Anda di halaman 1dari 10

BATIK SI WARISAN KEBUDAYAAN

Keluarga yang beranggotakan empat orang itu tengah asyik menyantap

sarapannya. Setelah selesai makan, ayah pergi ke kantor dan ibu pergi mengajar.

Reina kembali ke kamar dengan diikuti oleh kakaknya. Hari ini Reina libur kuliah.

Reza sedang berkaca di hadapan cermin lemari pakaian Reina. Reina hanya

memperhatikan gerak-gerik sang kakak.

Reina : Batik dong, blazer mulu. Gak bosen kak? Kalau pakai batik kan terlihat lebih rapi,

gagah, dan berwibawa pula.

Reza : Ya ampun Reina, gaul dong gaul. Dasar anak bahasa (tertawa mengejek).

Reina : Maksud kakak?

Reza : Ya, kakak tahu kamu mahasiswi jurusan bahasa Indonesia, tapi bukan berarti kamu

harus yang berbau Indonesiaaa terus. Cobalah Rei, gaul dikit. Pake Korean style kek,

harazuku style kek. Masa mau pakai batik terus. Ih norak banget (tertawa kembali).

Reina : Reina tidak pakai batik setiap hari kak, tapi yang penting dalam satu minggu

Rei menggunakan batik. Kan cinta warisan kebudayaan Indonesia, kak.

Reza : Ya ampun Rei, setiap hari jum'at kakak juga menggunakan batik. Tidak keren ah,

aura kakak juga tidak terpancar.

Reina : Siapa bilang, malah itu aura kasih yang bakal kakak dapat (menggoda).

Reza : Aura Kasih yang bodinya gak nahan itu Rei? (melirik Reina)

Reina : Ih kakak, makanya dengarkan dulu penjelasan Reina.

Reza : Iya Reina Octora, apa?


Reina : Jadi, aura kasih dari orang yang memiliki jiwa nasionalisme yang bakal kakak

dapat. Menggunakan batik kan sama saja dengan mempertahankan kebudayaan

Indonesia, dan kebudayaan itu merupakan salah satu unsur identitas nasional negara

kita. Jika identitas nasional kita pertahankan sama saja dengan kita mencintai dan

menghargai tanah air kita kak. Itu loh yang biasa disebut nasionalisme (tersenyum

menggoda).

Reza : Ih, adikku semakin pintar saja ya. Kakak juga tahu Rei. Kakak ini guru, ya

walaupun hanya guru SD. Mengapa kamu jadi menggurui kakak.

Reina : Siapa yang menggurui kak Reza, aku hanya memberi pendapat berikut alasannya.

Di kelas bahasa selalu begitu setiap ada diskusi. Kebebasan berpendapatkan sama

saja dengan menegakkan demokrasi kan kak?

Reza : Betul sekali adikku sayang, ada pada pasal 28E ayat 3, bunyinya setiap orang

berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Terus?(tertawa).

Reina : Kenapa tertawa? Mungkin nanti kakak menyadari bahwa nasionalisme itu harus

tumbuh di setiap jiwa warga negara Indonesia. Apalagi kita sebagai mahasiswa,

harus sudah memiliki kepribadian yang mantap, berpikir kritis, bersikap rasional,

berpandangan luas, mewujudkan nilai-nilai pancasila, rasa kebanggaan dan cinta

tanah air. Mahasiswa itu harus bersikap dan berperilaku yang dijiwai oleh rasa

kecintaannya kepada negara kak. Jadi semangat nasionalismenya itu harus sudah

benar -benar tumbuh saat ini. Aku yakin kakak lebih mengerti daripada aku.

Reza : Ya terserah kamu, Rei. Menghargai pendapat berbeda juga sama saja dengan

menegakkan demokrasi. Jadi, silahkan terserah kamu mau bicara apa.


Reina : Ih kak Reza, jangan terserah dong. Aku kan hanya manusia biasa kak. Sebagai

warga yang baik aku hanya bisa menunjukkan ini, karena aku tidak bisa melakukan

lebih. Tapi semua kan berawal dari hal yang kecil.

