Anda di halaman 1dari 17

PANDANGAN GEREJA KATOLIK MENGENAI HUKUMAN MATI

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur


Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Yang Diampu Oleh …

Disusun oleh,

Kelas

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROVINSI KALIMANTAN BARAT

2023
i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, hanya dengan limpahan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Pandangan
Gereja Katolik Mengenai Hukuman Mati. Kami mengucap terima kasih kepada … selaku guru mata
pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata pelajaran pendidikan
Agama Katolik dan Budi Pekerti yang diampu oleh …. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika
tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul ............................................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 3
...........................................................................................................................................

2.1 Pengertian Hukuman mati ......................................................................................... 3


2.2 Penyebab Terjadinya Hukuman Mati ........................................................................ 4
2.3 Dampak Hukuman Mati............................................................................................. 7
2.4 Cara Menghindari Hukuman Mati ............................................................................ 7
2.5 Pandangan Negara Mengenai Hukuman Mati .......................................................... 11
2.6 Pandangan Gereja Katolik Mengenai Hukuman Mati .............................................. 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................................................


...........................................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................


....................................................................................................................................13
3.2 Saran ..........................................................................................................................
13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum mati merupakan salah satu hukum tertua di dunia yang resmi diakui bersama,
dengan adanya hukuman hukuman tertulis yaitu sejak adanya undang-undang raja Hamurabi di
Babilonia pada abad ke-18 sebelum masehi. Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih
menerapkan hukuman mati, termasuk Indonesia yang lebih dari setengah negara-negara di
dunia telah menghapuskan hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan praktek
hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan hukuman mati masih dilaksanakan dibanyak
negara, termasuk Indonesia. Mengingat hukuman mati menyangkut nyawa manusia, maka
banyak terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat, namun pemerintah Indonesia bersama
sejumlah elemen masyarakat yang mendukung hukuman mati tetap pada pendirian, bahwa
hukuman mati tetap harus dilaksanakan untuk melindungi kehidupan. Konsistensi penerapan
hukuman mati di dunia selalu saja menjadi hal yang kontroversi, baik di kalangan pemerintah,
praktisi hukum, agamawan maupun masyarakat sendiri. Karena dirasa melanggar hak yang
paling mendasar bagi manusia yaitu hak untuk hidup dan memperbaiki kehidupannya.
Hukuman mati merupakan jenis pidana yang terberat dibandingkan dengan pidana lainnya,
karena dengan pidana mati terenggut nyawa manusia untuk mempertahankan hidupnya.Pidana
mati dapat dikatakan sebagai pidana yang paling kejam, karena tidak ada lagi harapan bagi
terpidana untuk memperbaiki kejahatannya. Eksekusi pidana mati sepanjang sejarah
dilaksanakan dengan berbagai macam cara. Ketika manusia masih dalam tingkat pemikiran dan
teknologi yang belum semaju seperti sekarang ini, caranya sungguh kejam dan tidak
berperikemanusiaan kalau kita menilainya dari sudut pandang masa kini. Di Indonesia
pelaksanaan hukuman mati merupakan suatu pembicaraan yang dapat menimbulkan
problematika (antara yang pro dan yang kontra), karena masih banyak di antara para ahli
hukum yang mempersoalkannya hal ini disebabkan antara lain karena adanya perbedaan dan
tinjauan. Bagi kalangan yang menolak pidana mati, hukuman mati dianggap bertentangan
dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini didasari bahwa penerapan hukuman mati tidak
sesuai dengan falsafah negara yang menganut paham Pancasila, yang selalu menjunjung tinggi
rasa pri kemanusiaan yang adil dan beradab. Penjatuhan pidana mati dianggap mengambil hak

