Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KONSELING KELUARGA

“KONSELING KELUARGA”
Dosen Pengampu :Dra. Nur Arjani, M.Pd

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3

1. SAHMAN NASIR SIBARANI (1172151007)


2. SAMUEL DWI (1173151042)
3. NANDIKA DYAH ADIESTY (1173351040)
4. DWI RIZKY ANANDA (1173351015)

KELAS : BK REGULAR C’17

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih ada kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata
yang digunakan. Oleh karena itu kami mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan makalah ini selanjutnya,
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada ibu dosen Dra. Nur Arjani, M.Pd sebagai
pengampu matakualiah konseling keluraga, serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Karena tanpa bantuan dari mereka makalah ini tak akan dapat kami
selesaikan dengan baik. Semoga materi yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca sekalian.

Medan, 2 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1.1.Latar Belakang .........................................................................................


1.2.Rumusan Masalah ....................................................................................
1.3.Tujuan ......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................

2.1.Definisi Konseling Keluarga....................................................................

2.2.Tujuan Konseling Keluarga .....................................................................

2.3.Prinsip-Prinsip Konseling Keluarga ........................................................

2.4.Genogram .................................................................................................

2.5.Perkembangan Konseling Keluarga .........................................................

2.6.Klasifikasi Konseling Keluarga ...............................................................

BAB III PENUTUP ......................................................................................

3.1. Kesimpulan .............................................................................................

3.2. Saran .......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah lingkungan masyarakat terkecil yang untuk pertama kalinya kita dapat
belajar bersosialisasi dengan dunia luar. Keluarga merupakan pondasi awal yang berperan penting
terhadap diri kita. Kehidupan keluarga yang harmonis memberikan efek positif bagi setiap
anggotanya. Baik dalam psikologisnya maupun biologisnya.

Kadang keluarga merupakan penyebabawal dari permasalahan-permasalahan yang


dihadapi oleh masing-masing anggotanya. Karena permasalahan keluarga yang sangat kompleks
maka kiranya diperlukan melakukan konseling keluarga. Konseling keluarga pada dasarnya
merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga diarahkan untuk
membantu seluruh anggota keluarga untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawadah dan
warahmah.

Dalam melakukan konseling keluarga terdapat beberapa jenis dan pendekatan untuk
memahami setiap persoalan dan berusaha untuk mencoba memecahkannya. Diantaranya adalah
konseling dengan menggunakan pendekatan sistem keluarga, psikodinamika, perilaku sosial
keluarga, struktur keluarga, serta strategi keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu konseling keluarga ?
2. Apa saja tujuan dari konseling keluarga ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip dari konseling keluarga ?
4. Apa itu genogram ?
5. Bagaimana perkembangan konseling keluarga ?
6. Bagaimana klasifikasi konseling keluarga ?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari konseling keluarga
2. Mengetahui tujuan dari konseling keluarga
3. Mengetahui prinsip-prinsip dari konseling keluarga
4. Mengetahui genogram keluarga
5. Mengetahui perkembangan dari konseling keluarga
6. Mengetahui klasifikasi konseling keluarga
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Keluarga

Family counseling atau konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada
individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar
potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan
membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga
(Willis, 2008).

Menurut Golden dan Sherwood (dalam Latipun, 2001) konseling keluarga adalah metode
yang dirancang dan difokuskan pada keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah
perilaku klien. sehingga konsleing keluarga merupakan proses bantuan yang diberikan kepada
individu anggota keluarga dalam memecahkan masalah keluarga yang dihadapinya.

Menurut D. Stanton sebagaimana dikutip oleh Latipun bahwa konseling keluarga dapat
dikatakan sebagai konseling khusus karena sebagaimana yang selalu dipandang oleh konselor
terutama konselor non keluarga, konseling keluarga sebagai modalitas yaitu klien merupakan
anggota dari satu kelompok dan dalam proses konseling melibatkan keluarga inti atau pasangan.

Sedangkan menurut Foley (dalam Nurhayati, 2011 : 174) konsleing keluarga adalah upaya
mengubah dalam keluarga untuk mencapai keharmonisan. Seorang pakar konsleing Harper (1981)
juga mengemukakan bahwa konseling keluarga merupakan proses batuan terhadap dua orang atau
lebih anggota keluarga sebagai suatu kelompok secara serempak yang dapat melibatkan seorang
konsleor atau lebih dalam mengatasi permasalahan-permasalahan keluarga. Pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga merupakan proses pemberian bantuan bagi suatu
keluarga melalui pengubahan interaksi antar anggotanya sehingga keluarga tersebut dapat
mengatasi masalah yang dihadapinya bagi kesejahteraan aggota dan keluarga secara keseluruhan.

