Anda di halaman 1dari 4

Generasi Langgas, Wajah Baru Indonesia

Sebuah Asa untuk Bonus Demografi Menuju Indonesia Emas


Oleh:
Fransiscus Borgias Kusworo Aria W
Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Globalisasi dan perubahan nampaknya menjadi dua kata yang
tak bisa dipisahkan. Seperti kata pepatah bahwa orang yang menolak
suatu perubahan adalah orang yang menyangkal masa depan. Ketika
kita membicarakan masifnya globalisasi, perubahan menjadi kata
yang paling cocok untuk menggambarkan proses globalisasi itu
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi dua
faktor paling berpengaruh. Salah satu perubahan yang sedang terjadi
adalah perubahan struktur kependudukan akibat bonus demografi.
Sepanjang tahun ini nampaknya topik Bonus Demografi menjadi
topik yang seksi untuk dibicarakan. Banyak media massa yang
secara khusus membahas tentang topik ini. Harian KOMPAS yang
bahkan sejak tahun lalu rajin membahas tentang bagaimana
seharusnya pemerintah memanfaatkan bonus demografi, atau TEMPO
yang membahas tentang bagaimana cara menyelamatkan bonus
demografi. Namun sebenarnya apa itu bonus demografi. Bonus
demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara karena pada
periode tahun tertentu mempunyai penduduk pada usia produktif
yang sangat besar. Tentunya hal ini menguntungkan bagi
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Berdasarkan laporan dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bonus demografi sudah
mulai sejak tahun 1994 dan memuncak pada tahun 2020 sampai
2030 dimana jumlah penduduk usia produktif mencapai lebih dari
70% dari total penduduk Indonesia.
Bonus demografi tersebut seakan menjadi Pedang Bermata
Dua. Keadaan tersebut bisa menjadi sebuah berkah atau menjadi
sebuah bencana. Menjadi berkah apabila Indonesia dapat
memanfaatkannya secara maksimal dengan syarat sumber daya
manusia yang berkualitas atau menjadi bencana ketika lebih dari 70%
yang merupakan usia produktif tersebut ternyata tidak produktif.
Namun pertanyaannya, seberapa siapkah bangsa indonesia
menikmati bonus demografi ini? Akankah bonus demografi ini hanya
akan menjadi angan-angan semata?
Fakta mengatakan berdasarkan Lembaga Survey Indonesia (LSI)
dari 70% penduduk produktif Indonesia yang dipunyai pada periode
2020-2030 ini, 50% diantaranya adalah penduduk dari kelompok
generasi Y. Seperti yang kita tahu Generasi Y adalah anak yang lahir
pada awal 1980 hingga awal 2000. Generasi inilah yang akan
mendominasi kependudukan di Indonesia. Banyak orang yang
menganggap buruk generasi ini. Generasi Y dianggap generasi yang
kutu loncat, instan, suka copas dan pembangkang. Banyak

studi dan penelitian yang dilakukan untuk memahami karakteristik


seseorang dari generasi Y. SWA Magazine dan Jobstreet.com
menemukan bahwa 65,8% generasi Y hanya bertahan bekerja tak
lebih dari satu tahun sebelum akhirnya pindah ke tempat yang
dianggap lebih nyaman.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi Y ini lahir di
tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui
perkembangan digital, generasi Y tumbuh menjadi generasi kreatif.
Hal yang sangat menonjol pada generasi Y ini adalah kemandiriannya.
Maka tak heran generasi ini juga disebut generasi langgas. Istilah
generasi langgas pertama diperkenalkan oleh Yoris Sebastian,
seorang creative consultant yang sangat fokus pada pemberdayaan
sumber daya manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), langgas berarti bebas, tidak terikat kepada sesuatu atau
kepada seseorang. Perkembangan internet yang sangat pesat
beberapa tahun belakang ini memungkinkan seseorang melakukan
segala sesuatu dengan mudah. Sebagai negara dengan penggunaan
internet terbesar keenam di dunia dan pertama di Asia tenggara,
Internet sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia
mulai hanya sekerdar chatting, posting di media sosial bahkan sampai
menjadi sarana penunjang bisnis paling menjanjikan. Tak ayal internet
seakan mengubah gaya hidup dan cara berfikir masyarakat. Internet
dengan segala kemudahannya inilah yang dimanfaatkan oleh
generasi langgas. Mereka menemukan caranya sendiri untuk
terhubung dan terkoneksi dengan orang lain lewat media sosial,
seperti Twitter, Facebook, Path dan sebagainya. Tidak ada lagi jarak,
dan semua saling terkoneksi. Mereka merubah tatanan nilai dan gaya
hidup selama ini menjadi serba digital.
Segalanya berubah semenjak ada Internet tak terkecuali
bagaimana orang berbisnis. Ingat perseteruan antara pengemudi
taksi konvensional dan taksi dan ojek online yang terjadi beberapa
bulan yang lalu. Hal itu merupakan bukti bahwa tak selamanya bisnis
berbasis internet berjalan mulus. Hal ini senada dengan yang
disampaikan Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia Rhenald
Kasali, bahwa kegiatan generasi Y yang melahirkan berbagai inovasi
akan membongkar, bahkan mengguncang, model-model bisnis lama
yang tidak efisien.
Salah satu tokoh inspirasi generasi langgas adalah Yasa Singgih,
seorang pemuda dengan usia tak lebih dari dua puluh tahun dengan
pengalaman luar biasa di bidang bisnis. Dimulai karena tuntutan
keadaan, ia mulai berjuang untuk bisa mendapatkan pemasukan
secara mandiri. Segala bisnis dan pekerjaan pernah ia coba. Mulai
dari menjadi seorang MC untuk acara-acara di pusat pembelanjaan
sampai jual beli baju online pernah ia jalani. Tak selalu mulus, di usia
yang belia ia harus menanggung kerugian ratusan juta karena gagal
di bisnis makanan. Namun hal itu tak membuatnya putus asa. Ia
bangkit dengan konsep bisnis yang lebih matang. Bisnis perlengkapan