iv
hidup seseorang. Padahal setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya. Kalangan penolak pidana mati menganggap pidana mati tidak selaras lagi
dengan perkembangan HAM. Semua negara memiliki konsep menjunjung tinggi HAM, dan
Indonesia sebagai bagian dari negara di dunia harus ikut serta dalam mewujudkan HAM.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah;
1. Apa yang dimaksud dengan hukuman mati?
2. Apa penyebab terjadinya hukuman mati?
3. Apa dampak yang terjadi jika memberlakukan hukuman mati?
4. Apa usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya hukuman mati?
5. Apa pandangan negara mengenai hukuman mati?
6. Apa pandangan Gereja mengenai hukuman mati?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah;
1. Menjelaskan pengertian hukuman mati.
2. Menjelaskan penyebab terjadinya hukuman mati.
3. Menjelaskan dampak yang terjadi jika memberlakukan hukuman mati.
4. Menjelaskan usaha yang dilakukan untuk menghindari terjadinya hukuman mati.
5. Menjelaskan pandangan negara mengenai hukuman mati.
6. Menjelaskan pandangan Gereja Katolik mengenai hukuman mati.

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukuman Mati


Hukuman mati atau pidana mati adalah praktik yang dilakukan suatu negara untuk
membunuh seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan. Vonis yang memerintahkan
seorang tersangka didakwa dengan hukuman mati dapat dikatakan telah divonis mati, dan
tindakan pelaksanaan hukuman disebut sebagai eksekusi. Hukuman mati atau pidana mati
(bahasa Belanda: doodstraf) adalah praktik yang dilakukan suatu negara untuk membunuh
seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan. Pidana mati adalah sanksi yang dilakukan
dengan suatu pilihan perbuatan mematikan (oleh negara) kepada pelaku tindak pidana yang
telah diputus bersalah atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sanksi pidana
ini telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda, tepatnya saat Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Henry Willem Daendels berkuasa di Indonesia tahun 1808. Biasanya, hukuman mati
ini diberikan kepada warga pribumi yang tidak mau dijadikan suruhan atau tidak menuruti
perintah Daendels. Sanksi ini juga bersifat khas dikarenakan setelah eksekusinya dilaksanakan,
maka terpidana yang sudah kehilangan nyawa tersebut tidak dapat hidup kembali (apabila
ternyata muncul kekeliruan atas perkara yang bersangkutan). Hal inilah yang merupakan salah
satu alasan banyak pihak menolak (kontra) sanksi pidana mati. Pidana mati di dalam KUHP
dikenal sebagai jenis sanksi pidana pokok dengan urutan pertama (urutan ini bermakna susunan
berdasarkan berat ringannya sanksi pidana), sedangkan pengaturan pidana mati di dalam
rancangan KUHP bukan lagi sebagai jenis pidana pokok melainkan hanya sebagai pidana
alternatif untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang. Pengaturan
demikian di Pasal 98 RKUHP dinyatakan bahwa pidana ini sebagai upaya terakhir untuk
mengayomi masyarakat.
Beberapa cara Hukuman mati yang biasa dilakukan adalah:
a. Pancung: hukuman dengan cara potong kepala.
b. Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk dikursi yang kemudian dialirkan listrik
bertegangan tinggi.
c. Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung ditiang gantung.

vi
d. Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh.
e. Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya pada
hukuman ini terpidana harus menutup mata agar tidak melihat.
f. Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati.
g. Hukuman mati dengan cara menguliti pelaku hidup-hidup. Metode hukuman mati ini
dinamakan flaying, yakni menguliti manusia hidup-hidup. Sebetulnya metode ini dilakukan
bukan hanya untuk hukuman mati, namun juga digunakan untuk tujuan lain yang tak kalah
kejamnya, seperti menghilangkan jati diri seseorang.
h. Hukuman mati dengan cara digergaji, Hukuman mati ini juga tak kalah sadisnya. Metodenya
sangat menyakitkan, di mana pelaku kejahatan yang terbukti melakukan kejahatan berat
akan digantung dengan posisi terbalik.

