Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AGAMA

PANDANGAN AGAMA ISLAM TERHADAP EUTHANASIA

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Agama Islam


Dosen Pengampu: Bapak Nur Hidayat, S.Kep., Ns. M.Kes.

Disusun Oleh:
Anis Setyo Wati (D3KP1900555)
Beda Ambar Sari (D3KP1900557)
Bella Noraniza Putri (D3KP1900558)
Daniel Ismail Riyanto S. (D3KP1900559)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
memberikan rahmat serta hidayah kepada kami semua, sehingga berkat karunia-
NYA kami dapat menyelasaikan makalah yang berjudul “Pandangan Agama
Islam Terhadap Euthanasia” ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan dan bantuan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin, walaupun kami
menyadari masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari dosen pembimbing dan semua pihak yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca maupun kami sendiri bagi
pengembangan pengetahuan pada masa yang akan datang.

Yogyakarta, Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
A. Pengertian Euthanasia......................................................................................3
B. Macam-Macam Euthanasia.............................................................................4
1. Euthanasia Aktif (Positif)......................................................................4
2. Euthanasia Pasif (Negatif).....................................................................4
C. Pandangan Syariah Islam Tentang Euthanasia..............................................5
1. Euthanasia Aktif....................................................................................6
2. Euthanasia Pasif....................................................................................7
D. Hubungan Euthanasia dengan Jarimah (Tindak Pidana).............................8
E. Pandangan Hukum Positif Tentang Euthanasia............................................8
1. Menurut Aspek Medis...........................................................................8
2. Menurut Aspek Hukum.........................................................................9
BAB III PENUTUPAN.................................................................................................11
A. Kesimpulan.....................................................................................................11
B. Saran................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan moral dan etika di tengah masyarakat akhir-akhir ini


semakin pesat. Bahkan, perkembangan ini juga memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap pola pikir dan pilihan yang diambil oleh mereka.
Bentuk dan perkembangan moral dan etika yang terjadi di masyarakat
bermacam-macam dan salah satunya adalah Euthanasia. Euthanasia
merupakan suatu isu yang kompleks dan sangat kontroversial, sehingga
melibatkan banyaknya pertanyaan yang membingungkan dan menimbulkan
kubu yang pro dan kubu yang kontra.
Euthanasia adalah sebuah istilah kedokteran. Istilah lain yang hampir
semakna dengan itu dalam bahasa Arab adalah qatl ar-rahmah (pembunuhan
dengan kasih saying) atau taisir al-maut (memudahkan kematian). Euthanasia
sendiri sering diartikan sebagai tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan
meringankan penderitaan orang yang sedang sakit tersebut.
Di dalam Alquran surat Al-Mulk ayat 2, diingatkan bahwa hidup dan mati
adalah di tangan Tuhan yang Ia ciptakan untuk menguji iman, amalan, dan
ketaatan manusia terhadap Tuhan, karena itu, islam sangat memperhatikan
keselamatan hidup dan kehidupan manusia sejak ia berada di rahim ibunya
sampai sepanjang hidupnya. Untuk melindungi keselamatan hidup dan
kehidupan manusia itu, islam menetapkan berbagai norma hukum perdana
dan perdata beserta sanksi-sanksi hukumannya, baik di dunia berupa
hukuman had dan qisas termasuk hukuman mati, diyat (denda), atau ta’zir,
ialah hukuman yang ditetapkan oleh ulul amr atau lembaga peradilan,
nmaupun hukuman di akhirat berupa siksaan Tuhan di neraka kelak. Karena

1
hidup dan mati ditangan Tuhan, maka islam melarang orang melakukan
pembunuhan, baik terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.
Setiap makhluk hidup, termasuk manusia akan mengalami siklus
kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di
dunia dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari
berbagai siklus kehidupan di atas, kematian merupakan salah satu yang masih
mengandung misteri yang sangat besar.
(185:‫ اليآة )آل عمران‬...... ‫كل نفس ذائقة الموت‬
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” Qs. Ali Imran:185.
Sampai saat ini, kematian merupakan misteri yang paling besar, dan ilmu
pengetahuan belum berhasil menguaknya. Satu satunya jawaban tersedia di
dalam ajaran agama. Kematian sebagai akhir dari rangkaian kehidupan di
dunia ini, merupakan hak dari Tuhan. Tidak ada seorangpun yang berhak
untuk menunda sedetikpun waktu kematiannya, termasuk mempercepat
waktu kematiannya.

B. Rumusan Masalah

Adapun perumusan yang akan dibahas antara lain:

1. Pengertian euthanasia.
2. Macam-macam euthanasia.
3. Pandangan syariah Islam tentang euthanasia.
4. Hubungan euthanasia dengan jarimah (tindak pidana).
5. Pandangan hukum positif tentang euthanasia.

C. Tujuan

1. Mendeskripsikan pengertian euthanasia.


2. Mendeskripsikan macam-macam euthanasia.
3. Memaparkan pandangan syariah Islam tentang euthanasia.
4. Memaparkan hubungan euthanasia dengan jarimah (tindak pidana).
5. Memaparkan pandangan hukum positif tentang euthanasia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Euthanasia

Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti


“baik”, dan thanatos yang berarti “kematian”. Dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah qatlu ar-rahmah atau taysir al-maut. Menurut istilah
kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang
dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti
mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan
hebat menjelang kematiannya.
Menurut Dr. H. Ali Akbar, Euthanasia mempunyai pengertian:
1. Kematian yang mudah dan tanpa sakit.
2. Usaha untuk meringankan penderitaan orang yang sekarat dan bila perlu
untuk mempercepat kematiannya.
3. Keinginan untuk mati dalam arti yang baik
Di beberapa negara Eropa dan sebagian Amerika Serikat, tindakan
euthanasia ini telah mendapat izin dan legalitas negara. Pada umumnya
mereka beranggapan bahwa menentukan hidup dan mati seseorang adalah hak
asasi yang harus dijunjung tinggi.
Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga
arti:
1. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan
bagi yang beriman dengan nama Allah di bibir.
2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan
dengan memberi obat penenang.
3. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan
pasien sendiri dan keluarganya.

3
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa euthanasia
adalah usaha dan bantuan yang dilakukan untuk mempercepat kematian
seseorang yang menurut perkiraan sudah hampir mendekati kematian, dengan
tujuan untuk meringankan atau membebaskannya dari penderitaannya.

B. Macam-Macam Euthanasia

Dalam dunia medis, dikenal dua macam bentuk dari Euthanasia, yaitu:
1. Euthanasia Aktif (Positif)

disebut euthanasia aktif apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya


dengan sengaja melakukan suatu tindakan untuk memperpendek
(mengakhiri) hidup pasien. Bentuk euthanasia ini dapat dikatakan sebagai
tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan
suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat
keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada
stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi
bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan
dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan
memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang
memang sudah parah.
Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas
dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan.
Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia.
Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang
sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan
pernapasannya sekaligus.
2. Euthanasia Pasif (Negatif)

Yakni apabila dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak
memberikan bantuan secara aktif untuk mempercepat proses kematian si
pasien. Jika seorang pasien menderita penyakit dalam stadium terminal,

4
yang menurut dokter sudah tidak bisa lagi disembuhkan, maka kadang-
kadang pihak keluarga tidak tega melihat seorang anggota kelurganya
berlama-lama menderita dirumah sakit, lalu meminta kepada dokter untuk
menghentikan pengobatannya. Akibatnya si penderita meninggal.
Alasan lain yang juga lazim dikemukan adalah terkait keadaan ekonomi
pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan
sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter
sudah tidak efektif lagi.
Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis,
orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada
otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena
serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat
mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan
terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya.

Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan


dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak
dapat disembuhkan. Ada 3 macam euthanasia, yaitu euthanasia yang
dilakukan atas kemauan pasien, euthanasia yang tanpa permintaan pasien, dan
euthanasia yang tanpa sikap dari pasien. Namun dalam praktiknya dokter
tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter
terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu
meringankan penderitaan pasien, dan menghilangkan nyawa orang lain berarti
melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan
nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara manapun.

C. Pandangan Syariah Islam Tentang Euthanasia

Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kehidupan manusia.


Karena itulah, Islam melarang seseorang bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya
jiwa yang bersemayam pada jasadnya bukanlah miliknya sendiri. Sebaliknya,

5
jiwa merupakan titipan Allah SWT yang harus dipelihara dan digunakan
secara benar. Maka dari itu dia tidak boleh membunuh dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ ayat 29:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu (sendiri). Sesungguhnya Allah
SWT Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian
dengan melanggar dan aniaya, maka kami kelak akan memasukkan kamu ke
dalam api neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.
Berkaitan dengan ayat di atas, dapat dikatakan bahwa manusia beriman
tidak akan melakukan bunuh diri. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu
misalnya karena frustasi, mengalami kegagalan, dan sebagainya, akan terbuka
peluang cukup besar untuk melakukannya. Dalam rangka itulah, Al-Qur’an
melarang keras kaum mukmin untuk melakukan bunuh diri.
Karena alasan itu pula, seorang pesakitan dalam Islam dianjurkan untuk
segera berobat. Sebab, seseorang yang berobat pada hakikatnya dalam rangka
mempertahankan kehidupannya. Rasulullah SAW berpesan:
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit sekaligus obat, dan
telah menciptakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah dan jangan
berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud)
Hadis ini memotivasi kepada manusia agar ketika sakit hendaknya
berobat untuk kesembuhan penyakitnya. Karena setiap penyakit yang
diturunkan oleh Allah itu pasti ada obatnya. Meskipun kadang kala, manusia
belum mengetahui obatnya. Yang terpenting bagi manusia adalah bahwa ia
telah berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya.
Di sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh orang lain. Sebagai
bukti keseriusannya, Islam memberikan ancaman dan sanksi yang sangat
tegas bagi pelakunya.
Allah SWT berfirman:
“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya adalah neraka jahannam, kekal ia didalamnya. Allah murka
kepadanya, mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar baginya.”
(QS. An-Nisa’:93)

