problematika pendidikan adalah, persoalan- persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia Problem pendidikan dan pendidikan Islam di Indonesia dan pemecahannya melalui kebijakan Masalah Pemerataan Pendidikan Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia Undang-Undang No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada bab XI pasal 17 berbunyi: Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaarn pada sekolah itu dipenuhi Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1 menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi kewajiban belajar Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan” Masalah Mutu Pendidikan Mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri sebagai manusia- manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah nurturant effect Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari daerah perkotaan Masalah Efisiensi Pendidikan
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem
pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang drop- out, banyak anak yang belum dapat pelayanan pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah: • Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan • Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan • Bagaimana pendidikan diselenggarakan • Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga. Masalah Relevansi Pendidikan Maslah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang. Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan yang ada antara lain sebagai berikut: • Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam- macam kualitasnya. • Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang. • Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia. Kebijakan desentralisasi digulirkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang berlaku 1 Januari 2001 dan diamandemen UU No.32 Tahun 2004, wacana desentralisasi pendidikan diharapkan mampu memecahkan permasalahan mutu pendidikan pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen. Dalam penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. Pendidikan dan Problem Anggaran Keluhan terhadap kecilnya anggaran pendidikan seakan meniadakan unsur-unsur lain yang cukup signifikan memberikan konstribusi besar terhadap buruknya sistem pendidikan nasional, seperti lemahnya kemampuan pengelolaan pendidikan nasional. seperti lemahnya kemampuan pengelolaan pendidikan nasional, lemahnya kemampuan manajerial dalam bidang keuangan, sehingga menimbulkan inefisiensi cukup besar, mentalitas korup dilembaga yang mengurusi pendidikan, makin kerdilnya jiwa pengelola pendidikan, kecenderungan kapitalisasi pendidikan, serta hegemoni partai politik atau penguasa yang mencapai tingkat paling bawah Kenyataannya bahwa anggaran pendidikan setiap tahunnya tidak pernah habis, tapi selalu tersisa mencapai ratusan milyar rupiah. Kalau memang problemnya adalah kecilnya anggaran pendidikan, maka logikanya semua dana pendidikan yang tersedia dapat terserap. Anggaran pendidikan yang tinggi tidak otomatis akan meningkatkan mutu pendidikan nasional bila tidak ditunjang oleh kenaikan anggaran bidang lain, terutama yang sangat berkaitan erat dengan proses belajar mengajar disekolah maupun di rumah, seperti pembangunan prasarana dan sarana, transportasi, telekomunikasi, fasilitas kesehatan, dan lainnya. Kegiatan belajar mengajar yang formal apalagi yang bagus tidak akan pernah terjadi pada daerah yang terisolasi atau konflik. Berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, diamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi. Bentuk keseriusan pemerintah dan DPR dalam bidang pendidikan tertuang dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke 4 mengamanatkan bahwa Negara memprioritakan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal itu dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 013/PUU-VI/2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Alokasi anggaran diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan. Alokasi anggaran lebih spesifik dituangkan dalam pasal 49 UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 yaitu dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara pada sector pendidikan minimal 20% dari Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah. Berikut ini adalah kebijakan- kebijakan yang diupayakan pemerintah dalam pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan demi menghasikan SDM-SDM yang berkualitas. Problem Profesionalisme Guru
Dalam Pasal 1 UU No 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen (selanjutnya disingkat UUGD) disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah a. Guru Profesional dalam Perspektif Islam b. Mengukur Keprofisonalan Guru Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi tidak disebutkan secara detail di UUGD dan telah dibuat peraturan pemerintah yang memuat secara khusus berkaitan dengan sertifikasi. Aturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan Tunjangan sertifikasi yang diberikan ternyata tidak berbanding lurus terhadap kinerja guru. Setelah diberlakukan sertifikasi sejak 2006 sampai sekarang ternyata belum memiliki pengaruh signifikan dengan peningkatan kualitas pendidikan dan guru. Sertifikasi yang bertujuan untuk standardisasi kualitas guru berubah menjadi ajang mendapatkan kenaikan tunjangan semata, sekadar formalitas dengan menunjukkan selembar portofolio yang mereka dapat dengan cara-cara instan. Problem Pendidikan Agama Islam di Tengah Budaya Modern
Kepres No 34 Tahun 1972 ini dipertegas oleh
Inpres No 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan "agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional”. Agaknya banyak sekali kesulitan yag dihadapi dalam pelaksaan pendidikan agama Islam. Kesulitan ini bersumber pada watak budaya modern yang sudah betul-betul mengglobal. Budaya modern memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: • pertama, budaya modern adalah budaya yang menggunakan akal sebagai alat pencari dan pengukur kebenaran (rasionalisme). • Kedua, dalam budaya modern itu manusia akan semakin materialis. • Ketiga,dalam budaya modern itu manusia akan semakin individualis • Keempat, karena budaya modern itu memulai perkembangannya dengan rasionalisme ANALISIS KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI PROBLEM PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA 1. Disentralisasi Pendidikan 2. Anggaran Pendidikan 3. Sertifikasi Dosen dan Guru 4. Pendidikan Agama Islam Sekian………