Sedangkan menurut Perez sebagaiman dikutip oleh Sofyan konseling keluarga merupakan
usaha membantu individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau
mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem keluarga dan mengusahakan agar terjadi
perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula
terhadap anggota keluarga lainnya.

Keluarga merupakan pranata sosial yang memberikan legalitas memenuhi kebutuhap dasar
biologis, berfungsi ekonomis, lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak, penyemaian
masyarakat masa depan karena keluarga adalah miniatur masyarakat, pelindung bagi anggota
keluarga dari ancaman fisik amupun psikologis, lingkungan yang memberi kenyamanan,
kehangatan serta keceriaan, penanaman nilai-nilai agama kepada anggota keluarga agar memiliki
pedoman hidup yang benar.

Konseling keluarga memandang keluarga sebagai kelompok tunggal yang tidak dapat
terpisahkan sehingga diperlukan sebagai satu kesatuan. Maksudnya adalah apabila terdapat salah
satu anggota keluarga yang memiliki masalah maka hal ini dianggap sebagai symptom dari
sakitnya keluarga, karena kondisi emosi salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh
anggota lainnya. Anggota keluarga yang mengembangkan simptom ini disebut sebagai “Identified
Patient” yang merupakan product dan kontributor dari gangguan interpersonal keluarga.

Salah satu mendefinisikan keluarga yaitu dengan cara meninjau kembali dari segi fungsi
keluarga. Suatu keluarga yang berfungsi secara sehat ialah suatu sistem sosial yang dapat : 1)
memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. 2) suatu lingkungan yang cocok untuk
reproduksi dan pengasuhan anak. 3) meningkatkan kesejahteraan sosial dalam komunitas.

Konseling keluarga pada dasarnya adalah penerapan konseling pada situasi yang khusus.
Konseling keluarga ini secara khusus memfokuskan pada masalah-masalah yang berhubungan
dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga. Crane mengatakan
bahwa konseling keluarga merupakan proses pelatihan terhadap orang tua dalam hal metode
mengendalikan perilaku yang positif dan membantu orang dalam perilaku yang dikehendaki.
Dalam pengertian ini konseling keluarga tidak bermaksud untuk mengubah kepribadian, sifat, dan
karakter orang-orang yang terlibat, tetapi lebih mengusahakan perubahan dalam sistem keluarga
melalui pengubahan perilaku.

Proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individual karena ditentukan oleh
berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga) lebih dari satu orang. Relasi antara
anggota keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan diri
(partisipasi penuh) dalam dinamika konseling keluarga.

B. Tujuan Konseling Keluarga

Bimbingan dan konseling keluarga adalah suatu usaha yang realistis dan konstruktif untuk
menyadarkan akan kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dalam mengembangkan potensi diri.
Tujuan akhir dari bimbingan konseling keluarga adalah untuk membantu anggota keluarga dan
keluarga sebagai satu kesatuan untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Konseling dalam keluarga
adalah konseling yang diberikan pada anggota keluarga dan keluarga menyangkut masalah
keluarga yang mengganggu ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga.

Tujuan dari konseling keluarga pada hakikatnya bertujuan untuk mencapai tujuan sebagai
berikut :

1. Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan
hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga
2. Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota
keluarga mengalami masalah, dia akan dapat memberikan pengaruh, baik pada persepsi,
harapan, maupun interaksi dengan anggota keluarga yang lain
3. Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat mengupayakan
tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga
4. Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga kepada anggota
keluarga yang lain
5. Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga menjadi
maksimal
6. Membantu individu keluarga yang dalam keadaan sadar tentang kondisi dirinya yang
bermasalah, untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dirinya sendiri.

