Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan Kliping yang berjudul “Cerpen”.
Dalam Penulisan Kliping ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan Kliping ini. Dalam
penulisan Kliping ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan Tugas ini,
rekan-rekan yang telah memberi motivasi kepada kami Akhirnya penulis berharap
semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan

1.1. Latar belakang ..............................................................................

1.2. Tujuan ...........................................................................................

BAB II Contoh-contoh Cerpen

2.1. Cerpen I.......................................................................................

2.2. Cerpen II .....................................................................................

2.3. Cerpen III ....................................................................................

2.4. Cerpen IV....................................................................................

2.5. Cerpen V .....................................................................................

2.6. Cerpen VI ...................................................................................

2.7. Cerpen VII ..................................................................................

2.8. Cerpen VIII ................................................................................

2.9. Cerpen IX ...................................................................................

2.10. Cerpen X ....................................................................................

Bab II Penutup

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Cerpen merupakan suatu bentuk prosa naratif fiktif.Cerita yang cenderung
padat dan langsung pada tujuannya di bandingkan karya fiksi yang lebih panjang.

1.2 Tujuan
Secara terperinci tujuan pembentukan kliping cerpen ini adalah agar siswa
dapat mengetahui contoh-contoh cerpen.

BAB II
CONTOH-CONTOH CERPEN
2.1 Cerpen I

SAHABAT KEHIDUPAN
Oleh : Maulana Eka Putra

Di pagi ini suasana sangat berbeda, tak seperti pagi-pagi yang sebelumnya
ku lalui dengan senyuman nama ku eka di dalam suatu keluarga ku yang utuh
yang saling mengisi kisah-kisah indah di dalamnya. Yah, pagi ini aku baru saja
kehilangan dari salah satu anggota keluarga ku, yaitu seorang Ayah. Tepat sekitar
pukul 05:00 ayah ku bernama pak seno pagi tadi beliau telah dipanggil olah Yang
Maha Kuasa. Pagi ini menjadi pagi terakhir ku untuk menatap sesosok sahabat
bagi ku yang hampir setiap saat selalu menemani dan bisa menjadi inspirasi ku
untuk menjalani kehidupan ini.

Ayahku meninggal karena sakit keras yang sudah lama menyiksa dirinya.
Tetapi sebelum ajal menjemputnya ia selalu terlihat tersenyum di depan anak-
anaknya dan keluarganya. Terlihat dari senyumnya itu ia tidak terlihat sakit.
Memang Ayah ku menjadi sosok yang hebat bagi keluarga. Aku harus bisa
mencontoh kehebatansesosok Ayah yang tiap hari harus memikul beban untuk
menafkahi keluarganya. Yah, di sini aku menjadi sesosok kakak bagi adik-adik
ku, sebelum meninggal juga Ayah selalu berpesan pada ku, agar aku bisa menjadi
seorang yang tegar yang mampu menghadapi masalah kehidupan yang sangat
keras. Dulu Ayah pernah berpesan agar aku belajar untuk menjadi lebih dewasa
karena apabila dirinya telah tiada maka aku yang akan menggantikan dirinya di
dalam keluarga ini.Di depan jasadnya pula aku setia di sampingnya untuk
menjaga sebelum ia di pindahkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tidak
henti-hentinya aku selalu berdoa untuknya walaupun terus saja air mata mengucur
dari kedua mata ku, sambil aku selalu mengingat kenangan indah bersamanya.
Terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang di bacakan untuk

mengantarkan kepergian Ayah ku, dan juga tak berhenti-hentinya orang-orang dan
rangkaian bunga yang datang untuk memberikan rasa berduka cita kepada
keluarga ku. Di luar rumah juga sudah ramai orang-orang sedang mempersiapkan
untuk acara penguburan siang nanti. Bendera warna kuning telah terpajang di
sana-sini.

Tak luput dari itu semua kini yang di butuhkan oleh Ayah ku bukan
rangkaian bunga, bukan rasa duka cita dari orang lain, dan juga bukan tangisan
dari orang lain, tetapi yang dibutuhkan hanyalah doa seorang anak untuknya. Doa
itulah yang akan mengantarkannya di tempat yang sangat indah di alam sana.
Maka dari itu aku harus tegar dan terus berdoa untuknya. Tiba-tiba saja adikku
yang baru berusia 3 tahun datang pada ku, mungkin dia salah satu keluarga ku
yang tidak merasakan kesedihan, karena dia belum mengerti apa-apa. Pada saat
orang-orang yang lain larut dalam kesedihan, dari tadi dia hanya sibuk dengan
mainan mobil-mobilannya. Tiba-tiba saja dengan lugunya dia bertanya pada ku.
“Kak, ko di rumah banyak orang siihhh ??” Aku pun hanya diam tanpa kata-kata,
dan dia pun kembali bertanya pada ku.

“Kak, Ayah lagi tidur yahh ??”

“Iya itu Ayah lagi tidur”

“Kenapa ga di bangunin ajh kak, kan lagi banyak orang di rumah”

“Jangan, mungkin Ayah lagi kecapean kan kemaren Ayah baru saja dari
rumah sakit”

“Oh iya, yaudah deh biarin Ayah tidur ajh entar kalo Ayah udah bangun
panggil aku yah kak ! aku mau mainan sama Ayah”

Begitulah yang hanya aku bisa sampaikan kepada adikku, aku tidak bisa
mengatakan yang sesungguhnya bahwa Ayah akan pergi selamanya dan tidak
akan mungkin bisa kembali lagi bersama-sama dengan kita, karena dia belum
mengerti apa-apa.

Tibalah saatnya prosesi pemakaman yang sebelumnya jasad ayah ku telah di


mandikan dan di sholatkan. Setibanya di kuburan, di sana sudah banyak orang-
orang yang menunggu. Telah di siapkan juga kuburan berukuran 2 x 1,5 m untuk
tempat peristirahatan terakhir Ayah ku. Aku pun teringan petuah yang dulu Ayah
berikan pada ku. Bahwa janganlah kita selalu mementingkan kepentingan duniwi,
karena kelak kita akan mengalami kehidupan setelah di dunia ini yaitu kehidupan
di akhirat. Sebesar apapun rumah yang kita miliki nantinya kita akan menghuni
tempat yang terbuat dari tanah berukuran 2 x 1,5 m, sebagus apapun baju yang
kita kenakan di dunia, maka baju yang paling layak di gunakan di tempat
peristirahatan yang terakhir hanyalah kain kafan berwarna putih yang membalut
tubuh kita.

Ayah selalu memberikan nasihat-nasihat yang sangat bermanfaat untukku


sewaktu dia masih hidup, kini aku yang harus menggantikannya dengan
memberikan nasihat-nasihat kepada adik ku. Aku selalu bersyukur kepada Tuhan,
karena ia telah memberikan malaikat yang begitu sempurna yang memberikan
keindahan dalam hidup ku yaitu sesosok Ayah. Terimakasih Tuhan ! Ayah, di
tempat ini sebagai tempat kita terakhir bertemu semoga apa yang dulu Ayah selalu
berikan padaku sejak aku kecil selalu bermanfaat dalam hidup ku. Kini aku yang
akan menggantikan dirimu, aku akan menjaga keluarga ini semampu ku. Aku juga
akan mencoba menjadi seorang yang tegar seperti mu, aku juga ingin menjadi yg
terbaik bagimu. Kenangan-kenangan indah yang ku lalui bersama mu akan selalu
aku ingat. Kata-kata yang keluar dari bibir mu menjadi pelajaran bagi ku. Selamat
tinggal ayah aku akan selalu mengirimkan doa untuk mu kapan pun dan di mana
pun. Dalam hidup kau selalu menjadi Sahabat Kehidupan bagi ku, walaupun raga
mu sudah tiada tetapi kasih sayang mu yang kau berikan selalu akan hidup dalam
keluarga ini. Aku selalu berharap suatu saat kita akan bertemu di suatu tempat
yang sangat indah yaitu di surga.

THE END

2.2 Cerpen II
Permintaan Maaf Yang Terlambat

Disebuah kota di Jakarta ada sekolah yang bernama SMAN 9 ada


sekumpulan anak geng yang bandel dan paling gak bisa diatur dari semua siswi
yaitu kita kenal aja mereka bernama Stella , Karin , Fhe. Mereka ini adalah cewek
penguasa dan banyak ditakutin disekolah mereka terutama para cwek’’ tapi hanya
ada satu cwek yang gak takut ama mereka dia bernama ‘’ Riri ‘’ cwek tomboy,
baik dan maniez. Keesokan harinya di SMAN 9 kedatangan murid baru dari
Bandung dia bernama ‘’ Ariesta ‘’ cewek baru yang cantik, menawan baik, dan
polos. Setelah Ariesta memperkenalkan dri dan akhirnya Bu guru menyuruh
Ariesta duduk disamping Riri disinilah Riri mempunyai sahabat. Ternyata ada
yang gak suka ama Ariesta yaitu kelompoknya si Stella dan kawan – kawan
mereka gak suka ama Ariesta katanya si karena semua cwok pada girang kalau
lihat dia dan sok kecantikan.Tapi karena Ariesta gadis anak baik dan polos
dihiraukan saja sama Ariesta.dan dia langsung menuju ke kantin untuk nyari si
Riri setelah itu Setelah satu bulan Ariesta sekolah ada aja kejailan yang dilakuin
sama temen-temanya Stella, waktu itu Riri lagi gak masuk sekolah karena sakit
dan ini saatnya Stella dan kawan’’ merencanakan sesuatu yaitu ingin membuat
Ariesta discros. Akhirnya Stella membuat ide dengan Karin mereka menyuruh
Fhe buat naruh Hp dan dompetnya ke tas Ariesta setelah itu Fhe lapor ke pak
Kepsek kemudian pak Kepsek memeriksa satu per satu tas mereka semua dan
akhirnya dompet dan hp itu ketemu di tas Ariesta dipanggilah Ariesta ke ruang
pak Kepsek dan ditanya. Kamu mengambil hp dan dompet Fhe Ariesta ? Gak pak
sumpah saya tidak tau apa’’ tentang hp dan dompet fhe pak jwab Ariesta. Udah
kalau kamu gak mau ngaku bapak scors kamu selama satu munggu. Akhirnya
selama satu minggu ariesta tidak sekolah dan keesokan harinya riri masuk. Riri :
mana ariesta ya ? Wahyu : kamu gak tau ya apa yang terjadi kemaren? Riri :
emangnya ada apa ? yu Wahyu : ariesta difitnah nyuri dompet dan hpnya fhe
maka dari itu dia di scors Riri : apa? KETERLALUAN Akhinya riri langsung
nyamperin kelompoknya Stella dan memaki-maki mereka.Setelah satu minggu

