KELAS A
S1 PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat, berkat, hidayah
dan kenikmatan nya yang diberikan kami dapat menyelesaikan tugas makalah
filsafat manusia yang berjudul “Dari Manusia Mistis Ke Manusia Ilmiah:
Perkembangan Akal Budi Manusia Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte
(1798-1857)”.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah
Filsafat Manusia. Selain itu, dengan dibuat nya makalah ini kami berharap dapat
menambah wawasan baik bagi para penulis dan juga pembaca mengenai kehendak
untuk berkuasa dan manusia unggul filsuf Friedrich Nietzsche (1844-1900).
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
3.1. Kesimpulan..............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
berubah menjadi pola pikir berdasarkan rasio. Kejadian alam, seperti gerhana
tidak lagi dianggap sebagai bulan dimakan Kala Rau, tetapi merupakan kejadian
alam yang disebabkan oleh matahari, bulan dan bumi berada pada garis yang
sejajar. Sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi.
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui tahapan perkembangan akal budi manusia.
1.3.2. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan positif.
1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh positivisme Auguste Comte.
1.3.4. Untuk mengetahui beberapa permasalahan praktis di seputar positivism.
2
BAB II PEMBAHASAN
1) Tahap Teologis
Tahap teologis ini adalah tahapan paling pertama atau awal dari
perkembangan akal budi yang dialami oleh manusia. Pada fase atau tahap ini
manusia mulai berusaha menerangkan segenap fakta atau kejadian dalam
kaitannya dengan teka – teki alam yang dianggapnya menjadi sebuah misteri.
Segala-galanya dalam tahap ini termasuk manusia itu sendiri masih
dihubungkan kepada hal – hal yang misterius dengan segala kekuatannya.
Pada masa ini, manusia tidak menghayati atau mendalami bahwa dirinya
adalah makhluk luhur dan juga dapat berpikir secara rasional. Pada masa ini
manusia menganggap bahwa dirinya ada dibawah alam dan mendalami bahwa
manusia adalah bagian dari kesuluruhan alam yang selalu tidak pernah ada
abisnya diliputi oleh rahasia yang tidak akan pernah terpecahkan hanya dengan
pikiran – pikiran yang sederhana.
3
Cara berpikir ini dikatakan lebih maju dari yang lain karena sudah
mulai menyatukan dan mengelompokkan semua benda dan kejadian ke
dalam konsep yang lebih umum. Pengelompokkan ini dibagi berdasarkan
kesamaan – kesamaan diantara mereka.
Cara berpikir ini sudah tampak adanya sejenis klasifikasi atas dasar
kesamaan dan kemiripan. Individualitas dan partikularitas benda atau
kejadian diganti oleh kelas – kelas benda atau kejadian, dan kemudian
diekspresikan dalam bentuk konsep – konsep umum dan abstrak. Bukan
lagi benda – benda, pohon – pohon dan desa – desa.
c) Monoteisme
Cara berpikir ini tidak lagi mengakui adanya banyak roh (dewa)
dari benda – benda dan kejadian – kejadian, tetapi pada cara berpikir ini
mengakui 1 roh (dewa) saja yaitu Tuhan.
Pada cara berpikir ini tuhan dipandang sebagai satu – satunya roh,
yang mengatur dan juga menguasai bumi dan langit serta semua benda dan
kejadian termasuk manusia berasal dan berakhir dari satu kekuatan tunggal
yaitu Tuhan.
2) Tahap Metafisis
Pada tahap ini manusia mulai merombak cara berpikir nya yang lama, yang
dianggapnya tidak sanggup lagi memenuhi keinginan manusia dalam upaya
untuk memenuhi jawaban yang memuaskan tentang kejadian alam semesta.
Pada tahap ini semua gejala dan kejadian tidak lagi diterangkan dalam
hubungannya dengan kekuatan yang bersifat supranatural atau rohani.
Manusia sudah mulai mencari pengertian dan penerangan yang logis dengan
cara membuat abstraksi – abstraksi dan konsepsi metafisik. Pada tahap ini
manusia benar – benar berusaha dalam mencari hakikat atau esensi dari segala
sesuatu. Mereka tidak puas hanya dengan mencari pengertian – pengertian
umum tanpa didasarkan oleh pemikiran dan argumentasi logis. Karena itu
dogma tentang agama mulai ditinggalkan dan kemampuan akal budi manusia
mulai dikembangkan. Pada tahap ini manusia mulai mengerti bahwa
4
irasionalitas harus dihilangkan sedangkan analisis pikiran perlu ditambah dan
dikembangkan.
Perbedaannya diantara tahap teologis dan tahap metafisis adalah pada cara
menerangkan kenyataan: alam yang diibaratkan dari dewa- dewa atau tuhan
pada metafisis menjadi konsep – konsep abstraksi.
3) Tahap Positivisme
Pada tahap ini gejala dan kejadian sudah tidak lagi dijelaskan melalui dewa
dan konsep abstraksi melainkan sudah dapat dibuktikan dengan keilmuan atau
empiris.
