Anda di halaman 1dari 3

Aku dan Kisah Pondokku

Pondok Pesantren Modern Al- Amien 1 yang tepatnya berada di Prenduan, Kabupaten Sumenep,
Provinsi Jawa Timur merupakan institut tempat saya menimba ilmu pengetahuan selama saya SMA, baik
tentang agama maupun ilmu pengetahuan umum seperti yang ada di SMA negeri luar sana. Di pondok
ini banyak hal-hal menarik yang saya alami, pengalaman-pengalaman yang rasanya begitu manis untuk
diceritakan. Dan saya yakin pengalaman ini tidak akan pernah saya dapatkan jika saya tidak memutuskan
untuk sekolah di pesantren . Hidup di asrama dan menjadi santri memang menyimpan banyak cerita
unik dan lucu, disamping karena kita diatur oleh aturan yang sangat ketat, kami juga diajari untuk lebih
dapat mengatur waktu kita dengan baik yaitu disiplin, dan belajar memahami teman-teman sekamar
ataupun seasrama kita serta membudidayakan antri. Mengapa tidak, setiap hal-hal yang dilakukan di
pondok itu harus antri, mau makan antri, mau mandi antri, pokoknya serba antri deh. Tapi tak mengapa,
hal itulah justru menjadi cerita menarik untuk diceritakan kepada orang-orang yang tak pernah
mengenyam pendidikan pesantren seperti kami, para alumnus pesantren. Saya masih ingat hari pertama
saya melakukan registrasi pendaftaran SMA Pondok Pesantren Modern Al-Amien 1, pada hari itu
rasanya saya begitu sedih karena akan berpisah dengan keluarga saya. Namun, hari demi hari saya jalani
di pondok tersebut, banyak suka duka yang telah saya alami selama menjadi seorang santriwati, mulai
dari melanggar tidak berbahasa, tidak memakai sepatu ke sekolah, Tidak melengkapi baput, pura-pura
sakit karena malas ke sekolah, sampai melanggar sembunyi di kamar mandi karena malas sholat di
berjama'ah.

Oke, let’s begin from language, seperti pesantren pada umumnya, di pesantren saya hal yang paling
ditonjolkan itu adalah bahasa, yaitu bahasa inggris dan bahasa arab. Dan hal itu pulalah yang menjadi
nilai plus bagi kami para santri. Itu karena para santri memang diwajibkan memakai kedua bahasa
tersebut dalam kesehariannya. Terkhusus di pesantren saya, setiap santri diwajibkan memakai bahasa
inggris dan bahasa arab yang diseimbangkan setiap minggunya. Dan untuk para santri baru, berbahasa
baru diwajibkan setelah 3 bulan berselang dari penerimaan santri baru, dan tentunya para santri baru
telah mendapat kursus untuk dijadikan modal dalam menggunakan kedua bahasa tersebut, karena
sebelumnya setiap malam harus menghafal beberapa vocabulary dan mufradat allaghah yang di berikan
oleh muallimah bapensa. Masih kuingat diriku yang sangat terkejut ketika kakak-kakak OSPA (Organisasi
Santri Pondok Al-Amien) mengumumkan bahwasanya peraturan pondok pesantren sudah aktif kembali
dan para santri baru sudah wajib mematuhi segala peraturan yang berlaku. OSPA itu akronim dari
Organisasi Pesantren Al- amien, kalo di SMA biasa kita sebut sebagai OSIS. Jujur pada saat itu rasanya
saya belum siap, dengan modal kosa kata yang masih sangatlah minim tidak mungkin bisa menggunakan
bahasa tersebut dalam keseharian saya serta lolos dari jasus. Jasus itu berasal dari bahasa arab yang
kurang lebih artinya mata-mata, nah jasus inilah yang bertugas untuk mencatat secara diam-diam nama-
nama orang yang melanggar bahasa, kemudian mengumpulkannya kepada kakak- kakak devisi markas
bahasa atau mahkamah luggo. Dan setelah itu nama-nama tersebut akan diumumkan dimesjid
kemudian satu persatu dari pelanggar tersebut akan disidang oleh kakak-kakak devisi markas bahasa
atau sering disebut muallimah mahkamah luggo. Ngeri yah .

Dan karena pada hari itu sudah ditentukan bahwa santri baru sudah berbahasa, mau tidak mau saya
juga harus berbahasa, walaupun awalnya itu terasa sangat kaku dan kalo saya ingat sekarang itu rasanya
mau ketawa karena kita santri baru terkadang berbahasa dengan kaidah bahasa inggris dan bahasa arab
yang sangatlah payah. Selama menjadi santri baru, nama saya cukup sering diumumkan di mesjid
setelah sholat isya karena pelanggaran bahasa. Dan saya hal ini yang membuat saya merasa tidak
kerasan dipondok sehingga saya meminta kepada keluarga saya agar dipindahkan ke sekolah luar.
Namun, keluarga saya tidak menyetujui hal tersebut. Tidak cukup disitu, saya sampai tidak makan dan
pura-pura sakit agar orang tua saya memindahkan saya kesekolah luar, namun lagi dan lagi orang tua
saya tidak menyetujui hat itu. Jadi, mau tidak mau saya harus belajar beradaptasi dan mematuhi segala
peraturan yang ada.