berlalu ariesta masih belum ada kabar dan riri cemas takut ada apa’’ sama ariesta
akhirnnya riri berencana setelah pulang sekolah dia mau ke rumah ariesta tapi
setelah istirahat ada berita duka ariesta masuk rumah sakit karena dia terkena
leokimia dan sekarang keadaanya lagi kritis setelah mendengar berita seperti ini
riri menangis dan klompok si stella mnyesal krena mreka sudah memfitna si
ariesta hingga tidak msuk sekolah. Akhirnya mreka langsung pergi ke rumah sakit
untuk melihat keaddan ariesta tetapi setelah mreka sampai rumah sakit ternyata
mrekka terlambat Ariesta sudah tiada dia mninggal. Menyesalah stella, karin, fhe
karena mreka blum minta maaf sama ariesta. Tapi kata dokter ariesta mnitipkan
surat terakhir buat teman’’nya terutama RIRI Surat qw buat sahabat’’ qw
Haaiii....... sahabat ku apa kabarnya qw harap kalian semua baik’’ aja hariech ini
teman – teman maaf ya kalau aq gk blg’’ kalau aq sakit aq gk mau bikin klian
sedih. Riri jaga drimu baik’’ bila esok aq tdak bisa bangun kembali. dan Stella,
Karin, Fhe aq tau kalian ngelakuin itu semua krena ada tujuannya , aq maafin
semua yg kalian lakuin ke aq kok dan aq jgha gk marah. Tapi ada syaratnya
tolong jaga Riri jagan sampai dia meneteskan air mata dari mata yang indahnya
itu.Sahabat qw dengarlah aq saat qw bersedih, saat qw sendri sahabt qw kaulah
nafas qw pelita qw seluruh hidup qw,.,.,for ever slamanya sampai ktemu di surga
yaaa,.,.,.,AMIEN

2.3 Cerpen III

Pengorbanan Seorang Ibu

Dinda adalah anak ketiga dari ketiga bersaudara.Dia anak dari Ibu Aisyah
yang sekarang sedang sakit-sakitan.Dinda adalah anak yang cuek dan tidak mau
perduli kepada ibunya yang sedang sakit-sakitan.Dinda hanya mementingkan
kesenangannya,ditimbang ibunya sendiri.Pada suatu hari pada saat Dinda pulang
sekolah.Dinda pada saat itu sangat lapar.Di dapur tidak ada makanan,karena ibu
Aisyah belum begitu sehat,jadi ibu Aisyah tidak sempat memasak.Dinda sangat
marah dan kesal.”Kok,nggak ada makanan sih?? Aku laper nih..!”Kata Dinda

dengan nada tinggi sambil melemparkan tudung. Ibu Aisyah mendengar omelan
Dinda di dapur, ibu Aisyah langsung masuk ke Dapur.”Ada apa sih?Nak..?”
Dengan sabar ibu Aisyah bertanya kepada Dinda.“Ibu ini gimana sih’..?aku kan
pulang sekolah,Laper..Bu! Seharusnya makanan sudah harus siap di meja
makan!”Dinda menyentak ibunya tanpa ada rasa takut atau kasihan kepada ibunya
yang belum begitu sehat.”Sabar…!tadi ibu menyuruh kedua kakakmu untuk pergi
ke pasar,untuk membeli sayur-mayur.Pasti habis ini mereka pulang”Ibu Aisyah
menjawab dengan penuh kesabaran,berbeda dengan Dinda yg selalu membentak
kepada ibunya.Tiba-tiba terdengar … “Assalamuallaikum…!”terdengar suara
lembut kedua kakak Dinda yg baru pulang dari pasar.“Tuh..mereka datang!”kata
ibu Aisyah kepada Dinda yg masih cemberut.”Kak Arrum dan kak Aluna
sekarang cepat masakin buat aku!aku udah laper!”bentak Dinda kepada kedua
kakaknya .”Eh,kamu tuh’ main suruh aja! kami kan baru pulang dari pasar!”jawab
Aluna kepada Dinda.”Udah,lah!kalian nggak usah banyak omong,cepet bikinin
masakan!Udah laper tau’..!”perintah Dinda kepada kedua kakaknya.Dengan
sedikit tidak ihklas .Arrum dan Aluna memasakan masakan untuk Dinda.Setelah
masakan yg di masak Aluna dan Arrum sudah sudah siap.Dinda langsung
melahapnya dengan rakus.Maklumlah Dinda sangat lapar.Sampai makananya pun
habis, hanya tersisa piring dan sendok saja.Aluna dan Arrum pun tidak kebagian
padahal itu adalah masakan mereka sendiri.Betapa jengkelnya mereka melihat
piring kosong yg tergeletak di meja.Pada suatu hari Dinda berencana untuk pergi
bersama teman-temanya.Pada saat itu Dinda tidak punya banyak uang.Dinda pun
berniat untuk mengambil uang ibunya itu.Tanpa salam,Dinda langsung menerobos
pintu dan langsung mengambil dengan kasar uang yg masih di genggam
ibunya.“Jangan Nak…!Uang itu digunakan untuk membayar hutang-hutang
kita!”kata ibu Aisyah kepada Dinda.”Nantikan bisa cari lagi!aku butuh banget
uang ini!”.Aluna dan Arrum langsung masuk ke kamar,setelah mendengar suara
Dinda “Asstaufirllah… sekarang balikin uang ibu !”Bentak Arrum kepada
Dinda.”Iya! cepat balikin uang ibu ! Kamu buat apa sih uang itu?”tanya Aluna
dengan mencoba merebut uang yg di genggam Dinda.”JANGAN…
Lepaskan!”teriak Dinda dengan mendorong kakaknya.Aluna dan Arrum tidak
berhasil merebut uang yg sudah dibawa Dinda,karena Dinda sudah keburu
pergi.Ibu Aisyah hanya bisa sabar.Betapa mulianya hati ibu Aisyah.Beberapa
waktu kemudian.Setelah Dinda pergi.Aluna mendapat kabar dari
tetangganya,bahwa Dinda kecelakaan.Bahkan saking kagetnya Ibu Aisyah sempat
pingsan.Ibu Aisyah,Aluna dan Arrum segera berangkat ke rumah sakit.Setiba di
rumah sakit,tepat di kamar Dinda di rawat.Terlihat Dinda terdiam diatas
ranjang.Pandanganya kosong,terlihat raut wajah Dinda yg begitu
hampa”Dinda..apa yg terjadi sama kamu,Nak?”tanya ibu Aisyah panik, sambil
menangis.Dinda terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan ibunya.”Nggak
ada gunanya lagi aku hidup.Aku sekarang udah nggak bisa liat lagi! AKU
BUTA…!!” teriak Dinda menyesali apa yg tengah menimpanya.Arrum dan Aluna
hanya mencoba menenangkan Dinda dan ibunya.Pada hari ke3 Dinda di rawat di
rumah sakit.Tiba-tiba dokter masuk ke kamar Dinda.”Dinda,jangan terus-menerus
seperti ini dong!!”kata dokter mencoba sedikit menghibur Dinda.”Din,ada seorang
dermawan yg mau mendonorkan retina matanya untuk mu!”kata
dokter.Mendengar hal itu Dinda sangat senang,bahwa setelah ini Dinda akan
dapat melihat lagi.”Siapa Dok,orang dermawan itu?”tanya Dinda dengan penuh
semangat kepada dokter.”Pokoknya dia adalah orang yg sangat baik!”jawab
dokter.Mendengar jawaban dokter,Dinda pun bingung!.Waktu yg di tunggu
akhirnya sudah tiba.Waktunya Dinda dioperasi.2 jam Dinda di operasi.Dan
hasilnya Dinda dapat melihat kembali.“Lihat kak! Aku bisa melihat lagi!”kata
Dinda kepada kedua kakaknya dengan raut wajah bahagia dan senang.Tapi
sebaliknya,Arrum dan Aluna tidak menyambut gembira dengan sembuhnya
Dinda.”Kenapa sih kalian?kalian nggak suka ya..aku bisa liat lagi?”bentak Dinda
kepada kedua kakaknya.”Kamu tau’ siapa orang yg mendonorkan matanya untuk
kamu…? Dia itu ibu,Din..! yg selama ini kamu bentak-bentakin..!”Bentak Arrum
kepada Dinda dengan mata berkaca-kaca.Dinda pun terdiam sejenak.Mata Dinda
berkaca-kaca penuh penyesalan.Dinda pun tiba-tiba langsung berlari menuju
kamar mayat.Arrum dan Aluna mengikutinya.Diruang mayat.Terlihat ibunya yg
sudah terbujur kaku tak bernyawa.Dinda pun menangisi dengan penuh
penyesalan.”Bu…bangun Bu!Kenapa ibu tidak membiarkan aku buta selama-
selamanya! Maafkan aku Bu…! Selama ini aku banyak salah kepada ibu!”kata
Dinda sambil menangis penuh penyesalan.Sudah terlambat Dinda untuk meminta
maaf kepada ibunya yg sekarang sudah tak bernyawa lagi.Hanya ada satu yg dapat
dilakukan Dinda untuk menebus kesalahan-kesalahannya kepada ibunya yaitu
TERUS BERDOA KEPADA ALLAH SWT AGAR IBU NYA BISA DITRIMA
DISISI ALLAH SWT” ♥

