Anda di halaman 1dari 13

DASAR MUNCULNYA AGAMA DI NIAS

Disusun Oleh :

Sela Marselina Waruwu


NIM : 222103037

Dosen Pembibing :
Bapak Jonisman Kristian Laoli, M.Pd.K

Program Studi Pendidikan Biologi


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas NIas
Tahun 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
anugerah-Nya, serta pertolongan-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul dasar munculnya agama dan perkembangan agama Kristen di kepulauan Nias

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak JONISMAN KRISTIAN LAOLI


M.Pd.K sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Kristen Protestan. Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca maupun
penulis. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami terima dari siapa pun demi penyempurnaan makalah
ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua yang
mempelajarinya.

Gunungsitoli, 20 September 2022


Penyusun,

Sela Marselina waruwu

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
PEMBAHASAN.........................................................................................................................1
A. DASAR TEORI-TEORI MUNCULNYA AGAMA...........................................................1
1. Teori Jiwa.........................................................................................................................1
2. Teori Batas Akal..............................................................................................................2
3. Teori Krisis Dalam Hidup Individu.................................................................................3
4. Teori Kekuatan Luar Biasa..............................................................................................3
5. Teori Sentimen Kemasyarakatan.....................................................................................4
6. Teori Wahyu Tuhan.........................................................................................................4
B. SEJARAH GEREJA DAN KEKRISTENAN DI PULAU NIAS.......................................5
1. Awal Pemberitaan Injil di Pulau Nias (1865)..................................................................5
2. Gerakan Pertobatan Massal (1915-1930).......................................................................7
3. Sejarah Berdirinya Gereja BNKP (Banua Niha Keriso Protestan)................................7
4. Gereja BNKP Pada Masa Kolonial Jepang (1942-1945)...............................................8
C. Perpecahan di Lingkungan Gereja BNKP...........................................................................8
1. Gereja AMIN (1936 – 1940)............................................................................................8
2. Gereja ONKP...................................................................................................................9
3. Gereja BKPN dan GNKPI...............................................................................................9

ii
PEMBAHASAN

A. DASAR TEORI-TEORI MUNCULNYA AGAMA


Berbagai macam teori tentang asal mula agama telah dikemukakan oleh sarjana dari
berbagai disiplin ilmu, terutama ilmuwan sosial. Mereka  telah mencoba meneliti asal-usul
agama dan menganalisis sejak kapan manusia mengenal agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan. Dengan metode pendekatan yang berbeda, mereka melakukan penelitian terhadap
masyarakat yang paling dasar dan paling rendah peradabannya. Dalam paparan di bawah ini,
akan dikemukakan enam teori agama.

1. Teori Jiwa
Para ilmuwan penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan
dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh mahluk
materi, tetapi juga oleh mahluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini dipelopori
oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Edward Burnet Tylor (1832- 1917). Dalam
bukunya yang terkenal, The Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animism, ia
mengatakan bahwa asal mula agama bersamaan dengan munculnya kesadaraan manusia akan
adanya roh atau jiwa. Mereka memahami adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan
mereka kepada pengertian bahwa kedua peristiwa itu- mimpi dan kematian merupakan bentuk
pemisahan roh dan tubuh kasar.
Apabila orang meninggal dunia, rohnya mampu hidup terus walaupun jasadnya
membusuk. Dari sanalah asal mula kepercayaan bahwa roh orang yang telah mati itu kekal
abadi. Selanjutnya, roh orang mati itu dipercayai  dapat mengunjungi manusia, dapat
menolong manusia, bisa mengganggu kehidupan manusia , dan bisa juga menjaga manusia
yang masih hidup, terutama anak cucu, teman, dan keluarga sekampung
Alam semesta ini dipercayai penuh dengan jiwa- jiwa yang bebas merdeka. E.B. Tylor
tidak menyebut soul atau jiwa lagi, tetapi spirit atau makhluk halus. Menurut Beals dan
Hoijer, ada perbedaan antara pengertian roh dengan makhluk halus. Roh adalah bagian halus
dari setiap makhluk yang mampu hidup terus sesudah jasadnya mati, sedangkan makhluk
halus adalah sesuatu yang terjadi dari awalnya seperti itu, contohnya peri, mambang dan
dewi- dewi yang dianggap berkuasa.
Tingkat evolusi agama dibagi menjadi tiga:
a) Tingkat yang paling dasar adalah ketika manusia percaya bahwa mahluk- mahluk halus
itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia.