2.2 Penyebab Terjadinya Hukuman mati


1. Makar. Perbuatan makar yang berat terutama yang mengancam pemerintah masuk ke
dalam tindak pidana yang dapat terkena hukuman mati. Hal ini sudah di atur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 104 yang berbunyi “Makar yang di lakukan
dengan maksud akan menghilangkan nyawa atau kemerdekaan Presiden atau Wakil
Presiden, atau dengan maksud akan menjadikan Presiden atau Wakil Presiden tidak cakap
pemerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjar seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun”. Anda juga harus tau jenis demokrasi
yang ada di dunia.
2. Pembela Musuh Negara Ketika Perang. Tindakan pidana selanjutnya yang menjadi
penyebab hukuman mati di Indonesia adalah ketika seseorang di tangkap basah menjadi
pembela musuh negara ketika perang sedang berlangsung. Hal ini terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 123 dan 124. Anda juga harus mengetahui
bagaimana pelaksanaan Demokrasi di Indonesia saat ini KUHP pasal 123 yang berbunyi
“Seorang Warga Negara Indonesia yang dengan sukarela masuk tentara negara asing, dan
di mengetahui bahwa negara tersebut sedang berperang dengan negara Indonesia atau tidak
lama lagi akan berperang dengan Indonesia diancam dengan pidana mati, atau dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Dan KUHP pasal 124 ayat 2 yang berbunyi
“Menjadi mata-mata musuh atau memberi tempat menumpang kepada musuh selama
perang berlangsung, diancam dengan hukuman mati atau pidana seumur hidup atau pidana
penjara paling lama 20 tahun.”
3. Melakukan Penipuan Dalam Pengiriman Bahan Militer Pada Saat Perang. Seseorang yang
melakukan penipuan dalam pengiriman bahan militer ketika perang sedang berlangsung
vii
dapat di kenakan hukuman mati. Kasus ini tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) pasal 127. Dimana KUHP pasal 127 berbunyi “Barangsiapa pada masa
perang melakukan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang keperluan Angkatan
Laut atau Angkatan Darat diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun atau
pidana mati.”
4. Banyak negara di dunia yang masih menerapkan hukuman mati. Alasannya beragam ada
yang bilang agar memberikan efek jera terhadap pelaku yang melanggar hukum tersebut.
Namun tidak sedikit juga yang sudah menghilangkan hukuman mati di negara mereka.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang penyebab hukuman mati sebaiknya Anda tahu
dahulu pengertian hukum empiris. Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan
hukuman mati ini. Ini di sebabkan salah satunya karena penyimpangan pada masa
demokrasi terpimpin. Selain itu karena kini maraknya perdagangan narkoba yang sangat
mengancam generasi masa depan bangsa Indonesia sendiri. Sayangnya Indonesia masih
belum menerapkan hukuman berat untuk pejabat yang tertangkap melakukan korupsi. Pada
tahun 2015 lalu saja ada enam orang pengedar narkoba yang di esekusi mati di Indonesia.
Hukuman yang tidak main-main tentunya. Jika saja Indonesia bisa seperti negara China
yang memberlakukan hukuman mati bagi pejabat negara yang tertangkap korupsi pastinya
angka korupsi di Indonesia akan menurun drastis. Karena hingga saat ini masalah yang
masih saja di hadapi bangsa Indonesia adalah korupsi. Meskipun Anda hanya sebagai
rakyat Anda harus tahu arti demokrasi rakyat agar Anda tahu bagaimanas sistem di negara
Indonesia berjalan.
5. Membunuh Kepala Negara Dari Negara Sahabat Indonesia. Orang yang dengan sengaja
melakukan kejahatan pembunuhan terhadap kepala negara dari negara sahabat Indonesia
dapat di kenakan hukuman mati. Jika orang tersebut terbukti bersalah dan melakukan
rencana pembunuhan. Hal ini di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
pasal 140. KUHP pasal 140 berbunyi “Seseorang yang dengan sengaja menghilangkan
nyawa dengan rencana terlebih dahulu serta berakibat kematian, diancam dengan pidana
mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara dalam kurun waktu tertentu dengan
maksimal 20 tahun penjara.”
6. Pembunuhan Berencana. Tindak pidana yang terkena hukuman mati selanjutnya adalah
pembunuhan berencana. Hal ini terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) pasal 340 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana
terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”