Menurut Colley (dalam C. Suwarni, 1980) tujuan bimbingan dan konseling keluarga adalah
:

1. Membantu agar mereka yang dibimbing dapat bertindak seefisien mungkin


2. Membantu agar seseorang atau keluarga menjadi sadar akan kemam[uan dirinya, akan
kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial, sadar akan
kepentingannya dan sadar akan tujuan-tujuannya
3. Untuk menggerakkan kekuatan anggota keluarga agar dapat berusaha menyesuaikan diri
dengan lingkungan, dengan hasil yang nyata
4. Membantu seseorang atau keluarga untuk mendapatkan keterampilan dan kecakapan
dalam mengurus diri dan keluarganya, memperkembangkan atau memajukan keluarga
dengan jalan:
a. Membrikan pendidikan dan menerangkan mengenai kemungkinan-kemungkinan
tercapainya tujuan sesuai dengan kemampuannya
b. Mencari jalan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
c. Mengembangkan nilai-nilai kebudayaan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan
tujuan tersebut

Sejalan dengan itu Sayekti (1994) menjelaskan tujuan umum konseling keluarga adalah :

1. Membantu keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil
pengaruh hubungan antar anggota keluarga
2. Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota
keluarga memiliki permasalahan, mereka dapat memeberikan pengaruh tidak baik pada
persepsi, harapan dan interaksi anggota keluarga yang lain
3. Memperjuangkan dengan gigih dalam proses konseling, sehingga anggota keluarga dapat
tumbuh dan berkmebang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan
4. Mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga pada anggota keluarga
yang lain

Selanjutnya Sayekti (1994) mengemukakan tujuan khusus konseling keluarga yaitu :

1. Mendorong anggota keluarga agar memiliki toleransi kepada anggota keluarga yang lain
2. Agar anggota keluarga mampu memberi motivasi, dorongan semangat pada anggota
keluarga yang lain
3. Agar orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota
keluarga yang lain
Tujuan konseling keluarga secara umum adalah menurut Glick dan Kessler (dalam
Latipun, 2001) adalah memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota keluarga,
mengubah gangguan dan ketidakfleksibelan peran dan kondisi, memebrikan pelayanan sebagai
model dan pendidikan peran tertentu yang ditunjukkan kepada anggota keluarga. Selain itu secara
umum konseling keluarga menurut Willis (2008) yaitu membnatu anggota-anggota keluarga
belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluuarga adalah kait-mengait antara
anggota keluargam untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu
anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada persepsi, ekspetasi, dan ineraksi
anggota-anggota lain, agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan
peningkatan setiap anggota, untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari
hubungan parental.

Secara khusus Willis (2008) mengungkapkan keharmonisan keluarga bertujuan untuk


meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga trhadap cra-cara yang istimewa
(idiocyncratic ways) atau keunggulan-keunggulan anggota lain, mengembangkan toleransi
terhadap anggota-anggota keluarga yang mengalami frustasi atau kecewa, konflik, dan rasa sedih
yang terjadi karena faktor sistem keluarga di luar sistem keluarga, mengembangkan motif dan
potensi-potensi, setiap anggota keluarga dengan cara mendorong (mensupport), memberi
semangat, dan mengingatkan anggota tersebut, mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang
tua secara realistik dan sesuai dengan anggota-anggota lain.

C. Prinsip-Prinsip Konseling Keluarga

Perez yang dikutip dari Hasnida menjelaskan prinsip-prinsip yang harus terdapat dalam
konseling keluarga antara lain :

1. Kedudukan setiap anggota adalah sejajar artinya tidak ada satu anggota keluarga yang lebih
penting dibandingkan dengan anggota yang lain
2. Situasi ini merupaka penyebab masalah keluarga sehingga yang harus diubah adalah
prosesnya
3. Konselor tidak perlu mem-erhatikan diagnostic dari permasalahan keluarga
4. Selama intervensi berlangung, konselor harus melibatkan diirnya secara utuh sebagai
bagian dalam dinamika keluarga klien
5. Konselor harus berupaya menimbulkan keberanian setiap anggota keluarga agar berani
mengungkapkan pendapatnya dan dapat berinteraksi satu sama lain sehingga menjadi
“intra family involved”
6. Relasi konselor dengan anggta keluarga bersifat sementara karena relasi yang permanen
akan berdampak negative bagi penyelesaian konseling
7. Supervisi dilakukan secara nyata

Dengan memahami prinsip konseling keluarga tersebut, maka akan semakin jelaslah
tampak perbedaan antara konseling keluarga dengan konseling individu. Pada konseling individu
lebih menekankan pada permasalahan klien sehingga memandang klien sebagai pribadi yang
otonom, maka konseling keluarga menekankan permasalahan klien sebagai masalah “system”
yang ada dalam keluarga sehingga memandang klien sebagai bagian dari kelompok tunggal atau
satu kesatuan dengan keluarganya.