1
b) Tingkat kedua adalah  manusia percaya bahwa gerak alam ini disebabkan oleh jiwa
yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu.
c) Tingkat ketiga adalah timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia.

2. Teori Batas Akal


Teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama dikarenakan manusia
mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya. Teori batas akal ini beasal dari
pendapat seorang ilmuwan besar dari Inggris, James G. Frazer. Menurut Frazer,  manusia
biasa memecahkan berbagai persoalan hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya.
Tetapi akal dan system pengetahuan itu ada batasnya, dan batas akal itu meluas sejalan
dengan meluasnya perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, makin maju
kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu.[4]
Dalam banyak kebudayaan di dunia ini, sebagian batas akal manusia itu masih amat
sempit karena tingkat kebudayaannya masih sederhana. Oleh karena itu, berbagai persoalan
hidup banyak yang tidak dapat dipecahkan dengan akal mereka. Maka mereka memecahkan
melalui magic atau ilmu gaib.
Menurut James G. Frazer, magic adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai
suatu maksud tertentu melalui berbagai kekuatan yang ada di alam semesta serta keseluruhan
kompleksitas anggapan yang ada di belakangnya.
Pada mulanya, manusia hanya menggunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal- soal
hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Lambat laun terbukti
banyak perbuatan magisnya itu tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, ia mulai percaya bahwa
alam ini didiami oleh makhluk- makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia. Maka
mereka mulai mencari hubungan yang baik dengan makhluk- makhluk halus yang mendiami
ala mini. Dengan demikian, hubungan baik ini menyebabkan manusia mulai mempercayakan
nasibnya kepada kekuatan yang dianggap lebih dari dirinya. Dari sinilah mulai timbul religi.
Menurut Frazer, ada perbedaan antara magic dan religi. Magic adalah segala sistem
perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan
menggunakan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di alam. Sedangkan agama
(religion) adalah segala sistem kepercayaan dan sistem perbuatan manusia untuk mencapai
suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan,
makhluk halus, roh, atau dewa- dewi yang dianggap menguasai alam. Berbagai macam ritus
merupakan cara manusia agar Tuhan berkenan menolongnya dari segala permasalahan hidup.
R. First dalam bukunya, Human Types, mengemukakan perbedaan magic dan religion.
Menurutnya, magic adalah serangkaian perbuatan manusia untuk mengontrol alam semesta,
2
sedangkan religion adalah respons manusia terhadap kebutuhan akan konsepsi yang tersusun
mengenai alam semesta dan sebagai mekanisme dalam rangka mengatasi kegagalan yang
timbul akibat ketidakmampuan manusia untuk meramalkan dan memahami kejadian alam,
atau peristiwa yang tidak diketahui dengan tepat.[5]

3. Teori Krisis Dalam Hidup Individu


Teori ini mengatakan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu mula muncul untuk
menghadapi krisis- krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri. Selanjutnya teori ini
disebut “Masa Krisis dalam Hidup Individu”. Teori ini berasal dari M. Crawley, dalam
bukunya The True of Life (1905), yang kemudian diuraikan secara luas dan terperinci oleh A.
Van Gennep dalam bukunya Rites de Passage (1910).

Menurut kedua sarjana tersebut, dalam jangka waktu sejarah hidupnya, manusia
mengalami banyak krisis yang terjadi dalam masa- masa tertentu. Krisis tersebut menjadi
objek perhatian manusia dan sangat menakutkan. Betapapun bahagianya seseorang, ia harus
ingat akan kemungkinan- kemungkinan timbulnya krisis dala hidupnya. Berbagai krisis
tersebut terutama berupa bencana, seperti sakit dam maut, sangat sulit dihindarinya walaupun
dihadapi dengan kekuasaan dan kekayaan harta benda.