viii
7. Perampokan dan Pencurian yang Mengakibatkan Kematian. Di Indonesia melakukan
perampokan dan pencurian hingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang dapat
terkena hukuman mati. Hal ini sudah di jelaskan dalam Kitan Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) pasal 365 ayat 4 yang berbunyi “Barang siapa yang melakukan pencurian
yang di lakukan oleh dua orang atau lebih dan melaukan tindak kekerasan hingga
menyebakan kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama 20 tahun.”
8. Melakukan pembajakan hingga menyebabkan kematian sekelompok orang yang dengan
sengaja melakukan pembajakan kapal dan menyebabkan kematian pada korbannya dapat di
kenakan pidana mati. Tindak pidana ini di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) pasal 444 yang berbunyi “Barang siapa yang melakukan kekerasan
tersebut dalam pasal 438-441 mengakibatkan seseorang di kapal yang di serang itu mati,
maka nahkoda, komandan atau pemimpin kapal dan mereka yang ikut turut serta
melakukan perbuatan kekerasan itu diancam dengan pidana mati, pidana seumur hidup,
atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.”
9. Mempunyai Senjata Api Dan Bahan Peledak. Seseorang yang dengan sengaja memiliki
senjata api dan bahan peledak di rumahnya dan memiliki tujuan untuk menggunakannya
dapat di kenakan hukuman mati. Hal ini di atur dalam Undang-Undang Darurat No 12
Tahun 1951 pasal 1. Undang-undang ini berbunyi “Barang siapa yang tanpa hak
memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau
mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata api, amunisi atau sesuatu
bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, atau
hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun.”
10. Kejahatan Penerbangan Dan Sarana/Prasarana Penerbangan. Kejahatan penerbangn dan
terhadap sarana atau prasarana penerbangan juga dapat di pidana mati. Hal ini sudah sangat
jelas tertuang di Undang-Undang No 4 Tahun 1976 yang berbunnyi “Barang siapa yang
melakukan kejahatan penerbangan dan di lakukan oleh dua orang atau lebih sehingga
menyebabkan kerusakan pada pesawat udara tersebut sehingga membahayakan
penerbangan pesawat tersebut, dan sudah direncanakan terlebih dahulu, serta
mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat tersebut, dipidana dengan
pidana mati atau pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.”
11. Penyalahgunaan Psikotoprika Atau Narkoba. Seseorang yang tertangkap basah sedang
melakukan perdagangan narkoba dapat di jatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup
ix
atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 5
Tahun 1997. Nah itu tadi 10 penyebab hukuman mati di Indonesia. Semoga Anda tidak
termasuk kedalamnya. 2.3.1. Hukuman mati atau pidana mati adalah praktik yang
dilakukan suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan.
Vonis yang memerintahkan seorang tersangka didakwa dengan hukuman mati dapat
dikatakan telah divonis mati, dan tindakan pelaksanaan hukuman disebut sebagai eksekusi

