Berbuat baik pada sesama sudah menjadi kewajiban bagi setiap umat manusia. Tidak
peduli apapun agama yang dianut, kita harus memperlakukan orang lain dengan baik jika
ingin diperlakukan baik pula. Buah perbuatan baik seringkali tidak hanya berupa pahala
bagi seseorang, bahkan ketika masih di dunia perbuatan yang dilakukan dapat kembali
padanya dengan cara yang tidak diduga-duga.
Seperti dalam kisah berikut ini. Perbuatan baik yang dilakukan secara konsisten dan sabar
ternyata memberikan hikmah luar biasa pada seorang wanita.
*****
Ada seorang wanita yang membuat roti untuk makanan keluarganya setiap hari. Setiap
harinya, wanita ini membuat roti ekstra untuk diberikannya pada orang lain yang kebetulan
melewati rumahnya. Dia meletakkan roti itu pada jendela rumahnya untuk siapa saja yang
ingin mengambil roti tersebut.
Setiap hari, ada orang yang sudah bungkuk datang dan mengambil roti itu. Tetapi,
bukannya mengucapkan terima kasih dan menunjukkan keramahan, pria itu malah
menggerutu sejumlah kata yang selalu dia ucapkan setiap hari. Beginilah kira-kira
ucapannya: "Perbuatan burukmu akan tetap bersamamu, perbuatan baikmu akan kembali
kepadamu."
Hal ini berlangsung secara terus-menerus, hari demi hari. Pria bungkuk itu selalu datang
dan mengambil roti seraya mengatakan sesuatu dengan mengucapkan, "Perbuatan
burukmu akan tetap bersamamu, perbuatan baikmu akan kembali kepadamu." Wanita itu
merasa sebal dengannya,"Bukannya berterima kasih..," katanya dalam hati.
'Setiap hari pria itu mengatakan hal yang sama, apa maksudnya?' pikir wanita itu.Suatu
hari, tiba-tiba dia memiliki keinginan untuk menyingkirkan pria bungkuk itu. Dia berniat
membuat roti dengan racun di dalamnya. Tetapi, ketika akan meletakkannya pada jendela,
dia gemetar dan tersadar. "Apa yang telah aku lakukan?" katanya. Roti itu akhirnya
dibakarnya habis dan dia menggantinya dengan roti biasa. Seperti hari-hari sebelumnya,
pria itu datang lagi dan tetap mengatakan hal yang sama, tidak menyadari peperangan
batin dalam wanita itu.[quote]
Putra wanita itu pergi merantau jauh dari tempat tinggalnya. Dan sudah berbulan-bulan
dirinya tak mendapatkan kabar tentang keberadaan putranya itu. Wanita ini terus berdoa
agar putranya diberi keselamatan dan dapat kembali padanya.
Malam itu, pintu rumahnya diketuk dari luar, wanita itu pun membuka pintu rumahnya dan
terkejut melihat sang anak berdiri dihadapannya. Anaknya itu terlihat sangat kurus dan
lemah, rupanya dia kelaparan.
Sang anak menatap ibunya dan berkata,"Ibu, ini keajaiban. Ketika aku masih jauh dari sini,
aku kelelahan dan pingsan. Aku mungkin akan mati kelaparan, tetapi pada saat itu ada
orang bungkuk datang melintas dan memberiku sebuah roti," ungkap sang anak. Pria itu
berkata," Ini yang aku makan setiap hari. Hari ini aku harus memberikannya padamu
karena kamu lebih membutuhkannya daripada aku."
Kemudian seketika wajah ibunya memucat dan tersandar di tembok.Dia teringat akan roti
beracun yang hampir saja dia berikan pada orang bungkuk itu pagi tadi. Andai saja dia
memberikannya pada orang bungkuk itu, tentu anaknya lah yang akan dia racuni dengan
tangannya sendiri. Akhirnya dia menyadari arti kata yang selalu diucapkan pria bungkuk
itu,"Perbuatan burukmu akan tetap bersamamu, perbuatan baikmu akan kembali
kepadamu."
Memang ia masih dapat berpikir jernih, tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun
bergerak. Bahkan menelan ludah pun ia tak mampu.
Satu2nya otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya. Jadi hanya
dengan kelopak mata kirinya itulah ia berkomunikasi dengan para perawatnya, dokter
rumah sakit, keluarga dan temannya.
Untuk mengetahui apa yang dimaui pria itu, mereka menunjukkan huruf demi huruf,
kemudian si pria akan berkedip bila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya.
Demikian, hingga tersusun satu kata atau kalimat yang akhirnya dimengerti oleh mereka apa
yang diinginkan si pria ini.Semangat dan tekad pria ini sangat istimewa. Ditengah
keterbatasan fisiknya itu, ia bersikeras menulis buku yang berisi kisah hidupnya. “Agar bisa
berbagi kepada orang lain...” katanya.
Ia menulis dengan bantuan para perawat yang menunjukkan huruf demi huruf dan dia
menyusun kata serta kalimat dari huruf-huruf itu dengan kedipan kelopak matanya yang
hanya sebelah..!!.
Setahun kemudian, di Tahun 1996 akhirnya ia meninggal dunia dalam usia 45 tahun setelah
menyelesaikan memoarnya yang “ditulisnya” secara sangat luar biasa..! Buku itu diberinya
judul “Le Scaphandre et le Papillon” (The Bubble and the Butterfly = Gelembung dan Kupu-
kupu).
Ia meninggal dunia 3 hari setelah bukunya diterbitkan. Bukunya pun menjadi ‘Best Seller’.
Dalam kata pengantarnya, ia menulis sebuah kalimat yang sangat menyentuh: “I would be
the happiest man in the world if I could just properly swallow the saliva that permanently
invades my mouth” (Sungguh, aku akan menjadi orang yang paling bahagia sedunia, andai
saja aku bisa menelan ludahku yang selalu meleleh di mulutku)Bayangkan...., menelan ludah
pun ia tak mampu..!. Tapi membagi inspirasi nya untuk banyak orang lain.
Siapakah Aku?
Kompas.com - 15/02/2010, 08:55 WIB JAKARTA, KOMPAS.com —
“Saya seorang pengusaha”, “saya seorang polisi”, “saya seorang dokter”, “saya
orang Jawa”, ”saya keturunan Arab”, “saya beragama Islam”, “saya orang
Katolik”, dan sebagainya merupakan pernyataan yang dapat sangat berarti.
Kebangsaan, suku, agama, status/profesi sering kali membantu memberikan
rasa identitas sebelum seseorang menemukan yang asli dan unik.
Untuk mengetahui adanya kesadaran mengenai identitas sejati dalam diri kita,
dapat dibayangkan dengan mengandaikan situasi ketika seseorang bertanya,
“Siapakah aku menurut yang kamu ketahui?” Mungkin ada yang menjawab,
“Kamu seorang pengusaha yang sukses” atau “Kamu orang Ambon beragama
Islam”, dan lain-lain.
Apakah kita cukup puas dengan mengetahui identitas kita seperti itu? Apakah
kita sudah merasa sangat berharga dengan keanggotaan kita dalam suatu
kelompok kebangsaan, suku, agama, status/profesi?
Jawaban seperti itu tidak akan cukup memuaskan orang yang telah menemukan
siapa sejati dirinya. Ia baru akan puas bila mendapat jawaban yang sesuai
dengan pengenalannya terhadap diri sendiri yang unik, seperti “Kamu itu
sersan: tampak santai-santai ternyata serius,” atau “Kamu orang yang unik:
tegas tetapi lembut juga,” atau “Kamu ini bertampang residivis, tetapi berhati
malaikat,” dan sebagainya.
Namun, penemuan identitas diri sebenarnya tidaklah sesingkat jawaban-
jawaban tersebut. Hal yang paling mendasar dalam penemuan identitas diri
sejati adalah adanya perasaan sebagai individu yang unik, merasakan “aku”
sebagai pusat dan subyek aktif dari potensi-potensinya, dan mengalami dirinya
apa adanya, bebas dari tekanan otoritas tertentu.
Tidak semua orang dapat menemukan identitas diri sejati. Mayoritas dari kita
masih mengenakan identitas massa: mengabaikan potensi untuk berpikir-
merasa-bertindak secara asli sesuai “cita rasa” sejatinya. Kita
menggantikannya dengan pikiran, perasaan, dan tindakan sesuai dengan yang
diinginkan oleh kelompok di mana kita menjadi bagiannya atau yang diinginkan
oleh otoritas tertentu.
Kebutuhan identitas
“Aku adalah sebagaimana keinginanmu” merupakan judul sebuah drama yang
pernah ada. Erich Fromm dalam bukunya, The Sane Society, melihat bahwa
drama yang ditulis oleh Pirandello itu mencerminkan kondisi di mana rasa
identitas seseorang bersandar pada rasa yang dimiliki oleh orang banyak tanpa
dapat dipertanyakan (dikritisi).
Menurut Fromm, problem rasa identitas tidaklah seperti yang dipahami orang
pada umumnya: semata-mata dianggap sebagai problem filosofis. Kebutuhan
akan rasa identitas keluar dari kondisi dasariah eksistensi manusia dan
merupakan sumber perjuangan yang amat intensif. “Karena saya tidak dapat
sehat tanpa rasa aku, saya terdorong berbuat apa saja untuk mendapatkan rasa
tersebut.
” Lebih lanjut Fromm menjelaskan, di balik penderitaan yang berat, status dan
konformitas begitu dibutuhkan dan kadang lebih kuat dari kebutuhan untuk
bertahan hidup secara fisik.
Hal ini dapat dilihat dari adanya fakta orang rela mempertaruhkan hidup,
mengorbankan cinta, menyerahkan kebebasan, mengorbankan ide-ide demi
menjadi suatu kelompok yang konformis, dan dengan demikian memperoleh
rasa identitas, walaupun hanya ilusi belaka.
Masyarakat kita
Fakta yang disebutkan oleh Fromm pada tahun 1955 dengan konteks
masyarakat Amerika itu masih tampak dalam masyarakat kita saat ini.
Identitas massa tampak dari adanya orang-orang yang tidak berani berpikir,
berpendapat, bersikap, dan bertindak berbeda dari kelompok di mana ia
menjadi bagiannya kendati kelompoknya melakukan kesalahan.
Identitas massa juga tampak dari fenomena saat para pemuda, ibu-ibu, bapak-
bapak, dan juga anak-anak digiring untuk melakukan aksi (demonstrasi atau
mengikuti arus pikiran tertentu) tanpa benar-benar memahami maknanya.
Bila ditanya mengapa ia melakukan aksi itu, jawaban yang diberikan akan
dicari-cari sesuai dengan apa yang kira-kira diharapkan oleh pihak yang
memiliki otoritas atas dirinya atau oleh pemberi perintah.
Tampak bahwa jawaban yang diberikan bukan bersumber dari pemikiran atau
perasaan asli dari dalam dirinya. Ekspresi mereka tampak kosong dengan mata
bergerak mencari-cari. Atau sebaliknya, justru berlebihan dalam ekspresi,
tetapi tetap tampak sebagai pembeo.
Kita juga dengan mudah menemukan bagaimana para orang dewasa (bukan
hanya orang muda atau anak-anak) masih senang menyatakan, “Saya hanya
menjalankan perintah” atau terlalu sering menyatakan, “Menurut petunjuk
…….”.
Begitu sering kita menemukan fenomena identitas massa, tak lain merupakan
hasil pendekatan otoriter yang diterapkan secara kolektif pada masa lalu. Pada
level pemerintah, kita mengenal rezim Soeharto yang selama 30-an tahun
menggunakan pendekatan militeristik. Pada level keluarga, banyak orangtua
yang mengalami keotoriteran penguasa meneruskan pendekatan itu dalam
keluarga.
Hal yang paling penting bila seseorang berbuat amoral adalah adanya rasa
bersalah karena telah mengingkari suara hatinya sendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa yang bersangkutan telah mengembangkan identitas diri tidak hanya
berdasarkan otoritas massa, tetapi juga telah bersentuhan dengan suara hati
yang merupakan sumber dari identitas sejati yang dapat dimiliki setiap orang.