4. Teori Kekuatan Luar Biasa


Teori ini mengatakan bahwa agama dan sikap religious manusia terjadi karena adanya
kejadian luar biasa yang menimpa manusia yang terdapat di lingkungan alam sekelilingya.
Pendapat itu disebut “Teori Kekuatan Luar Biasa”, suatu teori yang diperkenalkan oleh
seorang ahli antropologi Inggris yang bernama R.R. Marett, dalam bukunya The Threshold of
Relegion.[6]

Antropolog itu menguraikan teorinya diawali dengan satu sanggahan terhadap pendapat
Edward B.Tylor yang menyatakan bahwa timbulnya agama itu karena adanya kesadaran
manusia terhadap jiwa. Menurut Marett, kesadaran seperti itu terlalu rumit dan terlalu
kompleks bagi ukuran pikiran manusia yang baru saja ada pada kehidupan di muka bumi ini.
Alam tempat gejala- gejala  dan peristiwa – peristiwa  itu berasal yang dianggap memiliki
kekuatan yang melebihi kekuatan yang telah dikenal manusia di alam sekelilingnya
disebut super natural (kekuatan luar biasa sakti). Kepercayaan kepada suatu kekuatan sakti
yang ada dalam gejala- gejala, hal- hal, dan peristiwa yang luar biasa itu dianggap oleh Marett
sebagai suatu kepercayaan yang ada pada manusia sebelum mereka percaya kepada makhluk
halus dan roh. Dengan perkataan lain sebelum adanya kepercayaan animisme, manusia
3
mempunyai kepercayaan preanimisme. Marett menyatakan bahwa preanimisme lebih dikenal
dengan sebutan dinamisme.

5. Teori Sentimen Kemasyarakatan


Teori ini menyatakan bahwa agama yang permulaan itu muncul karena adanya suatu
getaran, suatu emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa
kesatuan sebagai sesame warga masyarakat. Teori yang disebut “Teori Sentimen
Kemasyarakatan” ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan Perancis, Emile Durkheim, yang
diuraikan dalam bukunya, Les Formes Elementaires de Lavia Relegieuse, diterjemahkan ke
bahasa Inggris: The Elementary Forms of The Relegious Life (1965). Dalam bukunya itu,
Durkheim mengemukakan teori baru tentang dasar- dasar agama yang sama sekali berbeda
dengan teori-teori yang pernah dikembangkan oleh para ilmuwan sebelumnya.

Teori itu berpusat pada pengertian dasar berikut:

a. Bahwa untuk pertama kalinya, aktivitas religi yang ada pada manusia bukan karena
pada alam pikirannya terdapat bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa atau roh, suatu
kekuatan yang yang menyababkan hidup dan gerak di dalam alam, tetapi karena suatu
getaran jiwa, atau emosi keagamaan, yang timbul dalam alam jiwa manusia dahulu,
karena pengaruh suatu sentiment kemasyarakatan.
b. Bahwa sentiment kemasyarakatan dalam batin manusia dahulu berupa suatu
kompleksitas perasaan yang mengandung rasa terikat, bakti, cinta, dan perasaan lainnya
terhadap masyarakat di mana ia hidup.
c. Bahwa teori keagamaan yang timbul karena sentiment kemasyarakatan membutuhkan
suatu objek tujuan.
d. Objek keramat sebenarnya merupakan suatu lambang masyarakat. Pada suku-suku
bangsa Australia misalnya objek keramat dan pusat tujuan dari sentiment
kemasyarakatan, sering berupa binatang dan tumbuh-tumbuhan.

6. Teori Wahyu Tuhan


Teori ini menyatakan bahwa kelakuan religious manusia terjadi karena mendapat wahyu
dari Tuhan. Teori ini disebut teori wahyu Tuhan, atau teori revelasi. Pada mulanya, teori ini
berasal dari seorang antropolog dan ilmuwan Inggris bernama Andrew Lang.

Lang menyimpulkan bahwa kepercayaan kepada dewa tertinggi merupakan suatu


kepercayaan yang sudah tua, dan mungkin merupakan bentuk religi manusia yang tertua.

4
Pendirian seperti itu ia kemukakan dalam karyanya, misalnya dalam The Making  of Religion
(1888).

Pendapat Andrew Lang kemudian dilanjutkan oleh W Schmidt, seorang tokoh besar
antropologi dari Austria dan menurut pendeta Katolik ini, mudah dimengerti kalau ada
kepercayaan kepada dewa-dewa tertinggi dalam jiwa bangsa-bangsa yang amat rendah tingkat
kebudayaannya.

Dalam hubungan itu, ia percaya bahwa agama berasal dari wahyu Tuhan yang
diturunkan kepada manusia pada masa permulaan ia muncul di muka bumi. Oleh karena
itulah, adanya suatu kepercayaan kepada dewa pencipta, yang justru berkembang pada
bangsa-bangsa yang paling rendah tingkat kebudayaannya, diperkuat oleh anggapan mengenai
adanya ‘wahyu Tuhan asli’ atau uroffen barung itu.

