Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR BIMBINGAN & KONSELING KELUARGA

(Oleh: Yusi Riska Yustiana, 2000)

A. Definisi
Konseling keluarga adalah : proses komunikasi antara konselor dengan klien
(Keluarga : remaja dan orang tua remaja) dalam hubungan yang membantu,
sehingga keluarga dan masing-masing anggota keluarga mampu membuat
keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan
keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan,
meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi masing-
masing anggota keluarga sebagai pribadi maupun sebagai anggota
keluarga.
Pada dasarnya konseling keluarga dilakukan terhadap individu
angggota keluarga sebagai bagian dari sistem keluarga. Implikasinya klien
pada konseling keluarga adalah masing-masing anggota keluarga dan
keluarga sebagai satu kesatuan sistem. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan individual dalam arti masalah keluarga dilihat atau dipersepsi,
dipahami dari aspek individu serta pendekatan sistem dalam arti masalah
keluarga adalah dilihat sebagai masalah sistem keluarga.
Hubungan yang membantu adalah hubungan yang dilandasi oleh
kebutuhan untuk memperoleh bantuan dan memberikan bantuan bantuan
pada orang lain. Persyaratan yang harus terpenuhi agar terjalin hubungan
yang membantu adalah kesiapan dan kesediaan memberikan bantuan,
kepercayaan klien terhadap pemberi bantuan, saling menghargai, saling
pengertian dan kerjasama.. Keterlibatan seluruh anggota keluarga untuk
terlibatan dalam kegiatan konseling merupakan tujuan yang harus dicapai
dalam hubungan yang membantu.
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan konseling keluarga adalah
mendorong setiap anggota keluarga agar mampu membuat keputusan,
merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan keluarga
sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan, meningkatkan
ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi baik sebagai pribadi
maupun sebagai anggota keluarga.
Fokus konseling keluarga adalah keberfungsian konstelasi keluarga
sehingga keluarga dan anggota keluarga didalamnya dapat memenuhi
kebutuhan insani secara fisik, sosial emosional, psikologis, pendidikan dan
religius. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri
dan anak yang terbentuk atas ikatan pernikahan dalam rangka memelihara
harkat dan martabat kemanusiaan, mencapai kesejahteraan lahir dan batin
serta kebahagiaan dunia akhirat.
Keluarga berperan dalam pengembangan pribadi anak, institusi yang
dapat memenuhi kebutuhan insani serta lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan psikologis anak. Secara psisosiologis keluarga berfungsi :
memberi rasa aman, sumber pemenuhan kebutuhan, sumber kasih sayang dan
penerimaan, model pola perilaku bermasyarakat, pengembangan perilaku
sosial, tempat belajar memecahkan masalah, menyesuaikan diri dalam
kehidupan, keterampilan motor, verbal dan sosial, stimulator pengembangan
kemampuan/potensi untuk berprestasi, menembangkan aspirasi dan sumber
persahabatan.
Keluarga merupakan pranata sosial yang memberikan legalitas
memenuhi kebutuhan dasar biologis, berfungsi ekonomis, lingkungan
pendidikan pertama dan utama bagi anak, penyemaian masyarakat masa
depan karena keluarga adalah miniatur masyarakat, pelindung bagi anggota
keluarga dari acaman fisik maupun psikologis, lingkungan yang memberi
kenyamanan, kehangatan serta keceriaan, penanam nilai-nilaiagama kepada
anggota keluarga agar memiliki pedoman hidup yang benar.

