Anda di halaman 1dari 4

Landasan yuridis pendidikan adalah seperangkat konsep peraturan perundang-

undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang menurut
Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Ketetapan MPR, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti
undang-undang, peraturan pemerintah, Keputusan Presiden peraturan
pelaksanaan lainnya, seperti peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lain.

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar


ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan
perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa
Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah
mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai
pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan
77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan
reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang
dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain
adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat,
tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan
peserta didik.

Tiap-tiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua


tindakan yang dilakukan di Negara itu didasarkan pada perundang-undangan
tersebut. Negara Republik Indonesia mempunyai berbagai peraturan
perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari UUD 1945, UU, Peraturan
Pemerintah, Ketetapan dan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hukum
yang harus ditaati, dimana UUD 1945 merupakan hukum yang tertinggi.
Landasan hukum merupakan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik
tolak dalam melaksakan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.

Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu


pelaksanaannya berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena
hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945
utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31:

1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.


2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib
membiyayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendid ikan nasional.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional di


samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai
penjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani bagi
penyelenggaran pendidikan secara utuh yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan
pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga
penyelenggaraan pendidikan yang menyimpang, maka dengan landasan yuridis
tersebut dikenakan sanksi.

Dalam praktek penyelenggraan pendidikan tidak sedikit ditemukan


penyimpangan. Memang penyimpangan tersebut tidak begitu langsung tetapi
dalam jangka panjang bahkan dalam skala nasional dapat menimbulkan
kerugian bukan hanya secara material tapi juga spiritual. Penyelenggaraan
pendidikan yang sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan
sebagai proses pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga dalam
jangka panjang menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi
sosial tetapi dekonstruksi sosial. Itulah sebabnya di samping dasar regulasi
sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar yuridis untuk sanksi.

Konsep Penerapan Landasan Yuridis Pendidikan


Menurut pasal 31 ayat (1) menyebutkan : setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. Oleh karena apabila suatu hal seseorang atau
sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar, maka
mereka bisa menuntut haknya itu kepada pemerintah. Atas dasar itulah
pemerintah menciptakan sekolah-sekolah yang bisa melayani kebutuhan warna
negaranya tanpa kecuali apakah warga negara tersebut normal ataupun tidak
normal dilihat dari aspek fisik dan mentalnya, baik yang tinggal diperkotakan
maupun yang diperkotakan, baik yang miskin maupun yang kaya.

Sekolah-sekolah yang dimaksud antara lain SD Kecil, SD Pamong, SMP


Terbuka Sistem Belajar Jarak Jauh untuk mengatasi warga negara yang
mengalami sekulitan mendapatkan pendidikan karena aspek geografis
(termaktub dalam pasal 5 ayat 3), dan sekolah luar biasa untuk memenuhi
warga negara yang mempunyai kebutuhan khusus (pasal 5 ayat 2).

Namun demikian dengan amandemen UUD 1945, pasal 31 ayat (2), dan
Undang-Undang Sisdiknas pasal (1) bahwa sampai dengan pendidikan dasar,
pendidikan tidak hanya merupakan hak tapi sekaligus merupakan kewajiban
warga negara. Hal tersebut logis dan dapat dipahami sebab keberhasilan proses
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tapi juga warga masyarakat.

Sekalipun pemerintah telah dengan sungguh-sungguh menangani pendidikan


dan menyediakan biaya pendidikan dan cukup tetapi kalau masyarakat tidak ikut
serta (terutama dalam hal kesadaran dan motivasi belajar) maka pembangunan
di bidang pendidikan tidak dapat berhasil dengan baik. Lebih-lebih di era
globalisasi yang menurut kualitas sumber daya manusia yang memiliki daya
saing yang tinggi adalah logis apabila warga negara diwajibkan untuk
menempuh pendidikan dasar.

Setelah membahas landasan hukum dalam pendidikan yang dijabarkan dari


UUD tahun 1945 dan beberapa peraturan perundang-undangan yang ada di
bawahnya, maka dampak terhadap konsep dan pelaksanaan pendidikan adalah
sebagai berikut :
 Sebagai konsekuensi dari beragamnya potensi dan kebutuhan peserta
didik maka proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi
peserta didik sehingga pendidikan dalam pembelajaran dituntut untuk
aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)
 Dibutuhkan beragam jenis sekolah, sekolah umum dan kejuruan, sekolah
untuk siswa normal dan sekolah untuk siswa berkebutuhan khusus, serta
beragam jurusan. Sistem pendidikan menganut double track, bukan
singlet track.
 Untuk mengembangkan potensi peserta didik seutuhnya diperlukan
perhatian yang sama terhadap pengembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomor pada semua tingkat pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara mendisain kurikulum sedemikian rupa sehingga struktur kurikulum
mencakup mata pelajaran-mata pelajaran yang mencakup ketiga ranah /
domain tersebut. Dan dalam proses pembelajaran ketiga aspek tersebut
disampaikan secara terintegratif.
 Pendidikan harus berakar pada kebudayaan nasional, maka dibutuhkan
kurikulum yang mampu pengembangan budaya luhur bangsa.

Pendidikan dasar merupakan hak dan sekaligus kewajiban warga negara, maka
kebijakan pemerintah tentang wajib belajar disertai dengan program-program
pendukungnya seperti pemerataan kesempatan pendidikan dengan
membangun sekolah-sekolah dengan berbagai model adalah kebijakan yang
bagus yang berlu didukung oleh semua pihak.

Penerapan Landasan Yuridis Dalam Pendidikan


Sebuah pendidikan dapat berjalan lancar apabila segala aspek menyangkut
pendidikan itu terpenuhi. Dari segi pendanaan, fasilitas tempat belajar, guru
atau dosen pemberi materi, dan juga buku penunjang pendidikan tersebut. Bila
salah satu aspek ada yang tertinggal maka dapat dipastikan proses belajar tidak
dapat berjalan seimbang. Berikut akan dibahas tentang penunjang jalannya
pendidikan :

1. Pendanaan Pendidikan
Walaupun dalam amandemen UUD RI 1945 pasal 31 ayat (4) telah
menegaskan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan akantetapi dengan berbagai alasan dan
pertimbangan sampai saat ini APBN kita belum mencapai 20%.

Di daerah alokasi dana pendidikan yang masuk dalam APBD sangat bervariatif,
tetapi kebanyakan belum sampai 20% dari APBD. Yang memprihatinkan ada
beberapa daerah yang menggratiskan biaya pendidikan namun tidak diberangi
dengan penambahan anggaran di APBD dengan cukup. Menurut Sutjipto
(2008:2) keadaan seperti ini akan memperlebar disparitas mutu pendidikan
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain sehingga menjadi tempat
persemaian yang subur dari masalah-masalah sosial di masa depan.

Pasal inilah yang sampai sekarangterus diperjuangkan oleh banyak pihak agar
pemerintah dan pemerintah daerah segera merealisasikannya.
Justru yang terjadi di hampir mayoritas pemerintah daerah berlomba-lomba
untuk memperjuangkan wacana pendidikan gratis. Namun dengan masuknya
ranah politik dalam dunia pendidikan nampaknya wacana itu menjadi nilai tawar
dalam realisasinya antara warga masyarakat dengan penguasa pemerintah
daerah. Mestinya kebijakan pendidikan gratis tidak hanya sekedar retorika politik
guna melanggengkan kekuasaan, akan tetapi perlu didukung dengan reliasasi
anggaran pendidikan sesuai dengan amanat undang-undang dasar yaitu
minimal 20% dari APBN/APBD.

2. Kompetensi Guru / Konselor


Dalam proses belajar dan pembelajaran guru merupakan salah satu faktor
utama yang mengkondisikan terciptanya suasana yang kondusif. Proses
transformasi ilmu dan pengetahuan akan berjalan sesuai fungsinya apabila guru
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional. Guru dituntut
untuk memiliki kompetensi dan dedikasi dalam menjalankan profesinya.

Guru sebagai sebuah profesi pada masa sekarang ini terjadi penguatan dalam
kedudukan sosial dan eksternal, bahkan terjadi penguatan kedudukan dalam hal
proteksi jabatan dan diperkuat oleh Undang-Undang danstatus hukum. Oleh
karena itu secara logis muncul pula harapan dan keinginan agar terjadi
penguatan serupa dalam posisi internal profesi guru, dimana peningkatan
kualifikasi dan kompetensi guru bisa menjamin mutu pendidikan.

Hal lain yang tak kalah penting untuk dikaji adalah pengakuan eksistensi
konselor. Meskipun secara yuridis keberadaan konselor dalam sistem
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
dengan kualifikasi guru, dosen, pamong, tutor pamong belajar, widyaiswara,
instruktur sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 6 UU Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Juga tercantum PP Nomor 28 Tahun
1990 pasal 27 ayat (2) dengan sebutan guru pembimbing.

Anda mungkin juga menyukai