Anda di halaman 1dari 4

Pemuda Gereja dan Generasi 4.

0
Siapakah pemuda dan remaja gereja? Ada beragam pemahaman tentang pemuda
dan remaja saat ini. Sebagai masukan dari berbagai pertemuan maupun Studi Regional
dapat dikatakan golongan umur berada pada rentang 15-40 tahun. Dalam undang-
undang tentang pemuda UU No. 40 tahun 2009 dijelaskan bahwa batasan usia pemuda
adalah 16-30 tahun. Ada juga di kalangan gereja yang tidak melihat pada batasan usia,
dengan mengatakan semua orang yang masih berjiwa muda serta mereka yang belum
menikah. Batasan usia yang lain adalah usia 15 – 25 tahun dan 15 – 35 tahun. Sebagai
gambaran lain terdapat pula yang mengategorikan mereka yang bukan anak-anak lagi
namun belum juga dewasa. Sebagai informasi penting, saat ini jumlah penduduk
Indonesia menurut hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 yang berusia 16-30
tahun berjumlah 62 juta, tentu saja bila rentangnya antara 16-40 akan lebih besar lagi.
Menurut banyak pengalaman pemuda dan remaja, mereka secara umum
terungkap bahwa ketika mereka mengambil keputusan sendiri untuk dirinya maupun
kelompoknya sangat sering mengalami konflik dengan orang tua/dewasa. Meskipun
kebanyakan konflik itu bisa diselesaikan dengan salah satu pihak harus mengalah. Pada
pokoknya pemuda dan remaja sudah pasti merupakan golongan usia/masa di mana
masih belajar untuk mengambil/membuat keputusan. Dengan demikian pemuda dan
remaja gereja belum sepenuhnya bisa mandiri, baik secara finansial, mental-psikologis-
intelektual masih tergantung pada orang dewasa.
Dalam struktur pelayanan (gereja) di berbagai lapisan masyarakat, pemuda dan
remaja memperoleh tempat khusus karena dianggap sebagai masa depan keluarga,
bangsa, organisasi dan tentu saja gereja. Karena itu pemuda dan remaja sangat penting
kehadirannya bagi kelanjutan kehidupan menuju yang lebih baik.
Pergumulan yang dihadapi oleh pemuda dan remaja gereja adalah pengaruh teknologi,
sosial media, arus informasi yang pesat dan tak terkendali, hubungan seks pranikah, aborsi,
penggunaan narkotika, hubungan dengan orangtua, dan prilaku yang tidak sopan terhadap orang
yang lebih tua.
Hampir semua kita merasakan, jika revolusi teknologi informasi seolah-olah
lajunya beriringan dengan kecepatan cahaya. Hidup terasa sangat tidak kekinian bila
kita ‘slow respond’ terhadap sinyal perubahan. Implikasinya luar biasa. Tanpa kita
sadari, kita sedang dipacu melakukan adaptasi modernitas baik dalam pikiran, sikap dan
tindakan.
Ruang-ruang kontrol yang dulunya kita leluasa mengendalikan, kini seolah tak
berdaya kita pertahankan. Bukan karena kita melakukan kesalahan, tetapi dunia di luar
kita begitu kencang berubah yang memaksa kita melakukan penyesuaian. Inilah yang
disebut era disrupsi atau Revolusi Industri 4.0. (Sekedar untuk mengembalikan memori
yang mungkin tergerus usia, revolusi industri pertama (pertengahan abad 18) ditandai
dengan perubahan pembuatan barang dari tangan ke mesin. Revolusi industri kedua
(akhir abad 18) yang ditandai dengan produksi massal termasuk kemajuan di bidang
transportasi. Revolusi industri ketiga (1950) yang ditandai pengenalan komputer dan
elektronik digital).
Pada era 4.0 ini, inovasi bergerak super dinamis dan semua serba terkoneksi. Ini
era dimana koneksi internet adalah segalanya (internet of everything). Ada kecerdasan
buatan (artificial intelligence), ada Tesla yang mengembangkan auto pilot car, online
shop dan beragam teknologi pintar lainnya. Spirit era ini adalah the winner takes all.
Yahoo yang awalnya dianggap raksasa dibidang search engine sekarang telah terlibas
oleh Google.
Ada banyak sebutan terhadap generasi muda, antara lain generasi milenial,
generasi Z maupun generasi tech. Sebutan-sebutan itu tentu saja terkait dengan situasi