B. Tahapan
1) membangun relasi. Kunci proses konseling adalah jalinan relasi yang
harmonis antara konselor dengan Konseli. Konselor harus mampu menyapa
Konseli dengan baik sehingga Konseli merasa dirinya diterima. Semua
atribut yang akan mengganggu harus diminimalkan,baik itu berhubungan
dengan tempat, pakaian, status sosial ekonomi, persepsi dan pemikiran
Konselor tentang Konseli. Observasi terhadap keberadaan Konseli harus
dilakukan dengan hati-hati sehingga Konseli tidak merasa dinilai. Hal yang harus
diobservasi dari Konseli adalah : penampilan fisik, motivasi, indikator-indikator
kecemasan atau penolakan. Melalui tahapan ini diharapkan konseli terlibat
dalam proses konseling, sehingga konseli mampu mengekpresikan dan
menyatakan apa yang terjadi dalam pikiran maupun perasaannya. Membangun
relasi dalam konseling keluarga harus dilakukan dengan keluarga secara
keseluruhan maupun dengan orang perorang anggota keluarga. Proses ini
memerlukan waktu dan kesabaran karena minat dan kepentingan individual
masing-masing anggota keluarga akan sangat beragam.
2) mendiskusikan prinsip-prinsip dan tujuan konseling. Konseli harus
tahu apa hak, kewajiban dan peran selama proses konseling,
karena subjek dna objek konseling adalah Konseli. Tujuan
konseling harus ditetapkan bersama-sama dengan Konseli,
sehingga tumbuh rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan
permasalahan, mengubah perilaku dan berkeinginan untuk
mengembangkan diri. Berapa lama waktu konseling dilakukan dan
kapan konseling akan dilaksanakan perlu disepakati oleh seluruh
anggoat keluarga.
Pada tahap ini kesepatan seluruh anggota keluarga terhadap
permasalahan yang akan dibahas merupakan hal fokus kajian.
Menanamkan pemikiran dan perasaan bahwa permasalahan yang
dihadapi merupakan permasalahan bersama dan akan
mengganggu sistem keluarga manakala tidak diselesaikan.
Kesediaan dan ketulusan anggota keluarga untuk terlibat, bahu-
membahu saling Bantu menyelesaikan permasalahan keluarga
merupakan modal awal untuk menggali permasalahan secara
komprehensif.
3) menggali permasalahan. Pada tahapan ini konselor harus
mengembangkan berbagai pertanyaan maupun pernyataan yang
akan mendorong Konseli untuk menggali permasalahan yang
dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai melalui tahapan ini adalah
pemahaman Konseli tentang masalah yang dihadapi serta
bagaimana hubungan atau dampak masalah terhadap diri.
Pertanyaan maupun pernyataandapat dikembangkan dari lima kata
kunci yaitu 5WH, What (apa), why (mengapa), when (kapan), where
(dimana), who (siapa) dan How (bagaimana). Pernyataan maupun
pernyataan sebagai respon terhadap ungkapan atau pernyataan
Konseli serta umpan balik dapat berupa sebab akibat, mengurutkan
berdasarkan kepentingan Konseli, mengurutkan berdasarkan waktu
kejadian serta makna peristiwa bagi Konseli. Melalaui tahapan ini
diharapkan konseli mampu menggambarkan secara nyata situasi
yang dihadapi, memberi makna terhadap situasi tersebut serta
menggali perasaan dalam peristiwa yang dialami. Penggalian
masalah diawali dengan bagaimana masing-masing anggota
keluarga memandang permasalahan dan dampak permasalahan
terhadap dirinya secara pribadi. Langkah yang kedua adalah
mengembangkan persepsi dan saling keterkaitan atau hubungan
permasalahan tehadap masing-masing anggota keluarga dan
langkah yang ketiga adalah menarik simpulan akar permasalahan
baik secara individual maupun keluarga sebagai suatu sistem.
4) Personalisasi. Prinsip personalisasi adalah kien menyadari
permasalahan dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan.
Besarnya kecilnya permasalahan sangat tergantung pada
persepsi Konseli tentang masalah, sehingga kita dapat
mengurangi kegelisahan, frustasi ataupun stress dalam diri
Konseli dengan menempatkan permasalahan secara proporsional
serta mendorong Konseli untuk berfikiran positif tentang dirinya.
Pada tahap ini diharapkan klien memiliki pemahaman sehingga
mampu menterjemahkan kesadaran, perasaan dan penalaran
kedalam makna yang lebih pribadi menurut perspektif sendiri.
Dengan kata lain konseli mampu memahami keadaan lack of
psychological strength serta merumuskan tujuan untuk
mengatasinya.
Kesadaran akan pentingnya keluarga dan keberfungsian keluarga
bagi kelangsungan kehidupan anggota keluarga merupakan hal
yang harus dicapai pada tahapan ini. Masing-masing anggota
