling. Ottawa: Canada Employment and Immigration Commission. Erhamwilda (2007). Survei terhadap Kecenderungan Siswa-Siswa SMA untuk Berkonsultasi dalam Mengatasi Masalahnya. Penelitian Mandiri. Tidak diterbitkan. Hurlock, E. B. (1978). Child Development, Sixth Edition. New York: Mc. Graw Hill, Inc. Purwanto, E. (2012). Model Bimbingan Perkembangan. diunduh di www . Santrock, J. &. (1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA: Wm, C.Brown.

Shertzer, B. a. (1981). Fundamentals of Guidance. 4-th Ed. Boston: Houghton Mifflin, Co. Soejanto, A. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta. Sunarya Kartadinata, d. (1998). Sunarya Kartadinata, dkk. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti, Proyek PGSD . Syaodih, E. (2012). Psikologi Perkembangan. diundah 29 september 2012 di www.upi. Suwardjo. (2008). Model Konseling Sebaya Untuk Pengembangan Daya Lentur (Resiliences). (Studi Pengembangan Modeling Teman Sebaya untuk Mengembangkan Daya Lentur Anak Asuh Panti Sosial Asuhan Anak, Yusuf LN, S. (2009). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai