DISUSUN OLEH :
• IMANUEL SILALAHI
• PEBY PEBRIYANTI SIMARMATA
• RIDWAN OLOAN FRANSISCO SIRAIT
• SHELY ROSMAIDA SIHOMBING
Menurut penelitian hari-hari ini seharusnya 70 % isi gereja saat ini harusnya anak-anak muda
tapi banyak gereja sekarang anak muda nya tidak kelihatan, kemana mereka? Mereka sibuk
dengan handphonenya, game,warnet,dan kegiatan-kegiatan di dunia maya yang memutuskan
komunikasi mereka dengan dunia luar, mereka cukup merasa sendiri dan ini lah siasat iblis
untuk membuat anak anak muda melupakan tujuan utamanya.Tujuan utama yaitu sebagaimana
yang firman tuhan katakan dalam Matius 28:19
”Pergilah jadikanlah semua bangsa muridku….”
Marilah kita peduli dengan sesama kita, mengenal orang dan berusaha dikenal orang. Mengenal
dan dikenal orang bukan bermaksud hanya untuk mencari sensasi ,tetapi saat kita berusaha
mengenal orang dan di kenal orang ,waktu kita memberitakan injil ,memberitakan firman
,mengajak mereka untuk beribadah ,akan lebih mudah karena kita sudah kenal baik dengan
mereka.
1. PENGERTIAN MILENIAL
Generasi milenial atau generasi kelahiran tahun 1980 sampai 2000 adalah generasi yang
selalu dikaitkan dengan teknologi yang serba digital dan modern. Seperti sekarang,
teknologi menjadi salah satu hal yang tidak bisa dijauhkan dari kehidupan masyarakat,
karena dengan teknologi semua yang dikerjakan manjadi lebih mudah dibanding dengan
cara tradisional yang rumit.
Peneliti menuturkan bahwa remaja saat ini mungkin telah terpaku dengan gadget seperti
smartphone, tablet, dan TV. Rata-rata semua remaja di seluruh dunia memiliki gadget
yang bisa terhubung dengan internet dan media social yang saat ini menjadi kebutuhan
pokok para remaja milenial.
Generasi yang lebih tua sering mencap para millennials ini dengan stereotype yang sama,
yaitu malas, manja dan narsis!. Ada banyak hal negatif generasi remaja milenial yang
disoroti oleh generasi-generasi yang lebih tua. Remaja milenial dinilai cenderung cuek
pada keadaan social sekitar dan terfokus hanya pada media sosial, mengejar kebanggaan
dengan eksis di media social, mengoleksi merk/brand tertentu, nongkrong dan berfoto di
tempat yang hits dan kekinian untuk mendapat like dan teman maupun followers yang
banyak.
Akan tetapi tidak semua remaja milenialis memiliki prilaku malas dan manja. Ada juga
yang menggunakan teknologi maupun media social untuk menuangkan kreatifitas.
Seperti yang kita ketahui banyak kaum milenialis memanfaatkan internet maupun social
media untuk berbisnis dengan peluang yang besar. Memanfaatkan internet, generasi
milineal mampu terus terhubung dengan dunia luar dan terlibat aktif di dalamnya. Hal ini
ditambah sikap percaya diri generasi milenial yang melihat dunia penuh dengan peluang,
dengan menggunakan media social baik dalam karir dan berbisnis. Inilah yang membuat
para remaja milenialis memiliki peluang lebih tinggi dari generasi sebelumnya untuk
berkarya.
1. Millennial lebih percaya User Generated Content (UGC) daripada informasi searah.
Bisa dibilang millennial tidak percaya lagi kepada distribusi informasi yang bersifat satu
arah. Mereka lebih percaya kepada user generated content (UGC) atau konten dan
informasi yang dibuat oleh perorangan.
