Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AGAMA KATHOLIK

EUTANASIA DAN HUKUMAN MATI


DOSEN PENGAMPU : Silvester Adinuhgra, S.S.,M.Hum

KELOMPOK 4 REG.26E :

1. Alya Risky Paujiah PO6220123176 6. Amelia Azzahra PO6220123177


2. Berliana Kholbi PO6220123179 7. Nisa Fitria PO6220123199
3. Cristin Septina PO6220123181 8. Noveria Pihawianni PO6220123200
4. Elpina PO6220123184 9. Tini Afainita PO6220123212
5. Gracia Hernandes PO6220123187

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


REGULER XXVI-E

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


PALANGKA RAYA
2023

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan, menganalisis, dan memahami isu-isu
tersebut, serta mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang implikasi etis dan hukum
yang terkait.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami memohon
maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Palangka Raya, 18 Oktober 2023

Penulis

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3
BAB I ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 4
B. Tujuan ......................................................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
BAB II .................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6
EUTANASIA DAN HUKUMAN MATI .............................................................................. 6
A. Eutanasia ...................................................................................................................... 6
1. Definisi Eutanasia ...................................................................................................... 6
2. Jenis-jenis Eutanasia .................................................................................................. 6
3. Pandangan Agama Katholik terhadap Eutanasia ......................................................... 7
B. Hukuman Mati.............................................................................................................. 9
1. Definisi Hukuman Mati ............................................................................................ 10
2. Jenis-jenis Hukuman Mati ........................................................................................ 10
3. Pandangan Agama Katholik terhadap Hukuman Mati ............................................... 11
BAB III............................................................................................................................... 13
PENUTUP .......................................................................................................................... 13
A. KESIMPULAN .......................................................................................................... 13
B. MANFAAT ................................................................................................................ 13
C. SARAN ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja dan
dengan izin pasien atau perwakilan hukumnya. Praktik ini telah menjadi topik
kontroversial dalam bidang medis, etika, dan hukum. Euthanasia memiliki akar
sejarah yang panjang, dengan pemikiran mengenai pemilihan kematian yang datang
dari zaman kuno hingga masa modern.
Di beberapa masyarakat kuno, euthanasia dapat diterima sebagai cara untuk
mengakhiri penderitaan yang tak tertahankan. Namun, pada abad pertengahan,
pandangan agama memengaruhi penolakan terhadap euthanasia. Pada abad ke-19,
gerakan eugenik dan pengembangan teknologi medis menghidupkan kembali
perdebatan tentang topik ini. Pada abad ke-20, beberapa negara seperti Belanda dan
Belgia melegalkan euthanasia, sementara negara lain masih menghadapi konflik
hukum dan etika dalam memutuskan apakah euthanasia harus diizinkan.
Sedangkan, Hukuman mati adalah tindakan pemberian hukuman berupa
kematian kepada seorang pelaku kejahatan. Praktik ini telah ada sejak zaman kuno
dan menjadi bagian integral dari sistem hukum di banyak negara.
Pendekatan terhadap hukuman mati telah berubah sepanjang sejarah. Awalnya,
hukuman mati digunakan sebagai alat pembalasan dan untuk menghilangkan pelaku
kejahatan yang dianggap berbahaya bagi masyarakat. Namun, pada abad-abad
terakhir, ada pergeseran menuju pandangan yang lebih humanis dan berfokus pada
pemulihan dan rehabilitasi.
Beberapa negara telah menghapuskan hukuman mati dengan alasan
pelanggaran hak asasi manusia, sementara yang lain masih mempertahankannya
sebagai bentuk hukuman untuk kejahatan tertentu. Debat seputar hukuman mati
mencakup isu-isu seperti kesalahan sistematis, etika, dan keadilan. Pada umumnya,
hukuman mati menjadi topik perdebatan yang intens dalam konteks hukum dan hak
asasi manusia di berbagai belahan dunia.
Kedua hal diatas merupakan suatu hal yang jelas bertentangan dalam aspek
apapun meliputi: HAM, risiko kesalahan, kemanusiaan, prinsip perlindungan, budaya
dan terutama dalam aspek Agama yang akan dibahas yaitu Agama Katolik. Euthanasia
dan Hukuman Mati sama-sama ditolak dan dilarang tegas untuk dilakukan, karena
sudah jelas bertentangan dengan apa yang sudah diajarkan oleh Kristus.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Euthanasia dan Hukuman Mati.
2. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis dari Euthanasia dan Hukuman Mati.
3. Untuk mengetahui dan memahami pandangan dari Agama Katolik terhadap
Euthanasia dan Hukuman Mati.

4
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Euthanasia dan Hukuman Mati?
2. Apa saja jenis-jenis Euthanasia dan Hukuman Mati?
3. Bagaimana pandangan Agama Katolik terhadap Euthanasia dan Hukuman Mati?

5
BAB II
PEMBAHASAN
EUTANASIA DAN HUKUMAN MATI
A. Eutanasia
1. Definisi Eutanasia
Euthanasia adalah tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan penderitaan
seseorang dengan mengakhiri hidupnya. Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani. ‘Eu’
berarti baik dan ‘Thanatos’ berarti kematian yang mudah. Di Indonesia sendiri, euthanasia
adalah istilah yang dikenal dengan ‘suntik mati’. Meski tujuannya menghilangkan
penderitaan seseorang, tindakan ini bertentangan dengan norma agama, hukum negara dan
kode etik. Euthanasia dilakukan pada pengidap gangguan kesehatan yang tak bisa lagi
diobati.
Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah
Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM. Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak
akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun
telah dimintakan untuk itu". Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun
1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak
diperbolehkan.
Namun, dalam konteks Nazi, "eutanasia" adalah eufemisme untuk program
pembantaian terselubung terhadap pasien cacat yang tinggal di lokasi institusional di Jerman
dan wilayah yang dicaplok Jerman. Program ini adalah kebijakan pembantaian massal
pertama Jerman Nazi. Seperti halnya mereka yang merencanakan genosida terhadap kaum
Yahudi Eropa, penyelenggara program "eutanasia" mengkhayalkan masyarakat berisi ras
murni dan produktif serta mengadopsi strategi radikal untuk memusnahkan orang-orang yang
tidak sesuai dengan visi mereka.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan sering kali
berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau
tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara
lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan
prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

2. Jenis-jenis Eutanasia
 Euthanasia Sukarela (Voluntary)
Pengidap dengan akal sehatnya menyetujui ‘suntik mati’. Sebelum melakukan
prosedur, ia sepenuhnya mengetahui kondisi penyakit dan mengerti risiko terkait
pilihan pengobatannya. Pengidap menyetujui keputusan ini dengan segala risiko dan
pertimbangan yang panjang. Cara ini berdasarkan keinginan pribadi, bukan paksaan
atau pengaruh dari orang lain.

6
 Euthanasia Non Sukarela (Non Voluntary)
Keputusan ‘suntik mati’ ini berdasarkan kesepakatan dari keluarga terdekat.
Pengidap menempuh euthanasia non sukarela karena ia benar-benar tidak sadarkan
diri atau lumpuh secara permanen. Prosedur ini bisa pula dilakukan atas permintaan
dari pengidap. Saat ia masih sadar, misalnya. Pihak keluarga menyampaikan
pernyataan pengidap jika kondisinya mendadak kritis.

 Euthanasia Involunter
Prosedur ‘suntik mati’ ini adalah kondisi saat pengidap bisa membuat
keputusan, tapi tidak mau melakukannya. Dengan kata lain, ia masih ingin hidup dan
berjuang melawan penyakitnya. Jika prosedurnya tetap dilakukan, ini bisa dikatakan
sebagai praktik pembunuhan. Sebab, euthanasia involunter dilakukan tanpa seizin
pengidap.

 Euthanasia Aktif
Prosedur euthanasia aktif adalah situasi ketika tim medis bertindak langsung
untuk mengakhiri hidup pengidap. Misalnya dengan memberi obat dalam dosis
tinggi.

 Euthanasia Pasif
Prosedur ini dilakukan ketika tim medis secara tidak langsung mengakhiri
hidup pengidap. Caranya dilakukan dengan menghentikan atau membatasi
perawatan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Selain itu, euthanasia pasif bisa
terjadi akibat peningkatan dosis obat yang diresepkan. Pemberian dosis yang
semakin tinggi menimbulkan efek racun pada pengidap dari waktu ke waktu.

3. Pandangan Agama Katholik terhadap Eutanasia


Sejak awal Gereja sangat menghargai martabat manusia. Gereja hidup berdasar pada
Sabda Tuhan. Tuhan bersabda “janganlah membunuh” (Kel 21:13). Dibalik perintah ini
terkandung cinta Tuhan yang mendalam pada manusia dan penghormatan yang tinggi
terhadap hidup manusia. Yesus sendiri menegaskan supaya hidup saling mengasihi. “Inilah
perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh
15:12). Apabila seseorang mengalami cinta Tuhan maka dia akan mampu hidup dalam cinta
dan mengasihi sesamanya. Gereja Katolik sungguh menjunjung tinggi kehidupan, karena
kehidupan manusia diberikan dari Allah. Paus Yohanes Paulus II dalam Evangelium Vitae,
menyatakan secara definitif bahwa pembunuhan seorang manusia yang tak bersalah selalu
merupakan perbuatan imoral/ tidak bermoral. Pernyataan ini bersifat infallible atau tidak
dapat sesat.
Menurut Paus Paulus VI, memberi Amanat kepada Sidang Umum PBB, 4 Oktober
1965,“kemajuan teknik dan ilmu pengetahuan manusia yang canggih tetap memperhatikan
pengabdian pada manusia. Maka intervensi untuk memperjuangkan nilai-nilai dan hak-hak
pribadi manusia harus dijaga. Orientasi dan pemikiran yang jernih untuk menolong

7
kehidupan manusia pertama-tama mengalir dari semua kaum beriman kristiani dan juga
kepada mereka yang mengakui perutusan Gereja, yang ahli dalam kemanusiaan, dalam
pengabdian cinta kasih dan kehidupan”. Selanjutnya, Menurut Paus Yohanes Paulus II
mengatakan, Euthanasia dalam artinya yang sesungguhnya dimengerti sebagai sebuah
tindakan atau pengabaian yang dilakukan dengan tujuan untuk menyebabkan kematian,
dengan maksud untuk meniadakan semua penderitaan. Sesuai dengan pengajaran
Magisterium dari para pendahulu saya, dan dalam persekutuan dengan para uskup Gereja
Katolik, saya menegaskan bahwa euthanasia adalah pelanggaran yang berat terhadap hukum
Tuhan, sebab hal tersebut merupakan pembunuhan seorang manusia secara disengaja dan
secara moral tidak dapat dibenarkan.
Namun surat ensiklik Evangelium Vitae tersebut juga menjelaskan bahwa euthanasia
berbeda artinya dengan keputusan untuk tidak melakukan perawatan medis yang agresif
(“aggressive medical treatment“): “[Perawatan ini adalah] prosedur- prosedur medis yang
sebenarnya sudah tidak lagi cocok dengan keadaan riil pasien, karena prosedur tersebut sudah
tidak proporsional dengan hasil yang diharapkan, atau prosedur tersebut memaksakan beban
yang terlalu berlebihan kepada pasien dan keluarganya. Dalam keadaan- keadaan seperti ini,
ketika kematian sudah jelas tidak terhindari, seseorang dengan hati nuraninya dapat “menolak
bentuk- bentuk perawatan yang hanya menjamin perpanjangan hidup yang tak menentu dan
sangat membebani, sepanjang perawatan normal yang layak bagi pasien pada kasus- kasus
serupa tidak dihentikan.”
Dalam ajaran Katolik, hanya Tuhan yang memiliki kuasa untuk menentukan awal dan
akhir hidup seseorang. Membantu seseorang untuk mengakhiri hidup mereka secara sengaja
dianggap sebagai dosa yang serius. Gereja Katolik mendorong perawatan paliatif dan
perawatan yang memadai untuk meredakan penderitaan, tetapi menolak aktif mengakhiri
hidup seseorang.
Yang baik sesungguhnya untuk orang sakit dan keluarga merupakan dasar
pengambilan keputusan yang tepat. Kalau penyakit tidak bisa lagi sembuh dengan sarana luar
biasa selama waktu yang dibutuhkan, sebenarnya sarana tersebut bisa dihentikan.
Sebelumnya dokter yang berkompeten harus memastikan bahwa proses penyembuhan tidak
ada. Kalau pasien meninggal secepatnya, pada dasarnya bukan karena alat itu dihentikan,
tetapi orang sakit tersebut meninggal karena seharusnya secara alami dan manusiawi dia
sudah meninggal. Dalam keputusan begini keluarga dan dokter yang terlibat dalam
penghentian sarana itu tidak melakukan eutanasia.
Orang yang melakukan euthanasia dapat dikenaksi dosa berat, yaitu pembunuhan.
Oleh karena itu, ia juga menerima sansksi ekskomunikasi dari Gereja Katolik. [Dalam agama
Kristen, ekskomunikasi adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Gereja kepada umatnya yang
dianggap melakukan pelanggaran berat. Anggota yang dikenai ekskomunikasi dilarang
mengikuti perjamuan kudus dan sampai ia bersedia menunjukkan penyesalan dengan cara
bertobat].
Kristus mengajar pengikut-Nya untuk memiliki cinta yang otentik. Seseorang dicintai
dan dibela bukan karena dia seorang bayi yang montok gembira tanpa cacat, atau orang
dewasa yang cantik tampan, melainkan karena dia manusia. Seseorang dicintai dan dibela
bukan karena dia masih produktif menghasilkan sesuatu, melainkan karena dia manusia,
gambar Allah yang membutuhkan perhatian pada akhir hidupnya.

8
Penderitaan tidak harus diakhiri dengan pembunuhan. Dalam perspektif iman
kekristenan, penderitaan harus dibarengi dengan pendampinganh yang penuh kesabaran dan
kerendahan hati. Gereja merefleksikkan dan mempercayai bahwa ada makna di balik
penderitaan, yakni: Allah tidak akan pernah meninggalkan orang yang menderita. Allah hadir
dalam penderitaan dengan memberikan kekuatan dan semangat, sebagaimana Yesus Kristus
yang menderita dapat sampai pada puncak kehidupan-Nya bersama Allah. Selain itu,
penderitaan yang dialami seseorang merupakan pengalaman yang penuh berkat yakni sebagai
ungkapan keikutsertaan dan bersolidaritas dengan Yesus Kristus dalam menebus penderitaan
hidup di dunia ini.

B. Hukuman Mati
1. Definisi Hukuman Mati
Hukuman Mati atau Pidana mati merupakan pidana pokok yang paling berat dari
susunan sanksi pidana dalam sistem pemidanaan di Indonesia.
Pengertian Hukuman mati di Indonesia, sebagai berikut:
1. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, diartikan dengan: “hukuman yang dijalankan
dengan membunuh (menembak, menggantung) orang yang bersalah”
2. Dalam Ensiklopedi bahasa Indonesia, diartikan dengan sebagaimana tercantum
hukum pidana Indonesia adalah “hukuman pokok yang paling berat”. Biasanya
dengan hukuman gantung dan ditembak mati. Di Amerika Serikat dengan kursi listrik,
di Mexico dengan kamar gas, dan di Prancis pada zaman revolusi terkenal dengan
Guilontine.
3. Kamus istilah pidana, diartikan dengan: “Pidana yang dijatuhkan terhadap orang
berupa pencabutan nyawa berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan
hukuman yang tetap”.
Maka dapat disimpulkan bahwa hukuman mati merupakan sanksi pidana tertinggi,
yang dimana hukuman tersebut dijalankan dengan tujuan menghukum mati pelaku tindakan
kejahatan serius dengan dihukum gantung atau ditembak mati.
Hukuman mati akan diberikan kepada pelaku kejahatan tergantung jurisdiksi, namun
biasanya melibatkan kejahatan yang serius terhadap seseorang, seperti pembunuhan
(berencana atau tidak), pembunuhan massal, pemerkosaan (seringkali juga termasuk
kekerasan seksual terhadap anak, terorisme, kejahatan perang, kejahatan terhadap
kemanusiaan, dan genosida, ditambah seperti kejahatan terhadap negara seperti upaya untuk
menggulingkan pemerintahan, makar, spionase, penghasutan, dan pembajakan, serta
kejahatan lainnya seperti residivisme, pencurian yang serius, penculikan, serta
penyelundupan, perdagangan, atau kepemilikan narkoba).
Hukuman mati di dalam KUHP dikenal sebagai jenis sanksi pidana pokok dengan
urutan pertama (urutan ini bermakna susunan berdasarkan berat ringannya sanksi pidana),
sedangkan pengaturan hukuman mati di dalam rancangan KUHP bukan lagi sebagai jenis
pidana pokok melainkan hanya sebagai pidana alternatif untuk tindak pidana tertentu yang
ditentukan dalam Undang-Undang. Pengaturan demikian di Pasal 98 RKUHP dinyatakan
bahwa pidana ini sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.

9
Hukuman mati diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab
Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal 98 UU itu disebutkan bahwa hukuman
mati atau pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah
dilakukannya tindak pidana dan (untuk) mengayomi masyarakat.
Pelaksanaan hukuman mati diatur dalam Pasal 99 UU No 1 Tahun 2023. Berikut
bunyi pasal yang terdiri dari empat ayat itu:
Pasal 99 UU No 1 Tahun 2023
(1) Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak
Presiden.
(2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan di muka
umum.
(3) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu
tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang Undang.
(4) Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang
menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut
melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit
jiwa tersebut sembuh.

2. Jenis-jenis Hukuman Mati


 Hukuman Penggal
Negara Inggris pernah menetapkan hukuman mati dengan cara
memenggal kepala para terdakwa. Hukuman mati dengan dipenggal dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu yang dilakukan oleh algojo menggunakan
kapak. Cara ini dilakukan pada abad ke16 dan ke-17, terakhir kali digunakan
pada tahun 1747 di Inggris. Cara lain adalah dengan menggunakan alat yang
disebut dengan guillotine, yang diajukan oleh Dr. Joseph Guillotine untuk
mengurangi penyiksaan. Alat itu untuk pertama kalinya digunakan pada 1789
di Perancis dan terakhir digunakan pada 1977 di negara yang sama.

 Hukum Gantung
Hukuman gantung merupakan cara yang paling umum dipakai dari
berbagai cara yang ada. Terpidana mati digantung dengan seutas tali hingga
meninggal karena lehernya patah. Suatu cara yang sederhana.
Pada masa lalu, hukuman gantung juga diikuti dengan penyiksaan.
Sebelum digantung, terpidana mati diseret, digores, bahkan bagian tubuhnya
dipotong beramai-ramai. Hukuman gantung hingga saat ini masih dipraktikkan
di beberapa negara, bahkan beberapa negara bagian Amerika Serikat.

10
 Regu tembak
Eksekusi dengan regu tembak adalah sebuah metode hukuman mati,
yang umumnya dilakukan dalam militer dan masa perang. Eksekusi dengan
cara tembak adalah sebuah praktik lama yang dianggap adil. Regu tembak
biasanya terdiri dari beberapa personil militer atau perwira penegakan hukum.
Biasanya, seluruh anggota kelompok tersebut diperintahkan untuk menembak
saat diminta, entah melalui anggota tunggal maupun identifikasi anggota yang
menembak yang menembakkan tembakan acak. Untuk menghindari tembakan
berulang di kepalanya, para penembak biasanya diperintahkan untuk
menembakkan ke bagian jantungnya, terkadang dengan bantuan target kertas.
Tahanan biasanya ditutup matanya atau ditutup kepalanya, serta meringkuk,
meskipun dalam beberapa kasus tahanan meminta untuk diperbolehkan untuk
menghadapi regu tembak tanpa ditutupi matanya. Eksekusi juga dapat
dilakukan dalam keadaan berdiri atau duduk. Terdapat tradisi dalam beberapa
yuridiksi bahwa eksekusi semacam itu dilakukan pada saat fajar, atau saat
matahari terbit, yang biasanya dilakukan pada satu setengah jam kemudian.
Hal ini menimbulkan frase "ditembak saat fajar".
Metode atau jenis hukum mati regu tembak ini merupakan metode
yang digunakan Negara Indonesia dalam prosedur hukum mati.

 Kursi Listrik
Amerika Serikat pernah menerapkan hukuman mati dengan cara
mendudukkan terpidana di atas kursi listrik. Kursi listrik menjadi penghantar
arus listrik dengan terpidana melalui elektroda yang dirancang khusus.
Biasanya eksekusi dilakukan oleh tiga orang yang menekan tombol
namun hanya satu di antaranya yang terhubung dengan sumber listrik. Arus
yang digunakan disesuaikan dengan berat tubuh terpidana. Hukuman mati
dengan kursi listrik mengakibatkan kerusakan tubuh terpidana dan organ
dalam terbakar.

3. Pandangan Agama Katholik terhadap Hukuman Mati


Menurut Alkitab, Allah mengizinkan hukuman mati. Namun pada saat yang sama
Allah tidak selalunya menuntut hukuman mati. Berikut merupakan pandangan agama
Kristian terhadap hukuman mati:
1. Kita mesti mengingat bahwa Allah telah menetapkan hukuman mati dalam firman-
Nya, dan karena itu adalah sombong bagi kita untuk menganggap bahwa kita dapat
menetapkan ukuran yang lebih tinggi dari Dia atau dapat lebih murah hati dari Allah.
2. Kita harus mengenali bahwa Allah telah memberi kuasa kepada pemerintah dunia
untuk menentukan bila seharusnya hukuman mati dijatuhkan (Kej 9:6, Rm. 13:1-7).
Orang Kristen tidak boleh bergembira ketika hukuman mati dilaksanakan, namun
pada saat yang sama orang Kristen juga tidak seharusnya melawan hak pemerintah
untuk menjatuhkan hukuman kepada para pelaku jenayah yang kejam.

11
Argument pro dan kontra terhadap hukum mati tidak boleh diambil begitu saja dari
teks- teks di dalam Kitab Suci. Kita perlu bersikap hati-hati karena teks-teks Alkitab terikat
pada situasi social-kultural pada zamannya. Pewartaan Kitab Suci secara keseluruhan lebih
cenderung menekankan Cinta Kasih, Pengampunan, dan Pembebasan.
Paus Yohanes Paulus II dalam banyak kesempatan secara pribadi menghimbau agar
diberi pengampunan bagi orang yang dijatuhi hukuman mati. Martabat hidup manusia tidak
pernah boleh diambil, juga dalam kasus kejahatan yang besar. Harus diakui hak manusia yang
paling mendasar atas hidup. Lagi di St. Louis pada bulan januari 1999, Paus menghimbau
kesepakatan untuk mengakhiri hukuman mati atas dasar bahwa itu kejam dan tidak perlu.
Para Uskup banyak Negara bicara senada.
Kejadian 9:6 berbunyi, “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan
tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.”
Banyak orang yang menolak adanya vonis mati dengan alasan hak asasi manusia yaitu bahwa
manusia berhak untuk hidup Atau yang lebih religius lagi yaitu bahwa manusia berdosa
berhak mendapatkan pengampunan dosa dalam Kristen.
Memang benar bahwa manusia seharusnya menerapkan hukum kasih terhadap sesama
Senantiasa memaafkan dan memberi pengampunan. Namun, mungkin kita bisa melihat
konteksnya dan mempertimbangkan dari berbagai sisi. Disinggung sebelumnya bahwa salah
satu alasan mengapa beberapa orang kontra terhadap hukuman mati dikarenakan oleh
pemikiran dari sisi religius bahwa kematian adalah takdir Tuhan dan Manusia tidak berhak
mengubahnya.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pandangan agama Katolik, isu eutanasia dan hukuman mati memiliki implikasi
etis yang mendalam. Eutanasia, yang melibatkan mengakhiri hidup seseorang yang
menderita, tidak selaras dengan ajaran Katolik yang menghormati hak atas kehidupan sebagai
karunia Tuhan. Katolik menganggap kehidupan sebagai suci, dan tindakan yang mengakhiri
kehidupan manusia dianggap sebagai tindakan yang melanggar perintah "jangan membunuh"
dalam Sepuluh Perintah.
Sementara itu, dalam hal hukuman mati, pandangan Katolik semakin menekankan
pentingnya menghindari penggunaan hukuman mati dan memilih alternatif yang lebih
manusiawi. Paus Fransiskus, misalnya, telah berbicara dengan kuat melawan hukuman mati,
menyebutnya sebagai melanggar hak asasi manusia dan tidak konsisten dengan martabat
manusia.
Kesimpulannya, dalam pandangan agama Katolik, baik eutanasia maupun hukuman
mati bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang mendasari ajaran Katolik.
Kehidupan dianggap suci dan harus dihormati, sementara hukuman mati dianggap sebagai
bentuk pembalasan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kasih dan pengampunan yang
diajarkan oleh Yesus Kristus. Oleh karena itu, dalam konteks Katolik, penting untuk mencari
solusi-solusi yang lebih manusiawi dan etis dalam menangani isu-isu ini.

