1
merupakan hiburan yang sangat menyenangkan
hilir mudik melintasi jembatan, sembari berpikir
kalau jembatan adalah salah satu layanan
terelegan yang disediakan oleh kereta api. Ketika
kemudian aku mendapati kalau jembatan tidak
lebih dari sarana praktis, akupun langsung
kehilangan minat.
Sekali lagi, pada saat masih kanak aku melihat-
lihat foto kereta bawah tanah di buku-buku
bergambar, tidak pernah terpikir olehku bahwa
foto-foto itu diciptakan karena kebutuhan
praktis; aku hanya sempat mengira-ngira kalau
berkendara di bawah tanah dan bukannya di
permukaan pastilah sebentuk kegemaran baru
dan menyenangkan.
2
tujuan praktis, dan penyingkapan kejenuhan
manusia ini membangkitkan depresi mendalam
dalam diriku. Aku juga tidak pernah tahu apa
artinya lapar. Bukannya dengan pernyataan ini
aku bermaksud kalau aku dibesarkan dalam
keluarga kaya tak terbersit niat sedangkal itu
dalam diriku. Maksudku, aku sama sekali tak
tahu menahu tentang sifat dari sensasi "lapar".
Kedengarannya ganjil memang, namun aku tidak
pernah sadar kalau perutku keroncongan.
Dulu sewaktu masih pelajar saat pulang ke
rumah, orang-orang di rumah akan ribut,
3
apa yang mereka maksud dengan merasa lapar
sungguh - sungguh luput dari perhatian ku.
4
Di samping itu, keluarga ini begitu kuno yang
mana makanannya kurang lebih sudah
ditentukan, dan tak ada gunanya mengharapkan
hidangan tak biasa atau mewah. Setiap hari, aku
paling takut kalau waktu makan tiba. Aku akan
duduk di ujung meja jamuan di bagian remang-
remang, gemetaran lantaran kedinginan.
5
sekeliling rumah..." terkadang aku berpikir
terlampau jauh seperti itu.
6
terlelap dan mengerang malam demi malam di
tempat tidur. Benar-benar menyeretku ke tubir
kegilaan.
7
orang di sekitarku berhasil bertahan hidup tanpa
bunuh diri, tanpa menjadi gila, mempertahankan
minat pada partai politik, tidak menyerah pada
keputusasaan, dengan tegas mengejar
perjuangan untuk eksistensi, bisakah kesedihan
mereka betul-betul kesedihan yang tulus?
Apakah aku keliru dalam berpikir bahwa orang-
orang ini telah menjadi begitu egois dan
sedemikian yakin akan normalitas cara hidup
mereka sampai-sampai mereka tidak sedetikpun
meragukan diri mereka sendiri?Kalau demikian
halnya, penderitaan mereka seharusnya mudah
ditanggung: merekalah manusia biasa dan
mungkin yang terbaik yang bisa diharapkan.
8
mengatakan bahwa manusia hidup untuk makan,
tetapi aku belum pernah mendengar ada yang
mengatakan manusia hidup untuk menghasilkan
uang.
9
senyum yang tak sekalipun meninggalkan
bibirku; ini kelonggaran yang kutawarkan
kepada orang lain, pencapaian paling
mengandung nestapa yang diterapkan dengan
mengorbankan usaha keras dari dalam.
10
Tak sekalipun aku membantah apapun yang
dikatakan keluarga kepada diriku. Teguran
sekecil apapun menghantamku dengan kekuatan
laksana petir dan membuatku nyaris pingsan.
Mengelak! Jauh dari hal itu, aku merasa yakin
kalau teguran mereka tanpa diragukan lagi
adalah suara kebenaran manusia yang berbicara
kepadaku dari keabadian masa lampau; aku
terobsesi dengan gagasan bahwa: karena tidak
memiliki kuasa untuk bertindak sesuai dengan
kebenaran ini, barangkali aku sudah gagal
menjalani hidup di tengah-tengah manusia.
Keyakinan ini membuatku tidak mampu
berargumentasi atau membenarkan diri sendiri.
Saban kali ada orang yang mengkritik, aku
merasa bahwa aku hidup dalam kesalahpahaman
yang paling mengerikan. Aku senantiasa
menerima serangan itu dalam diam, sekalipun
dalam hati aku sangat tertekan hingga nyaris
edan.
11
Aku rasa benar bahwa tidak ada yang akan
senang dikritik atau diteriaki. Namun aku
melihat pada tampang manusia yang mengamuk
kepadaku menampilkan sosok binatang buas
yang lebih mengerikan dibanding singa, buaya,
atau naga.
12
Aku selalu gemetar ketakutan di hadapan
manusia.Lantaran tidak dapat merasakan
sedikitpun kepercayaan diri atas kemampuan
berbicara dan bertindak layaknya manusia, aku
memeram penderitaan tunggalku terkunci dalam
dada. Aku menyembunyikan kemurungan dan
kegelisahan, berhati-hati supaya tidak ada jejak
yang dibiarkan terlacak. Aku berpura-pura
optimis dan polos; secara bertahap ku-
sempurnakan diriku dalam peran eksentrik serta
lucu.
13
pula ke para pelayan yang kutakuti melebihi
keluargaku sebab aku tak memahami mereka.
Di musim panas, aku membuat semua orang
tertawa dengan melenggang di sekeliling rumah
mengenakan sweater wol merah berlapis kimono
katun. Bahkan kakak lelakiku yang jarang
ketawa kini tertawa terbahak-bahak,
berkomentar dengan suara penuh kasih sayang
yang tak tertahankan, "Yang kau pakai tak
terlihat bagus buatmu, Yozo." Namun, terlepas
dari segala kebodohan yang kuperbuat, aku tidak
begitu ambil peduli terhadap panas dan dingin
meski berjalan-jalan mengenakan sweater wol
pada puncaknya musim panas. Aku menarik
legging adik perempuanku di atas lengan,
membiarkan cukup longgar pada lengan untuk
mengesankan kalau aku mengenakan sweater.
14
bingkisan yang amat mengejutkan, bukan hanya
bagi anggota keluarga dekat kami, tetapi juga
untuk kerabat. Itu semacam kegemaran yang
ayah lakukan.
Suatu hari, pada malam sebelum ayah berangkat
ke Tokyo, doa memanggil seluruh anak ke ruang
tamu dan dengan tersenyum bertanya kepada
kami hadiah apa yang kami mau kali ini,
kemudian dengan cermat mencatat jawaban
setiap anak dalam suatu buku kecil. Sangat tidak
biasa bagi Ayah bersikap begitu perhatian
dengan anak-anak.
15
Pada saat bersamaan, sifat bawaannya tidak
mungkin menolak apapun yang disodorkan oleh
orang lain, tak peduli seberapa kecilnya itu
cocok dengan seleraku. Manakala aku tidak suka
akan sesuatu, aku tidak sanggup mengucapkan,
"Aku tidak menyukainya." Disaat aku menyukai
sesuatu, aku mencicipinya dengan ragu-ragu,
sembunyi-sembunyi, seolah-olah itu hal yang
sedemikian getir. Dalam kedua kasus tersebut,
aku terkoyak oleh ketakutan nan tak terkatakan.
Boleh dibilang, aku bahkan tidak memiliki kuasa
untuk memilih di antara dua alternatif. Aku
percaya dalam kenyataan ini terdapat salah satu
karakter
istik yang di tahun-tahun berikutnya
berkembang menjadi musabab utama
"kehidupan penuh aib"-ku.Aku tetap diam,
gelisah. Sementara ayah hilang sedikit
kesabaran.
16
"Apa kau mau buku? Atau bagaimana dengan
topeng barongsai Tahun Baru? Sekarang ada
yang menjual dalam ukuran anak-anak. Kau
mau?"
17
Malam itu ketika aku berbaring menggigil di
tempat tidur, aku berpikir apakah tidak ada cara
untuk memperbaiki situasinya. Aku merangkak
turun dari tempat tidur, berjingkat menuju ruang
tamu, membuka laci meja tempat ayahku
kemungkinan besar meletakkan buku
catatannya.
18
berani menyelinap ke ruang tamu pada tengah
malam.
19
apa yang dia inginkan lalu diam-diam
menulisnya. Kalau dia sebegitunya
menginginkan topeng barongsai, dia seharusnya
memberitahuku. Aku tertawa lepas di hadapan
semua orang di toko mainan. Suruh Yozo ke sini
segera.”
Di lain kesempatan, aku mengumpulkan seluruh
pelayan pria dan wanita di ruangan bergaya
Barat.
20
tertawa. Insiden kecil ini bisa dibilang
kemenangan yang melampaui ekspektasi.
21
sepenuhnya berhasil menipu orang lain, tetapi
pada akhirnya disadari oleh mereka yang maha
tahu dan maha kuasa untuk menghancurkannya
dan membuatnya menderita rasa malu yang lebih
buruk dibanding ajal. Bahkan seandainya aku
mampu menipu sebagian besar manusia untuk
menghormati, salah satu dari mereka bakal
mengetahui kebenarannya, dan cepat atau lambat
manusia lain akan belajar darinya. Akan seperti
apa murka dan pembalasan mereka setelah
menyadari bahwa mereka telah ditipu? Sebuah
pemikiran yang menakutkan.
22
Meski begitu, ketika aku masih dalam pemulihan
dan kembali ke sekolah naik becak guna
mengikuti ujian di akhir tahun, aku selalu saja
jadi yang nomor satu di kelas berkat "otakku.