Mereka tidak terlalu percaya pada perusahaan besar dan iklan sebab lebih mementingkan
pengalaman pribadi ketimbang iklan atau review konvensional. Dalam hal pola
konsumsi, banyak dari mereka memutuskan untuk membeli produk setelah melihat
review atau testimoni yang dilakukan oleh orang lain di Internet. Mereka juga tak segan-
segan membagikan pengalaman buruk mereka terhadap suatu merek.
Generasi ini lahir di era perkembangan teknologi, Internet juga berperan besar dalam
keberlangsungan hidup mereka. Maka televisi bukanlah prioritas generasi millennial
untuk mendapatkan informasi atau melihat iklan. Bagi kaum millennial, iklan pada
televisi biasanya dihindari. Generasi millennial lebih suka mendapat informasi dari
ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau perbincangan pada forum-forum yang
mereka ikuti, supaya tetap up-to-date.
Akun media sosial juga dapat dijadikan tempat untuk aktualisasi diri dan ekspresi, karena
apa yang ditulis tentang dirinya adalah apa yang akan semua orang baca.
Jadi, hampir semua generasi millennial dipastikan memiliki akun media sosial sebagai
tempat berkomunikasi dan berekspresi.
Populasi orang yang suka membaca buku turun drastis pada generasi millennial. Bagi
generasi ini, tulisan dinilai memusingkan dan membosankan. Generasi millennial bisa
dibilang lebih menyukai melihat gambar, apalagi jika menarik dan berwarna.
Walaupun begitu, millennial yang hobi membaca buku masih tetap ada. Namun, mereka
sudah tidak membeli buku di toko buku lagi. Mereka lebih memilih membaca buku
online (e-book) sebagai salah satu solusi yang mempermudah generasi ini, untuk tidak
perlu repot membawa buku. Sekarang ini, sudah banyak penerbit yang menyediakan
format e-book untuk dijual, agar pembaca dapat membaca dalam ponsel pintarnya.
Kini semua serba digital dan online, tak heran generasi millennial juga menghabiskan
hidupnya hampir senantiasa online 24/7. Generasi ini melihat dunia tidak secara
langsung, namun dengan cara yang berbeda, yaitu dengan berselancar di dunia maya,
sehingga mereka jadi tahu segalanya.
Diperkirakan pada tahun 2025 mendatang, millennial akan menduduki porsi tenaga kerja
di seluruh dunia sebanyak 75 persen. Kini, tak sedikit posisi pemimpin dan manajer yang
telah diduduki oleh millennial. Seperti diungkap oleh riset Sociolab, kebanyakan dari
millennial cenderung meminta gaji tinggi, meminta jam kerja fleksibel, dan meminta
promosi dalam waktu setahun.
Mereka juga tidak loyal terhadap suatu pekerjaan atau perusahaan, namun lebih loyal
terhadap merek. Millennial biasanya hanya bertahan di sebuah pekerjaan kurang dari tiga
tahun. Namun demikian, sebab kaum millennial hidup di era informasi yang menjadikan
mereka tumbuh cerdas, tak sedikit perusahaan yang mengalami kenaikan pendapatan
karena memperkerjakan millennial.
Semuanya semakin mudah dengan kecanggihan teknologi yang semakin maju ini, maka
pada generasi millennial pun mulai banyak ditemui perilaku transaksi pembelian yang
sudah tidak menggunakan uang tunai lagi alias cashless.
Generasi ini lebih suka tidak repot membawa uang, karena sekarang hampir semua
pembelian bisa dibayar menggunakan kartu, sehingga lebih praktis, hanya perlu gesek
atau tapping.
1. Egosentris.
Di dalam generasi milenial , ciri yang paling kuat. Generasi ini karena teknologi dan
temannya barang-barang elektronik, ego nya tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Rasul
Paulus dalam inspirasi Roh Kudus kepada Timotius bahwa manusia akan mementingkan
(mencintai) dirinya sendiri. Egoisnya luar biasa sehingga membuat mereka berani
lakukan apa saja. Kalau dulu generasi X mau lakukan kejahatan masih pikir-pikir, kalau
generasi milenial tidak. Ada remaja perempuan yang sewaktu pacaran, mau coba pacaran
seperti zaman Perjanjian Lama dimana raja punya banyak istri. Rupanya ia naksir
seorang cowo yang sudah punya istri. Kalau di zaman Perjanjian Lama boleh jadi istri
keduanya. Jadi apa yang dikatakan dalam lirik lagu yang dibawakan oleh Astrid
Sartiasari (Jadikan Aku yang Kedua, 2007) adalah gambaran. Jadi kalau laki itu mau,
maka jadilah istri yang kedua. Namun setelah itu tidak boleh ada perempuan yang lain
lagi (cukup dia saja). Ia mau apa saja yang dikehendakinya terjadi. Inilah generasi yang
lebih mementingkan dirinya sendiri.
Saat saya melayani sebuah persekutuan yang diadakan di sebuah perusahaan mobil, saya
bertemu dengan seorang bos saat acara ramah tamah. Ia berkata,”Anak saya yang pulang
dari kuliah di luar negeri membuat saya pening. Setelah kembali , ia membantu di
perusahaan dan ia pun mengeluarkan ide-idenya. Idenya itu menurut saya terkadang
terlalu idealis dan tidak realistis. Coba bayangkan, dia merombak aturan-aturan yang ada.
Saya berkata karyawan kita setia tapi dia membantahnya. Saya berkata kepadanya,
‘Kamu saja yang urus dan saya yang awasi. Saya ingin tahu kamu bisa tidak urus, karena
bagi saya karyawan yang ada seperti keluarga dan berjuang bersama-sama dari awal
namun waktu ia datang seperti jagoan, ia main pecat para karyawan lama’. Saya
berkata,’Anak kamu tidak boleh begitu’. Ia berkata,”Tidak bisa menurut apa yang saya
dapat dari belajar di luar negeri.’ Saya berkata ke istri, ‘Kita pensiun dini saja dan saya
hanya akan mengawasi saja.Karena ini perusahaan saya juga. Kalau anak saya jatuh saya
juga yang hancur’”. Anak-anaknya memang merupakan gambaran yang kita temukan
sehari-hari.
3. Generasi yang sering kali cari jalan pintas dan lari dari perjalanan hidup
Ini ciri negatif yang paling menyedihkan. Mereka tiba-tiba terjun dari lantai atas dan
bunuh diri karena perkara-perkara yang tidak bisa mereka selesaikan. Cepat putus asa dan
tidak berpengharapan. Mereka merasa semua jalan menjadi buntu. Maka anak muda di
zaman ini senang lagu-lagu seperti “Lumpuhkan Ingatanku” yang dipopulerkan oleh
Geisha. Liriknya berkata,”Jangan sembunyi. Ku mohon padamu jangan sembunyi.
Sembunyi dari apa yang terjadi. Tak seharusnya hatimu kau kunci. Lumpuhkanlah
ingatanku, hapuskan tentang dia. Hapuskan memoriku tentang dia. Hilangkanlah
ingatanku jika itu tentang dia.” Kalau engkau jauh dunia seakan berhenti maka lebih baik
lumpuhkan ingatannya karena ia merasa terganggu sekali. Generasi ini rapuh dalam
ketahanan mental , cepat kalah bila ada tantangan dan cepat mengambil keputusan
singkat lalu kita menemukan anak muda mengakhiri hidupnya karena tidak melihat jalan
keluar.