2.4 Cerpen IV

Mengalah Cinta Demi Sahabat

Aku adalah seorang remaja yang baru berusia 13 tahun. aku sekolah di suatu
sekolah menengah pertama. disini aku mempunyai 4 teman baik, yaitu arumi,
shella, putri, dan yasmine. kami sangat kompak.pada suatu hari ada praktek
pelajaran di kelasku, dan semua perebuatan untuk pertama. dan aku sudah
mengambil ancang* untuk lari, dan duduk di bangku meja guru. lalu aku pun
berlari, dan sampai, namun, ketika aku duduk, seseorang juga duduk di bangku
itu. yap, kami berdua duduk di bangku yg sama. ternyata seseorang yg duduk itu
adalah reza. pada saat itu, kami saling memandang, aku merasakan ada sesuatu
yang aneh saat itu, hatiku terasa terkena setrum. Tapi entah apa yg ia rasakan. saat
itu semua anak sekelas menyorakiku "cieeee" kata mereka kompak, dan terus
menerus. lalu akhirnya dia mengalah, dan aku yg di tes duluan.dan setelah itu,
sahabatku bilang "cie syelza"kata putri " apaan sih, aku tuh ga suka sama dia "
kataku mengelak "oh yaudah" balasnya.sejak saat itu kami berdua sering di ejek.
aku gatau aku senang atau kesal.aku tidak berani merasakan rasa ini karena
sahabatku putri juga menyukainya. aku tidak tega untuk melukai hatinya.aku dan
reza sering smsan dan ngobrol/bercanda bareng. padu suatu saat, aku sedang
berdua sama dia saat pulang sekolah untuk pulang bersama. di tengah perjalanan
dia menyatakan cinta kepadaku "syel, emhh, aku mau ngomong sama kamu", kata
reza, aku menjawab "iya, mau ngomong apa ?"balasku, lalu ia bilang "emhh.. aku,
aku "''aku apa?", "emh, aku, suka sama kamu, kamu mau ga jadi pacar aku ? "kata
reza. aku bingung mau jawab apa, aku memang suka sama dia, tetapi sahabatku
juga suka sama dia, aku ga mau untuk menghancurkan hatinya. aku terdiam. dan
akhirmya aku menjawab "emh, ntar dulu deh, aku pikir* dulu" jawabku, lalu dia
bilang "yaudah sampai kapanpun aku akan nunggu kamu" kata reza, "ya, makasih
ya"Sejak saat itu aku jadi menjauh darinya, dan diapun merasakan iu, lalu ia
bertanya kepadaku "gimana syel, kamu mau ga? aku bener* sayang sama kamu"
kata reza. dan ternyata saat reza bilang itu putri dan beberapa teman yang lainnya
mendengar. "ehemm, ada yang lagi tembak*an nih" kata rizky, sahabat
reza,"ciee,udah terima,terima"kata fani. aku diam, aku menatap wajah putri, dan
sepertinya ia mengiyakan, tetapi aku tau kalau putri sakit hati. lalu putri
meninggalkan kami. aku pergi mengejar putri dia menangis, aku minta maaf sama
putri, diapun memaafkanku.lalu aku pegi ke reza dan bicara "kamu bener suka
sama aku ?" kataku, "iya, aku sangat suka aku sangat mencintaimu", "kalo kamu
suka sama aku, kamu jauhin aku, dan kamu lebih baik pacaran sama putri, karna
dia benar* mencintaimu" kataku. "tapi aku sayangnya sama kamu, bukan sama
putri, tapi kalo itu mau kamu, yaudah aku akan coba" jawabnya "makasih ya,
kamu memang cowok yang baik".lalu sejak saat itu reza mendekati putri,dn
setelah beberapa waktu, mereka jadian. aku sedih sekalius senang, aku cemburu
setiap mereka berdua. tetapi aku yg memintanya, dan harus bagaimana lagi.setelah
itu reza datang padaku, dan ia bilang "ini kan maumu ? walaupun sekarang aku
belum mencintainya, dan aku masih sangat mencintaimu, tapi aku akn berusaha
untuk mencintainya" dan sebelum aku bilang apapun, dia sudah pergi
meniggalkanku.yah,mungkin inilah resikonya, aku menermanya, walaupun sulit
untuk melakukannya.

2.5 Cerpen V

Kasih sayang
Ani kadang-kadang merasa heran dengan Ibu. Sebab Ani pikir, kadang-
kadang Ibu banyak sekali omongnya alias ceriwis. Kadang-kadang tak sedikit pula
candanya. Tapi tak jarang pula Ibu galak sekali. Dan pada kali lain, Ibu kerap kali
baik sekali bagai malaikat. Syukurnya, di antara sekian banyak sifat-sifat Ibu yang
Ani sebutkan itu, kebaikan Ibulah yang paling banyak Ani rasakan. Kawan, terus
terang saja, Ani sangat sayang pada Ibu. Dan Ibu pun Ani kira, tak kurang
sayangnya pada Ani. Kadang-kadang Ani berpikir, bagaimana jadinya dengan
hidup Ani jika Ibu tidak ada. Uih, tak terbayang, deh. Mungkin Ani akan sangat
menderita. Soalnya Ani punya teman yang ibunya sudah meninggal. Kasihan deh,
kawan tersebut kelihatannya sedih sekali. “Apa pun yang kita miliki, semua tak
ada artinya jika dibandingkan dengan Ibu!” itu kata kawan tadi kepada Ani.
Waktu berkata begitu, kawan tersebut tampak terisak-isak, kemudian menangis
terguguk. Uh! Lita amat kasihan melihatnya.Dan Ani berusaha menghiburnya
sebisa Ani. “Kamu jangan sedih begitu, Ton! Aku kan jadi ikut sedih. Hu-hu-
hu...!” Toni nama kawan Ani itu, kemudian memegangi tangan Ani. Lantas kami
berangkulan sambil bertangisan. Kawan-kawan lain tentunya menjadi keheranan.
Tapi mereka tahu juga, bahwa Toni sudah tak mempunyai ibu. Kalau teringat
akan Toni, pasti rasa sayang Ani sama Ibu jadi bertambah. Memang betul sih,
kalu siang hari kecuali hari Minggu, Mama senantiasa pergi. Tapi di luar itu,
Mama selalu bersama Ani, menemani Ani. Pada saat itulah perhatian Mama
dirasakan Ani begitu tumpah ruah. Jadi kadang sangat berlebih malah. Akan tetapi
saat ini Ani sedang mangkel sama Ibu. Ya, soalnya Ani pikir Ibu keterlaluan. Ani
dibuatnya jengkel, kecewa, dan karenanya Ani menangis. Masalahnya sih
memang sepele. Tapi terus terang, Ani merasa dirugikan oleh Ibu. Begini
ceritanya. Ani uh, kan baru saja meminta dibelikan pensil 2B sama Ibu, sebab
pensil Ani yang lama sudah sangat pendek. Ibu membelikan Ani pensil di ruko
yang letaknya tidak jauh dari rumah. Karena merasa mampu, maka Ani
menajamkan pensil tersebut dengan pisau silet. Ani sengaja tidak minta bantuan
Ibu, karena Ani pikir menajamkan pensil adalah soal gampang. Setelah pensil
tersebut selesai Ani tajami, maka Ani simpan di tempat pensil. Ani pikir, pensil
tersebut sudah cukup tajam dan besok di sekolah bisa digunakan dengan baik.
Tahu-tahu saat Ani, mau berangkat sekolah, pensil itu dalam keadaan tergeletak
bersama wadahnya, di luar tas sekolah. Mending kalau tidak ada perubahan apa-
apa dengannya, tapi di atas meja belajar itu Ani lihat pensilnya tiba-tiba saja telah
menjadi lebih pendek dari sebelumnya. “Bu! Siapa yang merusak pensilku?” Ani
langsung berteriak ke arah ibu yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi
bersama bibi pembantu di dapur. “Ibu tajamin pakai serutan Ani. Menajamkan
pensil kok pakai silet, kan jelek hasilnya ?” sahut Ibu. Ani mengamati pensil
tersebut beberapa saat. Betul sih, lebih rapi kelihatannya. Tapi kok jadi lebih
pendek? Ketika Ani pegang mata pensil tersebut, plok, copot deh. Ibu sih nggak
tahu, kalau serutan pensil tersebut sudah tumpul. “Ibu si... lihat deh! Kan pensil
Ani jadi rusak dan pendek begini. Hu-hu-hu!” Dan Prang! Pensil tersebut Ani
banting ke arah dapur. “Oh, kok malah jadi keterusan begitu, Ani?” Ani nggak
peduli. Ani terus saja menangis. Mangkel sih. Pensil sudah bagus-bagus Ani
tajami, eh malah dirusak oleh Ibu. Dengan membawa pensil tersebut, Ibu
menghampiri Ani. “Lihat, mata pensilnya jadi patah deh! Kamu sih, kok kasar
begitu!” “Uh-hu-hu! Ibu sendiri yang matahin pensil itu! Hu-hu-hu! Ibu juga yang
rusak itu pensil. Semalam Ani kan sudah bagus menajamkannya dengan silet! Eh,
Ibu malah tajamin lagi pakai serutan. Hu-hu-hu! Nggak mau! Ani nggak mau lagi
pakai itu pensil! Hu-hu...!” Ani terus nyerocos sambil menangis. Untunglah Papa
segera datang untuk menghibur. “Sudah, Ani! Toh dengan menangis begitu, tidak
membuat pensil Ani jadi panjang kembali. Sudahlah! Biar nanti Papa ganti
dengan pensil baru! Ayo, sekarang biar pensilmu itu Ibu tajamin kembali! Dan
Ani segera sarapan, sebentar lagi mobil jemputan pasti datang. Maka Ani pun
berhenti menangis. Tapi hatinya masih tetap mangkel sama Ibu. Sampai di
sekolah Ani masih sedikit sesenggrukan. Sampai-sampai Toni yang seperti biasa
menyambut di gerbang sekolahan keheranan. “Kamu menangis, ya?
Kenapa ?”tanyanya. Maka Ani ceritakan semuanya kepada Toni. Ani bilang, Ani
jengkel sekali sekali dengan Ibu. Toni malah termangu- mangu. Lalu setelah itu
Toni memberikan beberapa nasihat. Ani lantas kembali teringat bagaimana kasih
sayang Ibunya terhadap dia. Ah, ah! Ani tiba-tiba jadi merasa salah sama Ibu.
Maka buru-buru Ani keluarkan pensil tersebut dari dalam tas. Ani amati. Ada Ibu
di situ. Tersenyum ke arah Ani. “Oh, Maafkan Ani, Mama!”
2.6 Cerpen VI

