Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN

“Permainan Tradisional Provinsi Papua”

Mata Kuliah Olahraga Permainan Tradisional di SD

Dosen Pengampu : Drs. Muliadi, M.kes

Disusun Oleh :

IRNA NAZIRA (210407562041)

KELAS 31 A

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di saat generasi milenial di kota-kota besar bermain gadget atau
game online, anak-anak Suku Dani di Lembah Baliem asyik dengan
kehidupan tradisional khas pegunungan Papua. Biasanya selesai pulang
sekolah, bagi anak laki-laki bersama teman-temannya akan berburu
serangga seperti jangkrik, tonggeret atau belalang. Serangga-serangga
yang didapat kemudian mereka bakar untuk dimakan bersama-sama.
Anak-anak perempuan suku Dani sepulang sekolah, biasanya akan
membantu mama mereka di kebun atau membantu mamanya merajut
noken. Anak-anak Suku Dani mengenal beberapa permainan tradisional.

Permainan dilakukan beramai-ramai di halaman sekolah atau


lapangan kampung. Jenis permainan ini yaitu perlombaan melempar sege
(semacam tombak) dan panahan. Bagi yang mampu melempar sege terjauh
maka ia akan juara, begitupun bagi yang mampu memanah tepat sasaran
pada obyek yang sudah disediakan tentu ia yang akan jadi pemenang.
Permainan lainnya yaitu puradan yakni melempar kayu atau tombak ke
arah sasaran yang berupa sebuah lingkaran rotan yang dilempar di
permukaan tanah dan melaju dengan cepat. Bagi yang dengan tepat
mengenai sasaran ini berhak menjadi juara.

Selain itu ada permainan alat musik tiup tradisional yang bernama
pikon yang terbuat dari bilah bambu. Pikon ini mirip dengan harmonika.
Untuk memainkan alat musik ini diperlukan keahlian yang mumpuni
untuk meniup dan menggetarkan pikon. Permainan-permainan tradisional
ini juga dapat dilihat dalam Festival Budaya Lembah Baliem yang
berlangsung pada bulan agustus setiap tahunnya. Namun dalam Festival
Budaya Lembah Baliem, permainan tradisional ini dilakukan oleh orang
dewasa dan tentu saja dengan hadiah dari panitia. Dalam festival ini juga
ada perlombaan karapan babi yang diikuti oleh mama-mama. Bahkan yang
lebih menarik lagi adalah beberapa turis asing turut mengikuti permainan
tradisional ini.

B. Rumusan Masalah
1. Berapa jenis Permainan tradisional Pulau Papua ?
2. Bagaimana kearifan lokal atau nilai-nilai setiap jenis permainan Pulau
Papua ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis permainan tradisional Pulau Papua.
2. Untuk mengetahui menggali kearifan local atau nilai-nilai setiap jenis
permainan Pulau Papua.
PEMBAHASAN

