Kelas C
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulisan 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Pengembangan Rapport 7
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas berkat & rahmat Tuhan yang Maha Esa
karena tanpa berkat dan rahmat-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Husnul Khotimah , S.Psi., M.A.,
selaku dosen pengampu mata kuliah Konseling Keluarga yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga berterimakasih kepada teman-teman kelompok yang
ikut berpartisipasi dalam mengerjakan makalah ini hingga selesai. Dalam makalah ini kami
membahas tentang “Tahapan Dalam Konseling Keluarga”.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen, demi tercapainya
makalah yang sempurna.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan institusi terkecil dari sistem sosial dalam masyarakat. Bagi
anak, keluarga adalah institusi utama yang tidak dapat digantikan oleh institusi lain.
Faktanya, tidak semua keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ada banyak
masalah yang dialami oleh satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya. Oleh
karena itu, dalam hal ini pengarahan konseling keluarga menjadi penting, karena
konseling keluarga merupakan suatu proses menolong orang yang sistematis dan
berkelanjutan, yang dilakukan oleh seorang profesional yang telah dilatih secara khusus.
Tujuan konseling keluarga adalah untuk membantu individu memahami diri sendiri,
lingkungan keluarganya dan beradaptasi dengan baik dengan lingkungan, sehingga dapat
mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kepentingan dirinya dan
kesejahteraan dirinya, masyarakat khususnya keluarganya
Untuk tujuan dari konseling keluarga itu sendiri adalah agar klien dapat menjalani
kehidupan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-
problem yang timbul dalam kehidupan berkeluarga. Dengan demikian, konseling
keluarga mengandung dorongan untuk mengingat kembali dasar-dasar, hikmah, tujuan
dan pedoman hidup berumah tangga menurut ajaran Islam. Nasihat diberikan untuk
menyadarkan suami/istri/anak-anak serta anggota lainnya akan tempat mereka dalam
keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan yang terbaik tidak hanya untuk diri
mereka sendiri tetapi juga untuk keluarga.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Konseling keluarga menitikberatkan pada kegiatan konstelasi keluarga agar keluarga dan
anggota keluarga dapat memenuhi kebutuhan fisik, sosial, emosional, psikologis, pendidikan dan
keagamaan keluarga. Keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri, dan anak
yang dibentuk oleh ikatan perkawinan untuk memelihara harkat dan martabat manusia, mencapai
kesejahteraan dan kesejahteraan lahir dan batin.
Kehadiran Kunjungan pertama klien ke konselor untuk meminta nasihat tentang masalah
pribadi sering dilakukan oleh klien sendiri tanpa kehadiran anggota keluarga. Setelah konselor
merasa bahwa masalah klien lebih tepat untuk ditangani dengan konseling keluarga, pada tahap
pengobatan konselor dapat meminta persetujuan klien agar anggota keluarga ikut serta. Sebelum
mengambil langkah untuk menangani , konselor harus mempertimbangkan beberapa faktor,
yaitu:
Konselor harus mendapatkan persetujuan dari klien bahwa anggota keluarga dapat
berpartisipasi dalam proses konseling. Hal ini harus dilakukan karena tidak semua klien
konseling mau berbagi masalahnya dengan semua anggota keluarga.
2) Menciptakan mitra/sekutu
Konselor juga harus menjalin aliansi konstruktif dengan anggota keluarga yang
mungkin menjadi sumber masalah klien. Dengan persekutuan ini, konselor dapat
mengeksplorasi masalah dan memahami klien. Selain itu, anggota keluarga akan
merasa sepenuhnya terlibat sehingga mereka dapat bekerja dengan konselor untuk
menyelesaikan masalah klien.
3) Gunakan Ketakutan/Intimidasi
Secara Tepat Jika masalah klien terlalu parah dan anggota keluarga menolak untuk
melanjutkan proses konseling, konselor dapat menggunakan ancaman yang tepat dan
ancaman yang masuk akal untuk menekankan bahwa masalah klien benar-benar serius
dan membutuhkan bantuannya. Tujuannya agar anggota keluarga dapat bekerja sama
dengan konselor untuk memahami dan memecahkan masalah klien.
Pada umumnya proses konseling keluarga berbeda dengan proses konseling individu
yang dilakukan secara individu. Sedangkan konseling keluarga dapat dilakukan untuk
anggota keluarga, dapat dilakukan untuk anggota keluarga yang berarti bisa ada lebih
dari satu orang.
A. Pengembangan Rapport
Pengemangan laporan sangat penting dan krusial bagi keberlangsungan proses konsultasi.
Menciptakan hubungan mentoring pada tahap awal proses ini bisa jadi sulit. Yang harus
menjadi fokus konselor adalah berusaha menciptakan hubungan yang saling
menguntungkan, bersahabat, jujur, atau saling percaya, sehingga dapat menimbulkan
keterbukaan dengan klien.
Upaya yang dapat dilakukan untuk membina hubungan yang baik terutama pada awal
pertemuan ketika klien memasuki ruang konseling dengan memperhatikan aspek-aspek
sebagai berikut:
1.Kontak Mata
Kontak mata harus dilakukan secara bersama-sama. cara profesional. Keadilan berarti
bahwa seorang penasihat harus bebas dari mata yang genit, licik, menyelidik dan curiga.
Profesionalisme karena profesi konsultan harus selalu didukung dan dibimbing oleh konsultan
dalam menjalankan tugasnya.