D. Genogram

Genogram mengacu kepada penggunaan diagram secara luas untuk memahami hubungan
suatu keluarga setidaknya untuk tiga generasi. Perry, (2010: 383) menyebutkan bahwa “esensinya,
genogram adalah hanya sekedar sebuah diagram struktural hubungan keluarga yang mencakup
tiga generasi”. Secara konseptual, genogram berarti suatu alat dalam model grafis yang
menggambarkan asal-usul keluarga klien dalam tiga generasi, yakni generasi dirinya, orang-tuanya
dan kakek-neneknya.

Genogram adalah alat bantu untuk mengetahui tentang sejarah keluarga dari waktu ke
waktu dan biasanya menyediakan berbagai macam data dari sebuah generasi keluarga melalui pola
hubungan antar anggota keluarga beserta karakteristik yang melekat pada masing-masing anggota
keluarga, baik berupa pekerjaan, jenis kelamin, umur, dan berbagai peristiwa yang mengiringi
perjalanan sebuah keluarga dari generasi ke generasi.

Genogram berakar pada teori sistem keluarga yang dikembangkan oleh Murray Bowen
tahun 1985. Penggunaan genogram dalam sesi konseling oleh konselor dikenal sebagai pendekatan
konseling Bowenian. Dalam teori sistem keluarga, orang terorganisasi ke dalam sistem keluarga
yang meliputi generasi, umur, jenis kelamin, atau segala kemiripan lainnya, yang bagaimana orang
tersebut dituntut berfungsi serta berpengaruh di dalam struktur keluarganya dengan berbagai
macam pola hubungan dalam keluarga. Perilaku anggota keluarga sangat ditentukan oleh aksi-
interaksi seseorang dalam menjalin pola hubungan dengan sesama anggota keluarga lainnya baik
dalam satu generasi ke generasi lainnya. Adapun mengenai peristiwa-peristiwa penting yang
terjadi dalam sebuah merupakan rangkaian yang terulang dari generasi sebelumnya.

Geldard dan Geldard, (2011 : 165) menyebutkan bahwa tujuan penggunaan genogram
antara lain adalah untuk (1) Mengenali perilaku antar generasional dalam sebuah keluarga, (2)
Menggambarkan perhatian terhadap aliansi dan koalisi dalam sebuah keluarga, (3) mencermati
pengendalian-pengendalian dan struktur dalam keluarga, dan (4) mengenali triangulasi dalam
sebuah keluarga. Genogram memungkinkan kita untuk mengeksplorasi mitos, aturan, masalah
emosional dari generasi sebelumnya, termasuk pola berulang, penyakit, perubahan dalam
hubungan keluarga, perubahan hidup kritis dan kemungkinan hubungan antara identitas pribadi
dan keluarga serta budaya dari waktu ke waktu.

Penggunaan Genogram dalam konseling secara lebih luas dapat dijumpai pada masalah-
masalah yang berkenaan dengan (1) masalah terhadap pasangan yang akan menikah (konseling
pranikah), (2) masalah yang terkait dengan seksualitas, (3) memeriksa tingkat kelekatan/keintiman
suatu keluarga, (4) menjelaskan dinamika gender, (5) menangani kecanduan alkohol/alkoholisme,
(6) membantu keluarga menyelesaikan masalah yang terkait dengan rasa kehilangan dalam
keluarga, (7) mengidentifikasi solusi dan kekuatan keluarga. Dan (8) mengidentifikasi arah pilihan
akademik dan karir seseorang dalam keluarga.

McGoldrick et al. (2005) menyarankan untuk membuat genogram konselor dan klien harus
melewati tiga tahapan, yaitu: (1) pemetaan struktur keluarga, (2) merekam informasi keluarga (3)
menggambar informasi keluarga.

Pada langkah pertama, konselor bersama klien melakukan pemetaan keluarga yang
melibatkan struktur-infrastruktur dalam sebuah keluarga yang dituangkan ke dalam genogram.
Biasanya, konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang struktur keluarga, diantaranya
anak, ayah-ibu, dan kakek-nenek dan membuat genogram untuk tiga generasi keluarga terakhir.

Langkah kedua, konselor merekam informasi keluarga lainnya yang dapat mencakup
informasi demografis, informasi acara penting keluarga, dan peristiwa penting lainnya seperti
kelahiran, kematian, pernikahan, perceraian, problem kesehatan, hubungan sosial dalam keluarga,
pekerjaan, pendidikan, agama dll.