keluarga harus mampu melihat dan menempatkan diri dalam
posisi peran dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga dan
sebagai pribadi. Sebagai pribadi tidak boleh kehilangan integritas
diri tetapi sebagai anggota keluarga harus memiliki konsep diri dan
konsep anggota komunitas.
5) menyusun rancangan tindakan serta monitoring atau evaluasi
tindakan. Tugas konselor pada tahap ini adalah mendukung
konseli untuk dapat membuat rancangan tindakan-tindakan apa
yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi. Dimulai dengan menetapkan tujuan yang ingin dicapai,
tahapan kegiatan yang akan dilakukan, waktu pelaksanaan,
keterlibatan orang lain, penggunaan alat bantu serta bagaimana
konselor dapat membantu memonitor ataumemberikan balikan
terhadap usaha yang dilaksanakan oleh Konseli. Konselor harus
mampu memberikan support agar Konseli memiliki kekuatan
mental untuk dapat melakukannya. Secara tegas menetapkan
kapan kegiatan akan dimulai. Jika memungkinkan konselor dapat
membantu tanpa sepengetahuan Konseli menciptakan berbagai
kondisi yang mendukung terlaksananya kegiatan.
Perencanan yang disusun terdiri atas perencanaan : pertama
pribadi masing-masing anggota keluarga sesuai dengan peran
dan tanggung jawab masing-masing dan kedua perencanaan
keluarga untuk membangun keberfungsian konstelasi keluarga
serta memperbaharui budaya keluarga.
C. Tujuan dan Prinsip
Konseling diarahkan terbentuknya keluarga yang fungsional.
Karakteristik Keluarga yang fungsional adalah : saling memperhatikan,
mencintai, menghormati, menghargai dan penuh kasih sayang; bersikap
terbuka dan jujur; orang tua mendengarkan, menerima perasaan,
menghargai pendapat dan melindungi anak; anggota keluarga berbagi
permasalahan dan atau pendapat; mampu berjuang mengatasi masalah
kehidupan, beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan minimnya
perselisihan antara orang tua dan anak; anggota keluarga saling
menyesuiakan diri dan mengakomodasi; komunikasi antar anggota keluarga
berlangsung baik, ada kesempatan untuk menyatakan keinginan dan
musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan; kesempatan untuk
bersikap mandiri dalam berperilaku, berdisplin; keluarga memenuhi
kebutuhan psikososial, mewariskan nilai-nilai budaya, berkecukupan dalam
bidang ekonomi, mengamalkan nilai-nilai moral dan agama danorang tua
memiliki stabilitas ekonomi.
Keluarga yang mengalami disfungsi memiliki resiko yang besar
untuk bermasalah baik sebagai suatu sistem maupun bagi individu- individu
yang ada didalamya. Dampak pertama disfungsi keluarga adalah
terganggungnya proses tumbuh kembang anak. Hubungan interpersonal
dalam keluarga yang tidak sehat merupakan faktor utama permasalahan
mental.
Melalui Konseling, keluarga didorong untuk menjadi keluarga yang
efektif yaitu keluarga yang memiliki budaya keluarga yang indah. Budaya
keluarga yang indah ditandai dengan rasa memiliki dari seluruh anggota
keluarga dengan tulus dan penuh cinta kasih, pemberian kesempatan bagi
semua anggota untuk tumbuh dan berkembang, membangun masa depan
keluarga, menjadikan keluarga sebagai prioritas, anggota keluarga saling
mendukung dan menghormati dengan prinsip win-win solution,
mengembangkan kekuatan dan ketahanan keluarga serta selalu
memperbaharui semangat keluarga.
Prinsip peranan keluarga menurut Covey (Syamsu Yusuf, 2000:35-
37) adalah :
a. modeling, orang tua adalah contoh atau model yang pertama dan
terdepan serta merupakan pola bagi cara hidup anak. Pada
kehidupan keluarga terjadi pewarisan cara berfikir dan bertindak dari
orang tua terhadap anak.
b. mentoring, kemampuan untuk menjalin atau membangun hubungan,
investasi emosional atau pemberian perlindungan kepada orang lain
secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak bersyarat. Terwujud dalam
bentuk empati, berbagi, memebri kepercayaanketegasan dan
dorongan, mendoakan secara ikhlas serta berkorban untuk orang
lain.
c. organizing, keluarag merupakan tim kerja, sehingga antar anggota
keluarga harus bekerjasama dalam menyelesaikan tugas dan
memenuhi kebutuhan keluarga.
d. teaching, orang tua berperan sebagai guru bagi anak-anak tentang
hukum-hukum dasar kehidupan. Orang tua berusaha
memberdayakan prinsip-prinsip kehidupan sehingga anak
memahami, melaksanakan dan mempercayai prinsip-prinsiptersebut
dan pada akhirnya memiliki conscious competence atau kemampuan
untuk