6
Hukum euthanasia dalam syariah Islam dapat dijawab menurut
macamnya, yakni:
1. Euthanasia Aktif

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam


kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) walaupun niatnya baik
yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram,
walaupun atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil yang
mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun
membunuh diri sendiri.
2. Euthanasia Pasif

Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam


praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan
berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan tidak ada
gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien.
Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya
dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut


fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau
menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, K.H. Ma’ruf Amin (Ketua
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia) mengatakan, euthanasia boleh
dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat
penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh orang
lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya lebih besar, dan
pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Sedangkan, kondisi aktif adalah kondisi orang yang tidak akan mati bila
hanya dicabut alat medis perawatan, tetapi memang harus dimatikan.

7
Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan “euthanasia”,
dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan membunuh orang dan
karena faktor keputusasaan yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Beliau
mengungkapkan, dasar pelarangan euthanasia memang tidak terdapat secara
spesifik dalam Alquran maupun Sunnah Nabi. “Hak untuk mematikan
seseorang ada pada Allah SWT,” ujarnya menambahkan.

D. Hubungan Euthanasia dengan Jarimah (Tindak Pidana)

Jarimah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tindakan


kejahatan seperti mencuri, berzina, dan minum-minuman keras; tindak pidana
dan merupakan kejahatan yang dilarang oleh syariat Islam dengan ancaman
hudud atau takzir.
Hudud yaitu hukum yang telah ditentukan bentuk dan kadarnya oleh
Allah SWT., seperti hukum potong tangan bagi pencuri. Sedangkan takzir
adalah hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim karena tidak
terdapat dalam Alquran dan hadis.
Tindakan euthanasia dalam hukum Islam belum ada kejelasan dalam hal
pengkategorian tindakan pembunuhan yang merupakan suatu jarimah.
Sebagaimana diketahui bahwa suatu perbuatan dapat digolongkan
sebagai suatu jarimah apabila memenuhi unsur-unsur jarimah. Dalam hukum
pidana Islam dikenal dua unsur jarimah, yaitu jarimah umum dan khusus.
Yang dimaksud dengan unsur-unsur umum yaitu unsur-unsur yang terdapat
pada setiap jarimah, sedangkan unsur khusus adalah unsur yang hanya ada
pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah yang lain.
Pendapat demikian didasarkan atas pertimbangan karena perbuatan itu
telah memenuhi syarat-syarat untuk dapat dilaksanakan dalam qishash
(pembalasan), antara lain:
1. Pembunuhan adalah orang yang baligh, sehat, dan berakal.
2. Ada kesengajaan membunuh.
3. Ikhtiyar (bebas dari paksaan).

8
4. Pembunuh bukan anggota keluarga korban.
5. Jarimah dilakukan secara langsung.

E. Pandangan Hukum Positif Tentang Euthanasia

1. Menurut Aspek Medis

Dalam bidang kedokteran, euthanasia merupakan sebuah dilema yang


menempatkan seorang dokter dalam posisi yang serba sulit. Euthanasia
berarti kematian yang membahagiakan atau mati cepat tanpa derita. Dalam
perkembangannya pengertian ini berkembang menjadi pembunuhan atau
pengakhiran hidup karena belas kasihan (mercy killing) dan membiarkan
seseorang untuk mati secara menyenangkan (mercy death).
Selain tanggung jawab medik, seorang dokter harus dapat
mempertanggung jawabkan semua perbuatannya terhadap pasien menurut
hukum yang berlaku. Para dokter harus menyadari bahwa euthanasia
ternyata memiliki muatan hukum dibandingkan dengan masalah teknis-
medis lainnya. Baik menurut Sumpah Dokter maupun Etika Kedokteran,
euthanasia tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Dalam Pasal 9, Bab
II (1969) Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter
kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti
bahwa menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan
mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan
pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah
dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi
otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati
walaupun jantungnya masih berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik
harus diputuskan oleh dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-
kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan setelah diadakan
konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus pula
dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup

9
terbaik yang diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk
melakukan euthanasia adalah memperpendek atau mengakhiri penderitaan
pasien dan bukan mengakhiri hidup pasien.
2. Menurut Aspek Hukum

Dari sudut hukum pidana KUHP mengatur masalah euthanasia melalui


beberapa pasal khususnya pasal 344 yang sering disebut sebagai “pasal
euthanasia”. Pasal ini berbunyi “Barangsiapa menghilangkan nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata
dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas
tahun”. Jika dokter membiarkan pasien meninggal atau tidak melakukan
suatu tindakan medis (euthanasia pasif), dokter dapat dituntut berdasarkan
pasal 304 KUHP. Pasal tersebut berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang
dalam kesengsaraan, sedang ia wajib member kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau
karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan…”.
Sebaliknya jika dilakukan suatu tindakan medis lalu pasien
meninggal, dokter itu bisa dituntut karena menghilangkan nyawa orang
lain. Selain itu, pasal 345 KUHP mengatakan “Barangsiapa dengan
sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau member sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri”.

10
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan


atau penderitaan yang yang dialami seseorang yang akan meninggal
diringankan. Euthanasia juga berarti mempercepat kematian seseorang yang
ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.
Berdasarkan hasil pemaparan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa
Euthanasia tidak boleh dilakukan baik di dunia kedokteran, pada penjelasan
ayat-ayat Alquran dan hadis, maupun di dalam kehidupan masyarakat karena
hal tersebut melanggar Kode Etik Kedokteran dan melanggar KUHP di dalam
masyarakat. Di samping fakta bahwa Euthanasia itu dapat membantu
masyarakat dalam memiliki hak dan kewajiban untuk mengakhiri kehidupan
orang-orang yang mengalami koma dan sudah tidak berpengharapan. Akan
tetapi, hal penting yang perlu diingat dan perlu diperhatikan juga adalah
bahwa tindakan Euthanasia itu sama dengan melakukan tindak pembunuhan
dan mencabut hak hidup seseorang. Karena belum tentu orang-orang yang
berada dalam kesakitan yang hebat dan menginginkan kematian sungguh-
sungguh mengetahui apa yang dikehendakinya. Sebagai manusia yang
berpikir kritis kita harus ingat bahwa kita adalah manusia ciptaan Tuhan, yang
telah diberikan akal dan budi agar mampu mengembangkan secara maksimal
apa yang telah diberikan-Nya, kita harus mampu mengatur diri kita sehingga
tidak menyalahgunakan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita untuk
melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab yang bertentangan dengan
moral, etika bahkan agama, seperti membunuh orang dengan cara apapun.
Islam juga tidak memperbolehkan si penderita menghabisi nyawanya,
baik dengan tangannya sendiri (bunuh diri dengan minum racun atau
menggantung diri dan sebagainya), maupun dengan bantuan orang lain,

11
sekalipun dokter dengan memberi suntikan atau obat yang dapat
mempercepat kematiannya (euthanasia positif), atau dengan cara
menghentikan segala pertolongan terhadap si penderita termasuk
pengobatannya (euthanasia negatif). Sebab penderita yang menghabisi
nyawanya dengan tangannya sendiri atau dengan bantuan orang lain berarti ia
mendahului atau melanggar kehendak dan wewenang Tuhan.
Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang memiliki akal kritis, kita
perlu menolak Euthanasia ini, sebab ketika kita menyetujui hal ini, kita sama
saja dengan orang yang tidak beragama dan tidak memiliki moral serta etika
yang baik yang menginginkan kematian dan pembunuhan terhadap orang
lain.

B. Saran

Saran dari pada penulis dalam hal ini mengenai judul dari makalah yang
dibuat ini merupakan suatu proses kita belajar permasalahan euthanasia yang
masih perlu kiranya pengkajian lebih dalam untuk dilihat terhadap hukum
Islam yang mengatur tentang hal ini, karena masih banyak perbedaan
pendapat dan perbandingan dikalangan orang Islam itu sendri. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan referensi baik untuk penulis
maupun pembaca pada masa yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Hasan, M.Ali, 1995. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah


Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

H. Abu Yasid, 2005. Fiqh Realitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karyadi, Petrus Yoyo, 2002. Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.
Yogyakarta: Media Presindo.

Utomo, Setiawan Budi, 2003. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer.
Jakarta: Gema Insani Press.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) Ikatan Dokter


Indonesia, 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta.

B. Website

http://id.wikipedia.org/wiki/euthanasia

C. Peraturan Perundang-undangan

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEK I)

13

Anda mungkin juga menyukai