Aku tidak pernah belajar, sekalipun pada saat
kondisi tubuhku baik-baik saja.
Saat pelajaran sedang berlangsung di sekolah,
aku justru asyik menggambar kartun.Dan saat
istirahat, aku membuat anak-anak lain di kelas
tertawa dengan penjelasan gambar. Pada
pelajaran menulis indah, aku tidak menulis apa-
apa selain cerita guyon. Sang guru sampai
menegurku, tetapi tegurannya tidak membuatku
kapok, sebab aku tahu kalau dia diam-diam
menikmati cerita yang kutulis.
23
membuat kesalahan, pura-pura sok polos
kekanak-kanakan.)
24
semuanya A kecuali nilai sikap, yang tidak
pernah lebih dari C atau D. Dan ini pula yang
merupakan sumber hiburan besar bagi keluarga-
ku.
25
orang tuaku sendiri. Untuk memohon bantuan
kepada manusia mana pun aku tak sampai hati
mengharap kebijaksanaan semacam itu.
Seandainya aku mengadu kepada ayah atau ibu,
atau lapor polisi, kepada pemerintah aku
bertanya-tanya, pastinya pada akhirnya aku akan
dibungkam oleh mereka yang disegani dunia,
dengan alasan yang disetujui dunia.
26
Sebaliknya, bukankah benar bahwa manusia,
termasuk mereka yang sekarang mungkin
mencela diriku, hidup dalam ketidakpercayaan
terhadap satu sama lain, tidak memikirkan
Tuhan atau apa pun?
27
Aku bisa membedakan di antara suara-suara
teman terdekat ayah, siapa yang mengeluh
dengan nada marah-marah tentang betapa tidak
pantasnya pidato pembuka yang dilontarkan
ayah, dan sulit untuk memahami ucapan orang
hebat itu. Kemudian orang-orang yang berkasak-
kusuk ini mampir ke kediaman- ku, duduk di
ruang tamu kami, lalu dengan tampang
berbahagia seolah tulus bilang ke ayah betapa
suksesnya acara yang diselenggarakan malam
itu.
28
contoh dusta demi kebaikan, kebahagiaan,
ketentraman, yang benar-benar luar biasa dari
jenisnya orang-orang saling menipu tanpa
(anehnya) ada luka yang ditimbulkan, orang-
orang yang tampaknya tidak sadar bahwa
mereka tengah menipu satu sama lain. Tapi aku
tidak memiliki minat khusus dalam perkara tipu-
menipu. Sebab aku sendiri menghabiskan
sepanjang hari menipu manusia dengan peran
lawak yang kumainkan.
29
atau merasakan siksa neraka seperti itu setiap
malamnya.
30
wanita mendapati diriku sebagai seorang lelaki
yang bisa menyimpan rahasia cinta.
31
Buku Catatan Kedua
32
sekolah menengah. Bunga sakura rekah bahkan
menjadi lencana topi sekolah dan menjadi logo
pada kancing seragam kami.
Seorang kerabat jauh memiliki sebuah rumah di
dekat pantai, itulah salah satu alasan mengapa
ayah secara khusus memilihkan sekolah
berbunga sakura di pinggir laut ini untukku.
Aku tinggal bersama keluarga itu, rumah
mereka sangat dekat dengan sekolah sehingga
sekalipun setelah bel pagi berbunyi aku tetap
bisa sampai kelas tepat waktu kalau aku berlari.
Aku tipe siswa pemalas. Meski demikian, aku
tetap berhasil meraih popularitas di tengah
kawan-kawan sekolah berkat kejenakaan yang
kerap kumainkan.
33
menjadi bagian dari kepribadianku sehingga
tidak lagi sulit memperdaya orang lain.
34
Ketakutan akan manusia terus menggeliat dalam
dada- ku-aku tidak yakin apakah lebih atau
kurang intens dibanding sebelumnya-namun
bakat akting tidak diragukan telah lebih matang.
Aku selalu bisa membuat seisi kelas tertawa
terbahak-bahak, bahkan ketika guru mengeluh
betapa bagusnya kelas itu jika aku tidak ada di
dalamnya, sembari menutup mulutnya dia masih
akan tertawa. Bahkan instruktur latihan militer
yang bicaranya penuh erangan amarah dan
menggelegar, begitu mendengar sepatah
ucapanku akan tertawa lepas.
Tepat ketika aku sedikit mengendurkan
kewaspadaan, cukup yakin diriku telah berhasil
menyembunyikan sepenuhnya identitasku
sebenarnya, aku malah ditikam dari belakang
secara tak terduga.Penyerangnya, sebagaimana
kebanyakan orang yang menikam dari belakang,
terlihat macam orang bodoh-anak laki-laki
paling lemah sekelas, yang tampangnya kurang
sehat berikut mantel kusut berlengan kelewat
panjang yang dikenakannya. Juga ketololannya
35
menangkap pelajaran serta keunikannya dalam
olahraga fisik dan latihan militer sehingga dia
terus-menerus ditunjuk sebagai "penonton".
36
Aku berdiri memamerkan senyum sedih seraya
menepuk bersih celanaku ketika Takeichi, yang
bangkit berdiri dari suatu tempat di belakang,
menyentuh punggungku. Dia bergumam,
37
mengamati, dan aku percaya dia akan segera
menyebarkan kebenaran- nya kepada setiap
orang yang dia temui.
Dahi berkeringat memikirkan kemungkinan ini;
aku menatap sekeliling dengan tatapan kosong
macam orang sinting.
Aku membatin, kalau memungkinkan, ingin
aku tak henti-henti mengawasi Takeichi selama
dua puluh empat jam. Dari pagi, siang, hingga
malam, tak sedetik pun pandanganku terlepas
darinya, berjaga-jaga supaya dia tidak
membocorkan kebenarannya.Berusaha sekuat
tenaga membuatnya berpikir bahwa kan ku
bukan perbuatan sengaja melainkan ulah yang
sungguh-sungguh aku bahkan siap untuk
menjadi teman yang tidak terpisahkan; tapi jika
gagal, aku tak punya pilihan lain selain berharap
atas kematiannya.
38
menemui ajal dengan cara yang mengerikan, tapi
aku tak pernah berpikir untuk membunuh orang
lain.
39
aku tinggal hanya di ujung jalan, aku
memutuskan untuk berlari pulang. Tepat
sebelum aku berlari, aku melihat Takeichi
melamun sedih di jalur masuk. Aku berkata,
40
perlengkapan sekolah dan olahraga, tapi
pendapatan terbesar datang dari uang sewa dari
lima atau enam kontrakan kecil yang dibangun
oleh pamanku yang sudah meninggal.
"Telingaku sakit."
"Pasti karena kita kehujanan."
41
"Maaf sudah menarikmu ke sini padahal sedang
hujan."
42
ini ditampilkan, tidak peduli khidmat apa tempat
itu, katedral-katedral melankolis yang sunyi
akan hancur dan hanya menyisakan kesan
kebodohan absurd. Ini aneh, tapi katedral-
katedral melankolis tidak harus dihancurkan jika
seseorang bisa menggantikan yang vulgar seperti
"Keberantakan seperti apa dalam kejatuhan"
dengan yang lebih terdidik seperti "Kegelisahan
apa yang terasa ketika dicintai."
43
dalam komedi musikal; Tentunya aku tidak
tergerak oleh emosi-emosi menggelitik diri
melalui pernyataan seperti "sudah sedikit
merasakan".
44
sangat dalam, berdarah di dalam, timbulkan rasa
tidak nyaman yang hebat. Sekali terkena, luka ini
akan sulit untuk sembuh.
45
menggambarkan situasi ini adalah, aku
"diperhatikan".
Perempuan juga lebih sedikit menuntut ketika
aku berada di dalam peran badutku. Ketika aku
sedang berperan sebagai badut, laki-laki tidak
terus tertawa tanpa batas. Aku tahu kalau aku
terbawa oleh kesuksesanku dalam menghibur
seorang laki-laki dan melebihi perannya,
komediku akan tidak lucu, dan aku selalu
berhati-hati dan berhenti pada tempat yang tepat.
Perempuan, di sisi lain, tidak punya rasa ketidak
berlebihan. Tidak peduli sudah berapa lama aku
menanjutkan peran, mereka akan meminta lebih,
dan aku akan kelelahan menanggapi keinginan
mereka yang terus saja ingin melihat aku yang
lucu. Mereka tertawa terus menerus. Aku rasa
dapat aku katakan bahwa perempuan mengisi
diri mereka dengan kebahagiaan jauh lebih
banyak dari laki-laki.
46
tiap kali mereka senggang. Ketukan pintu
mereka tidak pernah sekalipun gagal
mengejutkanku sehingga aku hampir melompat
ketakutan.
"Tidak,"
47
"Kenapa?"
48
Aku melakukan gerakan layaknya sedang
berpidato. Mereka tertawa keras. Sejak saat itu
ketika ada film Harold Lloyd tayang di kota, aku
akan pergi untuk melihatnya diam-diam agar
dapat mempelajari ekspresinya.
49
dengan banalitas dan kekosongan mereka. Aku
berdiri dari kasurku, berjalan ke mejaku dan
mengambil buah kesemek. Aku mengupasnya
dan menawari Kakak hasil kupasannya. Ia
memakannya, masih terisak-isak dan berkata,
"Apa kau punya buku yang bagus? Pinjamkan
aku sesuatu."
