Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KONSELING KELUARGA

TAHAPAN DALAM KONSELING KELUARGA

Dosen Pengampu : Husnul Khotimah, S.Psi., M.A.

Disusun Oleh Kelompok 5B:

Antonius Aditya Adhipradana 19090000139

Andi irzadilah farah k 19090000143

Ninit Tiara Sesarianingtyas 19090000149

Yusfia Hadisty Bahjatunnufuz 19090000158

Cyprianus Aldy Yunior Temu 19090000166

Kelas C

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii

KATA PENGANTAR iii

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penulisan 5

BAB II PEMBAHASAN 6

A. Pengembangan Rapport 7

B. Pengembangan Apresiasi Emosional 8

C. Pengembangan Alternatif Modus Perilaku 8

D. Fase Membisa Hubungan Konseling 8

E. Memperlancar Tindakan Positif 9

BAB III PENUTUP 10

A. Kesimpulan 10

B. Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas berkat & rahmat Tuhan yang Maha Esa
karena tanpa berkat dan rahmat-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Husnul Khotimah , S.Psi., M.A.,
selaku dosen pengampu mata kuliah Konseling Keluarga yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga berterimakasih kepada teman-teman kelompok yang
ikut berpartisipasi dalam mengerjakan makalah ini hingga selesai. Dalam makalah ini kami
membahas tentang “Tahapan Dalam Konseling Keluarga”.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen, demi tercapainya
makalah yang sempurna.

Kota Malang, April 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan institusi terkecil dari sistem sosial dalam masyarakat. Bagi
anak, keluarga adalah institusi utama yang tidak dapat digantikan oleh institusi lain.
Faktanya, tidak semua keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ada banyak
masalah yang dialami oleh satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya. Oleh
karena itu, dalam hal ini pengarahan konseling keluarga menjadi penting, karena
konseling keluarga merupakan suatu proses menolong orang yang sistematis dan
berkelanjutan, yang dilakukan oleh seorang profesional yang telah dilatih secara khusus.
Tujuan konseling keluarga adalah untuk membantu individu memahami diri sendiri,
lingkungan keluarganya dan beradaptasi dengan baik dengan lingkungan, sehingga dapat
mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kepentingan dirinya dan
kesejahteraan dirinya, masyarakat khususnya keluarganya

Seringkali keseimbangan akan terganggu dan akan membahayakan kehidupan


keluarga itu sendiri, sehingga membuat kehidupan keluarga tidak harmonis. Oleh karena
itu, kita sangat merasakan pentingnya upaya menghidupi anggota keluarga melalui sistem
keluarga agar potensi yang dimiliki dapat dikembangkan secara optimal dan apa adanya.
keinginan mereka dan cinta mereka untuk keluarga. Jika hal tersebut tidak dilakukan
dalam keluarga maka akan sulit bagi keluarga untuk mengontrol anggota keluarga yang
lain, seringkali menimbulkan masalah dalam keluarga yang berujung pada masalah baru
dalam keluarga itu sendiri. Dewan klan menganggap keluarga sebagai satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, sehingga harus menjadi satu kesatuan. Bahkan, jika salah satu
anggota keluarga memiliki masalah, itu dianggap sebagai gejala penyakit keluarga,
karena keadaan emosional salah satu anggota keluarga mempengaruhi semua anggota
lainnya. Oleh karena itu, konseling keluarga merupakan langkah utama dalam
menyelesaikan masalah keluarga.
Konseling keluarga merupakan salah satu bagian terkecil dari proses
pengembangan studi bimbingan dan konseling. Kajian konseling keluarga merupakan
kajian dan berbagai kajian yang bertujuan membentuk suatu konsep penting dalam upaya
memberikan pelayanan dukungan terhadap permasalahan dan dinamika yang muncul
dalam kehidupan keluarga. Menurut Golden dan Sherwood (Latipun, 2001), konseling
keluarga adalah suatu metode yang dirancang dan difokuskan pada masalah keluarga
untuk membantu menyelesaikan masalah pribadi klien. Masalah ini bersifat pribadi
karena dialami oleh klien itu sendiri. Namun konselor meyakini bahwa masalah yang
dihadapi klien tidak hanya disebabkan oleh klien itu sendiri, tetapi dipengaruhi oleh
sistem dalam keluarga klien, sehingga diharapkan keluarga dapat berpartisipasi dalam
mempelajari dan memecahkan masalah tersebut.

