Anda di halaman 1dari 6

Peran dan Tantangan Pemuda di Era

Generasi Milenial

Kata “pemuda” seringkali di-identik-kan dengan kelompok anak muda yang


masih “bau kencur” alias belum berpengalaman, belum matang dalam berpikir
dan belum stabil secara emosi. Dan karenanya secara umum orang tidak terlalu
memperhitungkan kelompok pemuda ini karena dianggap pola berpikirnya
cenderung idealis tidak realistis dan sering mengambil keputusan dengan
berdasarkan emosi perasaan belaka.

Namun sebenarnya dalam hidup ini yang namanya “idealisme’, suatu pemikiran
tentang dunia utopia, merupakan hal penting yang membuat manusia tetap
mempunyai semangat dan harapan untuk tetap hidup dan berjuang demi dunia
yang lebih baik. Dunia utopia memang seperti mimpi. Tapi saya percaya bahwa
mimpi yang terukur dan dikombinasikan dengan pemikiran serta semangat
positif dapat mengubah dunia. Pada saat kita berhenti bermimpi, kita berhenti
berusaha, maka kita akan mati.

Disinilah peran pemuda, sebagai sosok yang muda, yang dinamis, yang penuh
energi, yang optimis, diharapkan untuk dapat menjadi agen perubahan yang
bergerak dan berusaha untuk sedekat mungkin dengan dunia utopia itu.
Pemuda, diharapkan bisa membawa ide-ide segar, pemikiran-pemikiran kreatif
dengan metode thinking out of the box yang inovatif, sehingga dunia tidak
melulu hanya dihadapkan pada hal-hal jaman old yang itu itu saja dan tidak
pernah berkembang. Dengan kata lain pemuda diharapkan menjadi pemimpin
masa depan yang lebih baik dari pemimpin masa kini. Pemuda diharapkan
untuk menjadi change agent, yaitu pihak yang mendorong terjadinya
transformasi dunia ini ke arah yang lebih baik melalui efektifitas, perbaikan dan
pengembangan.
Pemuda Sebagai Change Agent

Menurut saya, setidaknya ada lima karakteristik pemimpin yang baik yang
harus ada dalam diri seorang Change Agent. Yang pertama, visi yang jernih.
Sebagai pemimpin, seseorang harus memiliki target yang jelas sehingga
program kerja dapat disusun dengan baik dan dengan tahapan yang
berkesinambungan karena arah yang dituju jelas. Pemimpin yang baik harus
bisa menjelaskan ide dan konsep yang ada dalam pemikirannya secara jernih
kepada orang lain dan terutama kepada anggota tim kerjanya. Saya pikir Albert
Einsten benar, “If you can’t explain it simply, you don’t understand it well
enough”. Yang kedua, memiliki kegigihan untuk mencapai target. Yang
ketiga, bersikap kritis dan analitis. Dengan kata lain, pemimpin yang baik
harus selalu bernalar dan menggunakan akal sehatnya. Tidak ada hal yang
ditelan bulat-bulat tanpa mengerti substansinya. Yang keempat, sarat akan
pengetahuan dan memimpin dengan memberikan contoh, bukan hanya dengan
instruksi. Yang kelima, membangun hubungan yang kuat dengan orang-orang
sekitarnya dengan membangun kepercayaan. Dengan kata lain, pemimpin yang
baik harus memiliki integritas agar dapat dipercaya.

Tantangan Bagi Generasi Milenial

Generasi milenial adalah generasi yang sangat mahir dalam teknologi. Dengan
kemampuannya di dunia teknologi dan sarana yang ada, generasi ini memiliki
banyak peluang untuk bisa berada jauh di depan dibanding generasi
sebelumnya. Namun sayangnya, dari beberapa statistik yang saya baca,
dikatakan bahwa generasi milenial cenderung lebih tidak peduli terhadap
keadaan sosial, termasuk politik dan ekonomi. Mereka cenderung lebih fokus
kepada pola hidup kebebasan dan hedonisme. Mereka cenderung mengingkan
hal yang instant dan tidak menghargai proses.
Di era ini segala sesuatu bergerak dengan cepat, dunia menjadi tanpa batas,
informasi dapat diperoleh dimana saja dan dari siapa saja. Generasi masa kini
harus berusaha dan mampu menjadi bijak terutama dalam penggunaan media
sosial. Media sosial ini mirip dengan politik, tergantung bagaimana kita
menggunakannya. Kita bisa berguna dan bertambah pintar apabila
menggunakan media sosial dengan benar, tapi kita juga bisa menjadi penyebar
hoax dan menjadi bodoh apabila kita menggunakan media sosial dengan tidak
benar.