2.3 Dampak Hukuman Mati


Dampak hukuman mati dibagi menjadi dua, yakni :
1. Dampak Positif
Merupakan dampak kuat yang mendatangkan keinginan untuk membujuk,
meyakinkan, memdampaki atau memberikan kesan kepada orang lain dengan tujuan untuk
mereka mengikuti atau mendukung keinginanya dengan mengutamakan suasana jiwa yang
baik. Dampak positif yang dirasakan oleh terpidana mati pada saat berada di dalam
Lembaga Pemasayarakatan Batu Nusakambangan adalah sebagai berikut:
a. Terpidana mati setelah memasuki Pemasyarakatan dan menjadi salah satu Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) lebih mendekatkan diri dengan Tuhan-Nya. Salah satu cara
mendekatkan diri dengan Tuhan adalah dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan
yang diselenggarakan Lapas, senantiasa mengingat Tuhan.
b. Berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik lagi dengan cara menjalankan hukuman
dengan baik dan menyesali semua perbuatannya.
c. Mengetahui dan memahami proses hukum, jadi seseorang yang sebelum masuk ke dalam
Lapas tidak tahu bagaimana proses hukum yang ada sehingga ketika sudah memasuki
Lapas maka di tahapan awal akan diberitahukan proses hukum yang ada.
2. Dampak Negatif
Dampak kuat yang mendatangkan akibat yang negatif. Setiap perbuatan, kejadian dan
peristiwa pasti mendatangkan dampak baik positif maupun negatif, jika dalam hal ini
dampak negatif lebih besar dirasakan daripada dampak positifnya. Dampak negatif yang
dirasakan dari adanya penundaan eksekusi ini adalah banyak terpidana mati yang melakukan
tindak kejahatan baru, selain itu juga banyak yang mencoba melakukan tindakan bunuh diri
bahkan sampai ada yang bunuh diri.