B. SEJARAH GEREJA DAN KEKRISTENAN DI PULAU NIAS


Pada zaman dahulu Leluhur suku Nias berpegang pada konsep Animisme (Kepercayaan
pada makhluk halus dan makhluk halus atau benda-benda tertentu yang harus dihormati). Nias
mendewakan roh-roh gaib, dan memanggil mereka dengan nama yang berbeda seperti:
Lowalangi, Laturadan, Zihi, Nadoya, Luluӧ dan seterusnya. Salah satu bukti bahwa suku Nias
kuno menganut agama Animisme adalah ditemukannya sisa-sisa artefak Megalitik di Pulau
Nias seperti berbagai jenis pahatan yang terbuat dari batu atau kayu yang masih dapat kita
lihat di wilayah Nias.

1. Awal Pemberitaan Injil di Pulau Nias (1865)


Pemberitaan Injil di Pulau Nias awalnya dimulai oleh dua misionaris Katolik, yaitu Pere
Wallon dan Pere Barart dari lembaga zending Mission Etrangers de Paris, pada tahun
1822/1823. Keduanya belum berhasil membaptis orang Nias karena sama-sama meninggal
karena malaria.

5
Pada tahun 1865, lebih tepatnya pada tanggal 27 September 1865, pemberitaan Injil di
Pulau Nias dimulai oleh seorang penginjil Jerman (Protestan Missionary), E. Ludwig
Denninger dari Rheinische Missions-Gesselschaft (RMG) yang merupakan salah satu zending
Jerman. organisasi.
Denninger memperoleh bahasa Nias, dan mengetahui sedikit tentang budaya Nias dari
orang Nias yang pindah ke Padang, Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1873 RMG
kembali mengutus misionaris kedua bernama J.W Thomas dan mendirikan stasiun penginjilan
di Ombölata. Misionaris ketiga bernama Kramer (1874) pindah di Hilina'a, Nias. Di sanalah
mereka melakukan Pembaptisan pertama orang Nias. Sehingga dari tahun 1873-1876 terdapat
63 orang yang dibaptis dalam 3 periode waktu, yaitu pada tahun 1874 pada Hari Paskah 25
orang oleh Kramer di desa Hilina'a, 6 orang di Ombӧlata pada tahun 1875 dan terakhir 32
orang di Faechu oleh Thomas.
Pada tahun 1876, struktur gereja di Ombӧlata juga dibangun. Ini merupakan bangunan
gereja pertama yang dibangun di Pulau Nias, disusul kemudian dengan pembangunan gereja
di Faechu pada tahun 1880.  Sekitar tahun 1890, jumlah umat Kristen yang telah dibaptis baru
mencapai 706 orang. Jumlah ini meningkat menjadi 20.000 pada tahun 1915. Pada tahun 1876
misionaris keempat bernama Dr. W.H. Sundermann tiba di Nias. 
Setelah dua tahun bersama Kramer di Gunungsitoli, Doktor Teologi ini merasa dewasa
dalam berbicara Nias, dan kemudian mendirikan Pos Pemberitaan Injil di Dahana, tetapi di
sana ia dihadapkan dengan penyembahan berhala yang intens. OlehOleh karena itu ia beralih
ke pendidikan dan mengumpulkan dan mendidik anak-anak muda setempat. Inisiatif ini

6
merupakan cikal bakal pendirian Sekolah Guru di Nias. Pada tahun 1881 seorang misionaris
kelima bernama J.A. Fehr. 

Dialah yang menggantikan J.W. Thomas di Ombõlata pada tahun 1883, karena J.W.
Thomas melakukan perjalanan untuk mencoba mendirikan pos penginjilan di Sa'ua, tetapi
usahanya gagal. Dalam 25 tahun awal ini, 5 pendeta evangelis dari RMG Jerman telah
melayani di Nias. Namun, upaya misionaris menghadapi banyak masalah, seperti dampak
agama suku yang sangat kuat, masalah keamanan, pengayauan, wabah penyakit, keadaan
geografis dan lain-lain. 
Wilayah yang dicakup terbatas di sekitar Gunungsitoli, dengan 3 Pos Injili :
Gunungsitoli, Ombõlata, dan Dahana. Upaya Denninger (didukung oleh Kodding dan Mohri)
di Onolimbu (Muara Idanõ Mola) pada tahun 1867, Sunderman di Tugala Lahõmi-Sirombu
pada tahun 1875/1876, J.W. Thomas di Sa'ua pada tahun 1885, tetapi semua itu hanyalah
penjajakan.