4. Cara mengatasi
Rasul Paulus memberi nasehat yang luar biasa. Efesus 6:1-3 Hai anak-anak, taatilah
orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu
-- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu
berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Rasul Paulus menulis sebuah hubungan antara
anak dengan orang tua. Dimulai dari orang tua yang punya anak generasi milenial. Rasul
Paulus mengatakan di ayat 4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di
dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
Mereka hidup dalam zaman dan generasi mereka. Rasul Paulus mengatakan , “Didiklah
mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Kata “didiklah” berarti (dalam bahasa aslinya)
“asuhlah” anak-anakmu dalam ajaran dan nasehat Tuhan. Kata “asuh” dalam bahasa
aslinya mengandung arti seperti orang yang sedang memberi makan. Orang tua yang
punya anak akan berusaha agar anaknya bisa makan. Saya ke rumah sakit kemarin. Ada
seorang anak setiap kali mau difoto ia menangis. Petugas RS Hermina berkata, “Adik
jangan takut difoto”. Mamanya berkata,”Iya, anak saya takut difoto” dan setelah
digendong, ia berhenti nangis. Mamanya berkata lagi,”Anak itu berhenti menangis karena
sudah bau tangan (alias digendong)”. Itu cara orang tua membujuk anaknya makan. Ia
melakukan segala upaya agar anaknya mau makan. Ia mengajak anaknya bicara,“Mami,
mau kasih makan. Mami mau kasih makan pizza!”. Ia pakai bahasa sendiri supaya
anaknya mau makan (dengan berbagai kreativitas). Kalau tidak makan juga, dengan
gemas baru dicekok. Intinya orang tua tidak mau anaknya lapar. Kalimat ini dipakai oleh
Rasul Paulus. Ia mengambil bapak sebagai representasi orang tua,”Didiklah anakmu
dalam pengajaran dan nasehat Tuhan.” Pengajaran dan nasehat Tuhan bisa ditemukan di
Kitab Suci. Waktu orang Israel berjalan di padang gurun, Tuhan berkata, “Aku mendidik
mereka seperti anak rajawali. Aku hempaskan mereka dari atas bukit yang tinggi,
kemudian anak rajawali itu jatuh. Di sanalah saya ingin anakku mengembangkan
sayapnya. Waktu anaknya tidak bisa terbang, induknya akan menopangnya di pundaknya.
Supaya anak-anaknya menjadi tough (kuat) dan hebat.
Kita lebih suka ajaran dunia yang dilahirkan oleh para profesor pendidikan yang lebih
dihargai dan dilihat dari Firman. Hasilnya bukan produk anak rohani tetapi anak yang
pintar di kepala tapi tidak takut Tuhan. Kita seharusnya berusaha sekuat tenaga, supaya
pengajaran dan firman Tuhan sampai ke anak kita. Caranya harus kreatif. Kadang kali
orang tua bisa mendongeng ke anaknya tiap malam. Keponakan saya senang mendengar
dongeng sebelum tidur. Apakah saat seperti itu kita pernah mendongeng tentang firman
Tuhan di Alkitab? Misalnya dengan gaya bahasa yang hebat bercerita, “Ada seorang
yang benar-benar hebat dan bisa kalahkan singa tapi orang ini akhirnya kalah dengan
seorang perempuan. Namanya Simson.” Pakai kalimat yang luar biasa agar bisa menarik
minatnya (misalnya : meskipun ia kuat dan hebat tapi ditaklukkan oleh yang lemah).