Langkah ketiga, secara hati-hati konselor menggambar kembali genogram dengan


memasukkan informasi-informasi penting yang ditemui pada langkah kedua. Pada tahap ini,
konselor juga merumuskan beberapa hipotesis-hipotesis dan melakukan interpretasi-interpretasi
berkenaan dengan gambar genogram yang telah disusun. Hipotesis dan interpretasi tersebut sangat

membantu konselor dalam mengeksplorasi klien .

E. Perkembangan Konseling Keluarga

Istilah family counseling (konseling keluarga) sama dengan family therapy, dimana yang
terakhir itu lebih popular di AS. Sebab pada masa perkembangan selanjutnya konseling keluarga
lebih banyak digarap oleh para terapis dibidang psikiatri. Sebelumnya di AS lebih terkenal istilah
family counseling (konseling keluarga), karena pelopor sosiolog Groves.

Pada tahun 1957 dalam sidang tahunan American Orthopsychiatric Association (AOA)
oleh Bowen dicatat sebagai munculny family therapy tingkat nasional, dimana pada bulan Mei
1957 terjadi rapat seksi tentang keluarga pada bidang AOA itu. dalam sidang itu dapat dicatat : (1)
muncul kedasaran diantara para pelopor untuk gerakan itu, (2) muncul karir praktik keluarga pada
terapis-terapis yang kurang berpengalaman.

Dekade 60-an adalah dekade anak dan remaja dalam gerakan family therapy (Olso et.a
1980 dalam Willis, 2011 : 27). Jelaskan pada dekade ini muncul pengujian ide-ide dalam literature
dan perkembangan family therapy secara nasional di AS. Munculnya psikiatris Donald Jackson,
dan kemudian Bateson Project sampai tahun 1962. Jackson mendirikan Mental Research Iinstitute
(MRI) di palo Alto. Kemudian bersama Ackerman tahun 1981 ia menerbitkan jurnal “Family
Process” yang merupakan jurnal pertama yang berisi teori tentang family therapy, juga tentang
terapi dan risetnya. Jackson menaruh kepedulian terhadap komunikasi antara penelitian klinis
dengan masalah-masalah keluarga. MRI menaruh kepedulian utama terhadap family therapy itu.

Perkembangan konseling keluarga di Indonesia tertimbun oleh semaraknya perkembangan


bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah pada masa tahun
60-an bahkan sampai saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Karena banyak sekali masalah-
masalah siswa, seperti kesulitan belajar, penyesuaian sosial, dan masalah perlaku siswa yang tidka
dapat dipecahkan oleh guru biasa. Jadi diperlukan guru BK untuk membantu siswa.

Najum sejak awal, lulusan BK ini memang sangat sedikit sehingga sekolah mengambil
kebijakan menjadikan guru biasa merangkap BK. Hal ini telah mencemarkan nama BK karena
banyak perlakuan guru BK yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip BK,seperti memarahi siswa,
bahkan ada yang memukul.

Mengenai kasus keluarga, banyak juga ditemukan di sekolah seperti siswa yang
menyendiri dan suka termenung. Selidik punya selidik, ternyata keluarganya berantakan, mislanya
ayah ibu bertengkar dan bercerai.

Beberapa indikator perkembangan BK sebagai berikut :

1. Guru pembimbing tidak secara khusus menangani masalah keluarga, akan tetapi
disambilkan dalam penanganan masalah kesulitan belajar, penyesuaian sosial, dan pribadi
siswa. Misalnya, kesulitan belajar siswa diduga bersumber dari ketidak harmonisan
komunikasi antar aggota keluarga atau adanya kepincangan dalam sistem keluarga.
2. Terjadi anggapan yang keliru bahwa konseling keluarga adalah bimbingan bagi para calon
ibu dan bapak yang akan memasuki hidup berumah tangga. Mereka ini memrlukan
bimbingan keluarga.
3. Pada tahun 1983, du jurusan BK IKIP Bandung, menjadkan konseling keluarga
sebagaimana yang ada di negara asalnya yakni Amerika Serikat. Orientasi konsleing
keluarga adalah oengembangan individu anggota keluarga melalui sistem keluarga yang
mantap dan komunikasi antar anggota keluarga yang harmonis.