Untuk tujuan dari konseling keluarga itu sendiri adalah agar klien dapat menjalani
kehidupan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-
problem yang timbul dalam kehidupan berkeluarga. Dengan demikian, konseling
keluarga mengandung dorongan untuk mengingat kembali dasar-dasar, hikmah, tujuan
dan pedoman hidup berumah tangga menurut ajaran Islam. Nasihat diberikan untuk
menyadarkan suami/istri/anak-anak serta anggota lainnya akan tempat mereka dalam
keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan yang terbaik tidak hanya untuk diri
mereka sendiri tetapi juga untuk keluarga.
B. Rumusan Masalah

1. Apa peran serta fungsi keluarga ?

2. Apa saja tahapan konselor untuk penanganan konseling keluarga ?

3. Bagaimana pengembangan raport pada konseling keluarga?

4. Bagaimana Pengembangan Apresiasi Emosional pada konseling keluarga?

5. Bagaimana Pengembangan Alternatif Modus Perilaku pada konseling keluarga?

6. Bagaimana Fase Membina Hubungan Konseling pada konseling keluarga?

7. Bagaimana Memperlancar Tindakan Positif pada konseling keluarga?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja peran serta fungsi keluarga

2. Untuk memahami apa saja tahapan konselor untuk penanganan konseling


keluarga

3. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan raport pada konseling keluarga

4. Untuk memahami bagaimana Pengembangan Apresiasi Emosional pada konseling


keluarga

5. Untuk mengetahui bagaimana Pengembangan Alternatif Modus Perilaku pada


konseling keluarga

6. Untuk memahami bagaimana Fase Membina Hubungan Konseling pada konseling


keluarga

7. Untuk mengetahui bagaimana Memperlancar Tindakan Positif pada konseling


keluarga
BAB II

PEMBAHASAN

Keluarga berperan dalam perkembangan pribadi anak, merupakan dasar pemenuhan


kebutuhan manusia, dan merupakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan psikologis
anak. Secara psikologis, fungsi keluarga: memberikan rasa aman, sumber kepuasan kebutuhan,
sumber kasih sayang dan penerimaan, model perilaku sosial, pengembangan perilaku sosial,
tempat belajar memecahkan masalah, beradaptasi dengan kehidupan, motivasi , tutur dan
masyarakat, faktor yang merangsang berkembangnya kapasitas/potensi untuk mencapai,
mengembangkan aspirasi dan sumber persahabatan.

Konseling keluarga menitikberatkan pada kegiatan konstelasi keluarga agar keluarga dan
anggota keluarga dapat memenuhi kebutuhan fisik, sosial, emosional, psikologis, pendidikan dan
keagamaan keluarga. Keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri, dan anak
yang dibentuk oleh ikatan perkawinan untuk memelihara harkat dan martabat manusia, mencapai
kesejahteraan dan kesejahteraan lahir dan batin.

Kehadiran Kunjungan pertama klien ke konselor untuk meminta nasihat tentang masalah
pribadi sering dilakukan oleh klien sendiri tanpa kehadiran anggota keluarga. Setelah konselor
merasa bahwa masalah klien lebih tepat untuk ditangani dengan konseling keluarga, pada tahap
pengobatan konselor dapat meminta persetujuan klien agar anggota keluarga ikut serta. Sebelum
mengambil langkah untuk menangani , konselor harus mempertimbangkan beberapa faktor,
yaitu:

1) Persiapan anggota keluarga

Konselor harus mendapatkan persetujuan dari klien bahwa anggota keluarga dapat
berpartisipasi dalam proses konseling. Hal ini harus dilakukan karena tidak semua klien
konseling mau berbagi masalahnya dengan semua anggota keluarga.

2) Menciptakan mitra/sekutu

Konselor juga harus menjalin aliansi konstruktif dengan anggota keluarga yang
mungkin menjadi sumber masalah klien. Dengan persekutuan ini, konselor dapat
mengeksplorasi masalah dan memahami klien. Selain itu, anggota keluarga akan
merasa sepenuhnya terlibat sehingga mereka dapat bekerja dengan konselor untuk
menyelesaikan masalah klien.

3) Gunakan Ketakutan/Intimidasi

Secara Tepat Jika masalah klien terlalu parah dan anggota keluarga menolak untuk
melanjutkan proses konseling, konselor dapat menggunakan ancaman yang tepat dan
ancaman yang masuk akal untuk menekankan bahwa masalah klien benar-benar serius
dan membutuhkan bantuannya. Tujuannya agar anggota keluarga dapat bekerja sama
dengan konselor untuk memahami dan memecahkan masalah klien.

Pada umumnya proses konseling keluarga berbeda dengan proses konseling individu
yang dilakukan secara individu. Sedangkan konseling keluarga dapat dilakukan untuk
anggota keluarga, dapat dilakukan untuk anggota keluarga yang berarti bisa ada lebih
dari satu orang.