Waktu terus berlalu, namun saya tetap kesulitan dalam menyesuaikan diri/ beradaptasi di lingkungan
pesanren. Saya selalu melanggar peraturan sehingga banyak pelajaran yang saya dapat ketika diberikan
sanksi atas pelanggaran yang saya lakukan. Contohnya, membersihkan kamar mandi yang sebelumnya
dirumah saya tidak pernah melakukannya, menyapu mushollah, menyapu halaman pondok, menyapu
bapenta, sampai mengaji 5 juz setiap harinya, itu berlaku sesuai ketentuan pelanggaran yang saya
lakukan. Tetapi hal tersebut ternyata juga memiliki nilai positif yaitu kita mendapatkan pahala serta
mengharapkan barokah pondok.

ketika saya menmpuh kelas X Semester II, saya sudah mulai terbiasa hidup dengan banyak peraturan
serta sudah terbiasa mengrjakan sanksi-sanksi yang harus saya pertanggungjawabkan atas kesalahan
saya. Dengan hidup bersama teman-teman baru, saya merasa mempunyai pengalaman baru karena
dipondok pesantren tersebut saya belajar banyak hal, yaitu; saling memberi, saling membantu, saling
menolong, saling mengerti satu sama lain, saling menghargai pendapat orng lain. Karena dalam
lingkungan pondok pesantren saya menjungjung solidaritas yang sangat tinggi.

Selain pelaggaran, saya juga memiliki pengalaman yang lucu, unik, sekaligus pahit tentunnya
pengalaman tersebut tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. Saya sering jatuh di tangga
jemuran, jatuh dikamar mandi karena ngantuk pada saat ngantri, dan cerita terpahit saya yaitu pada
saat ulangan akidah akhlak yang dilaksanakan secara tiba-tiba. Saya dan teman-teman sekelas saya
merasa kesulitan dalam mengerjakan ulangan tersebut, karena buku paket dan buku harian
dikumpulkan ke meja guru, beberapa menit kemuadian ibu guru akidah akhlak saya meninggalkan
ruang kelas saya, beliau izin ke kantor sebentar. Nah disitulah teman-teman saya sekaligus saya merasa
senang karena kita bisa menyontek secara berjamaah ke buku paket guru yang ada di depan. Kemudian
si ketua kelas berkata : " kalian kalo nyontek ke depan semua dan tidak ada yang jaga dipintu, nanti
ketahuan semua". Sehingga diputuskan bahwa yang didepan untuk nyontek hanya 2 orang yaitu sata
dan ratna, tugas ratna menyalin semua jawaban tersebut ke buku tulisnya sedangkan saya mendekti
jawaban tersebut kepada teman-teman saya. Dan mevi ditugaskan untuk berjaga-jaga di depan pintu
kelas, namun karena kelalalian yang di lakukan oleh mevi, dia malah asyik bergurau dengan teman
kelas sebelah yang tidak ada gurunya, sampai ibu aqidah akhlakpun datang secara tiba-tiba, dan
langsung mrngambil kertas ulangan saya dan ratna serta mevi. Beliau marah besar kepada kita bertiga
sampai kertas jawaban ulangan kita robek-robek sehingga nilai ulangan kita bertiga dinyatakan nol.
Karena menjaga kesolidaritasan yang tinggi kita tidak bisa menjebloskan teman yang lain. Dan beberpa
hari kemuan setelah kejadian tersebut saya bertemu kembali dengan guru akidah akhlak saya di dalam
kantor dan beliau memaki-maki saya dan menyebarkan kasus yang kemarin kepada guru-guru yang lain
di dalam kantor tersebut. Disitulah saya mera murid yang paling rendah karena kejadian tersebut sangat
memukul perasaan saya. Namun, herannya saya bisa meraih peringkat satu pada semester tersebut.

Singkat cerita, tibalah diwaktu yang paling menyenangkan sekaligus waktu yang dinantikan oleh kami
para santri yaitu perpulangan santri. Itu adalah waktu yang selalu dinantikan oleh para santri karena
ketika pulangan tersebut tiba, kita para santri terasa terbebas dari dimna istilah sekarang yaitu "Penjara
Suci". Akan tetapi, terdapat hal yang sangat menyedihkan juga karena harus berpisah dengan teman-
teman yang sudah saya anggap keluarga kedua saya.

Anda mungkin juga menyukai