Adapun tokoh-tokoh dalam konseling keluarga adalah sebagai berikut :


1. Virginia Satir

Virginia Satir adalah seorang psikiatris pekerja sosial yang berafiliasi dengan Chicago
Psychiatric Institute (CPI). Satir bersama Jackson di MRI mengembangkan pola-pola komunikasi
dalam keluarga. Satir menyumbangkan kemampuannya dalam menafsirkan maupun
mempraktikkan formulasi-formulasi secara kompleks yang terungkap dalam berbagai metodenya.
Buku publikasinya yang terkebal ialah “Conjoint Family Therapy” mengemukakan desimilasi
family therapy sebagai metode.
Setelah meninggalkan MRI, Satir adalah orang pertama yang menjadi direktur Esalen
Institute di Big Sur, California. Saat itu ia merupakan orang pertama yang terkenal dalam
pengajaran dan latihan dalam psikologi humanistik. Pusat perhatian dalam Esalen ialah tentang
pertumbuhan, kesadaran, dan perasaan yang sama dengan minat perkembangan dalam proses
sensori.
2. Jay Haley
Ketika Bateson Project berakhir tahun 1962, Jay Haley bergabung dengan Satir dan
Jackson di MRI. Menurut Haley perjumpaan terapeutik ditandai oleh situasi yang paradoks,
pengertian, dan manajemen dalam arah terapi yang efektif. Haley menyarankan ketika terapis
membangun suatu kerangka yang penuh kebaikan dimana perubahan sedang berlangsung, si
terapis juga membolehkan kliennya melanjutkan perilaku yang tak berubah dan membiarkan
paradoks itu selama perilaku tanpa perubahan itu masih ada.
Tujuan terapi menurut Haley adalah mendefinisikan dan mengubah hierarki keluarga yang
dicapai melalui perjuangan kekuatan terapeutik yang ditandai oleh seleksi bertujuan dari terapis
dan pelaksanaan strategi interventif. Bagaimana perubahan terjadi dan bagaimana gejala-gejala
berkembang bukanlah hal yang penting bagi Haley. Bagaimana insight dan kesadaran terjadi, dan
pengetahuan tentang sistem keliarga, tidak relevan dengan terapi Jay Haley.
3. Salvadore Minuchin
Keluar dari Mental Research Institute (MRI),Haley bergabung dengan Minuchin di Klinik
Bimbingan Anak Philadelhpia (tahun 60-an). Menurut Minuchin, faktor-faktor penting yang
menentukan pola interaksi dalam keluarga ialah: struktur keluarga, batas-batas wewenang anggota
keluarga, proses sistem keluarga, dan pembagian tugas dalam keluarga.
Mengikuti penemuan konseling keluarga (family therapy) tahun 50-an dan
operasionalisasiannya tahun 60-an, gerakan konseling keluarga, telah tumbuh dalam model yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Pertumbuhan itu tampak pada hal-hal: a. rentangan masalah, b.
para pakar/ praktisi, c. publikasi ilmiah, dan d. training para anggota.
a. Rentang Masalah
Mula-mula, terapi keluarga/konseling keluarga bergerak sebagai studi dan menangani
kasus-kasus schizophrenia dan kenakalan remaja. Dan kemudian mengembangkan teori-teori
tentang interaksi keluarga dengan berbagai masalahnya. Sementara itu juga menanganani masalah-
masalah psikotik.
Pada perkembangan selanjutnya menjurus kepada memperkaya dan restorasi mengenai
masalah-masalah keluarga yakni masalah alkohol, obat-obat terlarang, kenakalan, sakit tubuh,
gangguan emosional, masalah penyesuaian perkawinan, dan hubungan anak dengan orang tua.
b. Para Pakar/Praktisi
Mereka kebanyakan berasal dari psikiater dan ahli-ahli kesehatan mental yang berjumlah
sekitar 4.000 (Hansen cs. 1982). Ada tiga organisasi professional yang besar yang mewadahi para
professional itu: (1) American Association for Marital and Family Therapy (AAMFT); (2) The
Marital and Family Therapy Section of National Council on Family Relation (MFTNCF); (3)
American Family Therapy Association (AFTA).
AAMFT adalah yang terbesar dengan 25 % terapis bergabung didalamnya dan
beranggotakan 10.300 orang pada tahun 1983 (dibandingkan 1967 hanya 973 anggota).
MFTNCF adalah yang tertua yang mengutamakan terhadap kehidupan keluarga dan
kualitasnya. Reorganisasi hal-hal berdasarkan minat tentang konseling perkawinan. Jumlah
anggota 900 (1984).
AFTA adalah termuda dan terkecil. Didirikan 1977 oleh kelompok “Family Process” dan
tercatat hanay 150 anggota, kemudian berkembang menjadi 700 professional.
c. Publikasi
Pada tahun 1958 Nathan Ackerman menerbitkan buku pertama berjudul “The
Psychodynamics of Family Life”. Buku ini berisi tentang diagnosis dan treatment mengenai
hubungan keluarga. Tahun 1961 Don Jack bergabung dengan Ackerman dan menemukan “Family
Procces” yang merupakan jurnal tentang teori-teori keluarga dan terapinya. Sejak saai itu buku-
buku dan jurnal-jurnal tentang family therapy berkembang menjamur. Pada tahun 1980 ada 400
judul buku, sedang tahun 1970 hanya 200 judul saja.
d. Training
Dalam tahun 1955 latihan family training baru dilima lokasi di seluruh AS. Tahun 175
pusat latihan di AS dan Eropa, Kanada, Mexico, Australia. Demekian juga pusat-pusat latihan di
jurusan psikologi, psikiatri, dan social work. Antara 1970-1980 tercatat 4.000 mahasiswa yang
dilatih ditambah kegiatan seminar dan workshop. Keseluruhan terlibat kira-kira 10.000.