Proses konseling keluarga dapat berlangsung dalam langkah-langkah berikut:

A. Pengembangan Rapport

Pengemangan laporan sangat penting dan krusial bagi keberlangsungan proses konsultasi.
Menciptakan hubungan mentoring pada tahap awal proses ini bisa jadi sulit. Yang harus
menjadi fokus konselor adalah berusaha menciptakan hubungan yang saling
menguntungkan, bersahabat, jujur, atau saling percaya, sehingga dapat menimbulkan
keterbukaan dengan klien.

Upaya yang dapat dilakukan untuk membina hubungan yang baik terutama pada awal
pertemuan ketika klien memasuki ruang konseling dengan memperhatikan aspek-aspek
sebagai berikut:

1.Kontak Mata

Kontak mata harus dilakukan secara bersama-sama. cara profesional. Keadilan berarti
bahwa seorang penasihat harus bebas dari mata yang genit, licik, menyelidik dan curiga.
Profesionalisme karena profesi konsultan harus selalu didukung dan dibimbing oleh konsultan
dalam menjalankan tugasnya.
2. Perilaku Non Verbal

Perilaku nonverbal adalah perilaku yang ditimbulkan oleh bahasa tubuh, misalnya
menunjukkan minat, ramah/akrab, hangat, fleksibel, ramah, tersenyum, toleran, jujur/asli, peduli
dan berpikiran terbuka. diwakili oleh bahasa tubuh, anggukan, ekspresi wajah, dll. Menunjukkan
perilaku nonverbal yang baik membuat klien merasa nyaman, sehingga klien merasa
diperhatikan.

3.Bahasa Lisan/Verbal

Bahasa Lisan/Ucapan adalah bahasa yang disampaikan kepada klien melalui ucapan.
Seorang konsultan perlu memiliki kemampuan komunikasi lisan yang baik agar mudah dipahami
oleh klien.

Perlu dicatat bahwa tujuan membangun hubungan adalah untuk menciptakan suasana
yang baik, memberikan keberanian dan kepercayaan diri kepada klien untuk menyampaikan
pikiran, perasaan, kesulitan, atau bahkan rahasianya kepada keluarga Konsultasi. Dan ini tidak
akan tercapai jika penasehat tidak dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien.

Dalam hal ini, Perez mengungkapkan bahwa kesulitan dalam menciptakan hubungan
dapat muncul karena berasal dari penasihat atau klien itu sendiri, sedangkan kesulitan berasal
dari faktor-faktor seperti;

a. Konselor Konselor tidak bisa menstabilkan emosinya karena hidupnya penuh dengan
masalah, seperti masalah keluarga, lingkungan kerja, Posisinya sebagai guru memaksanya untuk
kita harus puas mengatur bahkan memberi perintah kepada siswa. Jenis perilaku ini akan
mempersulit konselor untuk membuat rapport.

b. Konselor secara sadar terikat oleh nilai-nilai mereka atau tidak dapat mempengaruhi sistem
nilai klien. Oleh karena itu, konselor harus berhati-hati karena jika menilai, hubungan konsultasi
tidak akan membawa hasil yang efektif.

c. Konselor dihantui oleh kelemahan teori dan teknik konseling, terutama bagi konselor
pemula.
Sedangkan kesulitan lain juga bisa muncul dari pihak klien, yaitu:

a. Jika ada anggota keluarga (seorang ataupun beberapa orang) tidak mempunyai motivasi
untuk mengikuti konseling.

b. Ada klien yang enggan disebabkan dipaksa oleh orang tua, suami/istri, polisi, ataupun pihak
lainnya.

c. Klien memiliki pengalaman dan sering pergi ke konselor untuk meminta nasihat, tetapi karena
pengalaman ini, dia tampaknya menjadi kecanduan percakapan dan tidak mau meminta bantuan.

B. Pengembangan Apresiasi Emosional

Selama konseling keluarga, kemampuan untuk menghargai perasaan setiap anggota


keluarga sangat penting. Hal ini penting karena, tidak jarang konselor menghadapi masalah yang
dapat muncul dalam proses interaksi dinamis antara anggota keluarga dengan keinginan untuk
memecahkan masalah mereka. Kemampuan ini akan ditemukan pada konselor yang
berpengetahuan luas dalam keterampilan dan teknik serta berpengalaman secara ilmiah dan
kepribadian yang dapat dipercaya.

Terdapat dua teknik konseling keluarga yang efektif, yaitu sculpting dan role playing.
Kedua teknik ini memberikan peluang bagi pernyataanpernyataan emosional tertekan, dan
penghargaan terhadap luapan emosi anggota keluarga. Dengan demikian segala kecemasan dan
ketegagan psikis akan dapat mereda, sehingga memudahkan untuk treatment konselor serta
rencana anggota keluarga.