Anak Penjual Minyak Tanah

Bu Cici menyiapkan jerigen kecil dekat pintu dapur. Persediaan minyak


tanah sudah kian menipis. Biasanya si kembar Ferdi dan Andi yang membeli
minyak ke warung Pak Tatang sambil berboncengan naik sepeda. Pukul 12 siang,
suara keduanya terdengar dari jauh. Mereka bersenda-gurau meskipun matahari
menyengat di luar sana. Keringat membuat wajah keduanya basah. Tapi tak
membuat mereka lemas. Ferdi menyandarkan sepeda di tembok rumah kemudian
menyusul Andi masuk ke dalam rumah. Dilihatnya sang ibu mengisi piring
dengan nasi. Ferdi ingin cepat-cepat makan, tapi sebelumnya dia harus mengganti
seragam sekolahnya. Si kembar duduk mengelilingi meja makan. Masing-masing
di hadapan mereka tersedia sepiring nasi, lauknya tempe goreng dilapisi tepung,
dan masih hangat. Sang ibu membelai kepala mereka sebelum Ferdi dan Andi
menyantap hidangan sederhana itu. Ferdi dan Andi memang kelaparan. Apapun
lauk yang dimasak ibu mereka selalu terasa nikmat. Memang lauk-pauk yang
tersedia hanya telur dan tempe berganti-gantian. Mereka tahu tidak mungkin bisa
makan ayam atau ikan. Sesekali saja. Itu jika ibu mereka punya uang lebih dari
upah bekerja sebagai buruh cuci. Ferdi yang lebih tua beberapa menit dari Andi
selalu menabung uang jajan dari ibu. Padahal banyak sekali penjual makanan
yang mangkal dekat sekolah. Siomay, cireng, es, bakso, dan permen. Seribu
rupiah dari ibu disimpannya di bawah koran pelapis sekat lemari pakaiannya.
Dalam sebuah Amplop buatan sendiri. Andi sesekali membelanjakan uang
jajannya hingga tabungannya tak sebanyak Ferdi. Dia menyimpan sisa uang
jajannya di bawah kasur. Dalam bungkusan plastik. Jumlahnya belum pernah
dihitung. Selesai makan, keduanya membawa piring kosong ke dapur. Ferdi dan
Andi membagi tugas. Hari ini Ferdi yang menyabuni piring dan adiknya membilas
sabun lalu mengeringkan. Tanpa bicara keduanya tahu harus melakukan yang
mana. Semua piring sudah bersih. Mereka berdua masih punya tugas lain yang
harus dilakukan. Ferdi mengambil jerigen kosong lalu menyusul adiknya yang
menunggu di dekat pagar di atas sepeda. Andi akan membonceng Ferdi menuju
rumah Pak Tatang untuk membeli minyak tanah. Letak rumah Pak Tatang
jaraknya jauh dari rumah mereka. Ditempuh hampir 20 menit bersepeda dengan
jalan menanjak dan banyak lubang. Tapi Ferdi dan Andi tetap ke sana walaupun
tak pernah diberi uang jajan untuk membeli es lilin atau sirup oleh ibu. Meski
terik terasa semakin menyengat kulit. Mereka sampai juga di warung Pak Tatang
yang juga sebagai pangkalan minyak tanah. Keduanya melihat antrian panjang
orang-orang membawa jerigen seperti mereka. Pak Tatang dan Bu Tatang sibuk
melayani para pembeli. Ferdi berharap mereka tidak kehabisan minyak tanah.
Mereka bergantian mengantri di barisan. Andi lebih dulu mengantri. Dia
meletakkan jerigen di tanah. Keringat di wajah disekanya dengan punggung
tangan kemudian diusapkan ke baju kausnya yang usang dan sudah tak terlihat
lagi tulisannya. Ferdi menepuk pundak Andi. "Aku mau cari bengkel.
belakangnya agak gembos." Ujar Ferdi. Andi mengangguk. Dia melihat Ferdi
pergi menjauh dari warung Pak Tatang. Ban yang dimaksud Ferdi memang perlu
ditambah angin. Sepeda terasa lebih berat dan membuat kaki lebih cepat pegal.
Ferdi tahu ada motor sekitar 50 meter dari warung Pak Tatang. Sayang, ketika tiba
di sana bengkel itu tutup. Dia tetap mencari tempat lain meskipun jaraknya agak
jauh. Dalam perjalanan Ferdi melihat seorang anak perempuan duduk di jalan
seraya memegangi lutut yang berdarah. Mungkin jatuh dari sepeda, pikir Ferdi. Di
samping anak itu ada sepeda yang rebah ke jalan. Ferdi segera menghampiri dan
menolong anak itu. Dilihatnya darah sudah berhenti tapi pasti lututnya masih
sakit. Menurut cerita Anik, nama anak itu, dia tidak melihat lubang di tengah jalan
lalu terjatuh karena hilang keseimbangan. "Aku mau ke bengkel depan sana," ujar
Ferdi lalu menunjuk ban belakangnya yang gembos. Dia melanjutkan, "Titip
sepedamu dulu di sana. Setelah itu aku antar kamu pulang biar lukamu
dibersihkan." Anik setuju dengan usul Ferdi. Dengan dibantu teman barunya,
kemudian membersihkan roknya yang kotor. Dia berjalan pincang sembari
menuntun sepeda sejajar dengan Ferdi. Mereka berjalan pelan-pelan saja. Angin
sepeda Ferdi sudah ditambah. Dia meminta Anik duduk di boncengan dan
berpegangan padanya. Sebelum mengayuh pedal dia bertanya, "Rumahmu
dimana, Nik?" Anik menyebutkan alamat rumahnya dan spontan membuat Ferdi
heran. "Berarti dekat rumah Pak Tatang? Aku juga mau ke sana menjemput
adikku." "Pak Tatang itu bapakku, Fer." ujar Anik. Ferdi manggut-manggut. Dia
pun mengayuh pedal namun tidak akan mengebut. Sesampainya di warung Pak
Tatang, Ferdi tidak melihat antrian panjang seperti tadi. Ada sebuah tulisan
"MINYAK TANAH HABIS!" di atas drum minyak tanah. Jerigen di depan Andi
masih kosong. Ferdi lemas. Sering sekali mereka kehabisan minyak tanah.
Harganya naik dan susah didapat. Anik turun dari sepeda lalu menuju ke warung
menemui ayahnya yang sedang melayani pembeli. Ferdi menghela nafas. Mereka
lagi-lagi pulang dengan tangan kosong. Diajaknya Andi naik ke sepeda. Dia yang
akan membonceng adiknya sampai ke rumah. "Ferdi! Sini!" panggil Anik dari
warung. Ferdi memandang adiknya lalu turun dan meminta Andi memegang
sepeda. Dengan penuh kebingungan dia berjalan ke warung. "Bawa jeringennya
ke sini. Bapak mau ngasih minyak buat kamu." Ujar Anik. Ferdi tersenyum
bahagia. Dia memanggil Andi dan menunjuk jerigen supaya dibawa serta. Ferdi
senang bukan main karena mendapatkan minyak tanah dan juga tidak perlu
membayar sepeser pun. Itu sebagai balas budi Pak Tatang padanya.

2.7 Cerpen VII

Arti sebuah kehidupan

Rasanya ingin aku menghilang dari tempat ini. ingin aku menutup wajahku
dan berlari menjauh. namun istriku terlihat begitu santai dengan ini semua. istriku
sama sekali tidak mempedulikan tatapan mata mereka semua. Walaupun mereka
semua adalah sahabat SMA kami dulu, namun tatapan mereka padaku telah
berubah. Wajar saja, ini adalah reuni SMA kami setelah dua puluh tahun.
Sahabatku semua sudah berubah. Aku dan istriku adalah teman satu angkatan
dulu. Jadi kami berdua menghadiri reunian ini dan berharap bisa bernostalgia
dengan masa-masa SMA dulu. Namun semua berbeda dari apa yang aku
harapkan. "Re, apa kabarmu?, dimana kau bekerja?" kata Ginda seraya menepuk
bahuku. "em, aku melanjutkan sawah ayahku" kataku. "hahaha. Hebat. Kalau
begitu kau harus konsultasi dengan Tomi. Dia itu sarjana pertanian." Kata ginda
terlihat bersemangat menunjuk tomi. "……." Aku diam. "dengar-dengar dia ingin
mengambil gelar doktor di jurusan itu. Yaah, mungkin tidak ingin kalah dariku.
hahaha" kata ginda melanjutkan. Aku semakin membisu. Mengapa mereka semua
membicarakan hal-hal seperti ini?. Aku pikir reuni ini untuk mengenang kembali
masa-masa dulu. Aku pikir reuni ini untuk melepaskan rasa rindu pada kenangan
masa dulu. Mengapa mereka membicarakan sesuatu yang sama sekali tidak aku
mengerti?. Mengapa aku merasa terasing disini?. Ruangan ini terlalu dipenuhi
oleh kemewahan. Masing-masing sahabatku telah menjadi orang yang sukses.
Sementara aku dan istriku hanyalah dua orang dari keluarga yang sederhana.
Kami berdua menikah setelah lulus SMA dan tidak melanjutkan pendidikan
seperti sahabat-sahabatku yang lain. Aku memperhatikan wajah istriku dari
kejauhan. Wajahnya ceria, sama seperti dua puluh tahun yang lalu. Mengapa aku
tidak bisa seperti dia?, ceria dan percaya diri menghadapi teman-temanku. Apakah
karena aku memperhatikan baju istriku yang mulai terlihat kusam. Itu adalah satu
satunya baju yang bagus miliknya. Itu aku belikan dua tahun yang lalu saat
lebaran tiba. Semakin minder aku melihat teman-teman wanitanya yang kini
terlihat modis dan anggun dengan perhiasan yang melingkar di jemari dan tangan
mereka. Sementara istriku hanya memiliki satu cincin emas yang aku belikan saat
pernikahan dua puluh tahun yang lalu. Melihatnya jilbabnya yang kusam, ingin
rasanya aku menangis. Aku berjalan mendekatinya dengan gemetar. Aku akan
mengajaknya pergi dari ruangan yang membuat aku sesak ini. Aku merasa telah
gagal menjadi suami yang bisa memberikan kebahagiaan padanya. Aku harus
mengajaknya pergi sebelum dia menyadari, hanya kami berdua yang terlihat
kumuh disini. "April, lihatlah ini. Pacarku membelikan tas ini saat dia pulang dari
Perancis. Kau tahu?. Harganya ini sama dengan seratus tas biasa disini." Kata
Ellen berbicara pada istriku. "ohh, kau Rengga kan?, kau suami April kan?" tanya
Ellen. "iya" jawabku singkat. Aku kemudian menatap April dan menggangukkan
kepala mengajaknya pergi. Tapi April, Istriku hanya tersenyum. Dia lalu
melanjutkan perbincangannya dengan Ellen. "iya len, tasmu bagus" kata istriku
sambil tersenyum. "Gimana, kamu ingin membeli tas yang seperti ini?" tanya
Ellen menggebu. "hehe, Nggak usah. Tasku ini sudah cukup mewah" kata istriku.
"mewah?, itukan hanya tas yang harganya biasa?" tanya Ellen
meremehkan."mungkin tak berharga, tapi nilainya untukku sangat berarti" kata
istriku. "Nilai?" tanya Ellen bingung."Benar. Ini adalah hadiah pernikahan yang
diberikan suamiku. Dan nilainya tidak bisa di beli oleh uang berapapun." Kata
Istriku seraya memeluk lenganku. April diam seribu bahasa, lalu berlalu pergi
dengan senyuman sinis.Dadaku bergetar hebat. Aku merasakan bahagia dan haru
dalam waktu yang sama. membuatku merasa lebih kuat dan lebih berani jauh dari
sebelumnya. Aku merasa sangat bangga dan percaya diri kembali. Kemudian
Kami mengikuti acara reunian ini sampai akhir. Saat kami berpisah dengan
sahabatku, aku bisa tersenyum seperti dulu. Meski mereka pulang dengan
kendaraan mewah, aku tak peduli. Lalu di dalam angkot menuju pulang kerumah,
aku bertanya pada istriku. "kamu serius waktu tadi bicara pada Ellen?" tanyaku.
"tentu saja sayangku. Didunia ini ada hal yang berharga yang mampu dibeli oleh
mereka yang punya uang. Namun hal-hal yang bernilai tidak semua orang mampu
memilikinya." Kata dia sambil tersenyum.Aku memegang tangannya. Dia
bersandar dibahuku sambil menikmati pemandangan lewat kaca angkot yang
buram. Saat ini aku benar-benar bahagia. Namun aku juga berjanji akan berusaha
lebih keras lagi untuk membuat istriku ini bahagia. Aku berjanji akan mengisi
kehidupanya dengan hal-hal yang jauh lebih bernilai dan berharga.Aku lama
memperhatikan wajahnya yang cantik. Ku eratkan genggaman tanganku. aku
meneteskan bulir air mata bahagia. Lalu aku berkata dalam hati "ya tuhan,
terimakasih kau telah mengizinkan aku menjadi pendamping wanita yang
sederhana ini. Sungguh, aku benar-benar mencintai wanita ini."