F. Klasifikasi Konseling Keluarga

Dalam proses perkembangan konseling keluarga terdapat dua dimensi orientasi yaitu
sebagai berikut :

1. Orientasi Praktis

Orientasi praktis tahun 60-an lebih menekankan bahwa kebenaran tentang perilaku tertentu
diperoleh dari pelaksanaan proses konseling di lapangan. Orientasi praktis disebut juga Action
System ini dapat diketahui dari penerbitan berjudul Family Process dengan editornya, adalah Jay
Haley (1962). Menurut Haley ada beberapa aliran yang berorientasi praktis:

1) The Dignified School of Family Therapy, ialah aliran yang menghargai martabat manusia.
Aliran ini dipimpin oleh John Bell. Menurut aliran ini seorang konselor menimbang dengan
adil dan memperhatikan sumber konflik dalam keluarga dengan cara memperhatikan
(listening), dan mengadakan perundingan dengan anggota keluarga.
2) The Dynamic Psychodynamic School of Family Diagnosis, dengan tokohnya Nathan
Ackerman. Aliran ini menekankan kepada fungsi diagnostik terhadap semua individu
anggota keluarga, dan konselor berperan aktif menemukan perbedaan-perbedaan diantara
anggota keluarga.
3) Chuck It and Run, dipimpin oleh Charles Fulwiler, yang berusaha merangsang konflik
diantara anggota keluarga, kemudian setelah konflik itu muncul maka terapis/konselor
meninggalkan ruang konseling, untuk mengamati cara-cara mereka menyelesaikan konflik
maka peristiwa itu direkam atau diamati melalui kaca tembus sebelah (one way mirrors).
4) Great Mother School, dipimpin oleh Virginia Satir, aliran ini menekankan pada
penerimaan individu dan sikap para anggota keluarga, dan mengusahakan terciptanya
hubungan yang saling mempercayai diantara anggota. Sedangkan Jackson
mengembangkan aliran Stonewell School of Family Therapy yang bertujuan penggunaan
paradoks dan sistem provokasi dalam proses konseling keluarga.
5) Eyebows School, pimpinan R. D. Laing dan diikuti terapis-terapis Inggris. Menurut aliran
ini kepedulian mereka adalah terhadap subjektivitas anggota keluarga untuk kemudian
ditafsirkan terhadap kenyataan keluarga. Digunakan dua orang terapis sebagai pengamat
dunia dalam klien anggota keluarga.
6) Brotherly Love School, menekankan pada kunjungan terapis (dalam tim) ke rumah klien.
Tim itu terdiri dari berbagai disiplin terkait.
7) Total Push in The Tall County, dipelopori oleh Robert MacGregor dari texas. Menurut
aliran ini tugas-tugas adalah amat penting bagi para anggota keluarga.
8) Hospitalized The Whole Damn Maelstrom, di pelopori oleh Haley, yang menjelaskan
sksperimen Bowen melalui hospitalisasi seluruh anggota keluarga yang salah satu
anggotanya mengalami schizophrenia.

Alat-alat yang digunakan untuk membantu konseling berorientasi praktis, ialah dengan
alat-alat rekaman suara, video, tugas rumah, one way mirror dan sebagainya.