A. Jenis Permainan Tradisional Pulau Papua.


1. Ampakeari.
Ampakeari adalah salah satu permainan tradisional yang ada di
Indonesia. Permainan ini berasal dari provinsi Papua. Ampakeari
sebenarnya adalah nama buah yang biasanya tumbuh di rawa-rawa di
Kabupaten Yapen-Waropen, yaitu buah mange-mange (buah yang berasal
dari pohon perdu yang berwarna putih). Permainan ini biasanya dimainkan
saat akan menidurkan anak. Pemain permainan ini biasanya berjenis
kelamin wanita bisa anak-anak maupun dewasa yang terdiri dari 2-6
orang. Peralatan yang dibutuhkan adalah buah mange-mange, iri atau tiang
dari belahan kayu dan oinai atau sempe dari kayu yang berbentuk seperti
piring besar. Lokasi bermain permainan ini bisa di dalam rumah ataupun
di luar rumah (halaman).
Cara bermainnya adalah setelah alat-alat yang dibutuhkan telah
terpenuhi atau telah terkumpul, semua pemain membawa anak yang belum
tidur. Jika pemain lebih dari seorang, maka secara serentak mereka
memutarkan ampakeari di oinai. Pemain dianggap kalah jika ampakeari
mereka jatuh atau tidak berputar serta anak yang tidak bisa tidur atau
terlambat juga dikatakan kalah. Ampakeari biasanya dimainkan sambil
menyanyikan lagu yang berlirik sebagai berikut.
“Mamompa Diana kuife rawinte, andorife rawinte, amkarife rawinte,
anitafe rawinte, andafe rawinte. Diamow kuaikobu ariankatung nei rurene
bo, imbaro denama denama tamani denafa, Tamani denama denawe inan
idena. (Mengantuk turunlah dari ujung pohon kui, dari ujung pohon
jambu, dari ujung pohon kelapa, dari ujung pohon sukun, dari ujung
pohon mangga, turunlah kemari kena di mata ini, supaya dia bisa tertidur
seperti bapaknya juga seperti ibunya)”.
Ungkapan dalam lagu yang dinyanyikan dalam permainan ini,
memiliki hubungan dengan kepercayaan bahwa dengan kemenangan
mendapatkan ampakeari ini akan lebih cepat atau memudahkan seorang
anak untuk tertidur. Lagu ini terdapat di daerah Kabupaten Yapen-
Waropen Kecamatan Waropen Bawah pada suku Serui di kampung Nau.
2. Tok Asya.
Permainan Nsya Asya/Tok Asya merupakan permainan tradisional
yang sangat terkenal oleh anak-anak Papua dan permainan ini bersifat
rekreasi. Permainan ini hanya boleh dilakukan oleh anak-anak kaum pria
saja. Permainan ini tidak boleh dimainkan oleh anak-anak kaum
perempuan karena berbahaya. Menurut bahasa daerah masyarakat papua,
Nsya mempunyai arti menggelindingkan lingkaran rotan dan Asya
mempunyai arti tali rotan dan lingkarannya. Sedangkan Tok Asya
mempunyai arti melempar lingkaran dengan tombak. Jadi Nsya Asya/Tok
Asya mempunyai arti menggulingkan/melarikan rotan (roda) dari arah
lawan yang satu ke yang lainnya sambil melempar tombak.
Peserta yang melakukan permainan ini berjumlah minimal 2 (dua)
orang dan maksimal jumlah peserta yang melakukan permainan ini
berjumlah 20 (dua puluh) orang, jika permainan ini dimainkan oleh
banyak orang maka permainan ini menjadi sangat ramai dan menjadi
sebuah hiburan yang sangat menarik. Jalannya permainan ini biasanya
dilakukan di padang rumput atau tanah yang sangat luas. Masyarakat
Papua dalam memainkan permainan Nsya Asya/Tok Asya biasanya
dilakukan pada waktu tertentu, yaitu biasanya dilakukan pada saat hari
perayaan tertentu dan melakukan permainan tersebut harus di pagi hari.
Permainan ini bisa melatih ketangkasan, kecermatan dan juga bisa melatih
otot-otot tangan dalam melempar tombak. Cara untuk memenangkan
permainan ini yaitu dengan cara apabila tombak yang dilempar mengenai
sasaran/ lingkaran tersebut.
3. Inkaropianik.
Permainan Inkaropianik ini sangat terkenal di Kepulauan Raja
Ampat, kabupaten Sorong, Irian Jaya, Papua. Menurut bahasa daerah
Kepulauan Raja Ampat, Inkar berarti sejenis ikan yang kulitnya sangat
kasar dan Inkaropianik adalah permainan rakyat yang menggambarkan
sangat kuatnya ikan dalam usaha untuk melepaskan jaring-jaring yang
ingin menangkapnya. Pada awalnya permainan ini adalah permainan yang
dimainkan untuk melatih anak-anak Kepulauan Raja Ampat berenang.
Selanjutnya permainan ini dijadikan oleh masyarakat tersebut sebagai
perlombaan berenang. Akhinya dari waktu ke waktu permainan ini
