Anda di halaman 1dari 17

C

O
V
E
R
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Rumusan Masalah 3

BAB II PEMBAHASAN 4

2.1 Definisi Euthanasia 4


2.2 Klasifikasi Euthanasia5
2.3 Hak Pasien Euthanasia 6
2.4 Kewajiban Perawat 8
2.5 Euthanasia Dipandang Dari Sudut Etika 8

BAB III PEMBAHASAN KASUS 10

3.1 Contoh Kasus 10


3.2 Kajian Kasus 10

BAB IV PENUTUP 12

4.1 Kesimpulan 12
4.2 Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keperawatan merupakan suatu bentuk asuhan yang ditujukan


untuk kehidupan orang lain sehingga semua aspek keperawatan
mempunyai komponen etika. Pelayanan keperawatan merupakan
bagian dari pelayanan kesehatan, maka permasalahan etika kesehatan
menjadi permasalahan etika keperawatan pula.
Saat ini masalah yang berkaitan dengan etika telah menjadi
masalah utama disamping masalah hukum, baik bagi pasien,
masyarakat maupun pemberi asuhan kesehatan. Masalah etika
menjadi semakin kompleks karena adanya kemajuan ilmu dan
tehnologi yang secara dramatis dapat mempertahankan atau
memperpanjang hidup manusia. Pada saat yang bersamaan
pembaharuan nilai sosial dan pengetahuan masyarakat
menyebabkan masyarakat semakin memahami hak-hak individu,
kebebasan dan tanggungjawab dalam melindungi hak yag dimiliki.
Adanya berbagai faktor tersebut sering sekali membuat tenaga
kesehatan menghadapi berbagai dilema. Setiap dilema membutuhkan
jawaban dimana dinyatakan bahwa sesuatu hal itu bukan untuk
pasien atau baik untuk keluarga atau benar sesuai kaidah etik.
Berbagai permasalahan etik yang dihadapi oleh perawat telah
menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien (terpenuhi hak) dengan
harapan perawat dan falsafah keperawatan. Contoh nyata yang sering
dijumpai dalam praktek adalah euthanasia, penolakan tindakan
transfusi darah, dan penolakan transplantasi organ. Menghadapi
dilema semacam ini diperlukan penanganan yang melibatkan seluruh
komponen yang berpengaruh dan menjadi support system bagi

1
pasien.
Dokter dan perawar merasa mempunyai tanggung jawab untuk
membantu menyembuhkan penyakit pasien, sedangkan di pihak lain
pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak individu juga
sudah sangat berubah. Masyarakat mempunyai hak untuk memilih
yang harus dihormati, dan saat ini masyarakat sadar bahwa mereka
mempunyai hak untuk memilih hidup atau mati. Dengan demikian,
konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini dihadapkan
pada kontradiksi. Antara etika, moral, hukum dan kemampuan serta
teknologi kedokteran yang sedemikian maju.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas
tentang praktik yang mana melalnggar etika dalam
keperawatan dan penyelesaiannya dengan pendekatan proses
keperawatan.

1.2 TUJUAN PENULISAN

1.   Untuk mengetahui definisi euthanasia

2.   Untuk mengetahui klasifikasi dari euthanasia

3.   Untuk mengetahui hak Pasien dalam kasus Euthanasia

4. Untuk mengetahui kewajiban perawat dalam kasus Euthanasia

5. Untuk mengetahui euthanasia dipandang dari etika


6.   Untuk mengetahui hukum agama tentang euthanasia
7.   Untuk mengetahui hukum Negara tentang euthanasia

8.  Untuk mengetahui kasus euthanasia yang melanggar etika


kesehatan

2
1.3 RUMUSAN MASALAH

1.   Apa definisi dari euthanasia?

2.   Bagaimana klasifikasi euthanasia?

3.   Apa Hak Pasien dalam kasus Euthanasia?

4.   Apa Kewajiban Perawat dalam kasus Euthanasia?

5. Bagaimana hokum agama tentang euthanasia?

6.   Bagaimana hukum Indonesia dan beberapa Negara lain tentang


euthanasia?