2. Perilaku Non Verbal
Perilaku nonverbal adalah perilaku yang ditimbulkan oleh bahasa tubuh, misalnya
menunjukkan minat, ramah/akrab, hangat, fleksibel, ramah, tersenyum, toleran, jujur/asli, peduli
dan berpikiran terbuka. diwakili oleh bahasa tubuh, anggukan, ekspresi wajah, dll. Menunjukkan
perilaku nonverbal yang baik membuat klien merasa nyaman, sehingga klien merasa
diperhatikan.
3.Bahasa Lisan/Verbal
Bahasa Lisan/Ucapan adalah bahasa yang disampaikan kepada klien melalui ucapan.
Seorang konsultan perlu memiliki kemampuan komunikasi lisan yang baik agar mudah dipahami
oleh klien.
Perlu dicatat bahwa tujuan membangun hubungan adalah untuk menciptakan suasana
yang baik, memberikan keberanian dan kepercayaan diri kepada klien untuk menyampaikan
pikiran, perasaan, kesulitan, atau bahkan rahasianya kepada keluarga Konsultasi. Dan ini tidak
akan tercapai jika penasehat tidak dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien.
Dalam hal ini, Perez mengungkapkan bahwa kesulitan dalam menciptakan hubungan
dapat muncul karena berasal dari penasihat atau klien itu sendiri, sedangkan kesulitan berasal
dari faktor-faktor seperti;
a. Konselor Konselor tidak bisa menstabilkan emosinya karena hidupnya penuh dengan
masalah, seperti masalah keluarga, lingkungan kerja, Posisinya sebagai guru memaksanya untuk
kita harus puas mengatur bahkan memberi perintah kepada siswa. Jenis perilaku ini akan
mempersulit konselor untuk membuat rapport.
b. Konselor secara sadar terikat oleh nilai-nilai mereka atau tidak dapat mempengaruhi sistem
nilai klien. Oleh karena itu, konselor harus berhati-hati karena jika menilai, hubungan konsultasi
tidak akan membawa hasil yang efektif.
c. Konselor dihantui oleh kelemahan teori dan teknik konseling, terutama bagi konselor
pemula.
Sedangkan kesulitan lain juga bisa muncul dari pihak klien, yaitu:
a. Jika ada anggota keluarga (seorang ataupun beberapa orang) tidak mempunyai motivasi
untuk mengikuti konseling.
b. Ada klien yang enggan disebabkan dipaksa oleh orang tua, suami/istri, polisi, ataupun pihak
lainnya.
c. Klien memiliki pengalaman dan sering pergi ke konselor untuk meminta nasihat, tetapi karena
pengalaman ini, dia tampaknya menjadi kecanduan percakapan dan tidak mau meminta bantuan.
Terdapat dua teknik konseling keluarga yang efektif, yaitu sculpting dan role playing.
Kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataanpernyataan emosional tertekan, dan
penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga. Dengan demikian segala kecemasan dan
ketegagan psikis akan dapat mereda, sehingga memudahkan untuk treatment konselor serta
rencana anggota keluarga.
Dengan demikian, dalam konteks keluarga bahagia dan bersatu kembali, konselor
menciptakan dan memodifikasi pola perilaku yang disampaikan oleh proses konseling keluarga.
Aplikasi adalah dengan praktek di rumah. Mungkin konselor memberikan daftar perilaku baru
untuk dipraktikkan selama seminggu, kemudian membawanya kembali ke sesi konseling
berikutnya. Amalan ini juga bisa dilakukan untuk anak-anak yang suka menginap bersama
teman-temannya atau bagi anak-anak yang suka pulang malam. Proses konseling mirip dengan
konseling individu, tetapi konselor berusaha membangun resiliensi dalam diri klien sehingga
dengan perilaku barunya dapat memberikan dampak positif bagi interaksi keluarga.
1. Acceptance, yaitu menerima klien apa adanya dengan tanpa mempertimbangkan jenis
kelamin, derajat, status social, maupun agama.
2. Unconditional positive regard, yakni menghargai klien tanpa syarat, tidak mmeberikan
penilaian, mengejek taupun mengkritik.
4. Genuine, yakni konselor menunjukkan sikap yang asli dan jujur dengan dirinya sendiri,
wajar dalam ucapan dan perbuatan.
5. Empati, yakni seorang konselor dapat merasakan apa yang dirasakan klien.
Seringkali kesulitan muncul pada tahap awal konseling, dan ini terutama berlaku untuk
konselor pemula. Selain itu, penggunaan jawaban yang sesuai dengan presentasi klien juga
menjadi masalah yang mengganggu konsultan pemula. Untuk alasan ini, upaya untuk
membangun keterampilan konseling dapat bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada umumnya proses konseling keluarga berbeda dengan proses konseling individu yang
dilakukan secara individu. Sedangkan konseling keluarga dapat dilakukan untuk anggota
keluarga, dapat dilakukan untuk anggota keluarga yang berarti bisa ada lebih dari satu orang.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
MENGATASI PERCERAIAN. SETARA: Jurnal Studi Gender dan Anak, 1(01), 1-20.
Mahmudah, Bimbingan & Konseling Keluarga, Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015.
Supriatna, Mamat, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2011.
Bolton, Robert. 1988, People Skills, Australia : Simon & Schuster Jones & Nelson, 1995,
Counselling and Personality, Australia :Allen & Unwin O”Donohue & Krasner, 1995,
Handbook of Psychological Skills Training, Boston : Allyn and Bacon Syamsu Y, Anne,
Yusi, 2000, Bimbingan Keluarga, Makalah Pelatihan Bimbingan dan konseling Pusdiktek
DepKimbangwil, Bandung : Jurusan PPB FIP UPI