2.8 Cerpen VIII

Mereka ada dijalan


Mentari beranjak ke arah barat, sholat ashar kutunaikan sudah. Kuambil
segelas air dari dispenser yang ada di ruang makan. Kulihat jam di dinding, tepat
setengah empat. Tak lama setelah gelas kutaruh kembali ke meja makan terdengar
suara dari luar. “Jo! Joan! Main bola yuk!”. Dengan sedikit berlari aku menuju
pintu depan rumah. Ah, teman-teman kampung. “Tunggu sebentar, aku ganti
sarung dulu.”, jawabku. Tak lebih dari semenit aku keluar dengan seragam
kebesaranku, kaos Persebaya Surabaya dan celana training warna pink. Perduli
amat, tinggal ini yang ada di lemari pakaianku. Maklum, belum sempat nyuci
baju. Kukeluarkan sepeda kesayanganku, berpamitan dengan Ibu yang sedang
masak di dapur dan plas… Hanya kurang dari lima menit, kami sudah sampai di
kompleks kampus B Unair, tempat kuliah kakakku. Memang, kompleks ini
menjadi tempat favorit, kalau tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya tempat,
bagi kami melewatkan hampir tiap sore dengan bermain bola. Satu-persatu
lapangan kami susuri. Parkiran fakultas ekonomi sudah ditempati, hukum sudah,
psikologi sudah, sastra sudah, fisip sudah, rektorat sudah. Nah ini dia, lapangan
parkir sebelah Masjid An-Nur, masjid kampus, masih kosong. “Di sini saja ya.”,
Diaz coba menawarkan pada kami. Tak lama kemudian, berbekal beberapa sandal
dan sepeda yang diberdirikan terbalik, sebuah lapangan bola dadakan tercipta
sudah. Lima orang lawan lima orang. Untuk kali ini aku kebagian jatah sebagai
kiper. Padahal ingin sekali hari ini aku menjadi penyerang, sudah seminggu ini
aku tidak mencetak gol sama sekali. Tapi apa boleh buat. Sebuah tendangan keras
lurus mengarah ke gawangku. “Plak!”, suara keras bola plastik berbenturan
dengan telapak tanganku. Bola mampu kutepis ke samping kiri gawang. “Nggak
gol ye…, tendangan cemen”, ejekku. Seketika itu pula Amad, sang penendang
bola, mendatangiku dan menjitak kepalaku sambil berkata, “Ngece…”. Kami pun
tertawa. “Plak!”, untuk kali ini bukan tanganku yang mampu menepis bola, tetapi
mukaku satu-satunya menjadi korban keganasan tendangan keras Diaz. Panas
rasanya. Seketika itu pula mukaku menjadi merah padam. Teman-temanpun
mengerubungiku, menyaksikan tubuhku yang masih terkapar di beton parkiran.
Untuk beberapa saat memang mataku berkunang-kunang, kepalaku terasa pusing.
Kurang lebih setengah menit kemudian, aku terbangun. Sambil meringis menahan
panas mukaku kucari Diaz. “Anarkhis!”, hanya itu yang aku ucapkan pada Diaz.
“Panas ya, mas…”, ucap Amad. “Whoa…, balas dendam ceritanya. Ngece…”
“Makanya jangan sok jagoan.”, timpal Diaz. “Afwan deh. Tadi khilaf.” “Ya
sudah. Kita istirahat dulu sebentar.”, Amad coba menawarkan. Kita pun
beristirahat sejenak, kurang lebih selama lima menit. Sampai suatu ketika,
beberapa mobil terlihat berjalan ke arah kami. Ups! Hari apa ini. Ya benar,
sekarang hari kamis. Memang seperti yang pernah kakakku katakan, tiap kamis
sore minggu pertama ada pengajian ibu-ibu dan remaja putri di masjid kampus.
Kakakku Lina memang semenjak semester satu menjadi aktivis masjid kampus.
Itu dia, berdiri di selasar sebelah utara masjid, memakai kerudung dan baju
terusan berwarna merah muda. Sesuai dengan kulitnya yang coklat terang. Tak
heran kalau banyak laki-laki, atau lebih tepatnya mereka lebih senang disebut
dengan ikhwan, yang menyukainya. Wajahnya yang berbentuk oval dengan dagu
meruncing dan hidung yang agak mancung merupakan sebuah kombinasi yang
sangat pas. Dalam hati aku berjanji, aku tak akan segan-segan menghadang setiap
laki-laki yang berani mengganggunya. Maklum, kami hanya dua bersaudara.
“Waduh rek. Sore ini bakal ada pengajian, jadinya parkiran bakal dipake. Pindah
yuk.”, pintaku pada teman-teman. Sekonyong-konyong kami membereskan
lapangan dadakan kami. Ah, mana lagi tempat kosong. Oh ya, lapangan basket
belakang fakultas psikologi. Semoga belum dipakai para mahasiswa bermain
basket. Alhamdulillah, masih kosong. Mekanisme standar pembuatan lapangan
dadakan mulai kami laksanakan. Sandal dan sepeda yang diparkir terbalik
tersusun sudah. Pertandingan dimulai. Untuk kali ini, keinginanku untuk jadi
penyerang terpenuhi. Hup! Sebuah umpan terobosan yang sangat indah
disodorkan oleh Ipul. Kuteruskan dengan sebuah tendangan eksekusi khas ala
Joan. Tidak begitu keras, tetapi mengarah pada titik lemah kiper. Bola menerobos
selangkangan kaki Idham, yang kebetulan sore itu menjadi kiper lawan. Gol! Gol
pertamaku setelah dalam penantian selama satu minggu. Aku tak mandul lagi. Gol
itu menjadi gol terakhir dari permainan kami. Tak lama kemudian satpam kampus
mengusir kami dari lapangan itu. Nasib…, nasib…. Terpaksa kami pindah
mencari tempat lain di luar kampus. Kami putuskan, akan kami selesaikan
permainan bola sore ini di jalan depan rumah Ipul. Biar sempit, yang penting main
bola jalan terus. Akhirnya, gang depan rumah Ipul menjadi lapangan kami juga.
“Jbrak!”, “Jbruk!”, “Dhuang!”, menjadi suara yang sangat lazim didengar. Hingga
tanpa kami sadari sebuah motor melaju sangat kencang, menabrak sepeda yang
menjadi gawang dan kemudian menabrakku. Dhuar! Kemudian gelap… Yang aku
tahu saat ini, aku sudah berada di rumah sakit. Berbaring di kasur dengan kaki
sebelah kiri yang terbalut gips. Kata kakak, kakiku sebelah kiri patah dan harus di
gips. Untuk malam ini, kakakku menemaniku di rumah sakit. Karena ibu dan ayah
harus menemani nenek yang masih shock di rumah. Kata ayah dan ibu, aku ini
cucu kesayangan nenek, karena perawakanku mirip kakek. Kulit coklat kehitaman
mengkilat-kilat, rambut jabrik, berhidung besar dan berwajah bundar mirip bola.
Sampai-sampai nenek lebih memilih tinggal dengan kita sekeluarga. He… he…
“Kak Lina…” “Apa Dek?” “Adek nyesel. Gak bakalan main bola lagi.” “Nggak
usah begitu. Yang penting sekarang kamu istirahat saja. Sudah malam tuh.” “Ibu
pasti marah. Pasti deh besok-besok Adek gak boleh main lagi.” “Sudah, memang
kamu itu sudah keturunan keranjingan bola. Nggak jauh beda dengan Ayah. Ntar
deh, Kakak bantuin ngomong ke Ibu biar Adek boleh main bola lagi. Kalau perlu
kalau sudah sembuh kakak beliin bola yang asli, biar kalian kalau main bola
nggak pakai bola plastik lagi.” “Emang Kakak punya duit? Duit darimana?”
“Kakak kan ngajar les dan ngaji privat. Lumayan lah…. Kakak seneng kok Adek
suka main bola. Yang penting jangan lupa sholat, ngaji dan hapalan satu ayat tiap
hari.”, Aku hanya bisa menjawabnya dengan senyuman. “Kakak besok masih
ujian kan?” “Ah nggak papa. Ini, Kakak bawa catatan kuliah.” “Kak, bawa radio
kecil Adek nggak?”“Bawa. Ada di tas Adek. Kakak ambilin sebentar ya…”.
Kakakku beranjak dari duduknya, menuju pojok kamar. Diambilnya radio kecil
dari tasku. “Ini Dek.”Kunyalakan radio kecil kesayanganku. Pelan-pelan terdengar
suara dari radio itu… Anak kota tak mampu beli sepatu, Anak kota tak punya
tanah lapang Sepakbola menjadi barang yang mahal Milik mereka Yang punya
uang saja Dan sementara kita di sini Di jalan ini Akupun beranjak tertidur,
ditemani belaian lembut kakakku satu-satunya. Ah, dunia terkadang tak adil bagi
seorang anak kecil.