7. Bagaimana contoh kasus euthanasia yang ada saat ini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI EUTHANASIA

Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, eu (mudah, bahagia,


baik) dan thanatos (meninggal dunia) sehingga diartikan meninggal
dunia dengan baik atau bahagia. Pada hakekatnya pembunuhan atas
dasar perasaan kasihan, sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut
hak untuk menentukan nasib sendiri (the right self of determination)
pada diri pasien. Hak ini menjadi unsur utama hak asasi manusia dan
seiring dengan kesadaran baru mengenai hak-hak tersebut. Demikian
pula dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi (khususnya
dalam bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang
dramatis atas pemahaman mengenai euthanasia. Namun, uniknya,
kemajuan dan perkembangan yang pesat ini rupanya tidak diikuti
oleh perkembangan di bidang hukum dan etika. Pakar hukum
kedokteran Prof. Separovic menyatakan bahwa konsep kematian
dalam dunia kedokteran masa kini dihadapkan pada kontradiksi
antara etika, moral, dan hukum di satu pihak, dengan kemampuan
serta teknologi kedokteran yang sedemikian maju di pihak lain.
Menurut Oxfort English Dictionary eutanasia berarti tindakan
untuk mati dengan tenang dan mudah. Menurut Hilman (2001),
euthanasia berarti “pembunuhan tanpa penderitaan” (mercy killing).
Tindakan ini biasanya dilakukan terhadap penderita penyakit yang
secara medis sudah tidak mungkin lagi untuk bisa sembuh. Di dunia
etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan
memiliki arti “mati baik”. Di dalam bukunya seorang penulis
Yunani bernama Suetonius menjelaskan arti euthanasia sebagai
“mati cepat tanpa derita”. Euthanasia Studi Grup dari KNMG

4
Holland (Ikatan Dokter Belanda) menyatakan: “Euthanasia adalah
perbuatan dengan sengaja untuk tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan
sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien,
dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu
sendiri”.

2.2 KLASIFIKASI EUTHANASIA

Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia


volunter, involunter, aktif dan pasif. Pada kasus eutanasia volunter
klien secara suka rela dan bebas memilih untuk meninggal dunia.
Pada eutanasia involunter, tindakan yang menyebabkan kematian
dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari klien dan sering kali
melanggar keinginan klien. Eutanasia aktif merupakan suatu tindakan
yang disengaja yang menyebabkan klien meninggal misalnya
pemberian injeksi obat letal. Eutanasia pasif dilakukan dengan
menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang
mempertahankan hidup (misalnya antibiotika, nutrisi, cairan,
respirator yang tidak diperlukan lagi oleh klien. Eutanasia pasif
sering disebut sebagai eutanasia negatif dapat dikerjakan sesuai
dengan keputusan IDI.

Selain itu, bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia


dapat dibagi menjadi tiga kategori:

Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah


suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau
tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri
hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan
pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun
melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut

5
adalah tablet sianida.  Eutanasia non agresif, kadang juga disebut
eutanasia otomatis ( autoeuthanasia) digolongkan sebagai
eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak
secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis
meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek
atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara
resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis
tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik
eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan
eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-
langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia
pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis
yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa
contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi
pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan
antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan
operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien,
ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang
disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif
seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.

2.3 HAK PASIEN DALAM EUTHANASIA

Penghormatan hak pasien untuk penentuan nasib sendiri


masih memerlukan pertimbangan dari seorang dokter terhadap
pengobatannya.Hal ini berarti para dokter harus mendahulukan
proses pembuatan keputusan yang normal dan berusaha bertindak
sesuai dengan kemauan pasien sehingga keputusan dapat
diambil berdasarkan pertimbangan yang matang.Pasien harus
diberi kesempatan yang luas untuk memutuskan nasibnya tanpa
adanya tekanan dari pihak manapun setelah diberikan informasi yang

6
cukup sehingga keputusannya diambil melalui pertimbangan yang
jelas.Beberapa pasien tidak dapat menentukan pilihan pengobatan
sehingga harus orang lain yang memutuskan apa tindakan yang
terbaik bagi pasien itu.Orang lain disni tentu dimaksudkan orang
yang paling dekat dengan pasien dan dokter harus menghargai
pendapat-pendapat tersebut.

Di bawah ini merupakan beberapa hak individu yang


akan meninggal, antara lain:
1.  Hak diperlakukan sebagaimana manusia hidup sampai ajal tiba.
2.   Hak untuk mempertahankan harapananya, tidak peduli apapun
perubahan yang terjadi.
3.   Hak untuk mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan
dengan kematian yang sedang dihadapinya sesuai dengan
kepercayaannya.
4.   Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan
dengan perawatannya.
5.   Hak untuk memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan
secara berkesinambunagn walaupun tujuan penyembuhannya
harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyama.
6.   Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian.
7. Hak untuk bebas dari rasa sakit.

8.    Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur.

9.   Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk


keluarga yang ditinggal agar dapat menerima kematiannya.
10.  Hak untuk meninggal dalam keadaan damai dan bermartabat.

11.  Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak
diambil keputusan yang bertentang dengan kepercayaan yang
dianutnya.

7
12.  Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya,
apapun artinya bagi orang lain.
13.  Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan
dihormati setelah yang bersangkutan meninggal.

2.4 KEWAJIBAN PERAWAT DALAM KASUS EUTHANASIA

a. Memfasilitasi klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.


b.  Membantu proses adaptasi klien terhadap penyakit / masalah yang
sedang dihadapinya.
c. Mengoptimalkan system dukungan.
d. Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif
terhadap masalah yang telah dihadapi.
e. Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan keyakinyannya.