Reza : Iya aku mengerti, tapi sekarang batik kalah saing dengan mode yang lagi ngetrend.

Apalagi sekarang lagi marak-maraknya Korean style. Namanya juga Indonesia Rei,

kalau sudah diambil orang baru kocar-kacir, terus marah-marah (tertawa).

Reina : Nah, makanya kakak harus mempertahankannya, jangan sampai diambil

orang.

Reza : (bernyanyi) Jangan kau mau diambil maling itu.

Meski kau bercorak sederhana,

tapi kau merupakan identitas bangsa.

Meski jarang kita jaga,

tapi kau harus bertahan di Indonesia.

Akan ku membuatkan kau baja,

yaitu tunas yang tumbuh berlandaskan pancasila.

Tumbuhlah dalam dadaku, rasa cinta itu.

(tertawa sambil meninggalkan Reina).

DI RUMAH IRSYAD, KAWAN LAMA REZA. RAMAI ORANG YANG

SEDANG BERJOGED-JOGED.

Irsyad : Reza, apa kabar bro?

Reza : Baik Sob. Happy birthday y.

Irsyad : Iya thank you. Eh Za, lo gak salah kostum kan malam ini? Norak banget sih lo

pakai batik, mentang-mentang pak guru muda (tertawa).

Reina : Memang ada yang salah dengan pakaian kak Reza? Yang penting menggunakan

pakaian kan?
Irsyad : Iya Reina, memang. Tapi Reza itu terkenal laki-laki yang keren, apalagi kalau

pakai blazer. Semua perempuan pada nempelin dia semua. Lah sekarang, gak ada

satu pun kan. Malah lihat? Yang lain mungkin menganggap kalo Reza itu papa saya.

(kembali tertawa terbahak-bahak).

Reina : Maksud kak Irsyad apa? Ada yang salah dengan batik? Apa kakak pikir dengan

menggunakan pakaian haruzuku style yang kakak gunakan ini adalah bagus. Kakak

itu tidak lebih seperti penjajah di tahun 2012, tahu tidak?

Irsyad : Ini memang beli di Jepang Rei. Lihat sini lebih dekat. Di Indonesia mana ada

kostum yang the best seperti ini. Kamu jangan sembarangan bilang aku penjajah

dong Rei.

Reina : Cintailah produk dalam negeri Kak, kalau bukan kita sebagai warganya yang

mencintainya mau siapa lagi?

Reza : Reina!

Irsyad : Tapi tetap saja, buatan luar negeri ini pasti lebih keren adik cantik.

Reina : Indonesia juga lebih bisa menghasilkan produk terbaik di bandingkan produk

penjajah. Asalkan warganya mau berusaha dan memiliki tekad untuk memberikan

yang terbaik dan memiliki semangat unggul dalam berbagai hal. Asal Kakak tahu,

warga Indonesia pandai dan cerdas. Indonesia memiliki banyak kekayaan, kekayaan

alam, budaya dan bahasa. Tapi Inilah warga negara kita yang tidak memiliki

semangat cinta tanah air. Tanpa mereka sadari mereka menjajah negeri sendiri,

dengan membanggakan bahasa asing, dengan membanggakan produk asing dan

melupakan warisan kebudayaan dari nenek moyang kita, yaitu batik ini.

Reza : Reina!
Irsyad : Reina, apa yang kamu bicarakan. Saya tidak mengerti (tertawa). Reza, Reza,

ternyata kamu sudah terpengaruh virus norak adikmu itu ya (tertawa). Kamu

mendapat peringkat pertama kategori orang tercupu di pestaku (tertawa).

Reza : Cukup Irsyad. Terima kasih atas pujiannya (Reza menarik Reina keluar dari

pesta).

DEPAN TERAS RUMAH. REZA GERAM DAN MARAH PADA ADIKNYA

YANG TELAH MEMPERMALUKANNYA DI HADAPAN KAWAN-KAWAN

LAMANYA.

Reina : Kakak mengapa menarik aku, sakit tahu.