D. Konselor
Aspek penting yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh/ dari seorang
konselor adalah kepribadian dan keterampilan. Keduanya harus seimbang
dan harus terintegrasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
1). kepribadian :
a) menerima Konseli apa adanya, artinya konselor harus siap menerima
konseli bagaimanapun kondisi dan latar belakangnya. Menerima dan
menghargainya sebagai menusia yang utuh tanpa label-label yang
lebih bersifat negatif tentang dirinya, tetapi melihat sesuatu yang
positif pada konseli.
b) hangat, seseorang akan memiliki keberanian untuk menyampaikan
sesuatu jika orang yang dihadapinya bersikap hangat dan penuh
perhatian. Menyapa Konseli dengan ketulusan hati untuk membantu
membuat komunikasi menjadi menyenangkan. Kehangatan tertampilkan
melalui intonasi suara, ekspresi mata, posture (sikap tubuh) dan gesture
(mimik muka serta gerakan- gerakan fisik). Tingkatan emosinal konselor-
maupun konseli dapat dilihat dari keempat dimensi tersebut.
c) respek, menghormati Konseli dengan memperlakukan Konseli
sebagai teman dan tamu yang diharapkan kehadirannya.Menghargai
perbedaan dan kemampuan yang dimiliki konseli.
d) Emphati (pemahaman), menunjukkan sikap menghargai dan
memahami apa yang difikirkan dan dirasakan oleh Konseli. Mencoba
menempatkan diri melalui suatu kesadaran danpemahaman tentang
sesuatu yang terjadi pada diri klien, serta sebagai orang yang siap
untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh Konseli.
e) ramah, klien akan merasa terganggu dan kehilangan kepercayaan
diri jika merasa dirinya di tolak. Konselor harus mampu menggunakan
kata-kata serta mimik muka yang menentramkan Konseli.
f) berteman/ bersahabat, sikap bahwa konselor peduli akan apa yang
difikirkan dan dirasakan oleh Konseli. Kehadiran konselor sebagai
teman atau sahabat yang siap untuk membantu.
g) mampu menjaga rahasia, kunci memperoleh kepercayaan dari
Konseli adalah kemampuan menjaga rahasia, konselor tidak boleh
menceritakan apa yang disampaikan oleh Konseli tanpa seijin Konseli
atau dianggap membahayakan jiwa. Konselor harus memiliki
kualiatas pribadi yang membuat orang lain percaya pada dirinya
dengan berkomunikasi secara confidential, menjamin kebebasan
pribadi dan jujur.
h) Kejujuran, konselor merupakan orang yang transparan, otentik dan
asli.
i) Kekongkritan, konselor merespon apa yang disampaikan konseli
sesuai dengan kebutuhan, tanpa banyak basa-basi.
j) Sensitif, memiliki kepekaan yang tajam terhadap kondisi-kondisi
sosial psikologis yang dialami konseli, sehingga mampu melihat
permasalahan secara lebih tajam buka hanya gejala-gejala yang
nampak saja.
2) Konselor yang efektif adalah konselor yang memiliki :
a) rasa percaya diri. Sulit bagi Konseli untuk mempercayai dan
memperoleh jaminan konselor dapat membantu jika konselor tidak
percaya diri. Percaya diri artinya siap untuk menghadapi orang lain
dan percaya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan apa yang
dihadapi
b) berpengetahuan. Konselor harus memmiliki pengetahuan yang
cukup tentang nafza dan berbagai upaya yang dapat dilakukanuntuk
menghindari dan melepaskan diri adaru ketergantungan terhadap
nafza. Konselor juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang
perilaku manusia, kondisi sosial budaya, norma dan aturan agama,
komunikasi dan menjalin relasi sosial, upaya mengemas informasi
serta penggunkan media komunikasi.
c) memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Bagaimana menyapa
seseorang, kalimat apa yang harus digunakan, kapan waktu yang
tepat untuk menyampaikan sesuatu, sikap dan bahasa tubuh apa
yang harus tertampilkan adalah hal-hal yang harus diperhatikanoleh
seorang konsulatan pada saat memberikan konseling.
d) mampu memahami persepsi Konseli, konselor perlu memahami
kerangka fikir Konseli tentang apa yang sedang dihadapinya. Apa
landasan yang digunakan Konseli, prasangka-prasangka apa yang
difikirkan Konseli, kecemasan- ketakutan apa yang dialami oleh
Konseli, bagaimana Konseli memandang permasahannya serta apa
makna permasalahan bagi dirinya.
e) menciptakan suasana yang bersahabat, relasi akan berjalan lancar
jika tercipta atmosfir yang bersahabat diantara konselor dengan
Konseli. Pemilihan tempat, pakaian, waktu serta alat bantu yang
digunakan akan membantu penciptaan suasana.
f) Memahami prinsip dan konsep tentang keluarga, sikap atau
perlakuan orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak,
perkembangan anak, serta upaya-upaya mensejahterakan keluarga.
Tabel I
Sikap atau perlakuan orang tua dan dampaknya
terhadap kepribadian anak
Pola perlakuan Perilaku Orang tua Profile Tingkah laku anak
orang tua
1. Overprotection 1. Kontak yang berlebihan 1. perasaan tidak aman
(terlalu dengan anak
2. Agresif dan dengki
melindungi) 2. Perawatan/ pemberian
bantuan kepada anak 3. mudah merasa gugup
yang terus menerus,
4. melarikan diri dari
meskipun anak sudah
kenyataan
mampu merawat dirinya
5. sangat tergantung
sendiri
3. mengawasi kegiatananak 6. ingin menjadi pusat
secara berlebihan perhatian
4. memecahkan masalah 7. bersikap menyerah
anak 8. lemah adalam
egostrengh, aspirasidan
toleransi terhadapfrustasi
9. kurang mampu
mengendalikan emosi
10. menolak tanggung
jawab
11. kurang percaya diri
12. mudah terpengaruh
13. peka terhadap kritik
14. bersikap yesmen
15. egiois/selfish
16. suka bertengkar
17. troublemaker (pembuat
onar)
18. sulit untuk bergaul
19. mengalami homesick