2. Gerakan Pertobatan Massal (1915-1930)


Pada tahun 1916 terjadi gerakan konversi besar-besaran di Pulau Nias, yang dalam
bahasa Nias disebut “fangesa dödö sebua”. Gerakan ini dimulai di daerah Helefanikha,
wilayah Humene pada saat kebaktian Perjamuan Kudus pada bulan April 1916. Dalam kurun
waktu 2 - 3 bulan gerakan tersebut menjangkau seluruh daratan Nias dan karena itu agama
Kristen berkembang pesat. Pada tahun 1929 umat Kristen di Nias berjumlah 85.000. Kenaikan
terjadi tidak hanya secara numerik, tetapi juga secara spiritual.
Hal ini dapat disaksikan dengan banyaknya patung, sihir dan racun yang dihancurkan.
Perselisihan dan pertempuran di antara orang-orang mulai berkurang, perdamaian mulai
muncul, kesetiaan kepada penguasa mulai ditunjukkan. Pada tahun 1914 Ombölata
mendirikan sekolah imam. Banyak sekolah juga telah dibuat.

3. Sejarah Berdirinya Gereja BNKP (Banua Niha Keriso Protestan) 


Setelah gerakan kebangkitan meredup, zendeling mulai merenungkan tentang
kemandirian gereja. Pada tahun 1936 mereka selesai memproklamirkan Ordo Gereja. Sinode
BNKP pertama diadakan pada bulan November 1936. Sinode BNKP yang baru dibentuk
dipimpin oleh Pdt. A. Luck dari RMG sebagai Ketua Sinode atau Ephorus sampai tahun 1940.
Pada awal pembentukannya masih belum disahkan oleh Pemerintah Belanda tetapi pada
tanggal 18 Maret 1938 Anggaran Dasar BNKP dianggap sah, yang diumumkan dalam
Lembaran Negara No. 138 YO 14 Desember 1948 No. 1857/18/AK/48. menjamin bahwa
pengurus RMG di Barmen sehingga semua penginjil Eropa otomatis menjadi anggota sinode,
7
tetapi zending menolak permintaan orang-orang Kristen setempat untuk ketua untuk
berpartisipasi dalam majelis sinode.
Pada tahun 1940 seluruh zendeling Jerman ditawan oleh gubernur sejak Jerman
menyerbu Belanda, sehingga peran Ketua Sinode diambil alih oleh seorang imam dari suku
Nias bernama Atoföna Harefa.

4. Gereja BNKP Pada Masa Kolonial Jepang (1942-1945)


Pada tahun 1942, para pendeta Belanda yang menggantikan orang Jerman yang ditawan
juga dipenjarakan oleh penguasa Jepang. Jadi disinilah gereja BNKP harus berdiri sendiri
tanpa didampingi zending.
Bertepatan dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, seluruh
tentara Jepang meninggalkan Pulau Nias karena kekalahan mereka dalam perang dunia kedua
dengan dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki.
Hubungan antara BNKP dan zending RMG Jerman terjalin kembali pada tahun 1951
dengan kedatangan dua delegasi RMG bernama Pdt. A. Schneider dan Pdt. Dormann. Namun
saat itu di BNKP mereka hanya berfungsi sebagai penasehat pemimpin gereja. 
Sementara itu, di Kepulauan Batu, juga telah dibentuk gereja dengan nama Banua Keriso
Protestan (BKP) sebagai konsekuensi dari penginjilan yang dimulai pada tahun 1889 oleh
zending Belanda. Gereja BKP didirikan pada tahun 1945 dan kemudian pada tahun 1960 BKP
bersatu dengan BNKP pada sidang sinode BNKP ke-25 yang berlangsung di Ombölata.

C. Perpecahan di Lingkungan Gereja BNKP 


Penyebab konflik ini tidak hanya muncul di lingkungan rumah, lingkungan kerja baik di
pemerintahan maupun di swasta tetapi juga di masyarakat dan juga di lingkungan gereja
dimana dan kapanpun kita terhubung dengan orang lain. yang lain.
Pada tahun 1933, sebuah sekte terbentuk yang menamakan dirinya kelompok
persekutuan atau Fa'awösa yang selanjutnya menjadi Fa'awösa chö Yesu (Persekutuan dengan
Yesus) dan Fa'awösa chö Geheha (Persekutuan dengan Roh Kudus) (Persekutuan dengan Roh
Kudus).
1. Gereja AMIN (1936 – 1940)
Salah satu alasan pemisahan gereja AMIN dari BNKP adalah karena mutasi. Pdt.
Singamböwö Zebua tidak terima dengan keputusan pimpinan BNKP untuk memindahkannya
dari tempat tugasnya ke Lahusa.
Kepuasan pendeta BNKP dengan pilihan pemimpin BNKP dalam hal pergeseran ini
adalah inovasi yang berbeda. Selain itu, jemaah di atas kementerian BNKP tidak