menjadi permainan yang sangat terkenal dan sering dimainkan oleh anak-
anak / masyarakat Kepulauan Raja Ampat. Peserta yang melakukan
permainan ini tidak ada ketentuan jumlah yang pasti. Batas minimal
peserta untuk melakukan permainan ini terdiri dari 6 (enam) orang. Jika
permainan ini dimainkan dengan jumlah peserta yang banyak, maka
permainan ini akan menjadi permainan yang sangat seru dan ramai.
Kemudian cara bermain permainan ini yaitu seseorang akan berperan
menjadi seekor ikan, lalu peserta yang lain akan berperan sebagai
rangkaian jaring-jaring yang berpegangan satu sama lain.
Jalannya permainan ini dilakukan di dalam sungai, kolam atau
kolam renang. Pertama-tama ikan harus berada di luar jaring, kemudian
ikan tersebut harus masuk kedalam jaring-jaring melalui celah-celah dari
kaki-kaki peserta lain yang menjadi jaring. Setelah ikan berada didalam
jaring, lalu ikan akan berusaha untuk meloloskan diri dari jaring-jaring
tersebut yaitu dengan cara ikan (orang yang berperan sebagai ikan)
mendorong badannya/dadanya kearah jaring-jaring rangkaian tangan
peserta yang lain. Ikan bisa keluar dari jaring-jaring jika rangkaian tangan
tersebut terlepas akibat dirusak oleh ikan, ikan diperbolehkan keluar
melalui jaring-jaring atas/rangkaian tangan. Ikan tidak boleh meloloskan
diri lewat bawah yaitu menyelam diantara kaki-kaki peserta yang lain, jika
ikan bisa meloloskan diri dari jaring-jaring tersebut dan berhasil
diputuskan/dirusak maka permainan ini telah selesai.
4. Patah Kaleng (bola kaki khas papua).
Tidak jarang kita melihat pemain Timnas adalah orang-orang yang
berasal dari papua. Ternyata, sebelum sepak bola atau futsal di kenalkan
kepada masyarakat papua, mereka telah melakukan permainan serupa yang
di sebut Patah Kaleng. Bedanya, peraturan permainan ini tidak mengenal
pencetakan Goal karena tidak menggunakannya gawang. Dengan begitu
istilah Out dari lapangan dan gawang tidak berlaku dalam permainan ini.
Step-step permainannya :
1. Bagilah dua kelompok dengan jumlah pemain yang sama rata.
2. Tentukan lapangan bermain atau jalan depan rumah yang cukup luas.
3. Siapkan bola atau benda bulat lain yang cukup mirip untuk
menggantikan bolanya. Dan untuk melengkapi permainan ini, siapkan
dua kaleng atau dua botol sebagai titik poin pelemparan bola.
4. Atur tempat kedua kaleng atau botol, sama seperti penempatan
gawang. Seperti sepak bola pada umumnya, kaleng yang akan di
tendang dengan bola berada di area lawan.
Bermain sama seperti sepak bola pada umumnya, hanya saja untuk
mencetak poin harus menendang bola hingga kaleng atau botol tersebut
terjatuh. Bermain hingga poin kemenangan yang telah ditetapkan/diatur
oleh para pemain.
5. Kayu Malele.
Kayu malele Permainan ini berasal dari Kabupaten Biak Numfor.
Untuk memainkan permainan ini, kita membutuhkan media kayu sebagai
tongkat dan anak tongkatnya. Tempat bermain ini diusahakan di tanah
lapang yang cukup luas untuk menghindari kerusakan barang atau
kecelakaan dari permainan ini. Step-step permainannya :
1. Bagi lah dua kelompok yang masing-masing kelompoknya berisi 3-5
orang. Kemudian menentukan kelompok yang akan bermain terlebih
dahulu.
2. Letakkan kayu yang memiliki panjang 20 cm di atas permukaan tanah
yang telah di lubangi. Perwakilan pemain akan memegang kayu
sepanjang 50 cm di salah satu ujung kayu dengan kedua tangannya.
3. Kemudian ayungkan lah kayu tersebut hingga mengenai kayu yang
telah di tancapkan diatas tanah. Tugas pemain lain dalam kelompok itu
harus menangkap kayu yang telah dilempar sebelum mengenai
permukaan tanah. Jika kayu tidak dapat tertangkap, kelompok yang
bermain akan melanjutkan ke tahap berikutnya.
4. Letakkan kayu 20 cm secara melintang di atas lubang atau didalam
lubang. Gunakan kayu sepanjang 50 cm tadi untuk mengangkat dan
melemparkan kayu sejauh-jauhnya. Kelompok yang bermain
ditugaskan untuk menjaga kayu yang telah di lemparkan. Jika tidak
berhasil menangkap kayu tersebut maka, pelempar kayu wajib kayu
malele menghitung jarak antara posisi awal kayu hingga posisi dimana
kayu tersebut itu jatuh.