2.9 Cerpen IX

Slamet dan Kawannya


By. Deny Fadjar Suryaman

Gedubrakkkkk.. “aduuuhhh, siaalllll” lagi – lagi Slamet jatuh dari kasur


yang seakan – akan itu telah menjadi tanda alarm yang slalu membuatnya
terbangun dari tidurnya. Aneh, yah memang aneh, dulu waktu dia pertama kali
lahir dari lobang ibunya (ingat lobang yang di bawah bukan lobang hidung
ibunya) bapaknya kasih dia nama ‘Slamet’ itu karena bapaknya berharap dia
tumbuh jadi anak yang beruntung, tapi entah aura apa yang slalu menaunginya
sampai dia untuk bangun dari tidur aja slalu sial ‘Hahahahaa’. Pagi itu setelah dia
terjatuh dari tempat tidurnya, dia langsung beranjak ke kamar mandi. Di tempat
yang kata anak muda zaman sekarang itu tempat bergalau karena di kamar mandi
terdapat shower sebuah alat paten yang biasa digunakan anak muda untuk
mengobati rasa galaunya itu Slamet hanya melakukan kebiasaannya setiap kali dia
mandi, yaitu: hanya bergosok gigi dan membersihkan muka dengan pembersih
muka saja. Dia slalu beranggapan bahwa mandinya seorang lelaki itu yah cuma
gosok gigi dan membersihkan muka saja, jadi yah apa bedanya dengan kebiasaan
yang slalu dia lakukan, menurut dia hanya yang membedakannya adalah dia tidak
membasuh badannya dengan air. Menurut pendapatnya dia gak terbiasa
membasuh badannya dengan air. “heeh Slamet” sentak bokapnya yang datang tiba
– tiba. Slamet yang merasa kaget dengan reflex dia berkata “aduh jantung gue
copot” “tumben kamu jam segini mandi? Biasanya kan kamu mandinya nunggu
matahari ada di atas ubun – ubun (baca, siang)” “biasa pak hari minggu, mau main
sama temen” balas Slamet. Hari ini Slamet dan empat kawan ingin pergi bermain
ke kota Jakarta, sekedar ingin bermain ke tempat yang ramai di kunjungi orang
(setau geu sih Jakarta emang udah rame?? =_=” ). Dia dan empat temannya yang
bernama Sopyan, Haris, Dadang, dan Budi (ini bukan Budi yang biasa anak SD
sebut kalau lagi belajar baca, yaah!!!) pergi dengan menggunakan jasa kereta api.
“hei, sob kenapa kita gak pergi naik bus aja daripada naik kereta?” sahut Haris.
“heeh ris, naik kereta itu banyak seninya. Didalam loe bisa ngobrol sama
penumpang, loe bisa godain mbak – mbak yang jualan, dan kalau loe beruntung
bisa cari cewek didalam kereta. Gak kaya naik bus, cuma bisa duduk rapih, yang
ada gue malah tidur. Jadi, gak ada seninya sob” terang Slamet. “bener noh ris,
udah lah naik kereta aja” sambung Dadang. Dan akhirnya mereka berlima pun
pergi dengan menggunakan kereta yang menuju Jakarta. Didalam kereta sudah
penuh sesak dengan penumpang yang ingin beraktivitas, baik yang ingin pergi
beraktivitas ke kota Jakarta maupun hanya sekedar bermain sama seperti yang
mereka lakukan. “sob mending berdiri di sambungan aja, percuma masuk kedalam
gerbong gak akan dapet tempat duduk” ajak Slamet pada teman yang lainnya.
Mereka berlima pun memenuhi sambungan kereta yang secara tidak langsung
merupakan jalan lalu lintas para penumpang lain yang ingin berpindah gerbong ke
gerbong yang lainnya. Sesaat setelah kereta melalui beberapa stasiun, Sopyan
yang berdiri tepat berhadapan dengan Dadang merasa gelisah. “sumpah, gue udah
kaya orag pacaran aja sama si Dadang. Liat posisi gue (berdiri berhadapan seperti
pasangan yang sedang bersiap untuk ciuman) gak gue banget”. “najis loe yan,
emang gue nafsu sama loe?” bantah Dadang. “udah – udah liat Slamet sama Budi,
anteng bener dengan posisi mesra gtu” Haris menyelah. “kekes bud. Hahahahaaa”
tambahnya. Budi yang merasa posisinya dengan Slamet keliat aneh langsung
menghentakan tangan Slamet yang bertopang pada dinding kereta yang tepat di
bahunya sambil berkata “anjiir loe met”. Slamet yang merasa kaget tanpa sengaja
bibirnya menyentuh pipi mbak – mbak yang jualan nasi merah yang berdiri tepat
di sebelah dia dan Budi. “astaghfirullah..” reflex Slamet, “maaf mbak gak
sengaja”. “sengaja juga gak apa – apa kok” jawab mbak penjual. “pindah – pindah
sob, jangan disini berdirinya. Sumpah, gak aman posisinya” tambah Slamet pada
temannya. Mereka pun pindah mencari tempat yang lain. Dan akhirnya mereka
memutuskan berpisah, Haris dan Sopyan memilih berdiri didekat pintu kereta,
Budi dan Dadang memilih masuk agak kedalam gerbong, dan Slamet hanya
berdiri didepan pintu kamar mandi. Dan akhirnya mereka sampai di stasiun
Serpong, yang artinya cuma beberapa stasiun lagi mereka sampai pada tujuan. “ris
liat tuh ada cewek di atas gedung, lagi liat kesini. Pasti dia lagi manggil bokapnya
trus bilang ‘ayah – ayah ada orang ganteng tuh di kereta’ “. Terang Sopyan.
“wew, paling juga bokapnya bilang ‘aah, salah liat kali’ ”. Jawab Haris. Tanpa
disadari Haris, Dadang, Budi, dan Sopyan, ternyata Slamet yang sudah pindah
berdiri di seberang pintu kamar mandi ternyata di hampiri seorang cewek cantik
yang baru naik ketika di stasiun Serpong tadi. “khhmmm, hajar met” teriak Budi
yang meliat posisi Slamet sangat menguntungkan, bagai dapat durian runtuh.
Slamet yang lugu dan polos itu pun hanya terdiam dan bergetar karena posisinya
yang berpulukkan dengan cewek itu, yang hanya dibatasi tas yang di gendongnya.
Dan akhirnya cewek itu pun turun di stasiun berikutnya. “woy cah, awas kaki loe
tuh, jangan keluar pintu” sahut polisi yang bertugas menjaga di dalam kereta pada
Haris. “liat ris, awas wooyyy!!!” teriak Sopyan. ‘Wwwusssshhhhtttttttttttttt’
“selamet, selamet, hampir aja kaki gue putus nih yan” “itu kan namaaaa guee
rissss” teriak Slamet. Akhirnya mereka pun tiba di stasiun kota di Jakarta. Dan
bergegas turun dari kereta yang memberikan berbagai macam seni didalamnya.
“sumpah, lain kali gue gak bakal naik kereta lagi. Hampir aja kaki gue putus” kata
terakhir yang di lontarkan Haris yang kecewa dengan kejadian di kereta saat di
stasiun. The End