8
memperhatikan yang ada di Humene. Keputusan untuk berpisah dari BNKP juga didukung
oleh Tuhenöri Adolf Gea dan jaksa tinggi dari Manado bernama Adris.
Tuhenöri Adolf Gea dan Idris memiliki kepentingan pribadi dalam hal ini. Angowuloa
AD Idanoi Nias (AMIN) kemudian berganti nama menjadi Agama Kristen Indonesia Nias
(AMIN). karena penggunaan "Idanoi" memunculkan ide bahwa AMIN hanya mencakup
wilayah Idanoi. 
Meskipun AMIN memiliki jemaat di seluruh Indonesia. Nama itu kemudian diubah lagi
menjadi Angowuloa Masehi Indonesia Nias (AMIN). Gereja AMIN telah terdaftar sebagai
anggota PGI dengan nomor urut 52 PGI dan LWF, dan juga telah tergabung dalam PGID
(Persatuan Gereja-gereja Indonesia Daerah) Nias. Struktur kepemimpinan organisasi terdiri
dari Sinode dan Jemaat.

2. Gereja ONKP
Alasan perpecahan antara ONKP dan BNKP adalah kecemburuan jemaah Nias Barat
terhadap pelayanan BNKP. Pertimbangan regional penting dalam hal ini. Pdt. K.D.
Marundruri, khususnya, tersinggung karena tidak diizinkan berbicara di persidangan selama
sidang sinode BNKP 1950. 
Ini tentang harga diri. Pada tahun 1980-an, ONKP menjalin kerjasama dengan gereja-
gereja lain seperti GPM (Gereja Protestan Maluku) dan GMIM (Gereja Masehi Injili
Minahasa). Sambungan kerja termasuk pengiriman anggota ONKP ke STT GPM Ambon dan
GMIM Manado atas beasiswa yang diberikan oleh gereja-gereja GPM dan GMIM. 
Kemudian pada tahun 1986, GPM memberangkatkan Pdt. Th.J. Nanulaitta untuk
melayani sebagai Tenaga Misionaris Gerejawi (TUG) di Gereja ONKP, yang berlangsung
hingga tahun 1990. Gereja ONKP menjadi anggota PGI pada tahun 1988, dengan pusat di
Tugala Lahömi-Sirombu.

3. Gereja BKPN dan GNKPI


Keduanya pertama kali bergabung dengan nama BNKPI dan berpisah dari BNKP
karena berbagai alasan. Pertama, beberapa pendeta atau menteri tidak setuju dengan
keputusan sinode BNKP di Ombölata pada tahun 1992 dan menganggap pemimpin BNKP
diktator.
Kedua, keanggotaan BPMS tidak sesuai dengan zonasi BNKP. Pertimbangan regional
penting dalam hal ini. Ketiga, mereka memiliki masalah uang yang mereka yakini telah
dieksploitasi. Bahkan sebelum BNKP terbentuk, ketika jemaah masih dipimpin oleh zending,
terdapat perbedaan di dalam jemaah, terutama fraksi tarekat yang dikenal dengan

9
Fa'awösa. Perpecahan Fa'awösa disebabkan oleh banyak hal, antara lain adanya kepentingan
pribadi, seperti ditunjukkan oleh Thomas Lömbu yang tidak mengikuti aturan zending dalam
mengelola organisasi.
Dalam hal ini, mereka mendirikan Fa'awösa sebagai organisasi yang terpisah dengan
keuangannya sendiri, terpisah dari zending yang dipimpin oleh jemaah lainnya.
Hal ini menunjukkan adanya kelompok-kelompok jemaah yang dapat menimbulkan
perpecahan. Selain itu, kesulitan keuangan menjadi salah satu alasannya, karena Fa'awösa
tidak mau uangnya diambil alih oleh pihak zending. Satu-satunya kelompok yang
memisahkan diri dari BNKP karena perbedaan doktrin adalah sekte Ama Haogö, yang muncul
pada 1960-an.

10

Anda mungkin juga menyukai