50
terdalam seekor cacing tanah. Pengalaman
pribadi mendalam telah mengajariku bahwa
ketika seorang perempuan tiba-tiba meledak
menjadi histeris, cara membuatnya kembali
semangat adalah dengan memberikan penganan
manis.
51
Namun, ini tidak berarti bahwa pujian Takeichi,
"Perempuan akan jatuh cinta padamu" tidak akan
menjadi nyata di kemudian hari. Aku hanyalah
Harold Lloyd dari timur laut Jepang. Tidak untuk
dalam beberapa tahun perkataan bodoh Takeichi
menjadi nyata dan berubah menjadi ramalan
kejam.
52
Impresionis Prancis sangatlah populer di Jepang,
dan perkenalan kami akan apresiasi lukisan
Barat adalah karya-karya seperti ini. Lukisan-
lukisan karya van Gogh, Gauguin, Cezanne dan
Renoir akrab bahkan bagi para siswa di sekolah
negeri, kebanyakan melalui foto-foto lukisan
mereka. Aku sendiri sudah melihat beberapa foto
berwarna lukisan-lukisan van Gogh. Cara ia
melukis dan kejernihan warna lukisannya
membuatku tertarik, tapi aku tidak pernah
membayangkan lukisannya sebagai gambar
setan.
53
"Kalau begitu mereka benar-benar setan ya?"
54
benar:dengan beraninya mereka melukis
gambar-gambar iblis. Aku berpikir bahwa ia
akan menjadi temanku di masa depan. Sangat
bahagia aku dibuatnya hingga menitikkan air
mata
55
menggambar dengan gaya orisinal namun
kekanak-kanakan yang aku miliki. Buku jiplakan
yang kami untuk menggambar di sekolah
sangatlah suram; gambar dari para guru sangat
tidak kompeten; dan aku merasa aku bisa
melakukan eksperimen untuk diriku sendiri
tanpa arah, menggunakan semua metode
ekspresi yang datang padaku.
56
persepsi subyektif mereka menciptakan sesuatu
yang indah melalui hal-hal kecil nan sepele.
Mereka tidak menyembunyikan ketertarikan
mereka bahkan terhadap hal-hal jelek nan
menjijikkan, namun mereka memandikan diri
mereka dengan kebahagiaan dalam melukis
mereka. Dengan kata lain, mereka terlihat tidak
bergantung sedikitpun pada kesalahpahaman
orang lain. Sekarang setelah aku diinisiasi
Takeichi ke dalam rahasia dasar seni lukis, aku
mulai melakukan beberapa potret diri (melukis
diri sendiri), berhati-hati agar tidak dilihat oleh
perempuan-perempuan yang datang.
57
lukisan-lukisan ini kepada siapapun selain
Takeichi. Aku tidak suka pikiran bahwa aku
mungkin tiba-tiba menjadi target rasa waspada
mereka, ketika suatu saat "mimpi buruk" di
bawah peran badutku terungkap. Di sisi lain, aku
juga takut jika mereka tidak mengenali diriku
yang sebenarnya ketika mereka melihatnya,
tetapi mereka hanya membayangkan bahwa
diriku ini adalah sebuah sentuhan baru terhadap
badutku -- kesempatan untuk sebuah tawa
tambahan. Hal ini akan menjadi yang paling
menyakitkan dari semuanya. Oleh karenanya,
kusimpan rapat-rapat lukisan ini di belakang
lemariku.
58
terluka dan aku tidak ragu untuk menunjukkan
lukisan diriku sendiri. Dia sangat antusias dan
aku menggambar dua atau tiga lagi,
ditambahdengan gambar hantu. Melihat lukisan-
lukisanku ini membuatnya mengucapkan sebuah
prediksi, "Suatu hari kau akan menjadi pelukis
hebat.
59
Buku Catatan Ketiga
60
tidak pernah diki- rim langsung padaku, tapi
secara diam-diam dikirim melalui Hirame.
(Uang itu memang dikirimkan oleh para kakak
lelakiku tanpa sepengetahuan bapakku.) Hanya
sejauh itu hubunganku dengan keluarga, sebab
segala macam hubungan dengan kam- pung
halaman telah diputus. Hirame selalu jengkel;
bahkan kalaupun aku berusaha tersenyum untuk
terlihat menyenang- kan, dia tidak akan pernah
membalas senyuman itu. Perubahan- nya sangat
luar biasa sehingga membuatku berpikir betapa
hina-atau tepatnya, betapa lucu-manusia itu,
mampu berubah demikian mudah dan
sederhananya seperti membalikkan tangan.
61
dari bangun sampai tidur lagi di kamarku.
Terkurung dengan majalah-majalah lama untuk
dibaca. Saat itu, aku kehilangan daya untuk
menjalani hidup bahkan cukup kehilangan
tenaga untuk memikirkan melakukan bunuh diri.
Rumah Hirame berada di dekat Sekolah
Kedokteran Okubo.
62
wajahnya yang cemberut, ia meninggalkan
pemuda tujuh belas tahun untuk menjaga toko
ketika dia pergi. Tiap kali pemuda itu tidak ada
pekerjaan, dia akan bermain lempar tangkap di
jalan dengan anak-anak tetangga. Dia
kelihatannya menganggap si benalu hidup di
lantai dua rumah itu adalah orang dungu, kalau
bukan gila. Dia bahkan biasa berkhotbah padaku
dengan sok dewasa dan sok bijak. Karena tidak
pernah bisa menentang orang lain, aku pun
mendengarkannya, tentunya dengan memasang
63
memang mata pemuda itu mirip dengan mata
Hirame, membuatku berke- simpulan sendiri
bahwa mungkin saja gosip itu benar. Tapi jika
begitu, bapak dan anak itu hidup dengan cara
yang sangat tidak riang. Ada saat, di larut malam,
mereka memesan mi dari toko di dekat rumah
untuk mereka berdua saja, tanpa mengajakku.
Mereka selalu makan dalam bisu, tidak bicara
sepatah kata pun.
64
dia kebetulan sedang sukses secara finansial
ataukah ada akal bulus lain yang
menggerakkannya. (Bahkan kalaupun dua
dugaan itu benar, aku membayangkan sejumlah
alasan lain yang saking anehnya tidak dapat
dipahami pikiran- ku). Makan malam itu juga
turut diramaikan oleh sake yang sebenarnya
jarang ada. Tuan rumah sendiri terkesan oleh
kenik- matan yang tidak biasa pada potongan
tuna, dan dalam keka- gumannya, ia bahkan
terus-menerus menawari sake yang sedikit itu
pada si tukang numpang lesu ini.
65
bahkan mengingat Horiki. Aku amat
mendambakan "kebebasan" sehingga jadi lemah
dan cengeng.
66
Cara bicara Hirame-tidak hanya cara bicaranya,
tapi cara bicara semua orang di dunia-
mengandung kerumitan yang aneh dan sulit
dimengerti. Ucapannya diisampaikan secara
rumit dengan nada yang tidak jelas: aku selalu
terkejut oleh peri- ngatan yang saking ketatnya
malah jadi tidak berguna, serta ucapan yang
memutar-mutar menyebalkan. Pada akhirnya
aku tidak lagi peduli; menertawakannya dengan
lawakanku, atau bersikap pasrah, menyerah
sengsara sambil mengangguk tanpa
suara.
67
Betapa segalanya akan lebih baik kalau saja
Hirame berkata- nya seperti ini, "aku mau kamu
masuk kuliah pada semester April. Keluargamu
telah memutuskan untuk mengirimimu uang
saku yang lebih dari cukup begitu kamu masuk
kuliah".
68
"Apakah tidak ada yang membebani hatimu?"
"Misalnya?"
69
halamanku, dari keluargaku? Kenyataan yang
satu itu mungkinakan menenangkan hatiku, tapi
aku dibiarkannya untuk tidak tahu.
"Maaf."
70
Tapi tentu saja, kamu tidak bisa mengharapkan
akan bisa hidup mewah seperti dulu di bawah
bantuan si malang Hirame ini- jangan
mengkhayal soal itu. Tapi kalau sudah
membulatkan tekad untuk memulai segalanya,
dan membuat rencana jelas untuk membangun
masa depan, bisa saja aku bersedia mem-
bantumu merehabilitasi dirimu kalau kamu
minta bantuan, walaupun hanya tuhan yang tahu
aku tidak punya banyak modal. Apakah kamu
paham perasaanku? Jadi apa rencana- mu?"
71
"Tidak, maksudku bukan bekerja di perusahaan"
aku memo- tong ucapannya dengan cepat.
"Lantas apa?" tanyanya.
penuh keyakinan.
"Apa?”
Aku tidak pernah bisa melupakan bayangan
culas dan sedikit terkejut yang tidak terjelaskan
di wajahnya ketika menerta- wakanku, lehernya
menegang. Seperti mengejek, tapi berbeda. Jika
laut, memiliki kedalaman seribu depa maka
inilah bayangan aneh yang mungkin ada di
dasarnya. Tawa itu membuatku melihat secercah
titik terendah kehidupan orang dewasa.
72
gunakan malam ini untuk memikirkannya secara
serius," katanya.