Reza : Cukup Reina! Tingkah kamu malah membuat aku semakin terpojokkan oleh

mereka dan lebih memalukan daripada apa yang aku bayangkan. Kakak menyesal

bawa kamu dan menuruti mau kamu!

Reina : Tapi tidak ada yang salah dengan batik kan kak?

Reza : Memang tidak ada yang salah, tapi ini 2012. Dari awal kakak sudah tidak setuju

untuk menggunakan batik. Puas kamu Rei sudah mempermalukan kakak?

Reina : Sebagai mahasiswa yang telah dididik dengan baik harusnya kakak membela apa

yang kakak gunakan ini (menunjuk pada baju batiknya), harusnya kakak membela

dan mempertahankan identitas nasional kita. Batik ini merupakan warisan dari nenek

moyang kita yang mesti kita jaga dan pertahankan kak. Sebagai mahasiswa yang

hanya memiliki peranan kecil dan seharusnya membawakan pengaruh yang besar,

hanya ini yang bisa kita lakukan. Mempertahankan bahasa dan budaya yang kita

miliki. Jangan sampai di ambil lagi sama tetangga kita yang kekurangan itu.
Reza : Sudah Reina, lagi-lagi kau mengguruiku. Aku cukup tahu dengan tugasku sebagai

WNI. Saat ini aku sedang belajar untuk menumbuhkan semangat dalam

mewujudkan cita-cita nasional yang terdapat dalam UUD. Tapi itu tidak semudah

membalikkan telapak tangan Rei. Butuh waktu dan proses. Butuh praktik, bukan

hanya omongan saja.

Reina : Tapi selama ini, yang aku lihat kakak tidak melakukan apapun?

Reza : Kamu tidak tahu apa-apa tentang diriku Reina. Lebih baik, kau sekarang belajar

bagaimana cara menjadi pendidik yang menarik perhatian peserta didik. Jangan

hanya bisa berbicara padaku, jangan hanya berbicara dengan nada emosi, hargai

perbedaan, jaga bahasa sebagai cermin diri kita. Semua manusia tak sama, tak perlu

kau paksa. Akan ada saatnya mereka menyadari. Setelah kau berani berbicara

dihadapan publik tentang pentingnya nasionalisme.

Reina : (terdiam bersedih).

MALAM HARI. RUANG MAKAN.

Ibu : Mengapa begitu sepi ya?

Ayah : Iya bu, tumben sekali kakak beradik ini tidak ada suaranya.

Ibu : Reza, kau apakan adikmu?

Reza : Tanyakan saja sendiri padanya, bu.

Ibu : Reina, kamu kenapa sayang?

Reina : Kak Reza menyebalkan bu. Aku cukup tahu dengan kelemahanku yang tidak bisa

menyampaikan pikiranku kepada orang lain, aku tahu sampai sekarang aku masih

belum bisa menarik perhatian peserta didik walaupun aku anak bahasa yang pandai

merangkai kata-kata. Tapi mengapa kak Reza selalu menyindirku, bu.


Reza : Kamu bilang kebebasan berpendapat adalah hak setiap orang. Mengapa hanya bisa

memberikan pendapat atau masukan kepadaku saja? Kawanmu banyak di kampus.

Gurui saja mereka, ajak mereka menggunakan batik dan orasikan tentang pentingnya

nasionalisme bagi para mahasiswa. Mampu tidak?

Reina : (menunduk sedih)

Ayah : Reza, Reina sudah. Ayah bukan tanpa alasan menginginkan kalian masuk ke

jurusan PKN dan Bahasa. Ayah hanya ingin anak-anak ayah menjadi pendidik yang

baik bagi anak didiknya, menjadikan anak didiknya memiliki jiwa nasionalisme

yang tinggi, berbahasa yang baik dan benar, bangga dengan bangsa sendiri,

mempertahankan budaya yang kita miliki, mencintai produk dalam negeri, dan

sebagainya. Harapan ayah Reina, semoga kamu bisa mengajarkan bahasa yang baik

kepada anak didikmu kelak, lebih-lebih jika kamu mampu menjadikan bahasa

Indonesia sebagai bahasa internasional yang disepakati dan diakui oleh semua

negara.

