KELAS : 31 A
NIM : 210407562041
Latihan SOAL :
JAWABAN :
1 .Anak cenderung menghindari hubungan sosial dengan orang lain dan lingkungan sekitar,
Bersikap segan, ragu-ragu dan tidak mudah melibatkan diri dengan orang lain dan
lingkungannya, Anak yang pemalu tidak berani mengambil risiko, takut, ragu-ragu, Anak
cenderung banyak diam. Jika berbicara suaranya terdengar pelan, Anak kurang rasa percaya
dirinya, Tidak menyukai permainan yang bersifat kerja sama, Kurang berani memutuskan
pendapat atau pilihan bagi dirinya.
2. menurut saya , kegagalan dalam proses sosialisasi menyebabkan anak menjadi pemalu,
kurang percaya diri, dan menyendiri. Malu adalah perasaan yang pada tingkat tertentu
dimiliki semua anak tetapi bila menjadi begitu luas pengaruhnya dapat menghambat
perkembangan sosial anak.
3. Melatih kepercayaan diri, latihlah kepercayaan diri anak misalnya dengan mengajaknya
melakukan sesuatu yang anak sukai, dari hal sederhana tersebut anak akan mulai bercerita
mengenai kegiata tersebut dan itu akan membantunya untuk lebih berani berkomunikasi
dengan orang lain, Jangan memberi label pemalu pada anak, jangan pernah memberikan
“label” pemalu terhadap anak karena hal tersebut akan semakin megurangi rasa percaya
dirinya, dan ia akan benar-benar meyakini bahwa dirinya memang pemalu, Bantu anak
berinteraksi dengan orang lain, beberapa anak mungkin tidak tahu harus bagaimana saat
bertemu dengan orang. Kita mungkin perlu menunjukkan bagaimana cara menyapa orang,
berbicara, dan bersikap ramah dengan orang lain. Dengan begitu, anak bisa meniru perilaku
kita. Dorong anak untuk menyapa temannya saat sedang berpapasan atau bermain bersama.
Ajak temannya untuk berbicara dengan kita, sehingga anak merasa suasana di sekitarnya
nyaman, Beri pujian, saat anak berhasil menunjukkan rasa percaya dirinya atau berhasil
menyapa orang lain, maka kita dapat memberikan apresiasi untuknya, dalam bentuk pujian.
Dengan begitu anak merasa bahwa ia sudah melakukan hal yang baik dan benar, Tunjukan
sikap percaya diri di depan anak, jadilah contoh yang baik untuk anak.
CHAPTER REPORT
c. Permasalahan
Pada tahapan ini konselor harus mengembangkan berbagai pertanyaan maupun
pernyataan yang akan mendorong Konseli untuk menggali permasalahan yang
dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai melalui tahapan ini adalah pemahaman
Konseli tentang masalah yang dihadapi serta bagaimana hubungan atau dampak
masalah terhadap diri. Pertanyaan maupun pernyataan dapat dikembangkan dari
lima kata kunci yaitu 5WH, What (apa), why (mengapa), when (kapan), where
(dimana), who (siapa) dan How (bagaimana). Pernyataan maupun pernyataan
sebagai respon terhadap ungkapan atau pernyataan Konseli serta umpan balik
dapat berupa sebab akibat, mengurutkan berdasarkan kepentingan Konseli,
mengurutkan berdasarkan waktu kejadian serta makna peristiwa bagi Konseli.
Melalaui tahapan ini diharapkan konseli mampu menggambarkan secara nyata
situasi yang dihadapi, memberi makna terhadap situasi tersebut serta menggali
perasaan dalam peristiwa yang dialami.
d. Personalisasi
Prinsip personalisasi adalah kien menyadari permasalahan dan bertanggung jawab
untuk menyelesaikan. Besarnya kecilnya permasalahan sangat tergantung pada
persepsi Konseli tentang masalah, sehingga kita dapat mengurangi kegelisahan,
frustasi ataupun stress dalam diri Konseli dengan menempatkan permasalahan
secara proporsional serta mendorong Konseli untuk berfikiran positif tentang
dirinya. Pada tahap ini diharapkan klien memiliki pemahaman sehingga mampu
menterjemahkan kesadaran, perasaan dan penalaran kedalam makna yang lebih
pribadi menurut perspektif sendiri.
Bentuk konseling keluarga dapat terdiri dari ayah, ibu, dan anak sebagai bentuk
konvensionalnya. Saat ini juga dikembangkan dalam bentuk lain, misalnya ayah
dan anak laki-laki, ibu dan anak perempuan, ayah dan anak perempuan, ibu dan
anak laki-laki, dan sebagainya. Bentuk konseling keluarga ini disesuaikan dengan
keperluannya. Namun banyak ahli yang menganjurkan agar anggota keluarga
dapat ikut serta dalam konseling. Perubahan pada sistem keluarga dapat mudah
diubah jika seluruh anggota keluarga terlibat dalam konseling, karena mereka
tidak hanya berbicara tentang keluarganya tetapi juga telibat dalam penyusunan
rencana perubahan dan tindakannya. Proses konseling keluarga dilakukan
konselor denganmenggunakan langkah-langkah konseling, yang meliputi tahap
identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, terapi/tretment, evaluasi/follow up.
Pada mulanya seorang klien datang ke konselor untuk mengkonsultasikan
maslahnya. Biasanya datang pertama kali ini lebih bersifat “identifikasi pasien”.
Tetapi untuk tahap penanganan (treat) diperlukan kehadiran anggota keluarganya.
Menurut Satir, tidak mungkin mendengarkan peran, status, nilai, dan norma
keluarga/kelompok jika tidak ada kehadiran angota keluarganya. Jadi dalam
pandangan ini anggota keluarga yang lain harus datang ke konselor. Kehadiran
klien ke konselor dapat dilangsungkan sampai tiga kali dalam seminggu. Dalam
pelaksanaannya, sekalipun bersifat spekulatif, pelaksanaan konseling dapat saja
dilakukan secara kombinatif, setelah konseling individual dilanjutkan dengan
kelompok, atau sebaliknya. Tahap konseling keluarga secara garis besar
dikemukakan oleh Crane yang mencoba menyusun tahap konseling keluarga,
berikut tahapan tahapan konseling keluarga:
Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku alternatif. Hal ini
dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.
Setelah orangtua membaca tentang perinsip dan telah dijelaskan materinya,
konselor menunjukan kepada orangtua bagaimana cara mengimplementasikan ide
tersebut. Pertama kali mengajarkan pada anak, sedangkan orangtua melihat
bagaimana cara melakukan hal tersebut agar dikerjakan.
Secara tipikal, orangtua membutuhkan contoh yang menunjukan bagaimana
mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukan
kepada orangtua yang kesulita dalam memahami dan menerapkan cara yang tepat
dalam memperlakukan anaknya.
Selanjutnya orangtua mencoba mengimplementasikan prinsip prinsip yang telah
mereka pelajari menggunakan situasi sesi terapi, Setelah terapi memberi contoh
kepada orangtua cara menangani anak secara tepat.
Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orangtua mencoba menerapkannya di
rumah.