73
Selain itu, aku sedikit tidak enak pada Hirame
karena membebaninya dengan tinggal di
rumahnya. Cukup menyakitkan berpikir bahwa
kalaupun dengan kemung- kinan kecil, aku
berniat memaksakan diriku untuk mencapai
suatu tujuan berarti, aku harus bergantung pada
Hirame yang malang untuk meraup uang yang
dibutuhkan tiap bulan untuk rehabilitasiku.
74
motifku. Aku tahu bahwa kenyataan itu memang
akan diketahui, tapi aku takut menyatakannya
dengan jujur.
75
kenapa aku menuliskan nama dan alamat Horiki
ketika hal itu menyembul dari ingatan.
76
bahwa diriku disukai oleh orang lain, tapi
kelihatannya aku tidak mampu mencintai orang
lain. (Perlu ditambahkan bahwa aku sangat ragu
apakah manusia benar-benar memiliki ke-
mampuan itu.) Sulit diharapkan orang sepertiku
bisa berteman dekat dengan orang lain. Tidak
hanya itu, aku bahkan tidak punya kemampuan
untuk mengunjungi orang. Pintu depan rumah
orang membuatku takut, lebih dari ketakutanku
pada gerbang neraka dalam Divine Comedy
karya Dante Alighieri. Aku tidak melebih-
lebihkan, ketika mengatakan diriku bisa mera-
sakan ada sesuatu di balik pintu rumah orang-
orang-monster mengerikan seperti naga
menggeliat dan berbau tidak sedap.
77
Hirame. Aku sendiri tidak pernah pergi ke rumah
Horiki. Biasanya aku mengirim kawat padanya
untuk main ke rumahku kalau ingin berjumpa
dengannya. Meskipun tidak yakin apakah aku
punya uang untuk membayar kawat. Aku juga
bertanya-tanya, dengan ketololan orang hina,
bisa saja Horiki menolakku datang kalau
mengirim kawat. Aku memu- tuskan untuk
mengunjunginya, hal paling sulit untuk
kulakukan. Sambil mendesah, aku menaiki trem.
Pikiran bahwa harapan terakhirku adalah Horiki
membuatku sangat takut, sampai aku bergidik.
78
Hari itu Horiki menunjukkan sisi baru
kepribadian orang kotanya. Itulah sifat alaminya,
egoisme dingin yang sangat culas sehingga anak
kampung macam aku hanya bisa
menyaksikannya dengan takjub. Dia bukan
orang sederhana pasif seperti diriku.
79
pula, aku ada urusan hari ini. Belakangan ini, aku
benar-benar sibuk."
80
bahasa yang sangat sopan sehingga kedengaran
dibuat-buat.
81
enak, dan aku sangat berterima kasih atas
kebaikan ibu Horiki. Benar aku gentar akan
kemiskinan, tapi aku tidak pernah
mencemoohnya.)
82
dan mengenakan jaket. "Aku berangkat ya.
Maaf."
83
Aku mendengar tanpa perhatian pada obrolan
mereka. Perempuan itu, ternyata seorang
pegawai penerbit majalah, telah memesan
ilustrasi dari Horiki, dan sekarang datang untuk
mengambilnya.
84
Perempuan itu bertanya, "Di mana kamu
tinggal?"
85
kelihatan senang karena ada "paman" yang
menjadi teman bermain baru.
86
"Benarkah? Tapi kamu tidak mengerti. Aku bisa
saja kabur kalau keadaan terus begini."
87
Segelas absinthe yang tidak diminum. Rasa
kehilangan yang tetap bercokol kuat diam-diam
mulai mewujud. Tiap kali aku bicara soal
lukisan, gelas absinthe yang tidak diminum itu
kelihatan olehku. Aku didera oleh pikiran yang
membuat frustrasi: Kalau saja aku bisa
memamerkan lukisan-lukisan itu, orang-orang
akan percaya pada bakat seniku.
88
"Ya, benar. Aku sangat terkesan oleh kartun
yang sering kamu gambar untuk Shigeko. Aku
sendiri terbahak-bahak gara- gara kartun itu.
Bagaimana kalau kamu menggambar untuk
majalahku? Aku bisa bilang pada redakturnya."
89
depresiku, dan kehilangan segala tenagaku.
Depresi itu terus menekan benakku, bahwa aku
lebih butuh uang daripada perempuan, sehingga
ingin segera pergi dari Shizuko dan mempunyai
penghasilan sendiri. Aku membuat beragam
rencana, tapi upaya-upayaku hanya makin
membuatku terikat padanya. Perempuan
berpikiran kuat ini, sendirian berurusan dengan
beragam masalah akibat aku kabur, dan
mengurus segala hal untukku. Hasilnya aku jadi
makin pemalu dan segan.
