Anda di halaman 1dari 3

Alteza

BAB 1 (Pemutar Waktu)

Kegelisahan selalu membuatku terjatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Ketika aku terbagun
dari tidurku aku berdoa, memohon kepada yang Maha Kuasa agar memberikan ketabahan dalam
melewati ujian yang diberikan setiap harinya. Setelah aku berdoa, aku mengusap wajahku dan kemudian
mataku tertuju ke arah rak buku yang berada di samping kiri kasurku, yang letaknya tepat di atas meja
belajarku. Buku itu berjudul “Keabadian” cerita tentang vampir yang bisa hidup berabad-abad, terkadang
aku berpikir mereka luar biasa sangat kuat mampu melewati ujian demi ujian, aku membaca novelnya
hanya ingin tahu bagaimana cara mereka melewati setiap ujiannya. Dan aku belum mendapatkan
jawabannya, bahkan sampai saat ini. Tanpa berpikir Panjang, aku bersiap-siap untuk mandi dan Shalat
tahajjud, membaca al-qur’an dan dilanjutkan dengan shalat subuh.

1
(3 jam kemudian tepat jam setengah 7 pagi)
2
Aku mendengar suara kaki dari anak tangga menuju ke atas “Tok…Tok…Tok…” suara ketukan
pintu dari arah luar pintu kamarku, “Eza… Tara… Aya... Turun” Suara ketukan dari kamarku yang dibuat
Ibuku itu selalu terdengar setiap pagi memberitahu kami untuk sarapan.

Aku bergegas untuk menyiapkan buku berganti baju dan ke ruang makan untuk sarapan pagi.
Semua sudah berkumpul di meja makan. Papah, dengan pakaian yang sangat rapih, menggunakan setelan
Jas dan kemeja berwarna biru dengan dasi hitam corak putih, celana kain hitam dan sepatu pentopel
dengan rambur yang di gesbi dengan rapih, terlihat sangat rapih, kemudian kak Alayya yang bekerja
sebagai jaksa di kementrian hukum dengan pakaian dinasnya sehari-hari dengan jas hitam didalamnya
kemeja putih, rok panjang sampai kemata kaki, kaos kaki yang menutupi kakinya dengan sepatu hak
tinggi dan hijab yang dililitkan dilehernya dengan make up yang seadanya, tapi tetap cantik dan elegan.
Kemudian Kak Altara dengan jas putihnya dengan pin Almamater kedokterannya di sebelah kirinya,
menandakan dia dokter Spesialis jantung, begitu menawan. Sedangkan aku adalah seorang Mahasiswa
jurusan Al-Qur’an dan ilmu hadist, mungkin aku tidak bisa seperti kakak-kakakku yang begitu hebat
dimata orang, tetapi aku akan menjadi orang yang akan membantu mereka untuk memasuki surga nya
Allah dengan menjadi seorang pendakwah.

“Baiklah Eza, kamu pimpin doa ya seperti biasanya.” Ujar Papah. Hal seperti ini selalu aku
lakukan setiap hari. Tanpa berlama-lama aku pun memimpin doa agar segera menyelesaikan makan dan
berangkat ke kampus. Aku, dan kakak-kakakku bersalaman kepada kedua orangtua kami memohon doa
restu agar dilancarkan setiap kegiatan yang akan kami lakukan pada hari ini, kemudian kami berpisah
dengan Kak Aya dan Kak Tara menaiki mobil sedangkan aku menggunakan motor beat kesayangan aku.
Sebelum berangkat aku dipanggil oleh papahku, “Alteza!!” Aku pun turun terlebih dahulu dari motor dan
menghampiri papah.

Dengan tersenyum tipis aku bertanya, “Ada apa Pah? Ada yang bisa Eza bantu?” Tanyaku
dengan sopan, yang merupakan salah satu adab untuk menghormati orangtua.

Papah tersenyum kemudian memegang pudak sebelah kananku, “Apa kamu mau ganti motor
kamu? Gimana kalau kamu memakai mobil saja sama seperti kakak-kakakmu, apa kamu tidak tertarik
memiliki sesuatu yang sama seperti kakakmu?”

Aku tersenyum lebih lebar dan berkata, “Tidak pah, aku pakai motor yang sudah ada saja, lagian,
aku tidak mau menyusahkan Ibu dan Papah.”