B. Manfaat
Makalah ini akan membantu pembaca memahami pandangan agama Katolik terhadap
eutanasia dan hukuman mati, serta dasar-dasar etis yang mendasarinya. Ini memungkinkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang keyakinan Katolik terkait dengan isu-isu ini.
Makalah ini dapat merangsang diskusi terbuka dalam masyarakat tentang pandangan
agama Katolik terhadap eutanasia dan hukuman mati. Ini merupakan langkah penting dalam
mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai agama dan etika.
Meskipun makalah ini akan berfokus pada pandangan Katolik, ia juga dapat
memberikan pemahaman lebih luas tentang perspektif agama terhadap isu-isu eutanasia dan
hukuman mati, yang mungkin mengarah pada dialog antaragama yang lebih baik.

C. Saran
Eksplorasi sejarah perubahan dalam pandangan Katolik terhadap eutanasia dan
hukuman mati. Ini dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang bagaimana pandangan
agama berubah atau berkembang seiring waktu.

13
DAFTAR PUSTAKA
https://www.halodoc.com/artikel/5-jenis-euthanasia-untuk-mengakhiri-hidup-seseorang
Eutanasia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Eutanasia
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Eutanasia
https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/euthanasia-program-abridged-article
http://cg.amoredio.org/cg-reading/euthanasia/
https://www.katolisitas.org/apa-pandangan-gereja-katolik-tentang-euthanasia/
https://www.kompasiana.com/yulius88910/60a1be27d541df6a1e3e9652/memahami-
euthanasia-dalam-perspektif-gereja-katolik
Logos, Jurnal Filsafat-Teologi, Vol. 9, No.1, Januari 2011
Asmarawati, Tina. 2013. Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia. Yogyakarta.
Deepublish.
Sitoresmi, Rifka Ayu. 2023. Apa Itu Hukuman Mati? Pahami Pengertian, Batasan, dan Tata
Caranya. Liputan6. Diakses pada 17 Oktober 2023 melalui
https://www.liputan6.com/hot/read/5206028/apa-itu-hukuman-mati-pahami-pengertian-
batasan-dan-tata-caranya?page=2
Tim Detik Jateng. 2023. Apa Itu Hukuman Mati? Berikut Pengertian-Dasar Hukum.
detikJateng. Diakes pada 17 Oktober 2023 melalui
https://www.detik.com/jateng/hukum-dan-kriminal/d-6568016/apa-itu-hukuman-mati-
berikut-pengertian-dasar-hukum
https://nasional.tempo.co/read/1693528/macam-macam-metode-eksekusi-hukuman-mati-
yang-pernah-dikenal-di-dunia
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Penghukuman_mati_dengan_regu_tembak
Han Revanda Putra & Dwi Arjanto. 2023. Macam-macam Metode Eksekusi Hukuman Mati
yang Pernah Dikenal di Dunia. NasionalTempo. Tempo.Co

14

Anda mungkin juga menyukai