Reza : Tuh, dengar Ayah bilang Rei. Itu tanggung jawabmu.

Ibu : Dan tentunya ada tanggung jawab untukmu juga Reza (tersenyum).

Ayah : Untuk kamu Reza, ayah ingin kamu membenahi sistem politik di Indonesia pada

generasi baru yang dihasilkan olehmu. Ajari anak didikmu untuk memiliki semangat

nasionalisme yang tinggi, selagi mereka masih muda. Agar kelak dewasa mereka

akan berpikir sebagai WNI yang baik mereka harus memiliki tanggung jawab untuk

menjadi manusia yang cerdas, manusia yang bertanggung jawab, jujur, dan manusia

yang berpartisipasi dalam membangun dan mewujudkan cita-cita nasional negara

kita. Memang tidak mudah melakukan itu semua, tapi marilah kita coba dari hal

yang kecil. Ayah percaya pada dua anak ayah yang sedang dalam proses untuk

dididik menjadi WNI yang cinta akan tanah air ini.


Reina : Itu juga tanggung jawabmu kak (tersenyum mengejek).

Reza : Iya Rei, tanggung jawab kakak dan kamu (tersenyum).

Ayah : Nak, anggap saja diri kita sebagai sebuah negara yang harus berdiri kokoh. Kita

memiliki pancasila, pancasila sebagai dasar negara merupakan berdirinya NKRI.

Selain itu, pancasila juga sebagai identitas nasional atau jati diri bangsa. Unsur

identitas nasional itu terdiri dari apa saja Reza?

Reza : Suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa, yah.

Ayah : Cerdas anak ayah. Kita memiliki dua tangan dan dua kaki. Kita jadikan keduanya

itu bermanfaat untuk kalian berdiri kokoh. Kedua kaki itu dapat diibaratkan suku

bangsa dan bahasa. Kita dapat berdiri akibat adanya suku bangsa dari berbagai

macam etnis yang ada di Indonesia. Bahasa yang kita miliki dapat menjadi landasan

kita untuk berdiri dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Kemudian, kedua

tangan ini, diperuntukkan untuk menjaga kebudayaan dan agama. Walaupun kita

memiliki agama yang beragam tetapi kita tetap menjaga perbedaan itu, walaupun

berbeda yang penting memiliki tujuan yang sama.

Reina : Iya yah. Dan salah satu bentuk untuk menjaga kebudayaan yaitu dengan

mempertahankan warisan kebudayaan yang kita miliki kan yah?

Ayah : Betul sayang, itu salah satunya.

Reza : Iya yah, Reza dan Reina pasti akan berusaha untuk mewujudkan keinginan ayah.

Reza dan Reina akan menjadi manusia yang diharapkan dan dicita-citakan.

Di balik ketidakpedulian Reza pada batik ternyata Reza memang telah

mengajarkan anak didiknya untuk menumbuhkan semangat nasionalisme. Dalam

dirinya telah tertanam jiwa nasionalisme, akan tetapi tidak dia praktikkan kepada

dirinya sendiri melainkan melalui anak didiknya. Di kampusnya Reza selalu menjadi

pembicara dalam perkumpulan mahasiswa yang akan mengadakan demonstrasi. Dia


selalu memberikan pesan kepada rekan-rekan kuliahnya untuk menciptakan demo

yang tidak merugikan orang lain, demo yang menggunakan bahasa yang terpelajar

dan melakukan tindakan yang sewajarnya, tidak melukai diri sendiri maupun orang

lain. Inilah yang tidak pernah diketahui oleh ayah, ibu, dan Reina. Reina telah

dibantu oleh Reza cara menghadapi anak didik. Reza dan Reina bersama-sama

mencoba untuk mempertahankan budaya dan bahasa Indonesia, sebagai tanda

mempertahankan identitas nasional negara Indonesia.


Daftar Pustaka

http://dianludia-wanti.blogspot.com/2012/09/naskah-drama.html

Anda mungkin juga menyukai