Dalam kata asuh, orang tua memberi anak mereka makan, dan ia akan berusaha supaya
mereka menelan makanannya. A Hau pergi retreat berdua dengan Gavriel. Itu salah satu
cara. Kalau anak mulai bermasalah ajak mereka pergi berdua (camping, nonton , makan
dll) dan dalam perjalanan cerita tentang pengajaran firman. Masalahnya bagaimana
bicara tentang firman kalau orang tua tidak hidup dalam firman? Bagaimana bicara
tentang pengharapan tetapi tidak pernah berdoa? Anak tidak dapat melihatnya. Kalau kita
berlutut dan berdoa, anak akan melihat bagaimana Hanna berkata, “Tuhan aku mohon
seorang anak”. Mereka akan ‘kena”. Waktu kita mengasih maka hidupi firman Tuhan
dulu,baru bisa memberi “makanan” pada generasi milenial tersebut. Orang tua zaman
sekarang tidak melihat hal ini sebagai prioritas. Orang tua mencari duit untuk anak, tidak
salah. Tetapi seringkali alasan “cari uang demi anak” menjadi kamuflase karena orang
tua menikmati kemewahannya juga (agar dipandang dalam masyarakat). Tetapi
kenyataannya orang tua tidak melihat anaknya sedang menjerit karena mereka tidak
mendapat asupan firman Allah dalam hidup mereka. Apakah kita mengasuh dan memberi
makan dengan Firman? Untuk itu konsekuensinya, ada harga yang harus dibayar yaitu
waktu dan perhatianmu. Walau bisa disiasati dengan melakukannya waktu mau tidur atau
ambil waktu libur bersama. Melakukan camp bersama dengan membeli tenda kecil,
kompor kecil, dandang yang kalau kotor tinggal dibuang (misalnya).
Kalau tidak beri prioritas, bagaimana bisa berhasil? Kami sudah 20 tahun menikah dan
kami mau honey-moon yang kedua ke Bali. Ada harga yang harus dibayar. Kalau bicara
sibuk, maka kita sibuk semua dan merasa lebih sibuk dari Tuhan. Menjadi orang tua
dimulai dengan konsep “asuhlah anak-anakmu dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Saya
tidak dan belum dipercayakan seorang anak, tetapi saya melihat banyak orang tua yang
bermasalah dengan anak-anak mereka. Suatu kali saat kita dipanggil, Tuhan akan
menuntut pertanggungjawaban. Karena anak itu permata hati Tuhan (Maz 120). Dia akan
menuntut pertanggungjawaban kita.
Rasul Paulus memberi nasehat tentang generasi milenial.Ayat 1 dan 2 bagus. Kata
“haruslah demikian” ditulis dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya dikatakan,
“Hai anak-anak hormatilah orang karena pantas.” Bila anak kita sakit demam maka perlu
diberi obat karena itu yang pantas. Kalau dia tidak minum obat akan mati. Ayat ini bicara
tentang hal yang kalau tidak dilakukan maka akan mati rohanimu, kepekaanmu dan
etikamu terhadap orang-orang yang lebih tua atau relasi dengan yang lain. Tidak
membunuh dan berzina tidak bisa dilakukan bila tidak mulai menghormati orang tua
dengan pantas. Hukum kelima (hormatilah orang tuamu) dari 10 perintah Allah bisa
dilakukan kalau hukum kesatu sampai keempat (kasihilah Tuhan Allahmu dan
seterusnya) dilakukan. Coba pikirkan tentang nasehat Tuhan bahwa engkau pantas
menghormati orang tuamu. Dari orang tua baru bisa kita hormat dan mengasihi yang lain.
Zaman sekarang, di mal pakaian anak muda sangat mengganggu (seakan kurang bahan).
Kalau keluar rumah dan kita tahu etika, maka kita akan memakai pakaian yang sopan,
supaya tidak mati dan malu. Itu makna kata “pantas”. Engkau akan hidup, tidak mati dan
malu di dalam perjalananmu. Tapi bagaimana anak bisa menghormati orang tua, kalau
kita sebagai orang tua tidak mengenal Tuhan? Mari kita perhatikan keluarga. Suami
memperhatikan istri, istri memberi dorongan dan menghormati suami. Anak-anak
menghormati orang tua, orang tua mengasihi anak-anak. Kalau relasi ini terjadi bagus
sekali. Namun hal ini akan sulit terjadi, kalau kita tidak taat pada Firman. Kita tidak
mencari perkara rohani dengan serius. Mari kita membaca, menggali dan menghidupi
firman dengan baik maka kita akan menjadi generasi di mana ada Tuhan yang pimpin
kita satu per satu.