PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah suatu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup
bersama sebagai suatu kesatuan atau unit masyarakat yang terkecil, tetapi tidak
selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan-ikatan lain, mereka
hidup bersama dalam satu rumah (tempat tinggal) biasanya dibawah asuhan
seorang kepala rumah tangga. Selain itu keluarga merupakan lingkungan
masyarakat terkecil yang untuk pertama kalinya kita dapat belajar bersosialisasi
dengan dunia luar, serta Keluarga sebagai pondasi awal yang berperan penting
terhadap diri kita. Kehidupan keluarga yang harmonis memberikan efekpositif
bagi setiap anggotanya. Baik dalam psikologisnya maupun biologisnya.
Kadang keluarga merupakan penyebab awal dari permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh masing-mansing anggotanya. Karena itu harus
ada usaha-usaha untuk memperkuat kemampuan keluarga atau anggota keluarga
dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam keluarga itu sendiri
maupun dari luar, maka kiranya diperlukan melakukan konseling keluarga.
Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi
yang khusus, konseling tersebut diarahkan untuk membantu seluruh anggota
keluarga untuk diarahka nmenjadi lebih baik guna membentuk suatu keluarga yang
sakinah, mawadah dan warahmah.
Dalam melakukan konseling keluarga terdapat beberapa jenis dan
pendekatan untuk memahami setiap persoalan dan berusaha untuk mencoba
memecahkannya. Diantaranya adalah konseling dengan menggunakan pendekatan
system keluarga dan psikodinamika keluarga. Oleh karena itu, dalam makalah ini
kami mencoba untuk membahas beberapa pendekatan yang berkaitan dengan
konseling keluarga itu sendiri.
1
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian konseling keluarga
2. Tujuan konseling keluarga
3. Teknik konseling keluarga
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konseling Keluarga
Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan pada individu
atau anggota keluarga melalui sistem keluarga agar potensinya berkembang
seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu
dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap
keluarga.1
1
Willi, Sofyan S. 2015. Konseling Keluarga. Bandung : Alfabeta.
2
Ibid.
3
setiap anggota keluarga memerikan konstribusi positif dan pemahaman yang
mendalam akan hakekat gangguan tersebut.3
3
Ibid.
4
Lubis Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta:
Kencana
5
Willis, Sofyan S. 2008. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta
4
B. Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan konseling keluarga oleh para ahli dirumuskan secara berbeda.
Seperti dikatakan Bowen, tujuan konseling keluarga adalah membantu klien
(anggota keluarga) untuk mencapai individualitas sebagai dirinya sendiri yang
berbeda dari system keluarga, hal ini relevan dengan pandangannya tentang
masalah keluarga yang berkaitan dengan hilangnya kebebasan anggota keluarga
akibat dari aturan-aturan dan kekuasaan dalam keluarga tersebut.6
5
2. Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta, jika
satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada
persepsi, ekspektasi dan interaksi anggota-anggota lain.
6
C. Teknik Konseling Keluarga
2. Role playing (bermain peran) yaitu suatu teknik yang memberikan peran
tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain
dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan
cara itu anak akan terlepas atau terbebas dari perasaan-perasaan
penghukuman, perasaan tertekan dan lain-lain. Peran itu kemudian bisa
dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapai
suatu prilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai. Role playing atau
bermain peran, sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan,
aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang.
7
karena klien bicara dengan berbelit-belit atau menunjang perilaku
attending dan empati sehingga klien bbas berbicara. Diam disini bukan
bararti tidak ada komunikasi akan melainkan tetap ada yaitu melalui
perilaku non verbal. Yang paling ideal, diam itu paling tinggi 5-10 detik
dan selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal. Apabila
anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota
lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang
kehadapan konselor dengan tutup mulut. Kedaan ini harus dimanfaatkan
konselor untuk menunggu suatu gejala prilaku yang akan muncul
menunggu munculnya pikiran baru. Disamping itu juga digunakan
dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan lain-lain
8
konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian
terhada setiap pernyataan klien, tidak menyela ketika klien sedang
serius.
9
pengalaman klien. Dalam hal ini, seorang konselor dituntut untuk
menjadi pendengar yang aktif.
BAB III
10
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA