Anda di halaman 1dari 18

FILSAFAT ILMU

MAKALAH
“EUTHANASIA DALAM PRESPEKTIF FILSAFAT ILMU”
Dosen Pengampu : Ali Kartawinata, S.UD., M.PHIL.

Disusun oleh :
Nama : Laras Ajeng Pramesti
NIM : 205231309
Kelas : PBS 2H

PRODI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“ Euthanasia Dalam Perspektif Filsafat Ilmu “ ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang euthanasia dalam perspektif filsafat ilmu bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kartasura, 31 Mei 2021


Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………..…………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………..………………………….…ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian Euthanasia……………………………………….…………… 1
B. Sejarah Euthanasia…………………………………………….…………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Ontologis Euthanasia…………………….……………………. 5
B. Landasan Epistemologis Euthanasia……………….…………………….. 7
C. Landasan Aksiologis Euthanasia………………………………………… 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………. 13
B. Saran………………………………………………………...…………… 14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...……………. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Euthanasia
Euthanasia secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu”
berarti baik, dan “thanatos” artinya kematian. Euthanasia adalah praktik
pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau meminimalisir rasa sakit, biasanya dilakukan
dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Euthanasia dalam istilah Arab dikenal dengan Qatl ar-Rahmah
(membiarkan perjalanan kematian menuju kematian karena belas kasihan)
atau Taisir al-Maut (memudahkan proses kematian), ialah tindakan
memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit,
karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan perderitaan orang yang
sakit, baik dengan cara yang positif maupun negatif.
Secara terminologi kedokteran, euthanasia adalah tindakan
memudahkan kematian atau mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja
tanpa rasa sakit, karena kasihan untuk meringankan penderitaan yang sakit.
Tindakan ini dilakukan kepada penderita penyakit yang tidak memiliki
harapan untuk sembuh.
Dengan demikian makna euthanasia adalah suatu cara menghilangkan
nyawa yang dilakukan oleh petugas medis kepada seseorang yang mengidap
penyakit mematikan atau telah didiagnosis bahwa penyakit tersebut tidak
dapat disebuhkan, untuk menghilangkan penderitaannya.
Seseorang yang telah mengidap penyakit dalam rentang waktu yang
lama, sehingga mandatangkan kesulitan, baik kepada penderita yang
merasakan sakit berlarut-larut, maupun kepada pihak keluarga yang harus
menanggung beban biaya pengobatan yang terus bertambah. Adapun
seorang yang mengidap penyakit yang boleh dikatakan tidak ada obat untuk
menyembuhkannya, dan hanya tinggal menuju ajal atau bahkan seorang Ibu
yang mengandung bayi, tidak ada cara lain untuk menyelamatkan si Ibu

1
kecuali dengan mematikan bayinya. Atas dasar inilah yang mungkin muncul
sebuah gagasan dalam kedokteran untuk mempercepat kamatian itu.

B. Sejarah Euthanasia
Euthanasia telah dikenal sejak zaman yunani kuno, pada zaman itu
euthanasia ditekankan pada kehendak manusia untuk melepaskan diri dari
penderitaan terutama yang mengalami penyakit parah. Selain itu ada kondisi
yang memungkinkan untuk terjadinya euthanasia yaitu tradisi kurban,
alasannya yaitu motivasi pribadi untuk berkurban dan pribadi yang mau
memberikan dirinya untuk sesamanya.
Sejak abad ke-19, euthanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan
pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa. Pada tahun 1828
undang-undang anti euthanasia mulai diberlakukan di negara bagian New
York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa
negara bagian. Setelah masa perang saudara, beberapa advokat dan
beberapa dokter mendukung dilakukannya euthanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung euthanasia mulanya terbentuk
di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang
memberikan dukungannya pada pelaksanaan euthanasia agresif, walaupun
demikian perjuangan untuk melegalkan euthanasia tidak berhasil digolkan
di Amerika maupun Inggris.
Di Inggris pada tahun 1935 seorang Dokter membentuk The Voluntary
Euthanasia Legislation Society, untuk melegalisasi euthanasia bersama
dengan dokter-dokter terkenal lainnya. Namun rancangan ini kemudian di
tolak oleh Dewan Lord setelah melalui perdebatan di House Of Lord pada
tahun 1936. Pada tahun 1937, euthanasia atas anjuran dokter dilegalkan
di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan
daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa
permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang

2
memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter
sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan
kontroversial dalam suatu "program" euthanasia terhadap anak-anak di
bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh,
ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna.
Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak
diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo /
lansia.
Di Australia tahun 1995, Australia Northem Territority menyetujui RUU
Euthanasia dan berlaku pada tahun 1996 dan dijatuhkan oleh parlemen
Australia pada tahun 1997. Sedangkan di Oregon negara bagian AS
mengelurkan Death With Dignity Law satu undang-undang yang
memperbolehkan dokter menolong pasien yang dalam kondisi terminally ill
untuk melakukan bunuh diri, sampai pada tahun 1998 sudah ada 100 orang
mendapatkan Assisten Suicide. Hal ini terus diperdebatkan di Amerika dan
pada tahun 1998 Oregon melegalisis Asisten Suicide dan itu satu-satunya di
negara bagian Amerika yang melegalkan euthanasia.
Di Belanda pada tahun 2000 melegalkan euthanasia Aktif Voluntir ini
mendapat berbagai sorotan dari organisasi anti euthanasia dan juga dari
organisasi pro euthanasia. Tahun 2002 juga Belgia melegalisir Euthanasia
seperti di Belanda. Di Belgia menetapkan kondisi pasien yang ingin
mengakhiri hidupnya harus dalam keadaan sadar. Saat penyataan itu dibuat
dan menanggulangi permintaan mereka untuk Euthanasia. Sedangkan di
Swiss Euthanasia masih ilegal tetapi terdapat tiga organisasi yang mengurus
permohonan tersebut dan menyediakan konseling dan obat-obatan yang
dapat mempercepat kematian.
Di Asia, Jepang melegalkan euthanasia Voluntir yang disahkan melalui
keputusan pengadilan tinggi pada kasus Yamaguchi di tahun 1962. Namun
setelah itu karena faktor budaya yang kuat euthanasia tidak pernah terjadi
lagi dijepang setelah itu.

3
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa euthanasia
ini telah terjadi sejak zaman yunani kuno yang kental dengan sektenya,
kemudian secara bertahap dibeberapa negara juga melegalkan pelaksanaan
euthanasia ini dengan alasan belas kasihan terhadap penyakit yang parah,
serta termasuk euthanasia yang ekstrim dilakukan oleh nazi yang bertujuan
melenyapkan orang-orang tidak berguna.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Ontologis Euthanasia


Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on atau ontos yang berarti
being atau ada dan logos yang berarti logic atau ilmu. Ontologi adalah
teori/ilmu tentang wujud dan hakikiat yang ada. Ontologi tidak berdasar
pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata. Jadi ontologi
merupakan suatu usaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan supaya para
intelektual dapat mendeskripsikan sifat-sifat umum dan ajaran keberadaan
atau ada, kenyataan(riil). Ontologi dalam kaitannya dengan filsafat yaitu,
kemampuan pemikiran (pola pikir) dan kajian yang membahas hakikat atau
kebenaran sesuatu yang ada. Termasuk ontologis yang berkaitan dengan
euthanasia.
Euthanasia adalah suatu cara menghilangkan nyawa yang dilakukan oleh
petugas medis kepada seseorang yang mengidap penyakit mematikan atau
telah didiagnosis bahwa penyakit tersebut tidak dapat disebuhkan, untuk
menghilangkan penderitaannya. Praktek euthanasia dibagi menjadi tiga
yaitu :
1. Euthanasia agresif, disebut juga euthanasia aktif, adalah suatu tindakan
secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Euthanasia
agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang
mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan.
2. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut euthanasia otomatis
(autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk
menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah “codicil” (pernyataan

5
tertulis). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik
eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia
negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Euthanasia pasif dilakukan
dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Tindakan euthanasia pasif
seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Dalam metodenya, euthanasia dibagi menjadi empat :
1. Euthanasia sukarela, ini dilakukan oleh individu yang secara sadar
menginginkan kematian.
2. Euthanasia non sukarela, ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk
menyetujui karena faktor umur, ketidakmampuan fisik dan mental.
3. Euthanasia tidak sukarela, ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat
dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus
serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan
ditolak.
4. Bantuan bunuh diri, ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk
euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi
dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat
dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika
dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai
‘bunuh diri atas pertolongan dokter’.
Beberapa negara sudah ada yang melegalkan euthanasia dan masih ada
yang mengilegalkan euthanasia. Contoh negara yang melegalkan euthanasia
adalah Swiss. Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan kepada warga
negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya
sendiri. Pernyataan tersebut terdapat pada pasal 115 dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan
digunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa
“membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan

6
melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri.”
Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan
pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk
mengakhiri kehidupan seseorang.
Contoh negara yang mengilegalkan euthanasia adalah Indonesia.
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan
yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang menyatakan bahwa ”Barang siapa menghilangkan
nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata dan sungguh$sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340,
345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik
dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang
berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh
siapa pun. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa : Eutanasia
atau “pembunuhan tanpa penderitaan” hingga saat ini belum dapat diterima
dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa
dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

B. Landasan Epistemologis Euthanasia


Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme
berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Jadi, epistemologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Meliputi
pengandaian-pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban atas
pertanyaan mengenai ilmu pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis
membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk
memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan metode
keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu euthanasia.

7
Proses umum menimba ilmu pengetahuan khususnya ilmu euthanasia,
maka selayaknya didahului dengan pemikiran sederhana yang bersumber
dari pengalaman empiris manusia. Berbagai fenomena yang terjadi, faktual
seputar kematian, seperti perbedaan konsep kematian, sikap prokontra
terhadap euthanasia, dan lainnya. Kemudian akan dirangkum, dibuatkan
suatu karya penelitian dengan metode tertentu yang rasional untuk mencari
dan menjawab teori secara ilmiah, apakah ilmu tersebut dapat diterima atau
tidak.
Terdapat pro dan kontra dalam praktik euthanasia. Terdapat pendapat
yang menyatakan kesetujuannya dalam praktik euthanasia yaitu euthanasia
bagi seorang yang memang menderita penyakit yang sudah tidak bisa
disembuhkan dengan jalan apapun. Euthanasia yaitu istilah untuk
pertolongan medis agar mempercepat kematian seseorang yang ada dalam
kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya karena penyakit
yang dideritanya berkemungkinan besar untuk tidak dapat disembuhkan.
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu
euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan
dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam
tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien
sudah sangat parah. Sedangkan, euthanasia pasif adalah tindakan dokter
menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara
medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian
pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim
dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas,
sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan
fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi.
Dalam islam euthanasia pasif dianggap sebagai tindakan mengakhiri
hidup dengan tidak mempergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi
pengobatan. Pasien dibiarkan begitu saja karena pengobatan tidak berguna
lagi dan tidak memberikan harapan apa-apa kepada pasien. Pasien dibiarkan

8
mengikuti saja hukum sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta)
dan hukum sebab-akibat. Secara medis, orang yang seperti ini sudah tidak
mungkin sembuh dan jika dia hidup maka itu hanya akan menyiksa dirinya
mengingat tubuhnya sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Dan yang menjadi
pedoman adalah tidak ada kewajiban dalam islam dalam hal memperoleh
dan mencari pengobatan, apalagi pengobatan yang memang tidak ada
faedahnya, sehingga euthanasia ini insyaallah tidak akan menyalahi aturan
agama islam.
Seperti yang dilakukan oleh Dr. Jack Kevorkian yang dikenal sebagai
“doctor death” kepada para pasien-pasiennya dan dalam kasus Terri Schiavo
yang terjadi di Amerika. Dr. Jack Kevorkian yang diduga puluhan pasien
telah (ditolong) oleh Kevorkian untuk menjemput ajalnya di RS tersebut.
Dia menyatakan bahwa kematian adalah bukan perbuatan kriminal.
Kevorkian berargumen apa yang dilakukannya semata-mata demi (menolong)
mereka karena mereka yang meminta untuk di-euthanasia memang sudah
tidak mampu disembuhkan dan hidupnya hanya ada pada alat-alat bantu
medis saja. Euthanasia juga terjadi pada Terri Schiavo berusia 41 tahun yang
meninggal di negara bagian Florida, 13 hari setelah Mahkamah Agung
Amerika memberi izin mencabut pipa makanan (feeding tube) yang selama
ini memungkinkan pasien dalam koma. Komanya mulai pada tahun 1990
saat Terri jatuh dirumahnya dalam keadaan gagal jantung. Setelah Terri
Schiavo dalam keadaan koma selama 8 tahun, pada bulan Mei 1998
suaminya mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat bantu
makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan
tenang. Namun orang tua dari Terri yaitu Robert dan Mary Schindler
keberatan dan menempuh jalur hukum guna menentang niat menantu mereka
tersebut. Ketika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh
dicabut, pendukung keluarga Schindler melakukan beberapa upaya guna
untuk menggerakkan Senat Amerika Serikat agar membuat undang-undang
yang memerintahkan pengadilan federal untuk meninjau kembali keputusan
hakim tersebut. Undang-Undang ini langsung didukung oleh Dewan

9
Perwakilan Amerika Serikat dan ditandatangani oleh Presiden George
Walker Bush. Namun berdasarkan hukum di AS kekuasaan kehakiman
adalah independen, dan akhirnya hakim federal membenarkan keputusan
hakim terdahulu.
Berdasarkan kasus di Amerika Serikat tersebut, euthanasia merupakan
solusi terakhir untuk seseorang yang memang dalam keadaan koma, otaknya
tidak dapat bekerja lagi sehingga tim medis menyatakan sangat tidak ada
kemungkinan untuk sembuh. Mungkin sebagia orang menganggap bahwa
hal ini adalah dosa besar, tetapi ketika pengobatan terus dijalankan dan
masalah ekonomi semakin membelit sedangkan sama sekali tidak ada
perkembangan orang yang sakit tersebut, hanya euthanasia yang dapat
dilakukan. Dalam pandangan islam pengobatan tidak diwajibkan apabila
dalam pengobatan tersebut tidak ada faedahnya.

C. Landasan Aksiologis Euthanasia


Aksiologi berasal dari bahasa Yunani Axios yang berarti layak atau
pantas dan logos yang berarti ilmu. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat
yang mempelajari nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari
pengetahuan yang dipelajarinya. Dalam hal pengembangan ilmu euthanasia,
dimensi aksiologis akan diperluas lagi sehingga secara inheren mencakup
dimensi nilai kehidupan manusia, seperti etika, estetika, religius (sisi dalam)
dan juga interelasi ilmu dengan aspek-aspek kehidupan manusia dalam
sosialitasnya (sisi luar). Kedua sisi merupakan aspek penting dari
permasalahan transfer ilmu pengetahuan Berdasarkan aksiologis, terlihat
jelas bahwa permasalahan utama dari ilmu berkaitan dengan nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.

10
Sisi agama dari euthanasia, syariah islam mengharamkan euthanasia
aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan disengaja (al qatlu
al-’amad), walaupun niatnya baik yaitu meringankan penderitaan pasien.
Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri ataupun
keluarganya. Dalil-dalil dalam hal ini sudah jelas, yaitu dalil yang
mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan terhadap orang lain maupun
diri sendiri. Dalil tersebut terdapat pada firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan llah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar” (QS
Al-An’aam : 151).
“Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang
lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)….” (QS An-Nisaa’ : 92).
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu” (QS An-Nisaa’ : 29).
Alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu iba melihat
penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya.
Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada
aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia.
Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak
mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah
kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah
menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit,
kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya,
kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang
menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam
praktik menghentikan pengobatan. Semua bergantung kepada pengetahuan
kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri yakni, apakah berobat itu
wajib, atau sunnah. Namun terdapat hadits yang berbunyi “Sesungguhnya
Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA). Abdul

11
Qadim Zallum, mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa
si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan
pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya.
Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk
aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib.
Berdasarkan penjelasan tersebut, hukum euthanasia pasif dalam arti
menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien
setelah matinya / rusaknya organ otak, hukumnya boleh (jaiz) dan tidak
haram bagi dokter.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Euthanasia adalah suatu cara menghilangkan nyawa yang dilakukan oleh
petugas medis kepada seseorang yang mengidap penyakit mematikan atau
telah didiagnosis bahwa penyakit tersebut tidak dapat disebuhkan, untuk
menghilangkan penderitaannya. Euthanasia ini telah terjadi sejak zaman
yunani kuno yang kental dengan sektenya.
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik
ontologi, epistemologi dan aksiologi pengetahuan tersebut disusun. Ketiga
landasan ini saling berkaitan dimana ontologi ilmu terkait dengan
epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan
seterusnya. Begitu juga dengan euthanasia mempunyai landasan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.
Dalam landasan ontologis euthanasia, praktek euthanasia dibagi menjadi
tiga yaitu euthanasia agresif, euthanasia non agresif, dan euthanasia pasif.
Dalam metodenya, euthanasia dibagi menjadi empat yaitu euthanasia
sukarela, euthanasia non sukarela, euthanasia tidak sukarela, dan bantuan
bunuh diri. Beberapa negara sudah ada yang melegalkan euthanasia dan
masih ada yang mengilegalkan euthanasia. Contoh negara yang melegalkan
euthanasia adalah Swiss. Contoh negara yang mengilegalkan euthanasia
adalah Indonesia. Dalam landasan epistomologis euthanasia terdapat pro dan
kontra dalam praktik euthanasia. Dalam praktik kedokteran, dikenal dua
macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Dalam
landasan aksiologis euthanasia, sisi agama dari euthanasia, syariah islam
mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori
pembunuhan disengaja. Sedangkan hukum euthanasia pasif dalam arti
menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien
setelah matinya / rusaknya organ otak, hukumnya boleh (jaiz) dan tidak
haram bagi dokter.

13
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan
sampaikan kepada penulis. Apabila terdapat kesalahan mohon dapat
memaafkan dan memakluminya, karena penulis adalah hamba Allah yang
tak luput dari salah, khilaf, dan lupa. Semoga dengan adanya makalah ini
dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi para pembaca. Semoga makalah
ini dapat digunakan sebagai sumber acuan untuk makalah-makalah lain.

14
DAFTAR PUSTAKA

Vi Memories, 2013. Pengertian Euthanasia, Sejarah, Ragam, serta Hukumnya.


Blogspot. Dikutip dari
https://rahmadashariuinsuska.blogspot.com/2013/10/pengertian-euthanasia-sejar
ah-ragam.html?m=1 . 31 Mei.
Wikipedia. Euthanasia.Website. Dikutip dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Euthanasia . 31 Mei.
Indonesia Dokumen. 2013. Berpikir Kritis dengan Pendekatan Spesifik dan
Holistik pada Kasus Euthanasia di Indonesia. Makalah. Dikutip dari
https://dokumen.tips/download/link/makalah-c6 . 31 Mei.
Indonesia Dokumen. 2016. Euthanasia Dalam Perspektif Filsafat. Makalah.
Dikutip dari
https://fdokumen.com/document/euthanasia-dalam-perspektif-filsafat.html . 31
Mei.

15

Anda mungkin juga menyukai