Abstak
1. Pengantar
1
2. Jejaring Sosial dan Kehidupan Sehari-hari
Akhir-akhir ini, istilah generasi milenial tidak asing lagi di telinga kita.
Generasi ini merupakan suatu budaya baru, di mana anak muda atau orang-orang
yang hidup pada zaman ini seluruh menggantungkan diri pada internet.
Ketergantungan pada internet inilah yang membuat karakteristik orang-orang saat
1
Antonio Spadaro, Cybertheology, New York: Fordham University Press, 2014, hlm. 16
2
Ibid., hlm 18
3
Ibid., hlm. 21
2
ini berbeda dengan orang-orang yang hidup di generasi sebelumnya. Karakteristik
dari orang-orang yang hidup di era net adalah cepat, mudah, dan serba ada.
Karakteristik tersebut merupakan produk dari perkembangan teknologi. Oleh
karena fungsinya yang sangat relevan bagi kaum milenial, maka dengan
sendirinya mereka menggantungkan hidupnya pada internet.
Budaya instan yang menjadi ciri khas kaum milenial membuat mereka
tidak memiliki pengalaman dan relasi yang mendalam dengan sesamanya.
Generasi milenial mengandalkan jejaring sosial sebagai sarana untuk mendapat
infomasi dan barbagi.6 Relasi yang dibangun dalam jejaring sosial bersifat
dangkal karena tidak ada perjumpaan secara fisik. Dalam situasi tersebut, sikap
4
http://genesia.net/generasi-milenial/ diakses pada Kamis, 11 April 2019, pkl. 20:47 WIB
5
Dr. Haryatmoko, Etika Komunikasi, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hlm. 25
6
http://genesia.net/generasi-milenial/, diakses pada Kamis, 11 April 2019, pkl. 20:49 WIB
3
yang bijak dan bertanggung jawab menjadi poin penting dalam berelasi dengan
sesama. Dengan demikian, internet dapat menjadi sarana yang dapat
mengembangkan dan membangun karakter positif dari generasi milenial.
4. Spiritualitas Teknologi
7
Antonio Spadaro, Op, cit, hlm. 22
8
Emanuel Martasudjita, Ekaristi: Makna dan kedalamannya, Yogyakarta: Kanisius, 2012, hlm. 54
4
kehidupan, maka internet dengan sendirinya dapat memberi kontribusi nyata bagi
kehidupan manusia.9 Di era digital ini, internet sangat berpengaruh pada
kehidupan masyarakat manusia. Internet dapat membentuk pola pikir, kebiasaan
manusia, dan iman itu sendiri.10 Dengan kata lain, Internet dengan sendirinya
berpengaruh pada pengetahuan manusia tentang Gereja, misalnya meningkatkan
religiusitas manusia.
9
https://christidhearumahmury.blogspot.com/2015/12/peran-spiritualitas-dalam-dunia-
modern.html, diakses pada tanggal 12 April 2019, pkl. 19.30
10
Antonio Spadaro, Op, cit, hlm. 98
11
Franz Magnis Suseno, Katolik itu Apa?, Yogyakarta: Kanisius, 2017, hlm. 152
5
persatuan mereka yang dipersatukan oleh satu Roh Allah dalam Yesus Kristus. 12
di dalam Yesus, persekutuan disempurnakan.
12
Ibid., hlm. 153
13
Bernadus Boli Ujan, Liturgi Autentik dan Relevan, ledalero: Maumere, 2006, hlm. 77
6
Komunitas insani adalah Gereja. komunitas ini terdapat unsur pelayanan
dan pewartaan terdapat di dalamnya. Hidup di era internet, pelayanan dan
pewartaan dapat dilakukan melalui Facebook dan Instagram. Di dalamnya,
generasi milenial dapat berelasi dengan sesama, berbagi pengalaman iman dan
pengetahuan tentang Gereja. Manusia adalah makhluk relasional. Dia hidup dalam
berelasi yang ilahi, sesama manusia, alam, dan dengan dirinya sendiri. 14 Relasi ini
membangun suatu komunitas. Di era digital ini, orang dapat membangun
komunitas insani.
Kohesif adalah sikap melekat satu dengan yang lain.15 Sikap demikian
membantu setiap pribadi terlibat aktif dalam suatu komunitas yang dibangun.
Komunitas menuntut suatu sikap kohesif di dalam setiap pribadi agar komunitas
menjad lebih kuat. Sikap kohesif sangat dibutuhkan dalam relasi di dalam jejaring
sosial. Sikap ini membantu setiap pribadi yang terhubung untuk saling mengambil
bagian dari komunitas tersebut. Selain dari kohesif, setiap pribadi juga dituntut
untuk mengembangkan sikap suportif. Komunitas akan lebih kuat jika anggotanya
saling memberi dukungan dan semangat.
14
Antonius Sad Budi, Pewartaan di era Digital dalam iman dan pewartaan, ed: Robertus
Wijanarko dan Adi Saptowidodo, Malang: STFT, 2010, hlm. 28
15
Bdk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, online
7
komuniter.16 Prinsip ini mengedepankan kebersamaan di dalam suatu komunitas.
Dengan prinsip kebersamaan, komunitas akan saling meneguhkan. Solidaritas
tidak hanya sekadar setia kawan dan empati, melainkan menyelamatkan.17
Keselamatan adalah tujuan dari komunitas. Dengan prinsip saling mendengarkan
dan dialog antarpribadi, komunitas akan terarah pada keselamatan.
16
Armada Riyanto, Katolisitas Dialogal, Yogyakarta: Kanisius, 2014, hlm. 92
17
Ibid
18
Armada Riyanto, Menjadi-Mencintai, Yogyakarta: Kanisius, 2013, hlm. 114
19
Ibid., hlm 116
8
7. Penutup
Gereja dan jejaring sosial adalah sarana untuk membangun komunitas dan
berelasi dengan sesama. Di dalam jejaring sosial, komunitas dibangun atas dasar
kemauan dan tujuan yang sama. Sedangkan, di dalam Gereja, komunitas pertama-
tama adalah panggilan orang beriman dan komunitas tersebut merupakan inisiatif
Allah sendiri. Allah menghendaki agar umat-Nya hidup dalam persekutuan atau
hidup dalam komunitas insani. Gereja dan jejaring sosial adalah dua hal yang
berbeda, namun tak tak terpisahkan. Oleh karena itu, jejaring sosial dapat
dijadikan sarana untuk mengembangkan komunitas gerejawi atau komunitas
insani. Dengan kata lain, Gereja dapat membangun komunitas insani di dalam
jejaring sosial.
9
Daftar Pustaka
Buku:
Spadaro, Antonio, Cybertheology. New York: Fordham University Press, 2014.
Boli Ujan, Bernadus, Liturgi Autentik dan Relevan. Ledalero: Maumere, 2006.
Sad Budi, Antonius, Pewartaan di era Digital dalam iman dan pewartaan (ed:
Robertus Wijanarko dan Adi Saptowidodo). Malang: STFT, 2010.
Internet:
10