C. Pengembangan Alternatif Modus Perilaku

Pengembangan modalitas perilaku alternatif selama konseling dapat dicapai dengan


berbagai cara. Misalnya, akan selalu makan bersama saat makan siang atau makan malam. Itu
tidak mudah bagi anggota keluarga yang sibuk.

Dengan demikian, dalam konteks keluarga bahagia dan bersatu kembali, konselor
menciptakan dan memodifikasi pola perilaku yang disampaikan oleh proses konseling keluarga.
Aplikasi adalah dengan praktek di rumah. Mungkin konselor memberikan daftar perilaku baru
untuk dipraktikkan selama seminggu, kemudian membawanya kembali ke sesi konseling
berikutnya. Amalan ini juga bisa dilakukan untuk anak-anak yang suka menginap bersama
teman-temannya atau bagi anak-anak yang suka pulang malam. Proses konseling mirip dengan
konseling individu, tetapi konselor berusaha membangun resiliensi dalam diri klien sehingga
dengan perilaku barunya dapat memberikan dampak positif bagi interaksi keluarga.

D. Fase Membina Hubungan Konseling

Dalam membina hubungan konselng, seorang konselor dapat mengembangkan sikap-sikap


berikut ini;

1. Acceptance, yaitu menerima klien apa adanya dengan tanpa mempertimbangkan jenis
kelamin, derajat, status social, maupun agama.

2. Unconditional positive regard, yakni menghargai klien tanpa syarat, tidak mmeberikan
penilaian, mengejek taupun mengkritik.

3. Understanding, yakni konselor dapat memahami keadaan klien sebagaimana adanya.

4. Genuine, yakni konselor menunjukkan sikap yang asli dan jujur dengan dirinya sendiri,
wajar dalam ucapan dan perbuatan.

5. Empati, yakni seorang konselor dapat merasakan apa yang dirasakan klien.

E. Memperlancar Tindakan Positif

Seringkali kesulitan muncul pada tahap awal konseling, dan ini terutama berlaku untuk
konselor pemula. Selain itu, penggunaan jawaban yang sesuai dengan presentasi klien juga
menjadi masalah yang mengganggu konsultan pemula. Untuk alasan ini, upaya untuk
membangun keterampilan konseling dapat bermanfaat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga merupakan institusi terkecil dalam sistem sosial masyarakat, memegang


peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun terkadang tidak setiap
keluarga dapat memenuhi kewajibannya dengan baik. Oleh karena itu dalam hal ini perlu
musyawarah dalam keluarga dengan fungsi konstelasi keluarga, agar keluarga dan anggota
keluarga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari segi materi, sosial, emosional,
psikologis, pendidikan dan keagamaan.

Pada umumnya proses konseling keluarga berbeda dengan proses konseling individu yang
dilakukan secara individu. Sedangkan konseling keluarga dapat dilakukan untuk anggota
keluarga, dapat dilakukan untuk anggota keluarga yang berarti bisa ada lebih dari satu orang.

B. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

Link Presentasi YouTube : https://youtu.be/8faSGMhCeXE


DAFTAR PUSTAKA

Ningrum, S. (2009, Maret 10). analisis pelaksanaan konseling keluarga pada


WWW.ERAMUSLIM.COM. analisis konseling keluarga, pp. 12-14.

SYARQAWI, A. (2017). KONSELING KELUARGA: SEBUAH DINAMIKA DALAM


MENJALANI KEHIDUPAN BERKELUARGA DAN UPAYA PENYELESAIAN
MASALAH. Jurnal Pendidikan dan Konseling, 69-72.

Hasanah, U. (2020). KONSELING KELUARGA SENSITIF GENDER DALAM

MENGATASI PERCERAIAN. SETARA: Jurnal Studi Gender dan Anak, 1(01), 1-20.

S. Willis, Sofyan, Konseling Individual, Bandung: Alfabeta, 2013.

Mahmudah, Bimbingan & Konseling Keluarga, Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015.

Supriatna, Mamat, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2011.

Bolton, Robert. 1988, People Skills, Australia : Simon & Schuster Jones & Nelson, 1995,
Counselling and Personality, Australia :Allen & Unwin O”Donohue & Krasner, 1995,
Handbook of Psychological Skills Training, Boston : Allyn and Bacon Syamsu Y, Anne,
Yusi, 2000, Bimbingan Keluarga, Makalah Pelatihan Bimbingan dan konseling Pusdiktek
DepKimbangwil, Bandung : Jurusan PPB FIP UPI

Anda mungkin juga menyukai