Mendengar ucapanku, Papah langsung memeluku sembari berkata, “Kamu memang anak yang
luar biasa, kamu tidak pernah meminta apapun kepada kami.” Papah melepas pelukannya dan lanjut
berkata, “Tapi, kami sebagai orangtua sangat khawatir ke kamu atas sikap kamu ini. Kami juga sebagai
orangtua, ingin sekali dibutuhkan oleh anak-anaknya, termasuk kamu sayang.” Ujar Papah sembari
mengusapkan kedua tangannya ke kedua bahuku.

Aku menghela nafas dan mencoba untuk memberi pengertian agar Papah tidak salah paham.
“Pah, sudah saatnya aku berbakti kepada Ibu dan Papah. Aku sudah merepotkan Kalian dengan
mengurusku waktu kecil dan membiayaiku sekolah hingga saat ini, aku tidak mau lagi merepotkan kalian
lebih dari ini Pah.”

Mendengar ucapanku Papah mengeluarkan air mata, dengan cepat juga Papah mengusapnya
dengan kedua tangannya dengan cepat agar aku tidak meliahat. Padahal aku sudah melihatnya dengan
sangat jelas. Aku sangat senang jika perbuatanku ini bisa membuat orangtuaku Bahagia.

“Baiklah, jika kamu perlu sesuatu, kamu bilang ke Papah ya nak, jangan membuat papah
Khawatir.” Ujarnya terlihat Khawatir sekaligus wajah Bahagia terpancar diwajahnya.

Aku tersenyum dan menganggukan kepala dengan pelan. “Baiklah Pah, Papah tidak udah
Khawatir dan cemas kepadaku, aku berjanji jika aku membutuhkan sesuatu yang tidak bisa aku tangani
sendiri, InsyaAllah aku akan minta kepada Papah dan Ibu untuk membantuku.”
“Baiklah kalau begitu Papah pergi dulu ya, sampai jumpa nanti sore ya. Assalamu’alaikum.” Ujar
Papah yang dengan cepat masuk kedalam mobilnya dan melajukan mobilnya dengan sangat cepat.

“Wa’alaikumsalam Warrahmaytullahi wabarokatuh.” Jawabku.

Ibu yang sedari tadi memperhatikanku dan papah berbincang menghampiriku dan langsung
memelukku, “Alteza, kamu adalah anak yang paling Papah dan Ibu banggakan. Jika kami dipanggil oleh
Allah, Ibu mohon, jagalah kakak-kakakmu dan jangan melupakann kewajibanmu untuk beribadah dan
mencari ridho Allah ya. InsyaAllah kamu sudah membuat kami Bahagia, karena kebahagiaan kami ada
pada kamu nak.” Ibu melepaskan pelukannya dan tersenyum lepas.

Aku tidak tahu, harus menganggap ini adalah suatu kebanggaan atau beban tanggung jawab yang
harus aku pikul. Tetapi apapun itu, aku selalu berharap tidak ada kesedihan di dalam keluarga ini.

“Kalau begitu, aku pergi dulu ya Ibu, Ibu jaga Kesehatan ibu, dan jangan lupa istirahat yang
cukup ya Ibu.” Ujarku sembari mengingatkan Ibu untuk menjaga kesehatannya.

Ibu tersenyum lagi dan berkata, “Baiklah sayang, kamu pergilah, nanti kamu telat lagi kuliah,”
kemudian ibu melihat jam tangan yang dipakainya, “udah jam 7 nih.”

Aku tertawa tipis dan menjawab “Oia bu, aku pergi dulu ya. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam Warrahmaytullahi wabarokatuh.” Jawab Ibuku.

(Sesampainya di kampus)

Aku berjalan menelusuri kampus menuju ke jurusan untuk bimbingan dengan dosen di salah satu
mata kuliahku. Kebiasaan Ketika aku berjalan adalah menundukan kepala, aku gak tau kenapa tapi aku
lebih suka aja kalua aku menundukan kepala.

Hari ini itu gak kayak hari biasanya. Suasananya terlalu cerah membuat badanku terasa panas,
sedangkan tipe badanku adalah terlalu gampang mengeluarkan keringat. Tetapi, semakin aku berkeringat
semakin banyak orang yang menatapku, aku tidak tahu kenapa, tapi rasanya aku sangat risih. Makanya
aku lebih suka hujan. Karena hujan bisa membuatku merasa lega dan tenang.

“Woy Broo!!” Teriak Azhar dengan teriakannya yang sangat kencang. Aku hanya tersenyum dan
mendekati sahabatku itu.

“Assalamu’alaikum…”Ujarku sembari menundukkan kepala.

“Wa’alaikumsalam.. iya iya sorry, lupa gue.” Jawab Azhar sembari merangkulku menuju ke
kelas.

Anda mungkin juga menyukai