Disusun Oleh :
DAFTAR ISI
HUKUMAN MATI i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………...………………………………………..1
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………………….1
1.3. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II ISI.................................................................................................................................3
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................13
3.2. Saran..............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA…………………………...…………………………………………..15
BAB I
PENDAHULUAN
Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan
bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survei
yang dilakukan PBB pada tahun 1998 dan tahun 2002 tentang hubungan antara praktik
hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih
buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan.
Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan dan kemiskinan suatu
masyarakat, maupun berfungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum.
Dukungan hukuman mati didasari argumen di antaranya bahwa hukuman mati untuk
pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan
hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga
membunuh lagi jika tidak jera, pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh
lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.
Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus
berulang-ulang melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Sering penolakan hukuman
mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan
dari korban sendiri, keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban. Lain
halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah
dengan prasyarat yang jelas.
Kelompok pendukung hukuman mati beranggapan bahwa bukan hanya pembunuh
saja yang punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Maka dari itu Kelompok ini membuat
makalah ini dengan tujuan agar masyarakat luas tahu juga bahwa mereka punya hak untuk
hidup dan tidak disiksa serta pandangan hukuman mati dari segala sisi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang ada dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa pengertian dari Hukuman Mati?
1.2.2 Apa saja cara praktek Hukuman Mati?
1.2.3 Bagaimana pandangan Pemerintah terhadap Hukuman Mati?
1.2.4 Bagaimana pandangan Ahli medis tentang Hukuman Mati?
1.2.5 Bagaimana pandangan Gereja Katolik tentang Hukuman Mati?
1.2.6 Bagaimana sikap kita terhadap Hukuman Mati?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui apa pengertian dari Hukuman Mati
1.3.2 Mengetahui apa saja cara praktek Hukuman Mati
1.3.3 Mengetahui bagaimana pandangan Pemerintah terhadap Hukuman Mati
1.3.4 Mengetahui bagaimana pandangan Ahli medis tentang Hukuman Mati
1.3.5 Mengetahu bagaimana pandangan Gereja Katolik tentang Hukuman Mati
1.3.6 Mengetahui bagaimana sikap kita terhadap Hukuman Mati
BAB II
ISI
Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau
tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat
perbuatannya. Menurut wikipedia.org. pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di
22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktik hukuman mati hanya
dilakukan di beberapa negara, misalnya: Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.
Politik yang dapat memengaruhi dalam penegakan hukum dan keadilan dimaksud. Di
Indonesia sudah puluhan atau ratusan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru
korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik. Walaupun amandemen
kedua konstitusi UUD ‘45, pasal 28 ayat 1, menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun”, tetapi peraturan perundang-undangan di bawahnya tetap mencantumkan
ancaman hukuman mati.
Kelompok pendukung hukuman mati beranggapan bahwa bukan hanya pembunuh
saja yang punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Masyarakat luas juga punya hak untuk
hidup dan tidak disiksa. Untuk menjaga hak hidup masyarakat, maka pelanggaran terhadap
hak tersebut patut dihukum mati. Pada tahun 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-
undangan yang masih memiliki ancaman hukuman mati, seperti: KUHP, UU Narkotika, UU
Anti Korupsi, UU Anti Terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah
panjang dengan adanya RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara.Vonis atau hukuman mati
mendapat dukungan yang luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. Pemungutan suara
yang dilakukan media di Indonesia pada umumnya menunjukkan 75% dukungan untuk
adanya vonis mati.
2.2 Berbagai Praktek Hukuman Mati
2.2.1 Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala
2.2.2 Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik
bertegangan tinggi
2.2.4 Suntik mati : hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh
2.2.5 Hukuman tembak : hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya
pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat eksekutornya
Dari kutipan-kutipan itu tampak jelas bahwa pandangan atau ajaran Gereja Katolik
mengenai hukuman mati berkembang dan pada akhirnya berubah. Menurut Mgr. Ignatius
Kardinal Suharyo, perubahan pandangan ini berkaitan dengan kesadaran diri manusia dan
pengalamannya akan Allah. Ini amat jelas dalam Kitab Suci; dalam Perjanjian Lama ada
hukum pembalasan yang setimpal "Gigi ganti gigi, mata ganti mata".