Di era ini dengan segala kecanggihan teknologi, tingkat persaingan juga


semakin tinggi. Kualitas dan kinerja manusia juga dituntut menjadi semakin
tinggi. Generasi masa kini harus mampu beradaptasi dengan cepat, belajar dan
menjadi lebih baik dengan cepat serta melakukan navigasi yang lincah dan
tepat untuk dapat memecahkan setiap masalah. Kreatifitas dan Apabila tidak,
dalam beberapa tahun ke depan mungkin posisi kita sudah digantikan oleh
robot atau program komputer
“GENERASI MILLENIAL, GENERASI ISLAMKU”

‫ جيل إيسالمكو‬،‫المذاهب األلفي‬

Apa itu generasi millennial ?

‫ما هو جيل األلفية‬

Istilah ini diciptakan oleh dua pakar sejarah & penulis Amerika, William Strauss & Neil Howe.

& ‫ ويليام & هاو نيل شتراوس‬,‫وقد صاغ المصطلح باثنين من الخبراء للتاريخ للكاتب األمريكي‬

Menurut pakar, penggolongan generasi millenial adalah yang generasi yang lahir pada awal revolusi digital yaitu rentang tahun
1980 s.d. 1990 hingga 2000, yang ditandai dengan penggunaan perangkat mobile sekitar 3 jam/hari.

‫ تتميز‬،2000 ‫ إلى عام‬1990 ‫ إلى عام‬1980 ‫ والتصنيف جيل األلفية مذاهب جيل الذي ولد في بداية الثورة الرقمية التي يتم على مدى سنوات من عام‬،‫ووفقا للخبراء‬
‫ ساعات في اليوم‬3 ‫باستخدام جهاز محمول عن‬

Teori mengenai generasi millenial telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan terutama dalam memetakan potensi pasar
serta dalam merekrut tenaga kerja, termasuk perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Beberapa ciri-ciri generasi millenial:

‫ وكذلك كما هو الحال في التوظيف‬،‫نظرية لجيل األلفية المذاهب قد استخدمت على نطاق واسع من الشركات ال سيما في رسم الخرائط السوق المحتملة‬

Generasi millenial lebih percaya user generated content daripada info searah (lebih memilih testimoni daripada iklan)

Generasi millenial memilih ponsel dibanding TV

Generasi millenial wajib punya social media

Generasi millenial kurang suka membaca secara konvensional, lebih memilih e-book

Generasi millenial banyak melakukan transaksi cashless

Kondisi tersebut di atas dapat kita saksikan pada zaman sekarang. Jadi generasi millenial, sebenarnya tidak terbatas pada tahun
kelahiran atau usia tertentu. Penggunaan social media, online shop, e-commerce, messenger, dan digitalisasi lainnya merupakan
kondisi zaman saat ini.

Bahkan dalam perbankanpun saat ini dan kedepan terus menggembangkan digitalisasi layanan keuangan. Ke depan bank akan
mengurangi kantor atau branchless serta telah diimplemantasikan cashless seperti tap cash, mobile banking, dsb. Ke depan orang
tidak perlu keluar rumah, mengendarai mobil ke sebuah outlet bank, cukup menggunakan layanan mobile banking dalam
transaksi. bahkan layanan kredit pun sudah menggunakan e-form termasuk absensi pegawai. Semua serba digital.

GENERASI ISLAM

Lalu bagaimana dengan generasi Islam?


Dalam ajaran agama Islam, setiap orang yang sudah memasuki masa taklif yang memuat unsur baligh & aqil, telah terkena
kewajiban dan tanggungjawab melaksanakan ketentuan agama. Baik yang berusia belasan tahun hingga usia puluhan tahun,
kewajiban dan hak agamanya sama.

Karena itu, penting kiranya menyiapkan generasi Islam yang bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan agama. Rasullah SAW
telah mengajarkan kepada kita, diantaranya adalah bagaimana cara mendidik generasi penerus melalui perintah shalat.
Rasulullah bersabda yang artinya “ajarkanlah anakmu shalat ketika telah berusia 7 tahun dan pukullah dia pada saat usia 10 tahun
(apabila meninggalkannya)” – HR Turmudzi –
Tips menyiapkan generasi Islam bertanggungjawab:

Usia 3 – 7 tahun, anak mulai dikenalkan mengenai ajaran agama. Anak merupakan peniru yang handal. Oleh karena itu,
hendaknya orang tua memberikan contoh terbaik bagi sang anak. Di usia ini, perlu kesabaran dan pemakluman yang baik dari
orang tua.

