A. LATAR BELAKANG
Membunuh, secara moral, tidak pernah diizinkan. Hidup manusia dipercaya sebagai anugerah
Tuhan. Ciptaan tersebut haruslah dijaga, dirawat, dan terlebih harus disyukuri. Dalam perintah
ke lima dari Dekalog dengan jelas dinyatakan: “Jangan Membunuh”. Tuhanlah berkuasa mutlak
atas hidup manusia.
Tuntutan legalisasi eutanasia adalah masalah yang masih aktual hingga sekarang. Terdapat
beberapa organisasi yang memperjuangkan legalisasi tersebut. Dapatkah Gereja menerimanya?
bebaskah manusia melakukannya? Manusia adalah makhluk yang mempunyai kebebasan tetapi
kebebasan itu terbatas. Hidup dan mati tidak pernah diterima sebagai wewenang manusia,
melainkan wewenang mutlak Allah. Perkembangan dunia kedokteran yang sangat pesat dengan
penemuan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya seperti pencangkokan organ
tubuh, membuat manusia seolah berkuasa mutlak menentukan kehidupannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Disini terdapat 7 pertanyaan yang menjadi isi atau penjelasan dari tema yang akan kami
sampaikan di tinjauan teori. 7 pertanyaan tersebut ialah :
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang kami ambil dalam penulisan dari tema tersebut yaitu
EUTHANASIA,antara lain :
I. DEFENISI EUTHANASIA
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan
thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177). Dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran,
euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami
seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian
seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya
(Hasan, 1995:145).
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif
dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat
kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien
tersebut. Suntikan diberikan pada saat penyakit pasien sudah sangat parah atau
sudah sampai di stadion akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak
mungkin lagi bisa dipulihkan atau bertahan lama. Alasan yang perlu dikemukakan
adalah pengobatan yang diberikan hanya akan meringankan penderitaan pasien
serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo, 2003: 176).
Euthanasia aktif, misalnya ada yang menderita kanker ganas dengan rasa sakit
yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin
yang akan meninggal dunia. Kemudian dokter mengeluarkan obat dengan takaran
tinggi (overdosis) yang dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan
pernapasannya secara bersamaan (Utomo, 2003: 178).
euthanasia pasif, adalah tindakan dokter yang menghentikan pengobatan pasien
yang menderita sakit keras, yang sudah tidak mungkin lagi dapat
disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti peningkatan kematian
pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi
pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk perawatan yang
sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan sesuai dengan perhitungan dokter tidak
lagi efektif. Ada tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu
tindakan dokter mundur terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih
mungkin pulih. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah
ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai
dana perawatan yang sangat tinggi (Utomo, 2003: 176).
euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang
sudah dalam keadaan koma, benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk
pulih. Atau, orang yang melepaskan serangan penyakit paru-paru yang jika tidak
diperbolehkan maka dapat melepaskan penderita. Dalam kondisi demikian, jika
perawatan terhadapnya dibatalkan, akan dapat mempercepat kematiannya
(Utomo, 2003: 177).
3. Euthanasia volunteer
Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas
permintaan sendiri.
4. Euthanasia involunter
Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam
keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya.
Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian
bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal.
ini beberapa ayat Alkitab tentang euthanasia yang walaupun tidak secara langsung
namun masih berkaitan.
1. Keluaran 20:13
“Jangan membunuh.”
Dalam firman Allah telah tegas mengatakan supaya kita tidak membunuh orang lain.
Karena itu jika euthanasia sama halnya dengan pembunuhan sebaiknya hindari hal
tersebut. Bertekun saja dalam doa dan minta prinsip kasih tentang Alkitab yang berasal
dari Allah terhadap keluarga yang menderita sakit penyakit, maka biarkan Allah saja
yang bekerja mengangkat sakit penyakit tersebut.
2. 1 Korintus 10:23
“Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala
sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.”
Tidak ada larangan untuk melakukan euthanasia secara spesifik. Tetapi hal ini jangan
sampai dipaksakan. Sebaiknya berdoa untuk mencari kehendak Tuhan. Baik dokter
yang bersangkutan maupun keluarga pasien. Karena Tuhan akan memiliki jawaban
yang paling baik. Karena itu utamakan tujuan karunia Roh Kudus supaya tidak salah
dalam mengambil keputusan. Dengan demikian maka akan terlihat penting tidaknya
melakukan euthanasia.
3. Amsal 16:3
“Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.”
Yang terbaik saat menghadapi situasi ini adalah ayat Alkitab tentang berserah. Dengan
demikian maka kita memberi Tuhan jalan untuk melakukan apa yang menjadi
kehendakNya. Sebaiknya hindari melakukan keinginan emosi diri kita dan berserah
saja pada Allah.
4. Roma 14:8
“Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk
Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.”