2. permissiveness 1. memberikan kebebasan 1. pandai mencari jalan


untuk berfikir atau keluar
berusaha 2. dapat bekerja sama
2. menerima gagasan/
3. percaya diri
pendapat
3. membuat anak merasa 4. penuntut dan tidak
diterima dan merasakuat sabaran
4. toleran dan memahami
kelemahan anak
5. cenderung lebih suka
memberi yang diminta
anak daripada menerima

3. rejection 1. bersikapmasa bodoh 1. Agresif (mudah marah,


gelisah, tidak patuh/ keras
2. bersikap kaku
kepala, suka bertengkar
3. kurang mempedulikan dan nakal)
kesejahteraan anak 2. Submissive (kurang dapat
4. menampilkan sikap mengerjakan tugas,
permusuhan atau pemalu, suka

dominansi terhadap mengasingkan diri,


anak mudah tersinggung dan
penakut)
3. sulit bergaul
4. pendiam
5. sadis

4. Acceptance 1. Memberi perhatian dan 1. mau bekerjasama


cinta kasih yang tulus
2. bersahabat
kepada anak
2. menempatkan anakdalam 3. loyal
posisi yang 4. emosi stabil
penting di dalam rumah
5. ceria dan bersikap
optimis
3. mengembangkan 6. mau menerima
hubungan yang hangat tanggung jawab
dengan anak 7. jujur
4. bersikap respek
8. dapat dipercaya
terhadap anak
5. mendorong anak untuk 9. memiliki perencanaan
menyatakan perasaan yang jelas untuk
atau pendapatnya mencapai masa depan
6. berkomunikasi dengan 10. bersikap realistic
anak secara terbuka dan (memahami kekuatan
mau mendengarkan dan kelemahan dirinya
masalahnya secara objektif)