2.4 Cara Menghindari Hukuman Mati


Menurut KUHAP yang berlaku di Indonesia terpidana yang telah dijatuhi hukuman mati
masih bisa menempuh upaya Hukum Biasa yang terdiri dari:
x
1. Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana dapat
mengajukan Banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri. Proses
Banding akan diperiksa oleh Pengadilan Tinggi nantinya. Sebagaimana diatur Pasal 67
KUHAP, yang berbunyi: “Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk meminta Banding
terhadap Putusan Pengadilan Tingkat Pertama, Kecuali terhadap Putusan Bebas, Lepas dari
segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan
putusan pengadilan dalam acara cepat.” Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan
banding hanya keputusan pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena
terhadap penetapan upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi. Tenggang waktu
pernyataan mengajukan banding adalah 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan sebagaimana
diatur dalam Pasal 233 ayat (2) KUHAP. Apabila jangka waktu pernyatan permohonan
banding telah lewat maka terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh
Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap
telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.
2. Kasasi
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu
atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan pidana. Terpidana dapat
mengajukan Kasasi atas Putusan Banding, apabila merasa tidak puas dengan isi Putusan
Banding Pengadilan Tinggi. Proses Kasasi akan diperiksa oleh Mahkamah Agung nantinya.
Sebagaimana diatur Pasal 244 KUHAP, yang berbunyi:
“Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain
selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemerikasaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 (empat belas) hari sejak
diberitahukan kepada terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 245 ayat (1) KUHAP.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan kasasi telah lewat maka terhadap permohonan
kasasi yang diajukan dianggap menerima putusan sebelumnya. Dan akan ditolak oleh
Mahkamah Agung karena terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dianggap
telah mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkrach.
3. Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap oleh terpidana atau ahli warisnya kepada Mahkamah Agung, kecuali
terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Dasar pengajuan peninjauan
xi
kembali adalah sebagaimana yang sebagaimana daitur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP,
yang menyebutkan: “
a) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu
sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan
bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
b) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan
tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah
terbuktiitu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
c) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata. Peninjauan kembali juga dapat dilakukan terhadap putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tepap, apabila putusan itu merupakan
suatu perbutan pidana yang didakwakan dan terbukti namun tidak ikuti dengan suatu
pemidanaan/ hukuman.” Upaya hukum biasa dan luar biasa ini adalah cara terdakwa
untuk menghindari hukuman mati yang telah dijatuhkan terhadap dirinya, namun upaya
hukum tadi bukan satu-satunya cara agar terlepas dari jerat pidana mati, Indonesia juga
mengatur cara agar terpidana mati tersebut mendapatkan pengampunan atas
perbuatannya. Jenis-jenis Pengampunan tersebut adalah:
1) Grasi
Kata grasi berasal dari bahasa latin Pardonare, yang di terjemahkan kedalam
bahasa Inggris yaitu Pardone. Menurut Blacks Law Dictionary Sixth Edition, yang
disusun oleh Henry Campbell Black. M.A Tahun 1990 dituliskan bahwa Pardon: an
executive action that mitigates or sets aside punishment for a crime. An act of grace
from governing power which mitigates the punishment the law demands for the
offense and restores the right and privileges forfeited on account of the offense. Grasi
diatur dalam UU No. 22 Tahun 2002 yang telah dirubah dalam UU No. 5 Tahun 2010.
Menurut Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2002, yang dimaksud grasi adalah pengampunan
berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana
kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Selain upaya hukum luar biasa, untuk
menghindari dilaksanakannya pidana mati, terpidana melalui kuasa hukumnya
seringkali mengajukan grasi kepada Presiden untuk mengubah putusan pidana mati
tersebut. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru, pidana mati disebutkan
akan otomatis menjadi pidana seumur hidup apabila sepuluh tahun setelah keputusan
penolakan grasi dikeluarkan oleh Presiden, dan jaksa belum melaksanakan eksekusi
pidana mati tersebut. Hal ini berarti jaksa harus melaksanakan pidana mati sebelum
xii
sepuluh tahun setelah adanya penolakan kasasi Perlunya diskusi norma Pasal 7 ayat
(2) UU No.5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang
Grasi. Dimana pasal tersebut berbunyi permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 tahun sejak putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap. Permasalahan disini timbul selain membatasi, menghalangi,
hak konstitusional Presiden sebagai kepala negara untuk memberikan grasi, hal
tersebut juga menjadi masalah bila mengajukan lebih dari 1 tahun maka permohonan
grasi tersebut menjadi daluarsa. Jika dilihat dari persfektif hukum pidana, kewenangan
Presiden berkaitan dengan Pasal 14 UUD 1945 tentang Grasi dan UU No. 22 Tahun
2002 sebagaimana dirubah dengan UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi sesungguhnya
berkaitan erat dengan dua hal penting dalam hukum pidana, yakni perihal hapusnya
kewajiban menjalankan pidana dan tujuan pemidanaan. Dari persfektif ini dapat
disimpulkan bahwa berkaitan denga grasi maka sesunggunya Presiden menyerap
sebagian kecil kewenangan hakim dalam menetapkan jenis pidana yang dijatuhkan
dan lamanya seseorang menjalani pemidanaan. Dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 5
Tahun 2010 diatur bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada
Presiden. Kata “dapat” dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
kebebasan kepada terpidana untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak untuk
mengajukan permohonan grasi sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2010. Hak mengajukan
grasi diberitahukan kepada terpidana oleh hakim atau hakim ketua sidang yang
memutus perkara pada tingkat pertama. Jika pada waktu putusan pengadilan
dijatuhkan terpidana tidak hadir, hak terpidana diberitahukan secara tertulis oleh
panitera dari pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama, banding atau
kasasi. Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 tahun. Perlu di ingat bahwa
permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 kali, agar memberikan kepastian hukum
dalam pelaksanaan pengajuan permohonan grasi dan menghindari pengaturan
diskriminatif.
2) Amnesti
Apabila merujuk pada kamus hukum yang ditulis oleh Marwan dan Jimmy,
definisinya sbb: amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau
dengan UUtentang pencabutan semua akibat dari pemindanaan suatu perbuatan pidana
tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana. Dalam kaitannya dengan hukum pidana,
kewenangan memberikan amnesti yang dimiliki Presiden ini sesungguhnya berbicara
xiii
tentang hapusnya kewajiban seseorang menjalani pidana, khususnya berkaitan dengan
alasan pemaaf dalam hukum pidana. Dengan pemberian amnesti sesungguhnya
Presiden menyatakan bahwa sifat melawan hukum dari perbuatan seseorang
ditiadakan karena Presiden mempergunakan hak nya memaafkan perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang dan sekelompok orang. Berbeda dengan
amnesti, berkaitan dengan hak abolisi, jika dipotret