Mungkin banyak dari kita yang tidak mengetahui apa pentingnya mengenal diri sendiri
atau mengetahui jati diri kita dihadapan allah SWT pada hakikatnya. Mengenal diri
sendiri adalah salah satu hal yang diperintahkan Allah SWT kepada umatnya. Untuk
mengetahui lebih lanjut terkait mengenal diri sendiri dalam islam. Simak penjelasan
berikut. (baca fungsi agama dalam kehidupan dan fungsi iman kepada Allah SWT)
Kebanyakan manusia saat ini tidaklah begitu mengenal jati dirinya yang sebenarnya,
padahal Rasul sendiri mengingatkan bahwa mengenal diri sendiri adalah langkah
pertama dalam mengenal Allah SWT sebagai Tuhan seluruh alam (baca kisah teladan
Nabi Muhammad SAW dan keutamaan cinta kepada Rasulullah bagi umat muslim). Sebagaimana
yang disebutkan dalam hadits berikut ini
ُسدَه
َ سدَ َج َ ف َربَّهُ َو َم ْن َع َر
َ َف َربَّهُ ف َ ف نَ ْف
َ سهُ فَقَ ْد
َ ع َر َ َم ْن َع َر
“Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan
barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
Dari Hadits tersebut kita bisa mengetahui bahwa mengenal diri sendiri sangatlah
penting bagi manusia karena dengan mengenal dirinya sendiri sebagai manusia
ciptaan Allah SWT, ia dapat mengenal Tuhannya atau penciptanya tersebut yakni Allah
SWT. (baca manfaat beriman kepada Allah SWT)
َ سنَ فِ ٓى أ َ ْح
س ِن ت َ ْق ِويم ِ ْ لَقَ ْد َخلَ ْقنَا
َ َٰ ٱْلن
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS At Tin : 4)
Allah menciptakan manusia lengkap dengan jasadnya agar seorang manusia bisa
dikatakan sebagai manusia karena tubuh atau raga tersebut adalah tempat dimana
jiwa akan tinggal. Sementara setelah seseorang mati dan jiwanya meninggalkan tubuh
maka jasadnya tidak lagi berguna bagi dirinya. (baca hukum ziarah kubur dan tatacara
ziarah kubur)
Manusia tidak disebut manusia jika ia tidak memiliki jiwa sehingga raga tanpa jiwa
tidaklah berarti. Dengan demikian jiwa seorang manusia adalah sesuatu yang
diciptakan Allah SWT untuk mendiami raga dan jiwalah yang mengendalikan hati dan
pikiran seseorang (baca penyakit hati dalam islam dan obat hati dalam islam). Allah
SWT meniupkan ruh saat seorang manusia masih berada dalam kandungan ibunya
sebagaimana disebutkan dalam firman berikut ini (baca manfaat membaca alqur’an
bagi ibu hamil)
َاجدِين
ِ سَ ُوحي فَقَعُوا لَه
ِ س َّو ْيتُهُ َونَفَ ْختُ فِي ِه ِم ْن ُر
َ فَإِذَا
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS Al Hijr : 29)
Cara Mengenal Diri Sendiri
Setelah mengetahu pentingnya mengenal diri sendiri maka seorang muslim selayaknya
mentadaburi atau mendalami cara mengenal diri sendiri dalam rangka mengenal Allah
SWT dan mengetahui tujuan hidupnya. Adapun cara mengenal diri sendiri dalam islam
bisa dilakukan dengan cara berikut ini (baca tujuan penciptaan manusia)
Manusia diciptakan dengan suatu tujuan dan hakikat tujuan penciptaan manusia
adalah untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah berikut ini (baca tujuan hidup dalam islam dan hakikat penciptaan
manusia)
Dengan mensyukuri nikmat Allah SWT seorang manusia dapat mengenali dirinya
dengan baik dan mengenal Allah SWT. Seseorang yang mensyukuri nikmat Allah
tentunya akan senantiasa menyadari bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa dan segala
yang ia miliki adalah milik Allah SWT. Perintah untuk mensyukuri nikmat Allah
tersebut dijelaskan dalam ayat Alqur’an berikut
ِ َو ِإ ْذ قَا َل َرب َُّك ِل ْل َم ََلئِ َك ِة ِإنِي َجا ِعل فِي ْاَل َ ْر
ض َخ ِليفَةً ۖ قَالُوا أَت َ ْج َع ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِسد ُ فِي َها
َِس لَ َك ۖ قَا َل ِإنِي أ َ ْعلَ ُم َما ََّل ت َ ْعلَ ُمونُ ِك َونُقَد َ ُالد َما َء َون َْح ُن ن
َ س ِب ُح ِب َح ْمد ِ َُويَ ْس ِفك
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Qs Al Baqarah : 30)
Manusia terutama muslim yang baik tentunya senantiasa berusaha untuk mengenal dirinya sendiri
dan mengenal Tuhannya yakni Allah SWT. Semoga Bermanfaat.