5. Domination 1. mendominasi anak 1. bersikap sopan dan


sangat berhati-hati
2. pemalu, penurut, inferior
dan mudah bingung
3. tidak dapat bekerja
sama

6. Submission 1. Senantiasa memberikan 1. tidak patuh


sesuatu yang diminta
2. tidak bertanggung jawab
anak
2. membiarkan anak 3. agresif dan lalai
berperilaku semaunya di 4. bersikap otoriter
rumah
5. terlalu percaya diri

7. Punitiveness/ 1. Mudah memberikan 1. implusif


overdisciplin hukuman
2. tidak dapat mengambil
2. menanamkan
keputusan
kedisplinan secara keras
3. nakal
4. sikap bermusuhan atau
agresif

3) Selama proses konseling, konselor mendorong Konseli memiliki


kemampuan untuk :
a) mengungkap masalah, seseorang akan sanggup mengungkapkan
masalah jika merasa menemukan orang yang dapat dipercaya,
tidak berada dalam suasana yang tertekan, memperoleh stimulasi
atau arahan tentang apa yang harus dibicarakan
b) memahami masalah, penggalian masalah yang dilakukan melalui
pertanyaan atau pernytaan tentang 5 WH akan membantu Konseli
memahami proporsi masalah dalam kehidupannya,
c) mengambil keputusan yang tepat, Konseli perlu memperolah
gambaran yang komprehensif tentang apa yang dialaminya serta
berbagai alternatif solusi. Pembuatan keputusan harus didasarkan
pada kepentingan dan analisis sisi positif maupun negatif solusidalam
pemikiran Konseli bukan pemikiran konselor.

E. Konseli
Seseorang yang datang pada konselor untuk meminta bantuan disebut
konseli. Konselor harus memahami kedaan konseli. Konseli datang pada
konselor karena menghadapi permasalahan atau hambatan psikologis atau
berada dalam kedaan lack of psychological strength. Dimensi dari lack of
psychological strength adalah :
a. pemenuhan kebutuhan, individu merasakan kebutuhan psikologis :
memberi dan menerima, merasa bebas menentukan pilihan, memiliki
kesenangan, menerima kemungkinan atau stimulasi baru,
menemukan harapan, menemukan tujuan yang jelas dalam hidup.
b. kompetensi intrapersonal, yaitu kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain. Terdiri atas kompetensi memahami diri,
mengarahkan diri dan penerimaam diri.
c. kompetensi interpersonal, merupakan kemampuan dalam
berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara yang baik dan
saling memenuhi. Antara lain kepekaan, assertif, kenyamanan
berdampingan, bebas dari tekanan.
d. kompetensi religius, kemampuan untuk melaksanakan kewajiban dan
tuntutan kehidupan sebagai ibadah sesuai keyakinan. Individu dan
keluarga yang tidak memiliki kompetensi atau tidak mampu memenuhi
keempat dimensi tersebut berarti memiliki lack of psychological
strength.
Rujukan
Bolton, Robert. 1988, People Skills, Australia : Simon & Schuster
Jones & Nelson, 1995, Counselling and Personality, Australia :Allen &
Unwin
O”Donohue & Krasner, 1995, Handbook of Psychological Skills Training,
Boston : Allyn and Bacon
Syamsu Y, Anne, Yusi, 2000, Bimbingan Keluarga, Makalah Pelatihan
Bimbingan dan konseling Pusdiktek DepKimbangwil, Bandung :
Jurusan PPB FIP UPI.

Anda mungkin juga menyukai