Cara menghitungnya, kayu yang berukuran 50 cm sebagai alat


bantu menghitung. Seperti menghitung menggunakan jengkal tangan,
hanya saja ini meggunakan kayu 50 cm tersebut. Setiap langkah memiliki
nilai 5 atau 10 poin tergantung kesepakatan. Step-step akan diulang secara
terus menerus hingga poin telah mencapai 1000 atau 5000 sesuai
kesepakatan kelompok. Pemenang adalah kelompok yang mencapai poin
tersebut lebih dahulu.

B. Menggali Kearifan Lokal atau Nilai-nilai Setiap Jenis Permainan


Pulau Papua.
Nilai-nilai luhur merupakan jati diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai
luhur itu meniadi jiwa bagi perkembangan budaya Nusantara. Indonesia
memiliki beragam budaya vang menjadi warisan berharga bagi generasi
bangsa pada masa mendatang. Budaya Nusantara tampak pada pakaian
adat, rumah adat, lagu daerah, sistem bertani, gotong-royong, dan lain-
lain.
Permainan tradisional merupakan salah satu seni budaya
tradisional Indonesia. Permainan tradisional bersumber pada nilai-nilai
kearifan lokal. Permainan tradisional mengandung nilai-nilai luhur dan
pesan-pesan moral bag pelakunya. Nilai- nilai luhur dan pesan moral
itulah yang harus kita lestarikan di era milenial saat ini.
Berbagai macam permainan tradisional yang ada di Nusantara
mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik itu terletak pada isi
permainan, konsep permainan dan cara bermain itu sendiri. Menurut
Sujiartiningsih (2011) dalam buku 'Mengembangkan Nilai Luhur dengan
Permainan Tradisional', banyak nilai edukasi yang bisa kita dapatkan dari
permainan tradisional. Nilai-nilai itu antara lain kejujuran dan cinta
lingkungan. Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional
secara lengkap bisa diuraikan sebagai berikut :
1. Kejujuran
Permainan tradisional memiliki nilai-nilai moral kejujuran. Untuk bisa
menentukan pemain yang kalah dan menang maka dilakukan sulit atau
hompimpa terlebih dulu. Suit atau hompimpa harus dilakukan dengan
jujur. Saat bermain kita juga tidak boleh bermain curang. Pemain yang
curang tidak akan diajak ikut serta dalam permainan lagi. Perilaku curang
ini akan terbawa saat seseorang berusia dewasa. Oleh karena itu kita harus
menerapkan perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari.
2. Cinta Lingkungan
Hampir semua permainan tradisional dilakukan di luar rumah. Lokasi
permainan biasanya di lapangan, kebun, atau pekarangan rumah. Banyak
alat permainan yang juga dibuat atau diambil dari lingkungan sekitar,
seperti tumbuhan, tanah, genting, batu, dan pasir. Tapa disadari kegiatan
tersebut dapat mendekatkan kita kepada alam sekitar. Kita bisa lebih
menyatu dengan alam dan mencintai lingkungan. Jika lingkungan kita
rusak maka kita tidak bisa bermain lagi. Lingkungan bukan hanya tempt
dimana kita bisa bermain tetapi lingkungan juga dapat kita gunakan
sebagai tempat belajar dan mengenal berbagai ciptaan Tuhan.
3. Perasaan Gembira
Masih menurut Sujiartiningsih dalam buku 'Mengembangkan Nilai Luhur
dengan Permainan Tradisional', permainan anak selalu melahirkan suasana
hati yang gembira. Rasa senang tidak hanya dimiliki anak orang yang kaya
yang bisa membeli permainan berharga mahal, kita semua mempunyai hak
untuk bergembira seperti halnya orang kaya. Orang miskin pun bisa
bermain dengan menggunakan permainan tradisional dan bisa bergembira.
Baik orang kaya, orang miskin, orang kota, maupun orang desa bisa
bermain permainan tradisional yang tidak membutuhkan biaya mahal. Alat
permainan tradisional dapat kita ciptakan sendiri. Suasana ceria dan
senang akan melahirkan kebersamaan yang menyenangkan. Inilah awal
dari kerukunan hidup bermasyarakat. Jadi sambil bermain kita bisa
sekaligus mengenal kawan-kawan kita yang tinggal di sekitar lingkungan
rumah kita.
4. Kerjasama
Kerja sama adalah salah satu yang paling utama dalam sebuah permainan
tradisional. Sebabnya adalah, rata-rata permainan tradisional merupakan
permainan yang dilakukan secara berkelompok. Permainan tidak bisa
dilaksanakan jika tidak ada kerja sama di antara anggota kelompok
tersebut. Jalannya permainan tradisional dan aturan main dibuat oleh para
pemain yang akan bermain. Oleh karena itu kita harus belaiar mematuhi
aturan yang dibuat sendiri dan disepakati bersama. Dengan demikian kita
belaiar mematuhi aturan bermain yang bersifat fairplay. Sementara itu bila
ada anak yang tidak mematuhi aturan main maka dia akan mendapatkan
sanksi sosial dari sesamanya. Namun apabila dia mau mengakui
kesalahannya maka teman yang lain pun bersedia menerimanya kembali.
Inilah suatu bentuk proses belajar memaafkan dan menerima kembali dari
mereka yang telah mengakui kesalahannya. Inilah proses rekonsiliasi yang
terjadi diantara anak-anak yang berlangsung dalam permainan tradisional.
Dari sinilah kita mulai belaiar arti kerjasama.
5. Lapang Dada
Jalan permainan dan lomba dolanan anak pasti menghasilkan pihak yang
kalah dan ada yang menang. Permainan tradisional biasanya diawali
dengan suit atau hompimpa dulu untuk menentukan pihak yang berhak
bermain pertama kali. Disinilah dibutuhkan rasa lapang dada untuk
menerima giliran bermain. Begitu seterusnya, permainan akan selalu
dilakukan secara bergantian.
6. Kewaspadaan
Peserta permainan tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
pemain vang kalah dan pemain yang menang. Untuk itu dalam bermain
diperlukan sikap waspada. Pemain yang tidak waspada dia akan selalu
pada posisi pemain yang kalah. Misalnya dalam permainan petak umpet
seorang penjaga selalu waspada. Dia harus selalu meningkatkan kehati-
hatian. Penjaga yang kurang waspada akan selalu kalah dan dia akan
selamanya menjadi penjaga.
7. Sportivitas
Sportivitas adalah kerelaan menerima kekalahan. Seseorang atau
kelompok yang berhasil menang, pantas untuk membanggakan dan
merayakan dalam takaran perayaannya. Namun yang kalah, juga harus
legowo menerimanya. Semua permainan yang disebutkan di dalam
penelitian ini memiliki nilai sportivitas. Sportivitas adalah kunci
permainan berjenis pertandingan. Setiap permainan pasti ada yang menang
dan ada yang kalah utnuk itu sportivitas pantas dijunjung. Jika semua
bertahan pada kemenangan maka permainan tidak bisa dijalankan. Wujud
sportivitas tampak pada bentuk kepatuhan terhadap aturan permainan.
Peraturan-peraturan yang telah disepakati harus dijalankan.
8. Sosial
Nilai sosial merupakan hasil kesepakatan bersama yang telah diakui dan
dipatuhi bersama oleh suatu kelompok agar tidak terjadi kesalahpahaman
pada saat bermain.
9. Kesabaran
Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang
sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan
jiwa orang yang memilikinya. Semakin tinggi kesabaran yang seseorang
miliki maka semakin kokoh juga ia dalam menghadapi segala macam
masalah yang terjadi pada saat bermain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Olahraga tradisional merupakan salah satu peninggalan budaya
nenek moyang yang memiliki kemurnian dan corak tradisi setempat.
Indonesia dikenal memiliki kekayaan budaya tradisional yang sangat
beraneka ragam. Namun seiring dengan semakin lajunya perkembangan
teknologi di era globalisasi ini, kekayaan budaya tradisional semakin lama
semakin tenggelam.
Perubahan jaman membuat kita berubah dari waktu ke waktu.
Dalam menghadapi perubahan tersebut, kita harus bisa mendasari hidup
kita dengan hal-hal yang bersifat positif. Dengan cara melestarikan
kebudayaan-kebudayaan tradisional di SD khususnya provinsi Papua akan
lebih memupuk warga yang berkepribadian menghadapi perubahan jaman.
Dan waktu itu sangat baik apabila dilakukan semenjak kecil. Dari
pelestarian-pelestarian permainan tradisional.

Anda mungkin juga menyukai