2.5 EUTHANASIA DIPANDANG DARI SUDUT ETIKA

Kematian berdasar Kode Etik Indonesia, antara lain:

1. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa


penderitaan dan bagi mereka yang beriman dengan menyebutkan
nama Allah di bibir.
2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit
dengan memberinya obat penenang
3. Mengakhiri penderitaan hidup orang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

Selain itu, berdasarkan Hak asasi manusia yang selalu


dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya tidak
tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati.

8
Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran
hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia,
yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.
Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan
sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya
hak untuk mati, apabila dipakai menghindarkan diri dari
segala ketidak nyamanan atau lebih tegas lagi dari segala
penderitaan yang hebat.

9
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 CONTOH KASUS

Kasus Hasan Kusuma - Indonesia


Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal
22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan
Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian
Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan di samping
itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan
merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan
eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini
merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang di luar keinginan
pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi
terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam
pemulihan kesehatannya

3.2 KAJIAN KASUS

 Pemecahan kasus dilema etis

a. Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar

Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar yang


terkait dengan kasus eutanasia meliputi orang yang terlibat
klien, keluarga klien, dokter, dan pihak pengadilan. Seorang suami
bernama Hassan Kusuma karena tidak tega
menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33

10
tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan di samping itu
ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan
merupakan suatu alasan untuk melkaukan euthanasia.
b. Mengidentifikasi muncunya konflik
Penderitaan nyonya Agian Isna Nauli, 33 tahun, yang
tergolek koma selama 2 bulan dan ketidakmampuan untuk
menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan yang
menyebabkan Tuan Hassan Kusuma ingin melakukan tindakan
eutanasia pada istrinya. Konflik yang terjadi adalah pertama,
eutanasia akan melanggar peraturan rumah sakit yang menyatakan
kehidupan harus disokong, kedua apabila tidak memenuhi
keinginan keluarga klien maka akan melanggar hak-hak klien
dalam menentukan kehidupannya.

c. Menentukan tindakan yang direncanakan


Mengajukan permohonan untuk melakukan euthanasia ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

d. Pengambilan keputusan yang tepat


Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, karena kasus ini merupakan salah satu contoh
bentuk eutanasia yang di luar keinginan pasien.

e. Menjelaskan kewajiban perawat


Kewajiban perawat seperti yang dialami oleh nyonya
Agian Isna Nauli adalah tetap menerapkan asuhan keperawatan
sebagai berikut: memenuhi kebutuhan dasar klien sesuai harkat
dan martabatnya sebagai manusia, mengupayakan suport sistem
yang optimal bagi klien seperti keluarga, teman terdekat,
dan peer  group. Selain itu perawat tetap harus
menginformasikan setiap perkembangan dan tindakan yang

11
dilakukan sesuai dengan kewenangan perawat. Perawat tetap
mengkomunikasikan kondisi klien dengan tim kesehatan yang
terlibat dalam perawatan klien nyonya Agian Isna Nauli.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berbagai praktik kesehatan membawa pengaruh yang berbeda-


beda. Hal ini menyangkut hubungan antara perawat dengan klien,
baik dalam penanganan yang menyangkut hidup pasien maupun
menyangkut kematian pasien. Ada beberapa praktik dimana hal
tersebut melanggar etika dalam keperawatan, seperti adanya
praktik euthanasia. Euthanasia yang metupakan suatu usaha untuk
menghentikan hidup pasien baik dengan dengan persetujuan maupun
tidak. Hal-hal seperti ini menyebabkan dilema etik bagi dokter maupun
perawat.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema etik,
perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan
pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang
diyakini klien. Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak
ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan
mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.

4.2 SARAN

Dalam hal ini perawat maupun mahasiswa keperawatan


harus berusaha untuk kemampuan profesional secara mandiri
dalam menghadapi berbagai masalah dalam dunia keperawatan.
Selain itu perawat maupun mahasiswa keperawatan dapat secara
bersama-sama menambah ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan
suatu dilema etik yang ada saat ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, B., Erb G., Berman, A., & Snyder S. J. (2004).


Fundamentalsof Nursing Concepts Process and Practice. (7th
ed). New Jerney: Pearson Education Line.

Priharjo, R. (1995). Pengantar Etika Keperawatan.


Yogyakarta: Kanisius. Suhaemi, M.E. (2004). Etika
Keperawatan: aplikasi pada praktik . Jakarta: EGC
Taylor C., & Lemone P. (1997). Fundamentals of Nursing. Philadelphia:
Lippincott.

www.google.com//euthanasia//   Diposkan oleh ummu latiffah di 02:53


pada Senin, 21 Maret 2011

www.wikipedia.co.id//euthansia//  

13

Anda mungkin juga menyukai