2.5 Pandangan Negara Mengenai Hukuman Mati


Berdasarkan catatan Amnesty Internasional, sampai dengan tahun 2002 tercatat 111
negara telah menentang penerapan hukuman mati, melebihi 84 negara yang masih
mempertahankannya. Ini mencerminkan bahwa hukuman mati sudah dianggap tidak manusiawi
dan relevan dalam perkembangan hukum global. Dalam banyak perdebatan kontemporer, isu
hukuman bukan saja tekait dengan argumentasi hukum an sich, namun juga dipengaruhi oleh
konteks hukum internasional, pandangan filosofis yang berkembang dan perubahan sosial yang
terjadi. Sehingga perbincangan tentang pemberlakuan hukuman mati di suatu negara paling
tidak akan memperbincangkan tiga aspek yang saling terkait, yaitu 1). Konstitusi atau Undang-
undang tertinggi yang dianut suatu negara dan bentuk pemerintahan yang dianutnya; 2).
Dinamika Sosial, politik dan hukum internasional yang mempengaruhi corak berpikir dan
hubungan- hubungan sosial di masyarakat; dan 3). Relevansi nilai-nilai lama dalam
perkembangan zaman yang jauh sudah lebih maju.Artinya, perdebatan ini bukan saja
pertarungan antara keyakinan, cara pandang dan pengalaman seseorang, namun juga
relevansinya dengan konteks dimana hukuman mati tersebut akan diberlakukan. Dalam konteks
Hukum Nasional kita, perdebatan ini tetap relevan dan memperkaya khazanah pandangan
hukum kita. Namun yang harus diperhatikan adalah, bahwa kepastian hukum menjadi penting,
dalam artian hukum yang konsisten dengan Konstitusi, Perundang- undangan yang berlaku dan
tuntutan masyarakat. Karenanya, diharapkan bahwa perdebatan ini akan berakhir pada suatu
rumusan hukum yang sesuai dengan konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia ke depan.

2.6 Pandangan Gereja Katolik Mengenai Hukuman Mati


Gereja mengajarkan bahwa hukuman mati diperbolehkan hanya apabila "identitas dan
tanggung-jawab pihak yang bersalah telah dipastikan sepenuhnya" dan apabila hukuman mati
tersebut adalah satu-satunya jalan untuk melindungi pihak-pihak lain dari kejahatan pihak yang
bersalah ini. Gereja Katolik secara resmi mengubah pengajaran dengan memutuskan bahwa
mereka menentang hukuman mati dalam kasus apapun.