Usia 7-10 tahun, anak mulai diajarkan pemahaman ajaran agama. Anak diberikan pemahaman ajaran agama yang benar. Diusia
inilah anak mulai dilatih, dievaluasi, diajarkan mana-mana ketentuan agama yang wajib maupun yang dilarang.

Usia 10 tahun – taklif. Diusia ini anak sudah diajak untuk belajar bermusyawarah dan berkomunikasi, membuat kesepatakan
bersama untuk mengetahui konsekuensi-konsekuensi atas pelanggaran ketentuan agama serta apa saja yang didapat jika
menjalankan perintah agama. Diawali dengan musyawarah dan komunikasi ini, anak siap untuk bertanggungjawab atas apa saja
yang telah dilakukannya. Ini membentuk generasi yang bermental kuat dan terhindar dari generasi bermental lemah. Masa ini
merupakan masa-masa persiapan menuju taklif. Masa tinggal landas.

MEMPERSIAPKAN GENERASI ISLAM YANG SESUAI ZAMANNYA

Dari uraian di atas, maka dapat memahami bahkan kondisi zaman saat ini merupapkan bi idznillah atau atas izin Allah. Karena
kita hidup pada masa sekarang ini, maka kondisi digitalisasi saat ini tidak dapat terelakan. Oleh sebab itu, generasi Islam
hendaknya merupakan generasi yang selalu siap sedia akan kondisi zaman, tidak mudah gumunan dan senantiasa memiliki peran
penting didalamnya.

Era digitalisasi saat ini tentu menciptakan peluang dan tantangan. Peluangnya adalah bagaimana generasi Islam dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam membentuk peradaban manusia yang sesuai dengan fitrahnya. Tantangannya
adalah era digitalisasi ini tentunya juga menjadi celah bagi segolongan manusia yang berbuat dzalim. Contohnya maraknya
penipuan menggunakan sarana-sarana elektronik, seperti membobol bank, bahkan wabah ransomeware yang digunakan untuk
memeras korban. Ada juga Judi online, prostitusi online, kabar hoax dan pencitraan, dll. Generasi Islam harus disiapkan dengan
baik. Jangan sampai menjadi korban atas perilaku-perilaku menyimpang tersebut apalagi menjadi pelaku menyimpang tersebut,
na ‘udzubillah.
Generasi Islam pada era digitalisasi ini hendaknya berperan dalam amar ma’ruf nahi munkar dengan segenap kemampuan.
Generasi Islam, baik yang senior maupun yunior, hendaknya memiliki semangat jihad. Jihad dalam menegakkan keadilan dan
mencegah kedzaliman, tentunya dengan cara-cara yang cerdas dan bijak. Misalkan menciptakan perangkat anti pornografi, anti
judi online, anti virus, dll. Atau menciptakan aplikasi-aplikasi yang membantu memudahkan aktivitas Islam seperti waktu shalat,
hadits digital, dll. Mempersiapkan Generasi Islam sesuai Zamannya.

Firman Allah SWT:

ٓ
َ ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْٱل ُمنك َِر ۚ َوُأ ۟و ٰلَِئ‬
١٠٤ ﴿ َ‫ك هُ ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬ ِ ‫﴾ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْ§م ُأ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ ِإلَى ْٱل َخي ِْر َويَْأ ُمرُونَ ِب ْٱل َم ْعر‬

Dan jadilah kamu diantara kalian umat yang mengajak kepada kebaikan dan menyuruh dengan ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS Aali Imraan 104)

Penutup
Dikisahkan pada saat pemberhentian pertama pada perjalanan perang Badr, sepupu Nabi, Sa’ad dari Zuhrah, memperhatikan
saudara laki-lakinya yang berusia 15 tahun, ‘Umayr, tampak gelisah dan cemas. Ia menanyakan apa penyebabnya. “Aku takut”,
jawab ‘Umayr, “kalau kalau Nabi melihatku dan menganggapku terlalu muda untuk turut dalam pasukan ini dan kemudian
menyuruhku pulang ke rumah. Padahal, aku benar-benar ingin berjihad hingga Allah menganugerahi aku kesyahidan.”
Seperti yang ‘umayr takutkan, Nabi memerhatikan dia saat memeriksa barisan. Beliau mengatakan bahwa ia terlalu muda dan
disuruh pulang. Tetapi, ‘Umayr menangis hingga akhirnya diizinkan untuk tetap tinggal dan turut dalam ekspedisi itu. “Ia masih
sangat muda”, cerita Sa’d, “bahkan aku masih harus membantunya mengikatkan tali pedangnya.” (sirah Nabawiyah oleh Abu
Bakr Siraaj ad Diin).
Sekian

Anda mungkin juga menyukai