DON’T GIVE UP
Premis : Seorang remaja yang menginginkan hidup yang tenang, tetapi harus
menghadapi masalah di hidupnya.
Tokoh : saya, mereka 1, mereka 2, mama, papa, keluarga, teman gereja, smp,
sma, kamar.
Hai, ini sebuah cerita dan kisah dari saya, seorang remaja wanita
berumur tujuh belas yang telah berhasil memilih bertahan untuk tetap hidup.
Cerita ini merupakan pengalaman pribadi saya sendiri di saat saya menduduki
bangku SMP, yang berarti selama 3 tahun lamanya, saya menghadapi berbagai
hal di sini. Pada saat saya SMP, saya akui saya kalah telak dalam urusan
pertemanan. Saya tidak akrab dengan istilah pertemanan tersebut semasa saya
di SMP. Saya juga adalah orang yang tidak mempunyai keberanian, saya orang
yang telah menyesal karena menunda menyelesaikan atau mencari solusi dari
sebuh masalah kecil yang saya punya, sehingga masalah kecil tersebut
berkembang menjadi masalah besar yang rumit.
Cerita yang akan saya ceritakan untuk beberapa lembar kedepan adalah
cerita yang bermula ketika saya sedang mengikuti KBM (Kegiatan Belajar
Mengajar) seperti biasanya di kelas, lalu saya mulai mendengar bisikan-bisikan
dari belakang saya yang entah ditujukan ke siapa. Saya belum sadar kalau
ternyata bisikan itu ditujukan kepada saya. Sebelumnya, saya meminta maaf
karena saya tidak bisa menyebutkan atau menguraikan tentang apa yang mereka
bicarakan itu, sekaligus kelemahan yang ada pada diri saya ini, alasannya
karena jelas bahwa saya malu, sangat malu. Sejujurnya saya sadar betul tentang
hal memalukan yang saya punya pada saat itu, tapi entah kenapa, saya belum
berani untuk mencoba menghilangkan masalahnya, sebab itulah perkara ini
menjadi luas bahkan rumit dan juga saya sangat percaya, tidak ada satu orang
pun menginginkan hal yang serupa dengan yang saya alami pada saat itu.
Hal yang sama seperti yang saya dengar kemarin, hal yang membuat
saya semakin takut kini bertambah, seakan telinga saya sedang dikelilingi oleh
seruan ejekan yang ditujukan kepada saya. Sudah tidak terhitung berapa kali air
mata saya mengalir deras ketika mendengarnya. Ah ralat, saya baru akan
menangis hanya ketika saya sendiri, saya tidak berani menangis di hadapan
mereka semua, saya takut semakin diejek. Mungkin terdengar childish, tapi
begitulah sifat saya, mudah menangis, sangat mudah. Kepala saya rasanya
sangat pening, harus memikirkan bahwa hal ini pasti akan terjadi untuk hari
hari kedepannya, sepertinya kurang lebih hampir 2 tahun saya mengalaminya.
Secara daging, hal ini tentu adalah hal yang menyakitkan sekali bagi
saya, saya cukup menyesal membiarkan masalah saya ini terlalu lama hingga
rumit seperti ini. Memang betul mereka tidak mengejek saya lewat fisik,
menyentuh setitik kulit saya saja pun tidak. Tetapi semua ucapan mereka yang
dilontarkan kepada saya itu sangat membekas, baik membekas di pikiran saya,
juga membekas di hati saya. Jangankan niatan untuk membalas mereka, jelas
saja, satu lawan banyak orang, yang ada saya hanya akan semakin
dipermalukan jika saya nekat bertindak hal yang macam macam kepada
mereka. Lagi pula saya juga tidak punya keberanian untuk itu, mungkin saya
berani membalas mereka ketika mereka mengucap fitnah kepada saya, tapi
miris sekali bahwasanya semua yang mereka ucap itu adalah fakta adanya dan
saya tidak mempunyai pembelaan diri akan hal itu. Harus dikenal oleh banyak
orang karena hal yang memalukan itu sakit, sakit sekali. Hidup memang
rasanya tidak adil, ada banyak dari mereka yang sepertinya sempurna untuk
seumuran dan sepantaran dengan saya, saya akui semua itu sebab itulah saya
merasa kalau sepertinya semesta tidak berpihak kepada saya. Saya yang
periang, menjadi saya yang lebih sensitif dari biasanya, rasa sayang pada diri
sendiri pun perlahan berkurang.
Lambat laun, saya berpikir saya pantas mendapatkan ini semua karena
mungkin bisa saja ketika saya menjumpai orang yang memiliki kekurangan
sama seperti saya, lalu saya juga ikut mengejek dia karena hal yang memalukan
itu melekat pada dirinya. Sifat manusiawi memang seperti itu, saya menyadari
bahwa saya juga tidak dapat mengatakan diri saya ini tidak pernah salah, big
no. Saya percaya semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, baik
kesalahan kecil maupun kesalahan yang besar, yang jelas keduanya mempunyai
persamaan yaitu sama-sama salah. Mungkin beberapa dari kita menganggap
kesalahan kecil itu merupakan hal yang dapat diwajarkan terus menerus, sebab
itulah lama-lama menjadi kebiasaan kita, nyatanya atau justru dari perkara yang
kecil lah yang dapat menimbulkan perkara besar dan dapat merugikan diri kita
sendiri. Saya menyadari pikiran saya terlalu polos untuk hal ini, awalnya saya
kira saya akan menerima semua ini hanya dari sebagian penghuni kelas saya
saja.
Nyatanya, istilah mulut ke mulut itu benar. Entah siapa, kapan dan
bagaimana mereka melakukannya, yang jelas saya hanya tau kalau hal
memalukan pada diri saya itu sudah tersebar, tersebar ke kelas yang lainnya.
Campur aduk rasanya, seperti ada yang meremas keras dada saya menyatakan
bahwa saya hancur, saya tidak tau jadinya akan seperti ini, saya pernah sesekali
merasa kesal mengapa mereka harus seperti ini pada saya? Mengapa mereka
sejahat ini pada saya? Apa mereka tidak memikirkan saya kalau sesungguhnya
saya juga tidak mau seperti ini? Namun, lagi dan lagi saya belum punya
keberanian apapun untuk bertindak, saya tau betul saya ini lemah, apalagi untuk
menghadapi hal yang seperti ini, terlalu cepat bagi saya untuk harus menerima
dan mencerna apa yang telah terjadi pada saya, memaksa menerima keadaan
yang terjadi pada kita itu sakit sekali. Mungkin sebab itulah saya nekat untuk
melakukannya. Maaf mungkin tidak seharusnya saya ketik dan
mengucapkannya disini, tapi inilah yang saya lakukan. Katakanlah akal sehat
saya telah hilang, tidak mengapa, saya menerimanya. Saya mengunci kamar
saya, I’m cutting, drawing barcodes with cutter etc, then resulted in some blood
streaks on my left hand. That’s it.
5. Not me
6. The Progress
Mungkin kali ini saya akan mencoba melanjutkan cerita saya di mana
mulai memasuki bagian penemuan celah terang seperti ada lilin kecil dalam
kehidupan saya di SMP, saya akan membahas progress pertemanan saya yang
membaik, dari SMP sampai sekarang ini ketika saya telah duduk sebagai
pelajar kelas dua belas. Sebelumnya, dari kelas 7 sampai kelas 9, saya tidak
benar-benar tidak memiliki satupun teman kok, ada tapi hanya saja teman
tersebut tidak bertahan lama. Di kelas 7 itu karena juga mungkin masih awal,
hanya saja saya tidak begitu bertekad keras untuk mempunyai teman. Lalu di
kelas 8, seingat saya disinilah rumor tentang saya disebarkan oleh mereka
mereka, jadi mungkin hal tersebut semakin mengurangi kesempatan saya untuk
memiliki teman. Tingkatan terakhir, di kelas 9, disini pertemanan saya cukup
membaik perlahan demi perlahan. Saya juga mulai merasakan kasih sayang dari
beberapa teman saya, tenang saja, kali ini teman yang dalam artian
sesungguhnya. Suatu kebanggan bagi saya ketika di kelas 9 ini, saya
mempunyai teman lebih dari dua. Memang tidak banyak tapi sudah sangat
cukup buat saya.
8. Him
Selain itu, saya juga mulai dekat dengan seseorang di kelas 9 ini,
sebetulnya kami sudah saling mengenal di kelas 7 tapi tidak seakrab itu. Dia
juga yang sangat membantu saya untuk tidak menyakiti diri saya lagi, dalam
bentuk apapun itu. Pada saat itu, saya memberanikan diri untuk bercerita semua
hal yang terjadi dan dia juga menerimanya, bahkan sampai sekarang, dia
tetaplah menjadi salah satu yang sangat berarti dalam hidup saya, saya
menyayanginya. Saya ingat suatu malam ketika saya sedang menangis, dia
menghibur saya dengan mengirimkan sebuah vidio yang berisi dia yang sedang
menyanyi sambil bermain gitar, menyanyikan lagu rohani untuk saya. Yah,
bagaimanapun juga saya ini orang yang mudah terbawa perasaan, apalagi
dikirimi vidio yang seperti itu rasanya hati saya penuh dengan bunga
bermekaran. Terdengar klise ya? Saya tau kok, maaf ya tapi ini cerita lucu bagi
saya karna dengan dia, saya bisa merasakan kasih sayang yang tulus. Ah, sudah
cukup mungkin membahas seputar dia dan saya, yang jelas saya bersyukur dan
saya berterima kasih kepada Tuhan karena dia.
9. I started to dare
Oh ya, saya juga baru memberanikan diri untuk bercerita pada mama
saya, tidak perlu dijelaskan lah ya bagaimana respon beliau tat kala mendengar
saya bercerita tentang masalah ini, terlihat betul raut kaget, kecewa, sedih,
marah, semua emosinya menyampur secepat itu. Saya ingat, mama saya
menjawab “Kamu tau sendiri kan de apa yang udah sering kamu denger
khotbah di gereja? Tubuh kamu itu kan Bait Allah, masa kamu ngerusak tempat
kudusnya Tuhan? Apalagi dengan cara yang seperti itu?” Jleb rasanya,
mendalam sekali. Mama dan Papa saya, keduanya juga sama sama merupakan
hamba Tuhan di gereja, sebab itu saya merasa mendengar perkataan yang
dikeluarkan dari mulut mama saya itu benar benar perwakilan ucapan dari
Tuhan sendiri yang ingin ditujukan kepada saya. Ketika saya mendengarnya,
jelas kalau saya merasa diri saya sangat berdosa. Baru terlintas di benak saya
ketika saya mengetik cerita ini, mengapa saya dapat melukai diri saya sampai
sedemikian rupa padahal banyak orang yang sudah jelas di depan mata saya,
menyayangi saya dan siap menemani saya dalam situasi apapun? Seakan saya
itu telah meragukan kasih sayang yang mereka punya, entahlah mungkin
memang benar saat itu akal sehat saya sedang tidak ada. Sebenarnya saya lupa,
apakah saya hanya bercerita kepada mama saya saja atau dengan papa, tapi
seingat saya, saya tidak menceritakannya kepada papa saya, saya hanya
menceritakan ringkasan alur masalah saya kepada mama.
Mengenai masalah pada diri saya yang memalukan itu, akhirnya saya
mempunyai keberanian untuk menyelesaikannya. Ceritanya ketika suatu hari
itu, saya lupa detailnya. Pada saat itu, papa saya mengajak saya untuk pergi,
tapi tidak diberi tau kemana beliau akan membawa saya pergi atau bisa dibilang
saya tidak tau kemana tujuan papa saya mengajak saya pergi apda hari itu.
Dalam perjalanan, saya bersama pikiran melayang saya terus berputar
memikirkan kemana saya akan pergi dan apa tujuan papa saya membawa saya
pergi ini. Tak perlu menunggu lama, perjalanan dengan waktu setengah jam dan
tempat dimana saya berhenti, menandakan sesuatu hal memang sudah saatnya
saya untuk berani menyelesaikan masalah saya ini. Dengan sedikit berat hati
dan paksaan, saya mengikuti arahan papa saya, dan papa saya mengikuti para
pelayan yang siap mengerjakan pekerjannya masing-masing kepada saya.
Sekitar satu jam, akhirnya saya dapat menjalankan semua dengan baik
walaupun setelahnya saya menangis kencang, karna saya tidak pernah
membayangkan kalau saya akan mengalami ini. Saya sempat berdiam diri
selama satu atau dua hari karena tidak memiliki semangat setelah hari dimana
saya menangis kencang. Walaupun dalam hati saya, saya tau kalau hal itu
sangat membantu saya dalam menyelesaikan masalah saya, selain itu yang pasti
membantu saya untuk hidup normal kembali.
Kini di kehidupan saya yang menduduki kelas 12, khayalan yang pernah
saya ucapkan kala itu, “Kalo aja gua ga begini, pasti gua punya banyak temen”,
itu semua telah terwujud dan saya sangat bersyukur akan hal itu. Ketika saya
berhasil dari masalah yang saya punya dahulu, kini dengan keadaan saya yang
normal, saya berhasil mempunyai teman yang banyak. Oh ya, mereka yang
dulu di SMP mengejek saya, sekarang kami semua sudah tidak ada masalah
lagi. Seperti situasinya normal saja, dan tidak jarang diantara mereka mengajak
saya mengobrol lewat media sosial yang ada. Saya sangat senang, senang sekali
karena air mata yang sudah saya buang banyak sekali kala itu, berbuah manis
saat saya di bangku SMA ini. Saya tau ini bukan hanya semata-mata karena
saya mengikuti arahan papa saya, tapi juga lewat dukungan dari mereka semua
dan pastinya lewat berkat Tuhan.
Lewat kesempatan ini juga, saya ingin meminta maaf jika sekiranya, ah
ralat, pasti selama kalian mendampingi alur hidup saya, saya termasuk orang
yang mudah sekali menangis, saya yang keras kepala, maupun saya yang telah
nekat melakukan hal yang tidak benar kala itu. Saya meminta maaf atas
kesalahan saya yang lainnya yang mungkin saya lakukan tanpa saya sadari, dan
itu telah melukai hati kalian semua yang membaca ini, maupun yang tidak
berkesempatan membaca ini. Tak lupa juga saya ingin berterimakasih banyak
kepada kalian semua, baik keluarga, dia dan teman-teman, semua pihak yang
sudah rela setia menemani saya dalam perjalanan hidup saya. Terima kasih atas
kepercayaan yang telah kalian berikan pada saya, untuk kedepannya, saya tetap
berharap dan terus berharap agar kalian semua mau setia untuk mendampingi
dan membimbingi saya. Kalian semua orang-orang baik, saya hanya dapat
membalas lewat doa agar Tuhan senantiasa menyertai kalian dan saya pribadi
juga. Saya menyayangi kalian, sangat menyayangi kalian. I really hope that we
will be together forever, until the time that God will pick me up, Amen. Maaf
dan terima kasih, sending my virtual hugs, xoxo <3.