2.10 Cerpen X

Titipan Manis Dari Sahabat

OLEH : *CHACHA

Nurul, panggilan untuk seorang sahabat yang terpercaya buat Caca. Nurul
yang kocak dan tomboy itu, sangat berbeda dengan karakter Caca yang feminim
dan lugu. Mereka bertemu di salah satu asrama di sekolah mereka. Saat dihari jadi
Caca, Nurul pamit ke pasar malam untuk mengambil sesuatu yang sudah dipesan
buat sahabatnya itu. Caca menyetujuinya, dia pun menunggu Nurul hingga tengah
malam menjelang. Caca yang mulai khawatir terhadap Nurul menyusul kepasar
malam, hingga dia melihat yang seharusnya dia tidak lihat . Apa yang dilihat
Caca? Dan apa yang terjadi dengan Nurul? “Aku luluuuuuus…” Teriak beberapa
orang anak saat melihat papan pengumuman, termasuk juga Marsya Aqinah yang
biasa disapa Caca. “Ih…nggak nyangka aku lulus juga, SMA lanjut dimana yah?”
Ujarnya kegirangan langsung memikirkan SMA mana yang pantas buat dia. “Hai
Ca, kamu lanjut dimana ntar?” Tanya seorang temannya “Dimana ajalah yang
penting bisa sekolah, hehehe” Jawab Caca asal-asalan “Oooo…ya udah, aku
pulang dulu yah” “Yah, aku juga dah mau pulang” Sesampainya dirumah Caca…
Caca memberi salam masuk rumahnya dan langsung menuju kamar mungilnya.
Dalam perjalanan menuju kamarnya, dia melihat Ayah dan Ibunya berbicara
dengan seorang Udstazt ntah tentang apa. Caca yang cuek berjalan terus
kekamarnya. Tak lama kemudian Ibu Caca pun memanggil…. “Caca…Ayah ma
Ibu mau bicara, cepat ganti baju nak” “Iya bu, bentar lagi” Jawab Caca dari dalam
kamarnya. Akhirnya Caca pun keluar… “Napa bu?” Tanya sambil duduk
disamping Ibunya “Kamu lulus?” Tanya Ibunya kembali “Iya dong bu, nama Caca
urutan kedua malah. Pasti Caca bebas tes kalo masuk di sekolah ternama deh”
Jawab Caca percaya diri “Alhamdulillah, ehm…” Ucapan Ibu terhenti sejenak
“Kenapa bu? Bukankah itu bagus?” Tanya Caca lagi sambil melihat Ibunya “Gini
nak, kamu dak mau masuk asrama?” Tanya Ibu Caca sangat hati-hati “Loh ko’
ada asrama-asramaan sih bu?” Ujar Caca yang tanggapannya tentang asrama
kurang bagus “Di asrama itu bagus Ca, bisa mandiri dan yang lebih bagus lagi
bisa tinggal bareng teman-teman, tadi udstdz tadi ngomong kalo pendidikan
agamanya disekolah asrama juga bagus” Kata Ayah Caca menjelaskan dan
berusaha mengambil hati anaknya itu “Yaaaah ayah, terserah deh” Ucap Caca
pasrah tidak ada niat untuk melawan ayahnya tersayang 2 bulan telah berlalu,
setelah mengurus semuanya untuk memasuki asrama… Caca pun memasuki
sekolah asrama yang telah diurus oleh Ayahnya, Caca berjalan di serambi-serambi
asrama bareng Ayah dan Ibunya menuju asrama yang telah ditunjukkan untuknya.
Akhirnya sampai juga…. “Ayah, ini asrama Caca?” Tanya Caca dengan raut
wajah yang tidak setuju “Iya, kenapa?” Jawab Ayah Caca dan kembali bertanya
“Tidak kenapa-napa ko’, namanya juga belajar mandiri” Ucap Caca tidak
menginginkan kata-katanya menyinggung Ayahnya. “Jadi ayah tinggal nih?”Ujar
Ayah Caca “Iya ayah, Caca kan mau mandiri masa’ Caca nyuruh ayah nginap
juga sih?” Kata Caca sedikit bercanda “Ya Udah, Ayah tinggal dulu” “Baik-baik
ya anak Ibu, jangan nakal” Ujar Ibu berpesan Akhirnya beliau pergi juga setelah
cipika cipiki, sekarang tinggal Caca yang merasa asing terhadap penghuni kamar
2 itu. Ada 4 orang termasuk Caca, yang 2 orang lainnya pun merasa seperti yang
dirasakan Caca, kecuali cewe’ ditempat tidur itu kaya’nya dia senior deh.
“Hai..Siswi baru juga yah?” Tanya Caca ke seorang yang agak tomboy tapi
berambut panjang lurus “Hai juga..Iyah aku baru disini, namaku Nurul Utami,
bisa dipanggil Nurul dan itu kaka’ aku Salsabila udah setahun disini” Jawab orang
itu menjelaskan tanpa diminta dan mengaku dirinya bernama Nurul, sambil
menunjuk kearah seorang yang tidur-tiduran tadi. “Aku Marsya Aqinah, bisa
dipanggil Caca. Ooo pantas reaksinya biasa-biasa aja ama nih kamar, trus yang
ntu sapa?” Tanya Caca lagi sambil menunjuk ke orang yang lagi asik
membereskan baju-bajunya kelemari mungilnya “Ntah lah, orang baru juga tuh”
Jawab Nurul berjalan mendekati orang yang dimaksud Caca “Hai aku Nurul, itu
temanku Tata dan itu kaka’ku Salsa, kamu siapa?” Tanya Nurul dengan
cerewetnya plus asal-asalan. “Woi…aku Caca, bukan Tata” Teriakku protes
sambil manyun-manyun “Iya..iya.., itu Caca. Kamu belum jawab nama kamu
sapa?” Tanya Nurul lagi “Aku Miftahul Jannah, bisa dipanggil Mita” Jawab Mita
dengan senyuman yang muanis sangat. Nurul pun membalas senyum itu dengan
senyuman yang hangat pula dan sikap yang sangat bersahabat. Sekarang Caca tau
kenapa dia akan betah di kamar asrama ini, yah karena ada Nurul yang gokil
banget. Suatu ketika Caca lagi nggak semangat, pasti ada Nurul dengan sikap
konyolnya membuat Caca tertawa. Dan disaat Caca lagi mengalami kasmaran ada
Nurul sebagai teman curhatnya. Seperti saat ini…. “Rul, ada nomer baru neh
masuk dihape aku, katanya nama dia Ical, dia kenal aku dah lama dan sekarang
dia cari rimba aku dimana gitu” Cerita Caca membuat Nurul kelepasan
“Ha..ha..ha..ha..ha..ha.., beritahu aja dari hutan rimba” “Nurul, aku serius tau”
“Aku duarius, ha..ha..ha” “Nurul kamu ngebete’in” “sori.. sori.., gini.. kamu
jangan langsung termakan gombal dia gitu, ntar dijahatin baru tau rasa” Ucap
Nurul menasehati, mirip ibu-ibu ‘hihihi’ “Ntar kalo aku termakan gombal, yah
minum ajah teh botol sosro” Ujar Caca dengan lagak menirukan iklan yang di TV
dan bisa membuat Nurul jengkel “Kamu ini diseriusin malah becanda” “Duluan
juga kamu Rul, ha..ha..ha..” Kata-kata Caca rupanya membuat malapetaka bagi
dirinya itu, yakni dengan adanya serbuan bantal dari Nurul. Kedua sahabat itupun
saling lempar-lempar bantal hingga akhirnya mereka kecapean dan tertidur juga.
“Damainya dunia kalo mereka tidur” Ujar Salsa kaka’ Nurul yang dari
memperhatikan mereka. Seminggu kemudian…….. “Nuruuuul, tau ga’ aku jadian
ma Ical pagi ini. Rupanya tuh orang temen aku dari SMP, aku jadiannya di café
punya Meri, ih senang deh” Cerita Caca “Eh cepat banget, tapi baguslah,ehmm
awas kalo dia kurang ajar, ntar aku yang ngajarin dia, he..he..he..” Tanggap Nurul
senyum-senyum “Siplah, eh Ical punya teman cuakep abis, aku comblangin ke
kamu yah” Usul Caca “Nggak Ah, masih senang dengan masa juomblo” Kata
Nurul “Jomblo, bukan juomblo” Ucap Caca membenarkan “Iya…iya…yang
itulah, he..he..he..” Kata Nurul “Kamu harus kenalan ma Ical, supaya sahabatku
bisa ngedukung sepenuhnya” Ujar Caca “iya..iya.. Ntar kalo dia nelfon, kenalin
aja ke aku” Ucap Nurul mengangguk- angguk Begitu seterusnya, Caca curhat
terus tentang Ical ke Nurul, memperkenalkan Ical ke Nurul, hingga tak terasa
berjalan 2 bulan “Nuruuuuuuuuuuuuul… bangun bangun banguuuuun, dah
magrib” Teriakan Caca ditelinga Nurul itu betul-betul memekakan telinga.
“Apaan sih Ca? Udah bangunin orang tanpa pamit, belom gosok gigi lagi” Ujar
Nurul jengkel “Sori dori ye…ini Rul si Ical sms neh katanya ada kejutan buat aku.
Duh apa yah?” Tanya Caca nutup mukanya sendiri “Meneketehe…” Jawab Nurul
cuek abis angkat bahu “Ih Nurul, tanggapin donk. Buat sahabat kamu dikit senang
bisa nggak sih?” Kata Caca mengguncang tubuh Nurul “Caranya?” Tanya Nurul
sambil menguap “Puji ke’ ato apalah, yang penting aku bisa senang giitu” Jawab
Caca milih-milih “o iya, ada cara” Kata Nurul tiba-tiba “Nah tuh kan ada” Ujar
Caca menunggu sambil senyum-senyum “Iya ada, bantu beresin lemari buku aku”
Ucap Nurul membuat Caca manyun “Ga da yang lain yah?” Tawar Caca “Ga da,
ayolah Ca… Aku juga punya kejutan buat kamu besok, gimana?” Ucap Nurul
kembali menawar sambil bangun dari tempat tidurnya “Okelah…demi kejutan”
Kata Caca menyetujui Mereka berdua pun membereskan lemari buku milik Nurul.
Terlihat Nurul memutar otaknya, memikirkan apa yang akan diberikan untuk
sahabatnya besok. Yah besok hari jadi Caca yang ke-17 biasa juga disebut sweet
seventeen, dimana Caca memasuki awal umur yang dewasa, jadi harus
sesempurna mungkin. Sementara itu Caca yang selagi membereskan buku-buku
Nurul dengan susunan yang rapi, sinar matanya malah terpaut pada satu buku
lucu, imut dan wow…! warna pink, kesukaan Caca banget. Caca tidak menyangka
kalau Nurul peranakan tomboy itu pelihara buku yang imut banget. Caca
mengambil buku itu dan membaca sampulnya “My DiarY”. Caca senyum-
senyum, pikirnya bahwa bisa juga cewe’ setomboy Nurul punya diary. “Rul,
diary kamu nih?” tanya Caca Nurulpun balik “Iya…diary aku banget” “Buat aku
ya Rul” Pinta Caca dengan sejuta raut wajah imutnya “Kamu mau?” Tanya Nurul
“Ya iyalah, ga’ mungkin dong aku minta kalo aku kaga’ mau” Jawab Caca
berpanjang lebar “Ntar aku selesaiin isinya baru aku kasi ke kamu” Ujar Nurul
“Ayolah Rul” Rengek Caca yang super manja “Aku janji Ca, buku tuh pasti kamu
miliki. Sini bukunya” Pinta Nurul usai berjanji “Nurul pelit” Kata Caca ngambek
“Aku kan dah janji Ca” “Janji yah?” Ujar Caca meyakinkan sambil
mengacungkan kelingkingnya “Janji..! Lanjut yuk” Kata Nurul Sambil mengapit
jari Caca dengan jari kelingkingnya “Iyah…Eh, Rul besok ada PR. Kamu dah jadi
belom?” Tanya Caca kemudian “Belom, aku nyontek punyamu boleh?” “Ya boleh
lah” “Aku juga titip besok dikumpulin, boleh?” “Boleh…eh mangnya kamu mau
kemana Rul?” Tanya Caca lagi “Anak kecil ga boleh tau” Jawab Nurul “Uh…k’
Salsa, Nurul besok mau kemana?” Tanya Caca ke Salsa yang sedang tidur-tiduran
“Ga tau juga” Jawab Salsa angkat bahu “Berarti k’ Salsa anak kecil juga donk,
hi..hi..hi..” Bisik Caca sambil cekikikan “Udah, kalian tidur. Ntar penjaga asrama
kontrol, tau ga tidur dimarahi loh” Ujar Salsa “Eh…Mita dimana k’?” Tanya