xiv
Selama berabad-abad sebelumnya, Gereja Katolik yang memiliki umat sekitar 1,2 miliar
di seluruh dunia mengatakan hukuman mati bisa dibenarkan dalam beberapa kasus tertentu.
Namun posisi tersebut mulai berubah di bawah kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II yang
meninggal tahun 2005. Vatikan mengatakan sekarang mereka mengubah katekese universal,
yang merupakan pedoman ajaran Katolik, untuk mendukung posisi Paus yang sekarang
Fransiskus yang menentang hukuman mati untuk kasus apapun. Ajaran baru ini mengatakan
kebijakan sebelumnya sudah kuno dan ada cara lain untuk melindungi keselamatan bersama,
dan gereja harus mengkonsentrasikan diri untuk menghilangkan hukuman mati. Aturan tersebut
sudah disetujui bulan Maret lalu namun baru diumumkan oleh Gereja hari Kamis (2/8/2018).
Pendapat Gereja yang baru ini diperkirakan akan mendapat penentangan keras dari warga
Katolik di negeri seperti Amerika Serikat dimana banyak warga Katolik di sana mendukung
hukuman mati. Hukuman mati sudah banyak dihapuskan di sebagian besar negara Eropa dan
Amerika Selatan, namun masih digunakan di Amerika Serikat dan juga di beberapa negara
Asia, Afrika, dan Timur Tengah termasuk Indonesia.Paus Fransiskus sudah mengumumkan
niatnya mengubah pengajaran gereja mengenai hukuman mati bulan Oktober lalu, ketika
peringatan 25 tahun penerbitan Katekese dengan mengatakan dia bermaksud memperbaiki
pengajaran yang ada. Lembaga HAM Amnesty International, yang sudah lama
memperjuangkan larangan penerapan hukuman mati di seluruh dunia menyambut baik
keputusan gereja sebagai 'langkah maju yang penting.'"Di masa lalu, gereja Katolik sudah
menyampaikan pandangan menentang hukuman mati, namun pernyataan yang masih abu-abu."
kata Riccardo Noury, juru Amnestty di Italia.

xv
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukuman mati meskipun tidak membawa pengaruh banyak dalam menimbulkan efek jera
terhadap pelaku kejahatan di Indonesia, angka kejahatan seperti kejahatan narkoba, namun
tindak pidana hukuman mati masih diterapkan dalam pelaksanaan pemidanaan dan sistem
hukum positif di Indonesia, walaupun terdapat banyak pro dan kontra di dalam masyarakat.
Hukuman pidana mati merupakan jenis pelanggaran hak asasi manusia yang paling
penting, yaitu hak untuk hidup (right to life). Hak fundamental (non- derogable rights) ini
merupakan jenis hak yang tidak bisa dilanggar, dikurangi, atau dibatasi dalam keadaan apapun,
baik itu dalam keadaan darurat, perang, termasuk bila seseorang menjadi narapidana.

3.2 Saran
Pemerintah Indonesia diharapkan dapat menghormati dan menerapkan standar tertinggi
pelaksanaan hak asasi manusia dalam setiap kebijakan nasional dan dapat menyesuaikan
dengan hukum dan standar hukum yang ada dengan hukum internasional, antara lain dengan
menghapus ancaman hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana, dengan alternatif pidana
seumur hidup atau denda seberat-beratnya. Pemerintah melalui institusi yang sudah ada untuk
meninjau dan menganalisis kembali atas seluruh peraturan perundang-undangan mengenai
ketentuan pidana hukuman mati, dan diharapkan untuk lebih memaksimalkan penegakan
hukum dan HAM di Indonesia, dengan berupaya menciptakan pemerintahan yang bersih dalam
menegakkan aturan hukum serta menjunjung tinggi nilai-nilai universal HAM dalam bentuk
pernyataan dan tindakan yang nyata.
Disarankan kepada hakim, jaksa, polisi dan aparat penegak hukum lainnya, dalam
pelaksanaan hukuman menerapkan hukuman maksimal dengan hukuman penjara seumur hidup,
bukan hukuman mati. Karena dengan demikian dapat memberi kesempatan kepada terpidana
untuk bertaubat dan mengurangi risiko kesalahan dalam menghukum seseorang yang tidak
bersalah.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ubharajaya.ac.id/1930/4/201420252010_Jamalul%20Kamal_BAB%20V.pdf

anggara mengerikan-5-jenis-hukuman-mati-paling-sadis-yang-pernah- dilakukan-clc2

https://theconversation.com/pakar menjawab-alasan-mengapa hukuman-mati-tidak-efektif-dan-


harus dihentikan-terlepas-apapun kasusnya-180910

https://www.idntimes.com/science/discovery/amp/dahli-anggara/mengerikan-5-jenis-hukuman-
mati-paling-sadis-yang-pernah- dilakukan-clc2

xvii

Anda mungkin juga menyukai