5
kepercayaan agama, filsafat, dan apa saja yang bisa mempengaruhi objektivitas
dari objek yang sedang diobservasi.
Selain itu, seperti yang hingga hari ini masih sering diperdebatkan, objek
observasi harus diandaikan tidak mempunyai subjektivitas dan keunikan, yang
membedakannya dari objek-objek yang lain. Pohon beringin yang satu, sama
dengan pohon beringin yang lain. Simpanse yang menjadi objek percobaan di
laboratorium mewakili spesies si panse pada umumnya (Bahkan sering terjadi,
terutama di dalam ilmu kedokteran dan psikologi komparatif, bahwa percobaan
pada binatang binatang tertentu dianggap mewakili populasi manusia pada
umumnya
Misalnya, karena atas dasar pertimbangan etis dan kemanusiaan kita tidak
mungkin mengadakan percobaan pada manusia, hewan-hewan tertentu yang
menjadi kelinci percobaan, dianggap mewakili percobaan pada manusia.) Ini
diperlukan karena suatu teori ilmiah haruslah ber sifat umum dan universal, tidak
berkenaan dengan satu atau dua objek tapi dengan sebanyak-banyaknya objek.
Generalisasi, dan juga abstraksi, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu
pengetahuan. Asumsi kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal
yang berulang kali terjadi.
6
Dalam salah satu epigramnya ("From Science comes Prevision, from Pre- vision
comes Control"), Comte menggambarkan hubungan prediksi dan penjelasan
ilmiah sebagai berikut: "Karena penjelasan ilmiah merupakan sisi depan prediksi,
penje- lasan ilmiah itu meletakkan dasar bagi pengendalian instrumental atas
fenomena dengan cara memberikan jenis informasi yang akan memungkinkan
orang memanipulasi variabel-variabel tertentu untuk menciptakan keadaan atau
untuk mencegah terciptanya keadaan itu."
Ketiga asumsi tersebut di atas pada prinsipnya dilandasi oleh keya- kinan
ontologis Comte yang bersifat naturalistik dan deterministik, yakni bahwa
segenap gejala dan kejadian, tanpa kecuali, tunduk pada alam. Hukum ini
berjalan secara mekanis dan menentukan bukan hanya gejala dan kejadian yang
bersifat fisis atau inorganis, te- tapi juga gejala dan kejadian yang bersifat psikis
(psikologis) dan organis. Gejala manusia bukanlah kekecualian. John Stuart Mill,
salah seorang pengikut positivisme Comte, dengan baik sekali menjelaskan hal
itu. Mengacu pada gejala sosial manusiawi, ia menyuarakan apa yang hendak
dikatakan Comte:
7
Selain itu, Comte pun mempunyai keyakinan epistemologis da atau
metodologis yang sangat kuat. Penolakan Comte atas cara berpik teologis dan
metafisis, serta usahanya untuk merumuskan suatu il pengetahuan positif yang
bersifat objektif, ilmiah, dan universal, pa membawa dirinya pada ilmu pasti (the
science of number Studinya yang mendalam mengenai ilmu ini mendorong dia
pad kesimpulan bahwa ilmu pasti mampunyai tingkat kebenaran ya sangat tinggi
(The truth of number are true of all things, and depend only on their on laws),
bebas dari penilaian-penilaian subjektif, da berlaku universal.
Oleh sebab itu, suatu penjelasan tentang fenome tanpa disertai perhitungan
ilmu pasti adalah non-sense belaka. Tapi ilmu pasti (matematika dan atau
statistika) ilmu pengetahuan an kembali menjadi metafisika.
8
studinya tentang sejarah perkembangan alam fikiran manusia. Matematika bukan
ilmu, melainkan alat berfikir logik. Aguste Comte terkenal dengan penjenjangan
sejarah perkembangan alam fikir manusia, yaitu teologik, metaphisik, dan positif.
9
c. Konsepsi yang semakin meluas tentang kemajuan atau modernisasi yang
menitik beratkan pada kemajuan dan modernisasi dalam bidang ekonomi,
fisik, dan teknologi.
d. Menguatnya golongan teknokrat dan industriawan dalam pemerintahan.
Auguste comte membagi tiga asumsi dasar ilmu pengetahuan positif yaitu
10
sebab, hal itu tidak akan membantu untuk meramalkan sesuatu yang akan
terjadi.
3. Ilmu pengetahuan mengamati setiap kejadian alam yang lain. Hal ini
diandaikan seperti saling berhubungan dan membentuk suatu sistem yang
bersifat mekanis. Oleh karena itu, perhatian ilmuan tidak diletakan pada
hakikat atau esensi, melainkan pada relasi-relasi luar yakni relasi sebab
akibat antar benda-benda atau kejadian-kejadian alam.
11
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. Filsafat Manusia : Memahami Manusia Melalui Filsafat. 2000.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
13