Nurul ke Salsa “Tadi pamit ke asrama sebelah nginap” Keburu Caca jawab “Sapa
juga yang nanya kamu?”Tanya Nurul “O…bukan aku yah? Abis panggil kaka’
sih, kira aku. He..he..he” Kata Caca “Anak kecil bisanya ngerasa doank” Ujar
Nurul mencibir “Biarin…weak…aku bobo duluan yah?”Kata Caca sambil
menguap dan bersiap- siap ditempat tidurnya “Akhirnya tenang juga” Ucap Nurul
seakan-akan kekacauan sudah berakhir. Diapun bergegas ke tempat tidurnya dan
membuka buku diarynya, dia menulis sesuatu dibukunya itu. Malam semakin
larut, Nurul melihat jam wekernya yang menunjukkan pukul 01.30, lama
kemudian akhirnya tertidur juga sesudah dia merapikan buku diarynya dan
menyimpan di bawah bantalnya. Keesokan harinya……. Hari itu tampak cerah,
Caca pergi kesekolah tanpa ditemani Nurul tidak seperti kemarin-kemarin. Nurul
mesti pergi kesuatu tempat yang penting dan Caca tak boleh tau rencananya itu.
Caca disekolah yang sebangku dengan Nurul mesti memeras otak sendiri tanpa
ada teman yang diajak diskusi. Sampai bel pulang sekolah pun berbunyi, belum
ada kabar dari Nurul. Salsa yang ditanya hanya angkat bahu. “Duh dah sore gini
ko’ Nurul belum hubungi aku sih?” Gumam Caca sambil mencet-mencet hape dan
ketika nomor Nurul yang didapat, Caca pun berniat menelpon “Nomor yang anda
tuju…..” Jawaban telpon di seberang langsung ditutup oleh Caca sambil
berceloteh “Operator, dimana tuh orang? Nomer dak diaktifin lagi” Caca pun
masih sabar menunggu hingga malam pun larut. “Aku harus nyusul Nurul nih”
Ujarnya sambil narik swetearnya dari jemuran dan pamit ke Salsa. Caca naik
angkot ke pasar malam, dalam perjalanan pun dia rasa melihat 2 seorang yang
sangat dia kenal di sebuah cafe. Caca langsung turun dengan muka yang merah
padam menahan marah, setelah membayar angkot. Caca langsung menuju tempat
duduk 2 orang tadi. “Nurul!!! Ical!!! ini yah kejutan dari kalian berdua untuk aku?
Oke aku terkejut, sangat terkejut!!! Ical kita putus, dan kamu Rul. Percuma aku
khawatirkan orang yang rebut pacar sahabatnya sendiri” Gertak Caca blak-blakan
tanpa memberi kesempatan Nurul dan Ical bicara, Caca langsung pergi dari café
itu dan naik angkot pulang keasramanya. Caca tak mau tau lagi apa yang akan
terjadi setelah ini, Caca tiba diasrama dan langsung mehempaskan diri ketempat
tidurnya sambil menangis sekuat dia, Salsapun berniat mendekat tapi bersamaan
dengan itu, hape Salsapun berbunyi. “Halo?” Ujar Salsa yang tampak berbicara
serius dengan penelpon diseberang “Iyah saya segera kesana” Kata Salsa
mengakhiri pembicaraannya dengan penelpon tadi dan bergegas memberitahukan
Caca “Ca, Nurul lagi……” Kata-kata Salsa terputus saat Caca memberi tanda
untuk menyuruh Salsa pergi. Tanpa pikir panjang Salsa pun pergi dengan mata
sembab, Caca tak tau apa alasannya yang jelasnya saat itu Caca merasakan sangat
sakit didadanya. Salsa yang bergegas naik angkot itu sengaja mengirim pesan
singkat ke hape Caca Triiit…triiit… Caca mengambil hapenya dan membaca isi
pesan itu “Ca, Nurul masuk UGD, kalo kamu mau datang, langsung saja di RS
Urip Sidoarjo ruang UGD” Caca mulai khawatir, biar bagaimana pun Nurul masih
sahabatnya, dia langsung melupakan sakit yang tengah melanda dadanya itu dan
bergegas menyusul ke rumah sakit yang disebutkan Salsa. Sepanjang perjalanan
Caca berusaha menahan air matanya yang dari tadi mengalir sambil bergumam,
“Nuruuul, kenapa sih kamu tega hianati aku?, kita memang sering becanda tapi ini
lain, Rul. Aku sakit saat aku tau kamu hianati persahabatan kita. Sekarang ada
kejutan apa lagi? Tadi aku liat kamu baik-baik aja bareng Ical, tapi kamu ko bisa
masuk UGD sih? aku harap ini bukan permainan kamu semata hanya untuk minta
maaf padaku. Ini tidak lucu lagi” Sesampainya dirumah sakit…… Caca langsung
berlari menuju ruang UGD, Caca mendengar tangisan histeris yang keluar dari
mulut Salsa. “Ada apa ini?” Gumam Caca yang membendung air mata, dia
memasuki ruangan itu. Pertama dia melihat Ical dengan sebuah bungkusan imut
ditangannya, “Pasti dari Nurul” pikir Caca. Sakit hatinya kembali muncul, lama
dia pandang Ical hingga Ical berusaha mendekatinya tapi dengan tatapan sinis
memendam rasa benci, Caca meninggalkan Ical yang matanya telah sembab.
Cacapun berpikir bahwa sandiwara apa lagi yang Ical perlihatkan ke dia. Caca
menarik nafas dalam- dalam dan kembali berjalan menuju tempat tidur yang
terhalang tirai serba putih, Cacapun mengibaskan tirai itu, dia lihat disitu ada
Salsa dan…… “Nuruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuul……” Teriak Caca histeris, serasa
remuk tulang- tulang Caca saat melihat ditempat tidur diruangan UGD itu,
terbaring seorang gadis tomboy, muka mulus tak tampak lagi, malah yang nampak
hanyalah luka- luka dan muka yang hampir tak bisa dikenali, bersimbah darah tak
bernyawa, rambut hitam lurus terurai begitu saja seakan membiarkan tuannya
melumurinya dengan cairan merah yang mengalir dari kepala tuannya, jilbab yang
tadi di kenakannya pun tak nampak warna dasarnya karena percikan darah. Caca
memeluk sahabat yang paling disayanginya itu, ada rasa sesal dalam hatinya.
Kenapa tidak membiarkan sahabatnya itu menjelaskan apa yang terjadi sebelum
dia kelewat emosi?. Sesaat itu ada yang menggenggaman hangat lengannya, Caca
tak menghiraukan, yang Caca pikirkan adalah rasa sesal dalam benaknya. Pemilik
genggaman itupun menarik dan memeluknya, kemudian memberikan bingkisan
imut yang ada ditangannya. “Nih bingkisan buat kamu, kejutan ini yang dari tadi
pagi dicari Nurul dan baru dapat diluar kota, aku mengantar Nurul karena aku
juga ingin memberikan kejutan kecil-kecilan buat kamu, tapi kamu datang saat
aku dan dia merencanakan acara kejutan buat kamu” Jelas Ical sambil memeluk
Caca yang semakin berlinang air matanya saat mengetahui apa isi dari bingkisan
itu, buku diary imut, warna pink sesuai yang dijanjikan Nurul “Katanya kamu
sangat menginginkan buku yang seperti miliknya, nah ini tandanya dia sangat
sayang sahabatnya dan ga mau mengecewakan sahabatnya itu. Tapi tadi waktu
kamu salah tanggap tentang di café itu, dia merasa bersalah banget, soalnya dia ga
pamit dulu ke kamu sebelum minta bantuan ke aku. Dia panik karna takutnya
kamu akan menganggap dia penghianat, akhirnya diapun mengejarmu tanpa
peduliin ramainya kendaraan dan bus itu…………” penjelasan Ical terputus, dia
tidak sanggup lagi meneruskan cerita tragis yang menimpa sahabat mereka itu.
Caca pun masih membiarkan air matanya tetap mengalir di pipinya semakin deras.
“Rul, napa mesti kamu jadi korban egonya aku?, sapa lagi dong yang dengerin
curhat aku?, sapa lagi yang bisa aku ejek? perang bantal kita juga mesti dilanjut
Rul, belum ada yang juara neh, he..he.., eh aku juga mau ngasih contekan kekamu
ko’, Rul bangun dong…jangan becanda, ini ga lucu lagi. Sumpah ini ga lucu, Rul
bangun, kamu napa sih? sukanya buat aku panik. Rul bangun dong” Ujar Caca
setelah melepaskan pelukan Ical, senyum dan berbicara sendiri setelah itu kembali
Caca memeluk jasad sahabatnya itu dan menangis sejadi-jadinya. Salsa
mendekatinya dan memberikan sebuah buku diary milik Nurul “Kata Nurul, kalo
dia tidak dapet buku yang mirip punya dia, buku diarynya ini buat kamu” Ujar
Salsa Cacapun membuka buku kecil itu, tak sempat membaca halaman pertama,
dia membuka beberapa lembaran berikutnya, hingga Caca pun membaca tulisan
Nurul paling akhir. 13 Mei 2003, 01.00 pagi Dear Diary….. Aku dah dapet
sahabat, kasih sayang sahabat. Tapi aku tak dapat memberikan apapun untuk
sahabatku itu, ini hari jadi dia, dan dia menginginkan kamu diary, mungkin saja
suatu saat aku berikan kamu ke dia, tapi itu suatu saat, hanya saja aku harus cari
yang mirip denganmu untuk sahabatku. Aku minta tolong ke Ical mungkin juga
dak apa-apa yah diary, diakan pacar sahabat aku berarti dia juga sahabat aku dong.
Hahaha….hanya sebuah buku tapi kalo dia masih menginginkan kamu diary, mau
tak mau aku harus ngasih kamu kedia. Nyawa akupun boleh yang penting sahabat
aku senang, hahaha, Lebaaaaaaaay. Ya udah dulu diary aku ngantuk neh… Ga’
kelupaan “MET ULTAH CACA, MY FRIENDSHIP” Nurul Caca menutup diary
Nurul, semakin berlinang air mata Caca. Yah apapun yang Nurul akan beri untuk
Caca, bahkan nyawanya seperti sekarang yang Caca alami. Nurul takut kalo Caca
menganggap dirinya berkhianat karena sudah lancang mengajak Ical untuk
mengantarnya, hingga dia tak pedulikan lagi ramainya kendaraan dijalan yang
membuat dirinya menghadap sang Ilahi. Esok harinya, jasad Nurulpun
dimakamkan dikampung halamannya. Setelah dikebumikan, Caca mengusap
kembali nisan sahabatnya sambil berlinang air mata. Tertulis dinisan itu “Nurul
Utami binti Muh. Awal, Lahir 14 Mei 1989, Wafat 13 Mei 2003”, sehari sebelum
hari jadinya. “Nurul, sahabat macam apa aku, hari jadi kamu pun aku tak tau, Rul
selamat ulang tahun yah, hanya setangkai bunga dan kiriman doa yang dapat aku
beri ke kamu, istirahat dengan tenang yah sahabatku” Ujar Caca sambil berdoa
dan kemudian meninggalkan gundukan tanah yang masih merah itu.
##SELESAI##

BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi tentang Cerpen yang
menjadi pokok bahasan dalam Kliping ini, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak
berharap para pembaca yang budiman agar memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya Kliping ini dan penulisan Kliping
di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga Kliping ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya. Wassalam mu
alaikum WR WB

Anda mungkin juga menyukai