kaum muda ketika dilahirkan mereka dilahirkan sudah sangat akrab dengan teknologi,
sebagai awal munculnya milenium baru. Mereka adalah orang-orang yang lahir pada era
tahun 1980 sampai tahun 2000.
Generasi milenial muncul pada saat teknologi internet mulai dikenal. Email,
telefon genggam, sosial media, televisi, musik, video menjadi teman generasi ini.
Situasi membuat informasi menjadi mudah untuk diakses. Hal ini menyebabkan
generasi milenial menjadi generasi yang terbuka dengan dunia luar. Mereka dengan
mudah mendapatkan informasi yang mereka butuhkan termasuk dalam urusan agama,
iman, maupun spiritualitas. Kalau dulu orang mendatangi gereja (dhi. pendeta atau
penatua) untuk bertanya soal-soal keimanan, sekarang mereka dengan mudah mencari
jawabannya dari internet.
Kedekatan kaum muda dengan teknologi menjadikan mereka sebagai generasi
yang terbuka. Internet membuat mereka mudah untuk melihat dunia luar, bahkan dunia
yang jauh dari tempat mereka tinggal. Sosial media membuat mereka terhubung dengan
orang-orang dari belahan dunia lainnya, sehingga pertemanan mereka tidak lagi dibatasi
oleh wilayah tempat tinggal. Hubungan seperti ini membuat generasi milenial sangat
terbuka terhadap siapa saja. Mereka bisa menerima perbedaan apapun, yang penting
bagi mereka, teman adalah seseorang yang bisa menerima mereka apa adanya,
memberikan kenyamanan, dan mengerti mereka(Rainer 2011, 19-20). Apapun latar
belakang agama, prinsip hidup, dll., tidak jadi persoalan selama mereka saling
terhubung satu sama lain.
Keterbukaan informasi membuatkebenaran menjadi relatif, tergantung pilihan-
pilihan yang kita lakukan. Inilah pula yang dianut oleh kaum muda saat ini.
Ketergantungan mereka pada relasi yang kuat menyebabkan ukuran kebenaran dan
pilihan yang mereka buat tergantung pada pendapat teman-teman mereka. Karena itu
generasi milenial dikenal sebagai generasi yang kuat di dalam kerja tim. Mereka
menjadi sangat berdayaguna ketika ada bersama dengan tim.
Generasi muda muncul sebagai generasi yang percaya diri. Hal ini disebabkan
karena mereka tumbuh dalam kalimat-kalimat motivasi seperti “Kamu pasti bisa!”
“Tidak ada yang mustahil!” Ajang pencarian bakat yang menjadikan orang cepat
popular, seperti Indonesian Idol, menjadikan mereka terobsesi ingin menjadi orang
terkenal, yang memiliki harta berlimpah, asisten pribadi, rumah mewah, dan bisa
memenuhi gaya hidup mereka. Time menyebut gaya hidup seperti ini sebagai
narcissistic personality(Stein 2013).
Kemudahan mendapatkan informasi bahkan kebutuhan-kebutuhan hidup
memberi pengaruh pada kaum muda masa kini. Mereka memiliki mentalitas instan,
hidup mudah, santai, nyaman dan bahagia. Mereka rentan terhadap tekanan, sekalipun
mereka adalah kaum muda yang kreatif. Karena itu pula mereka menjadi generasi muda
yang hidup “untuk hari ini,” sulit diajak untuk berpikir jauh ke depan. Mereka sangat
pragmatis (McCrindle 2008)
Kemudahan melihat dunia luar dan keadaan sosial-ekonomi-politik yang buruk
melahirkan generasi muda yang peka dan peduli dengan lingkungan. Mereka senang
dengan kegiatan-kegiatan sosial tanpa perlu terikat pada satu organisasi tertentu (Rainer
2011). Selain itu situasi politik yang buruk membuat mereka enggan terlibat dalam
urusan politik, bahkan cenderung menghindar.
Keengganan mereka terhadap lembaga agama muncul karena berbagai sebab.
Keteladanan dalam iman maupun spiritulitas yang berkurang dari para tokoh agama
maupun orangtua menyebabkan mereka agak menarik diri dari agama. Belum lagi
beberapa peristiwa kekerasan kemanusiaan menggunakan agama sebagai dasarnya
menjadikan mereka muak dengan agama. Karena itu pada era mereka muncul gejala
yang disebut “spiritual but not religious” atau “spiritual and religious.”

Anda mungkin juga menyukai