Pembalasan yang setimpal ini sudah lebih maju dibandingkan dengan hukum
pembalasan yang lebih berat daripada yang diterima "Kepala ganti gigi". Dalam Perjanjian
Baru, ketika Allah semakin dialami sebagai Sang Kasih, hukum pembalasan setimpal diganti
secara radikal dengan Hukum Kasih. Ajaran Gereja Katolik mengenai hukuman mati
mengalami perkembangan dan akhirnya perubahan yang radikal seperti itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau
tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat
perbuatannya.
Terdapat berbagai bentuk praktik hukuman mati yaitu,hukuman tembak,suntik
mati,hukuman gantung,rajam,kursi listrik,pancung,pembakaran.
Hukuman Mati Dari Sudut Pandang Konstitusi dan Perundang-undangan
Amandemen kedua UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa,“Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Hukuman Mati Dari Sudut
Pandang Hukum HAM Internasional menegatkan bahwa Hukuman mati merupakan salah
satu isu yang paling kontroversial dalam Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik
yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia (International Covenant on Civil and
Political Rights). Meski diakui hak hidup sebagai non-derogable rights (hak yang tidak dapat
dikurang-kurangi), pada Pasal 6 (ayat 2, 4, dan 5) secara tekstual dinyatakan bahwa hukuman
mati masih diperbolehkan. Sementara itu pada Pasal 6 (ayat 6) kembali ditegaskan adanya
semangat Kovenan ini untuk secara bertahap dan progresif menghapuskan praktek hukuman
mati.
Hukuman mati dapat berdampak pada fungsi fisiologis dan fungsi otak yang dapat
mengganggu kestabilan mental terpidana. Selain itu, juga berpengaruh secara psikologis
terhadap aparatur negara yang terlibat dalam proses eksekusi.
Pandangan atau ajaran Gereja Katolik mengenai hukuman mati berkembang dan pada
akhirnya berubah. Menurut Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, perubahan pandangan ini
berkaitan dengan kesadaran diri manusia dan pengalamannya akan Allah. Ini amat jelas
dalam Kitab Suci; dalam Perjanjian Lama ada hukum pembalasan yang setimpal "Gigi ganti
gigi, mata ganti mata". Pembalasan yang setimpal ini sudah lebih maju dibandingkan dengan
hukum pembalasan yang lebih berat daripada yang diterima "Kepala ganti gigi". Dalam
Perjanjian Baru, ketika Allah semakin dialami sebagai Sang Kasih, hukum pembalasan
setimpal diganti secara radikal dengan Hukum Kasih. Ajaran Gereja Katolik mengenai
hukuman mati mengalami perkembangan dan akhirnya perubahan yang radikal seperti itu.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahn dan jauh dari kata
sempurna. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dpat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah dan Sumangelipu.1985. Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini, dan di
Masa Depan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Anonim. 1948. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Right).
Mufti Makarim. 2018. Beberapa Pandangan Tentang Hukuman Mati (Death Penalty) dan
Relevansinya Dengan Perdebatan Hukum di Indonesia. Elsam, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat. Ebook available on : http://referensi.elsam.or.id/wp-
content/uploads/2014/12/BEBERAPA-PANDANGAN-TENTANG-HUKUMAN-
MATI-DEATH-PENALTY-DAN-RELEVANSINYA-DENGAN-
PERDEBATAN-HUKUM-DI-INDONESIA.pdf
Netty SR Nairborhu, 2015. Pandangan Agama Terhadap Hukuman Mati. Jurnal Wawasan
Hukum, Vol. 33. No. 2. Bandung : Sekolah Tinggi Hukum.
Soetedjo dkk, 2017. Tinjauan Etika: Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Pidana yang
Menyebabkan Kematian, Kecacatan, atau Gangguan Kesehatan. Jurnal Etika
Kedokteran Indonesia, Vol. 1 No. 1. Semarang : Departemen Neurologi, Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, Surakarta.