90
dahsyat. Aku telah terpuruk ke dasar. Kadang
ketika menggambar "Petualangan Kinta dan
Ota", komik strip bulanan untuk majalah
Shizuko, aku tiba-tiba kepikiran soal rumah, dan
hal itu membuatku sangat menderita sehingga
pena- ku berhenti bergerak, dan aku menunduk,
dengan berlinangan air mata.
91
Aku bahkan ketakutan pada Tuhan. Aku tidak
dapat meyakini cinta-Nya, hanya hukuman-Nya.
Iman. Kurasa, itu artinya menghadapi
pengadilan jaksa dengan kepala tunduk
menerima deraan Tuhan. Aku dapat mengimani
neraka, tapi mustahil bagiku untuk mengimani
surga.
92
semakin disukai semakin aku takut pada mereka
sebuah proses yang kemudian mendorongku
untuk kabur dari semua orang.
93
tiba-tiba melecutkan buntutnya untuk
membunuh pikat di pinggulnya. Sejak itu, aku
tahu bahwa sudah seharusnya malu di hadapan
gadis cilik itu.
94
hantu'- ku". Tapi yang ada, aku malah
memprotesnya.
95
Horiki, harus kuakui, terlibat dalam perjanjian
setelah aku.kabur. Meskipun saat itu ia enggan,
dan melakukannya atas desakan Shizuko.
Sekarang dia bersikap seakan dirinya adalah
derma- wan yang memberiku utang budi atau
seperti mak comblang dalam percintaan.
Tampangnya waktu menceramahiku khu- syuk.
Kadang dia datang malam hari dan dalam
keadaan teler, menginap di tempatku, atau hanya
singgah untuk meminjam uang lima yen (selalu
lima yen).
96
menoleransinya lagi? Kalau kamu melakukan
hal itu, masyarakat akan membuatmu menderita.
Bukan masyarakat. Tapi kamu, kan? Tahu-tahu
kamu diasingkan masyarakat. Bukan
masyarakat. Tapi kamu yang akan
mengasingkan, bukan?
97
Shigeko dan menggambar komik strip. Isi
sebagian komik-komik itu sangat konyol, aku
sendiri tidak bisa memahami apa alasan di balik
beragam perusahaan yang memesannya.
(Perlahan pesanan datang dari beragam penerbit,
semuanya bahkan lebih rendah daripada
perusahaan Shizuko-penerbit kelas tiga,
sepertinya itulah sebutannya.) Aku menggambar
dengan perasaan amat sangat tertekan, dengan
mantap mengguratkan tiap garisnya hanya demi
mendapat uang untuk minum-minum. Ketika
Shizuko pulang kerja. aku segera pergi seakan-
akan bergantian dengannya, lalu menuju
angkring- an dekat stasiun untuk minum-minum
miras kuat yang murah.
98
"Semuanya salahmu. Kamu mengurasku sampai
kering. 'Hidup seorang lelaki seperti sungai
mengalir. Untuk apa dicemaskan? Di tepi sungai
pohon dedalu...."
99
(Itulah aku-seekor katak. Apakah masyarakat
menoleran- siku, atau apakah masyarakat akan
mengasingkanku, bukanlah persoalan. Aku
adalah binatang yang lebih hina daripada anjing,
lebih hina daripada kucing. Katak. Bergerak
terseok-seok- begitulah.)
100
bersalah atas tin- dakanku, dan akhirnya
kembali ke apartemen Shizuko. Secara tidak
sadar aku berjingkat selagi mendekati pintu, dan
bisa mendengar Shizuko sedang bicara dengan
Shigeko.
101
(Mereka bahagia, mereka berdua. Konyolnya
aku masuk dalam hidup mereka. Bisa saja aku
menghancurkan mereka kalau tidak hati-hati.
Kebahagiaan yang sederhana. Ibu dananak yang
baik. Aku berpikir, Tuhan, kalau engkau mau
mendengarkan doa dari orang-orang sepertiku,
berkati aku dengan kebahagiaan sekali saja,
sekali saja seumur hidupku cukuplah!
Dengarkanlah doaku!)
102
juga. Mereka bicara soal tanggung jawab
seseorang terhadap negaranya dan hal-hal
semacamnya, tetapi tujuan upaya itu selalu
adalah keinginan individual itu sendiri. Begitu
kebutuhan si individu dipenuhi, lagi-lagi datang
si individu. Kemuskilan masyarakat untuk
dipahami adalah kemuskilan individu untuk
dipahami. Laut itu bukanlah masyarakat; tapi
laut itu adalah kumpulan individu. Begitulah
caranya aku berhasil mendapatkan sedikit
kebebasan, dari kengerian atas ilusi laut yang
disebut dunia. Aku belajar untuk bersikap
agresif, tanpa kecemasan, tanpa henti yang
kukenal sebelumnya, menanggapi apa adanya
pada kebutuhan keadaan saat itu juga.
Bersambung…..
103