Anda di halaman 1dari 8

INGIN MATI SAJA

Aku adalah makhluk yang terlahir dari hinaan dan kebencian. Rasa sakit adalah rasa
yang paling nikmat. Kecewa sudah menjadi suatu hal yang biasa saja. Luka tak lagi terasa
sakit seperti manusia biasanya. Entah itu luka fisik and psikis tak ada rasanya. Sudah mati
rasa,sudah kehilangan kemampuan untuk merasa.

Aku adalah seorang yang sembilan tahun dibully dan dihina karena warna kulit. Aku
adalah warga negara Bhineka Tunggal Ika yang mental dan fisiknya tersiksa. Aku tak pernah
meminta pada Tuhan agar aku dilahirkan ke dunia. Lebih baik aku tidak pernah ada dan
hadir ke dunia. Dari saat aku duduk di bangku SD hingga Lulus dari SMP, aku hanya
mendapat perlakuan yang tak mengenakan. Perpisahan adalah hal yang menyedihkan bagi
mereka (teman-temanku),tapi bagiku seperti keluar dari neraka. Rasanya ketika
perpisahan,akhirnya aku terlepas dari belenggu ranti yang menyiksa. Jujur saja,menulis
ulang cerita ini rasanya seperti merobek luka lama yang sama sekali belum sembuh.

Setiap pergi sekolah,aku hanya berharap agar mampu pulang dengan selamat.
Seperti itu,se-menyeramkan itulah sebelum aku masuk Madrasah Aliyah. Begitu
menyeramkannya sekolah bagiku,bukan sebagai tempat untuk menuntut ilmu melainkan
tempat untuk merusak,menghancurkan mentalku. Aku sempat berpikir untuk mengakhiri
saja semua ini,hidup ini. Tapi sebagai laki-laki,aku tak boleh menyerah meski tangan dan
kakiku dibuat patah. Tak boleh lemah walau bagaimapun mereka membuatku ingin
menyerah.

Sesuatu dalam diriku berkata bahwa aku harus membalas semua perlakuan mereka.
Mereka harus mengalami semua hal yang membuatku tersiksa,mereka harus mati karena
membuatku ingin mati.

“Akan kubunuh kalian” sesuatu dalam diriku berkata

“Suatu saat kalian semua akan ku buat berada di titik paling rendah,dimana satu-
satunya pilihan yang tersisa adalah menyerah” sambungnya dengan suara lirih dan serak
seperti habis dicekik

Setelah kejadian itu,aku merasa aku harus mengingat segala perlakuan mereka.
Mereka harus hidup sengsara seperti yang kurasa. Mereka akan kehilangan
segalanya,hingga tak tersisa lagi apapun untuk membuat mereka bahagia. Saat itu aku
menjadi sosok yang sangat bersemangat karena demam kesumat. Dalam diriku tumbuh
demam,yang aku berjanji akan membalaskanya di masa depan. Tujuanku belajar giat bukan
untuk menjadi pelajar hebat. Tapi,untuk menjadi orang hebat suatu saat dan memiliki
kemampuan untuk menghancurkan.

Aku ingin jadi ilmuan, membuat suatu penemuan yang akan digunakan semua
orang. Lalu, saat itu terjadi dan aku memegang kendali terhadap semua orang. Akan ku cari
para pembully, dan dengan sekali tekan tombol kendali,mereka langsung mati. Selalu saja
tentang dendam dan pembalasan yang ada di diriku. Tentang bagaimana agar dendam dan
rasa sakit ini terbalaskan secepatnya. Aku akan menjadi penghancur dan pemusnah
kebahagian mereka semua.

Saat perpisah SMP pun tiba,saat yang paling kutunggu dimana aku akan lepas
belenggu yang menyiksa. Kukira mereka akan meminta maaf dan memohon padaku agar ku
maafkan. Nyatanya tidak,mereka malah melakukan hal sebaliknya.

“Ayo siksa Aulia untuk terakhir kalinya” kata seorang ketua preman di kelasku

“Ayolah,kesempatan terakhir ini! Besok-besok kita ga bisa nyiksa dia lagi” Anggota
preman yang lainnya menyeru.

Habis aku hancur babak belur dihajar tanpa tahu salah apa. Mereka tertawa bahagia
setelah menyiksaku. Seharusnya hari itu yang aku tertawa bahagia karena lepas dari siksa
walau sementara. Mendapat jeda waktu istirahat untuk tidak disiksa sebelum masuk MA.
Kenyataan begitu pahit harus kurasakan,lebih pahit dari pada dulu kala masih di sekolah
dasar. Di sekolah dasar mereka meminta maaf pada saat perpisahan dan setidaknya mereka
sadar akan kesalahan dan lahir kedewasaan pada diri mereka. Walaupun sebenarnya aku
tahu, aku hapal betul itu adalah bagian dari prosedur. Yang tak lebih dari sekedar formalitas.

Akhirnya masa jeda dari siksa bisa kurasakan sebelum menghadapi siksaan
berikutnya. Waktu libur lulus sekolah tak kubiarkan pergi sia-sia,ku tempa diriku dengan
berbagai macam pengetahuan. Berbagai hal kucoba,untuk membuat raga lebih kuat dan
otak lebih cermat. Angkat beban,belajar bahasa,strategi pengendalian diri dan banyak hal
lainnya. Aku menemukan diriku,yang sangat kuat dalam berbahasa. Aku menyadari
kemampuan bahasa ku ini lah yang membuatku bergerak dan dapat dihargai.

Hari pertama sekolah di MA pun tiba,aku menyiapkan diri dan meyakini untuk dibully
lagi. Aku yakin hal ini akan terjadi lagi karena dari SD hingga SMP aku selalu jadi bahan untuk
dibully. Aku masih ingat hari itu jam pertama adalah mata pelajaran olahraga.

“Oke, ini pelajaran olahraga dan fisikku lemah yasudahlah,aku juga sudah terbiasa
jadi bahan tertawaan” aku berkata pada diriku sebelum melangkahkan kaki keluar kelas.

Setelah semua berkumpul di lapangan, guru olahraga ingin mengakrabkan kami satu
sama lain lewat satu permainan.

“Oke anak-anak kalian buat kelompok sesuai dengan jumlah yang saya ucapkan”
Kata pak mustofa

“Sekarang kalian harus berpencar di sekeliling lapangan dengan jarak 2 meter antara
yang lainnya dan yang tak dapat kawan kumpulan ada hukuman” Lanjut pak mustofa
mengatakan peraturan mainnya

“Oke saya mulai!” pak mustofa berkata

Kami semua saling menatap satu sama lain untuk menemukan teman untuk
dijadikan kumpulan.

“4” kata pak mustofa

Kami pun berkumpul dan semua memiliki kawan kumpulan.

“8” kata pak mustofa

Semua masih aman dan terselamatkan.

Kemudian pak mustofa mengatakan angka yang tidak pas dengan jumlah kami yang
32 orang

“5!” kata pak mustofa dengan senyum yang ditahan dimukanya, Aku yakin dia
sengaja.

“Pasti aku yang kena nih,terjadi lagi hadeh” Aku berkata dalam hati
Aku menoleh ke kanan kiri kebingungan tak tahu mau kemana,Aku sudah pasrah
saja.

Aku sudah yakin kehidupan ku sebelumnya akan terulang kembali dan ini awalnya,aku tak
memiliki teman kumpulan lalu seterusnya akan begini,tanpa teman dan jadi bahan bully-an.

Tanpa diduga,kejadian yang tak pernah ku bayangkan terjadi. Seperti kata


orang,masa SMA adalah masa yang indah. Ia adalah seorang gadis yang menarik
tanganku,lalu menyelematkanku dari hukuman.

“Ayo sini jangan saja kau woy!” gadis itu berkata sambil menarik kuat tanganku
hingga keluar bunyi dari tulangku yang rapuh.

“Terima kasih” kataku sambil tersenyum padanya dan ia membalas senyumku


dengan sangat manis.

Sejuk sekali menatap wajahnya saat itu, seperti aku merasakan arti keindahan. Aku
bersyukur diselamatkan olehnya. Ia adalah perempuan yang memperlakukanku seperti
manusia tanpa mempertimbangan bagaimana fisikku kelihatannya. Rasanya aku ingin
menangis saat itu sangkin bahagianya. Satu-satunya yang ada dipikiranku saat itu adalah
bagaimana agar bisa berkenalan dan dekat dengannya.

Setelah jam olahraga selesai, aku memberanikan diri untuk berkenalan dengannya.
Aku masih duduk dan menenangkan diri agar tidak gugup dan membuatnya tidak nyaman
saat berkenalan dengannya. Kemudian, dia lewat dan menoleh ke arah aku yang sedang
duduk di kursi ku dan berkata :

“Eh,kenalan lah dulu,sombong kali kau jadi orang” katanya dengan suara yang
lumayan keras dan nada yang judes

“Namaku Rahayu,nama kamu siapa?” dia menurunkan nada suaranya sambil


menjulurkan tangannya

“Aku Aulia,makasih ya untuk tadi pagi” kataku,

Aku masih sangat gugup sekaligus kagetdengan kejadian tadi pagi dan dibuat tambah
terkejut lagi oleh sikapnya sangat tak terduga. Dia mengubah dunia yang kupunya. Dia
mengubah caraku memandang dunia. Aku sangat bahagia hari itu,hari itu adalah hari yang
paling menyenangkan sepanjang hidupku hingga sekarang.

Mungkin terlalu dini untuk mengakui ini,tapi harus kuakui jatuh hati padanya.
Mungkin bisa dibilang,dia adalah cintaku yang pertama. Sikapnya begitu hangat dan
meredam rasa sakit yang ada dalam diriku. Beberapa bulan berlalu, aku masih dengannya
tanpa tahu apa hubungan kami sebenarnya. Saling takut kehilangan,saling sayang namun
tanpa ikatan. Aku pernah bercerita padanya tentang dendam yang ada di dadaku. Segala
rencana balas dendam,segala rasa sakit yang ku alami di masa lalu ia tahu. Ketika ku
bercerita tentang segalanya,ia memperhatikan serta mendengarkan dengan sangat antusias
dan ketika semua cerita selesai diceritakan ia hanya berkata :

“Au,Sudah ya jangan dipikirkan lagi yang ada di masa lalu,biarkan semuanya


tertinggal di belakang sana”

“Mereka akan menerima apa yang mereka lakukan padamu suatu saat tanpa perlu
kau membalasnya,Tuhan itu ga tidur sayang” ia tersenyum sambil mengusap kepalaku

Dia selalu menyemangati layaknya api unggun di musim salju. Peluknya begitu
hangat, ia selalu mendekapku saatku lemah dan tersulut dendam kesumat. Ia adalah
penenang yang selalu membuat diriku tenang didekatnya. Dia sudah membuatku lupa
bahwa aku pernah terluka sangat parah.

Hari-hari sekarang tidak lagi kusam dan abu-abu,semuanya terasa kian berwarna
ketika ku bersamanya. Aku mencintainya melebihi rasa dendam dan benci yang telah lama
mendekam dalam dada. Kamu adalah seseorang yang berharga bagiku.

Tapi dalam hidup,tidak semuanya selalu berjalan baik-baik saja. Tidak ada hal baik
yang bertahan selamanya. Aku tahu soal itu,aku benar-benar paham tak ada kebahagian
yang berpasangan dengan keabadian. Hingga tiba hari itu,hari yang tak pernah ku
perkirakan. Hari dimana kau buat aku mati,kau patahkan hati ini. Kau hancurkan segala yang
ku bangun dengan susah payah. Kenapa kau begitu tega?

Kenapa kau buat aku percaya ? Jika kau sekarang tega menukar satu-satunya
bahagia yang kupunya dengan luka yang begitu menyiksa. Aku masih sangat ingat,masih
sangat segar dalam ingatanku.
“Tenang saja,Aku orangnya gak bakal ninggalin kok” kau bilang begitu dengan muka
polosmu yang kelihatannya tak menyembunyikan dusta dan dengan bodohnya aku percaya.

Aku juga masih ingat,ketika aku mengeluh dan bercerita ingin balas dendam,kau
pernah bilang :

“Aku sayang sama kamu au,jangan dipikirin semua itu. Bikin dirimu pusing dan
berdosa saja memikirnya. Mending kamu mikirin aku” kau tertawa ketika mengatakannya
sedangkan aku terdiam dan terpana. Aku pun menghapus segala pikiran tentang balas
dendam dan kecewa. Kugantikan semua rencana dengan rencana untuk bahagia kita
bersama.

Sekarang kemana semua itu?

Kemana dirimu yang dulu?

Apakah kau tak pernah mencintaiku?

Kau bilang, kau sedang tak ingin diganggu. Ternyata kau sudah menggantikanku. Ini
sungguh menyakitkan, melihat bahagiamu bukan lagi bersamaku. Kenapa begitu mudah
bagimu menggantikanku? Kenapa kau bisa setega itu menyakitiku?. Aku harusnya tahu
ketika kau bilang :

“Maaf au,aku lagi ga mood. Beneran,bukan ke kau saja. Bukan chatmu saja yang ga
ku balas” Padahal faktanya kau terus online di WhatsApp-mu. Aku memang bodoh,tidak
mengerti maksud perlakuanmu. Maafkanlah aku yang tak cukup peka dengan sikapmu itu.

Aku sangat menyesal atas segalanya,karena mengenalmu,mempercayaimu dan


mencintaimu hingga sekarang. Aku tak bisa seperti dulu lagi,merencakan balas dendam
karena aku masih dan sangat menyayangimu. Aku tak bisa lagi memikirkan balas dendam ke
kamu atau ke siapapun itu. Aku tak mampu lagi,aku hanya bisa mengharapkan kau kembali
hingga kini.

Ada yang tak kumengerti dengan alasanmu ketika memutuskan pergi,kau bilang :

“Kau akan mendapatkan yang jauh lebih baik dari aku au”

Aku tak pernah percaya sama sekali dengan perkataanmu itu. Karena dimataku,kau
lah terindah. Di hatiku,kau akan bertahta tanpa pernah berpindah. Kau takkan pernah
tergantikan. Namamu takkan pernah lekang dalam ingatan. Tiap malam mata ini selalu
menurunkan hujan,menangisi dirimu yang tahu entah kapan berkenan untuk pulang.

Hari-hari kembali muram,malamku begitu temaram sebab air mataku sendiri yang
membuatku tenggelam. Tak satupun langkahku saat ini yangmenjauh dari dirimu,apalagi
membuat wajahmu hilang dari pikiranku. Tidak pernah sedikitpun aku lupa tentang kita.
Takkan lelah aku menanti hingga saat kau akan kembali. Takkan hilang rasaku ini meski
sudah kau buat karam di masa silam. Biarlah rindu ini kurawat sendiri agar menjadi bagian
abadi dalam hidupku dan menjadi hal yang tak pernah merugikanmu.

Bila diberikan kesempatan untuk sekali saja bertemu,aku ingin kamu kembali
padaku. Ku ingin kau melihatku,melihat seberapa bagiku saat dipaksa kehilanganmu. Di
dalam jiwaku,namamu adalah pisau yang menghujam beguit dalam. Kenangan kita adalah
alasan setia yang membuatku sulit memejam di tengah heningnya malam. Dan
perkataanmu saat menyuruhku pergi bagai sebilah belati yang tajam dan menikam sangat
dalam.

Orang bijak pernah berkata “Jika Saat kau sedang senang dan kau mengingat
seseorang,berarti kau mencintai orang itu. Jika kau sedih lalu mengingat seseorang berarti
orang itu mencintaimu”. Jika benar demikian,maka apa yang selama ini ku lakukan ;
menunggu kepulanga. Bukanlah hal yang salah,jika sampai detik ini aku masih
mengharapkan kau kembali. Jangan salahkan aku yang terlalu mencintai hingga saat ini,kau
sendiri yang mengambil satu-satunya hati yang kumiliki lalu membawanya pergi. Jadi aku
akan tetap menunggumu dan selalu berharap kau akan pulang.

Sekarang aku menjalani hidup tak lagi seperti manusia,lebih seperti raga tanpa jiwa.
Tak mampu untuk tertawa,Tak ada kemampuan merasakan bahagia. Jikapun bisa
tertawa,hanya agar tak terlihat sedang sangat luka. Tertawa mungkin saja bisa,tapi tidak
untuk merasakan bahagia hanya untuk menutupi semua duka yang bersarang dalam dada.
Jangan tanyakan kenapa,jangan kau tanyakan apakah aku masih baik-baik saja. Kau tahu
jawabannya,aku tidak sedang baik-baik saja.

Yang menyakitkan bukan perpisahan,tapi cinta di dada yang tetap bertahan padahal
sudah dikecewakan. Melihatmu bahagia tidak menyakitkan,tapi mengetahui bahwa bukan
aku yang jadi alasan. Kamu sudah bukan lagi cahaya,melainkan alasan dari kesedihan yang
tak tahu entah dimana muaranya. Jikapun sedih ini takkan padam sepanjang waktu berjalan.
Mungkin kamu lah jawaban atas kepulihan yang aku rindukan.

Anda mungkin juga menyukai