Inilah dasar yang penting dari ayat Alkitab tentang euthanasia, bahwa hidup setiap
orang adalah milik Tuhan. Karena itu doakan saja dan biar Tuhan yang memutuskan.
Jika orang tersebut berhak hidup maka biarkan saja Allah yang memberi kesembuhan
dan menyatakan ayat Alkitab kesembuhan orang sakit di hidupnya.
5. Yeremia 29:11
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai
kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan
rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh
harapan.”
Terakhir sebaiknya tetap utamakan ayat Alkitab tentang kepercayaan bahwa Allah
selalu berikan yang terbaik. Karena itu percaya saja bahwa Allah selalu memberikan
damai sejahtera. Dengan demikian maka tidak akan salah langkah dalam memutuskan
euthanasia pada seseorang
Sejak awal Gereja sangat menghargai martabat manusia. Gereja hidup berdasar pada
Sabda Tuhan. Tuhan bersabda “janganlah membunuh” (Kel 21:13). Dibalik perintah
ini terkandung cinta Tuhan yang mendalam pada manusia dan penghormatan yang
tinggi terhadap hidup manusia. Yesus sendiri menegaskan supaya hidup saling
mengasihi. “ Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah
mengasihi kamu” (Yoh 15:12). Apabila seseorang mengalami cinta Tuhan maka dia
akan mampu hidup dalam cinta dan mengasihi sesamanya.
Pastor Hermas (sekitar abad I) melawan tindakan bunuh diri karena melawan
kehidupan yang diberikan oleh Allah sendiri. Pandangan ini juga berkembang dalam
pemikiran Santo Yustinus Martir (sekitar abad II) yang mendasarkan pemikirannya
pada Kitab Suci bahwa manusia adalah milik Allah seutuhnya. Selain itu, St.
Agustinus (abad IV) menolak secara tegas tindakan bunuh diri yang melawan cinta
Allah dalam hidup manusia (Kej 1). Hidup manusia adalah pemberian Allah. Allah
menciptakan manusia secitra dengan-Nya. Oleh karena itu, hidup perlu dijunjung
tinggi. St. Thomas Aquinas (abad XII), juga melihat tindakan bunuh diri adalah
kekerasan terhadap cinta Allah. Manusia menjauhi kasih Allah dalam hidupnya.
Paus Pius XII memberikan tanggapan atas tindakan eutanasia yang dilakukan secara
sistematis pada masa kekuasaan Nazi dalam ensiklik Mystici Corporis pada 20 Juli
1943. Selanjutnya Paus menanggapi “eugenic euthanasia”, mengatakan bahwa
eutanasia merupakan tindakan kekerasan melawan Allah. Peristiwa ini
sungguh mengerikan pada Perang Dunia II dan pembantaian hebat yang dilakukan
oleh Hitler terhadap orang-orang Yahudi. Paus melontarkan pemikirannya dengan
mengutip Kitab Suci mengenai Kain yang membunuh Habel, adiknya (Kej 4:10). Paus
mengedepankan keluhuran tubuh manusia yang harus dihormati.
Konsili Vatikan II (1965) prihatin akan adanya bahaya yang mengancam kehidupan
manusia yang akan datang dengan perkembangan metode eutanasia (GS art. 27).
Keprihatinan Gereja semakin mendalam ketika melihat adanya gerakkan yang kuat
untuk terus melegalkan eutanasia. Sebagai reaksi atas situasi ini, Kongregasi untuk
Ajaran Iman mengeluarkan deklarasi tentang eutanasia pada 5 Mei 1980. Kongrasi
mengajak umat untuk memperhatikan hidup manusia. Hidup manusia itu sangat
bernilai.
Paus Paulus VI, memberi Amanat kepada Sidang Umum PBB, 4 Oktober
1965, “kemajuan teknik dan dan ilmu manusia yang canggih tetap memperhatikan
pengabdian pada manusia. Maka intervensi untuk memperjuangkan nilai-nilai dan hak-
hak pribadi manusia harus dijaga. Orientasi dan pemikiran yang jernih untuk menolong
kehidupan manusia pertama-tama mengalir dari semua kaum beriman kristiani dan juga
kepada mereka yang mengakui perutusan Gereja, yang ahli dalam kemanusiaan, dalam
pengabdian cintakasih dan kehidupan” (Lihat, Kotbah Misa Penutupan tahun Suci, 25
Desember 1975).
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
https://andosipayung.wordpress.com/2013/12/28/pandangan-gereja-katolik-terhadap-eutanasia/
https://tuhanyesus.org
http://ilmugreen.blogspot.com/2012/07/pengertian-macam-macam-euthanasia.html?m=1
https://images.app.goo.gl/psyhNxZBX9kaKNDbA
http://satriabajahikam.blogspot.com/2013/04/macam-macam-euthanasia.html?m=1