2. Orientasi Teoritis

Sampai tahun 70-an banyayak konselor keluarga masih berbeda-beda asumsinya dalam hal
konseling keluarga, karena mereka berbeda pandangan terhadap observasi lapangan. Karena itu
Nathan Ackerman sebelum kematiannya tahun 1971, ia menyimpulkan perlu adanya kesamaan
asumsi teoritis dari semua praktik lapangan konseling keluarga. Hal itu telah diperjelas olah Haley
tahun 1988 bahwa kaum praktisi selama periode 60-an memang berjuang untuk menemukan teori
yang sesuai dengan praktiknya. Dengan perkataan lain mereka mencari-cari landasan teoritis yang
cocok dengan praktik mereka.

Yang muncul kemudian adalah suatu dekade berkembangnya minat para pakar untuk
mengembangkan landasan teoritis yang dapat menjadi pemandu bagi para praktisi konseling
keluarga. Cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan penelitian. Pada tahun 1970 muncul
kelompok bagi peningkatan psikiatri The Group for Psychiatry (GAP). Hasil penelitiannya
terhadap 300 responden terapis/konselor dan berbagai disiplin ilmu yang terkait pada konseling
keluarga, yang menghadiri konferensi The American Orthopsychiatric Association (AOA) pada
tahun 1965 dan 1966.

Dari penelitian itu GAP menemukan data sebagai berikut:

1) Para konselor sangat dipengaruhi oleh prakteknya.


2) Belief dan action mewarnai praktek.
3) Para praktisi dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang kuat seperti Virginia Satir, Jackson,
Nathan Ackerman, Jay Haley dan Bowen.
4) Para praktisi juga dipengaruhi oleh kondisi geografisnya masingmasing. Misalnya Pantai
Barat AS dipengaruhi oleh Satir, Jackson, Haley, Timur oleh Bowen dan Ackerman.
5) Kerangka teori yang mereka ikuti dalam konseling keluarga adalah enam aliran yaitu:
psychodynamic, behavioral, learning, small group, family system theori, dan existential.
Dari enam teori itu ternyata ada dua yang berkuasa yakni psychodynamic dengan fokus
pada kepercayaan tentang dinamika kepribadian anggota keluarga, kedua teori sistem
dalam keluarga (family system theory) dengan fokus analisisnya pada dinamika hubungan
interpersonal dari anggota keluarga secara sistematik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya keluarga merupakan sistem terkecil dari masyarakat, oleh karena itu di
dalam suatu masyarakatpun sebenarnya ada sifat-sifat kekeluargaan meski lebih longgar dibanding
kekeluargaan dalam sebuah keluarga bahkan sesungguhnya dalam kemasyarakatan bahkan
kebangsaan juga terdapat nilai-nilai kekeluargaan. Keluarga bangun dari individu-individu yang
masing-maisng memiliki keunikan psikologis oleh karena itu berbeda dengan membangun rumah
yang cukup dengan pendekatan teknis.

Konseling dalam keluarga merupakan suatu proses pemberian bantuan dan bimbingan
kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah
mendapat latihan khusus untuk melakukan bimbingan. Hal ini dimaksudkan agar individu dapat
memahami dirinya, lingungan keluarganya serta dapat mengarahkan diri dengan baik dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal
untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat, khususnya kesejahteraan keluarganya.

B. Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca sebagai calon konselor dapat
memahami dan melaksanakan konseling keluarga nantinya dengan baik dalam mengatasi
permasalahan yang berkaitan dengan keluarga sebagai mana dengan prosedur yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, A. (2013 ). Konseling Keluarga Islami (Solusi Problematika Kehidupan Berkeluarga) .


Jurnal Bimbingan Konseling Islam , Vol. 4, No. 1, Hal.165-183.

Khumairo, A. (2017 ). Konseling Keluarga Dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal


Pada Pola Pikir Anak . Jurnal Elementary , Vol. 3, Hal. 61-71.

Rahayu, M. (2017 ). Konseling Keluarga Dengan Pendekatan Behavioral : Strategi Mewujudkan


Keharmonisan Dalam Keluarga . Jurnal Ilmiah , 264-272.

Yurnalis. (2014 ). Sosialisasi Bimbingan Konseling Keluarga Dalam Aktivitas Pengajian Islam Di
Desa Koto Tinggi Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu . Jurnal Kewirausahaan ,
Vol. 13, No. 2, Hal. 274-289 .

Anda mungkin juga menyukai