mode khusus pria yang ia namai Mens Republic berkembang pesat.


Tak hanya Indonesia, produk sepatu Mens Republic bisa menembus
pasar Asia seperti di Hongkong dan Singapura. Buah dari kerja keras
dan semangat untuk selalu berinovasi, tahun ini banyak penghargaan
yang Ia dan Mens Republik dapatkan salahsatunya The Youngest
Forbes 30 Under 30 Asia in Retail & E-commerce Category 2016.
Yasa Singgih adalah satu dari banyak anak muda dari kelompok
generasi langgas yang mampu sukses di usia muda. Masih banyak
pemuda yang membuktikan bahwa dibalik banyak anggapan negatif
tentang generasi langgas, generasi langgas mampu mengembangkan
diri tanpa tergantung terhadap orang lain. Generasi yang berani
mengambil sikap dengan segala ide inovatif dan kreatif. Di tengah
lesunya pertumbuhan ekonomi, generasi langgas mampu hadir
menjadi penggerak ekonomi kreatif yang menjanjikan. Hal ini
dibuktikan dengan kontribusi bisnis-bisnis e-commerce pada
perekonomian Indonesia. Menurut data Departemen Perdagangan RI,
pada tahun 2016, nilai bisnis eCommerce di Indonesia diperkirakan
bisa mencapai Rp 120 triliun, dan bisa mencapai Rp 140 triliun dan
dalam tiga tahun ke depan. Di balik banyak keraguan tentang masa
depan bonus demografi ditangan generasi langgas, sudah saatnya
kita menunjukkan optimisme kita bahwa generasi langgas mampu
membawa Indonesia menuju masa keemasannya.
Lalu bagaimana dengan kita? Tentu sudah banyak buku dan
seminar tentang pengembangan diri. Sudah banyak pula kisah
keberhasilan yang telah kita baca. Namun pertanyaannya apa
selanjutnya yang kita lakukan. Seperti yang Yoris Sebastian katakan
bahwa Life is not about finding your self, life is about creating your
self, bahwa kisah-kisah orang sukses hanyalah inspirasi semata,
keberhasilan seperti apa yang ingin kita capai tergantung bagaimana
kita membentuk diri kita.
Pada akhirnya generasi langgas menjadi wajah baru negeri ini,
negeri yang mandiri dengan berbagai macam ide inovatifnya. Bahwa
generasi inilah yang akan membawa bangsa ini menuju Indonesia
emas menjadi satu dari sejuta angan-angan untuk negeri ini. Semoga
bonus demografi yang kita capai menjadi momentum kita, generasi
langgas, untuk terus berbenah dan meningkakan kualitas diri hingga
akhirnya siap menjadi tumpuan negeri ini.

Sumber:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, (2013), Optimalkan Manfaat
Bonus Demografi untuk Kemajuan Indonesia, diakses dari
www.LIPI.go.id pada tanggal 12 Oktober 2016
Supriyanto, Hery.,(2016), Bonus Demografi dan Fenomena Generasi
Y,Kompasiana,
21
September
2016
diakses
dari
www.kompasiana.com pada tanggal 12 Oktober 2016)
www.kbbi.web.id (diakses pada tanggal 13 Oktober 2016)
www.mensrepublic.info/tentangkami (diakses pada tanggal 13
Oktober 2016)

Anda mungkin juga menyukai