Anda di halaman 1dari 5

MAKNA DAN IMPLIKASI UU SISDIKNAS TENTANG PAUD

29-01-2013 22:03:46, pada TK & PAUD

Digulirkannya reformasi di semua bidang; ekonomi, politik, hukum, agama dan sosial budaya, termasuk bidang pendidikan, merupakan harapan baru masyarakat Indonesia untuk belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lalu seraya mengarahkan perubahan masyarakat Indonesia menuju masyarakat madani (civil society). Tuntutan reformasi tresebut dipenuhi oleh DPR-RI, bersama dengan pemerintah, dengan disahkan UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional tanggal 11 Juni 2003 yang lalu. Sistem Pendidikan Nasional yang handal dan visioner sudah harus diketemukan, agar mampu menjawab globalisasi dan membawa Indonesia hidup sama hormat dan sederajat dalam panggung kehidupan internasional dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Suatu Sistem Pendidikan Nasional kehilangan jati dirinya. Pada era reformasi, sistem pendidikan nasional masih diatur dalam UndangUndang Nomor 2 tahun 1989, yang banyak pihak menilainya bahwa UU tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang atas dasar itulah kemudian disusun Undang-Undang yang baru tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang meskipun melalui perdebatan yang cukup rumit dan melelahkan, namun akhirnya dapat disahkan menjadi Undang-Undang. Disahkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, oleh banyak kalangan dianggap sebagai titik awal kebangkitan pendidikan nasional, termasuk pendidikan Islam di dalamnya. Hal ini karena secara eksplisit UU tersebut menyebut peran dan
1

yang

mampu mengantarkan orang Indonesia menjadi warga dunia modern tanpa

kedudukan pendidikan agama (Islam), baik sebagai proses maupun sebagai lembaga. Setelah berjalan beberapa tahun, nampaknya UU Sisdiknas itu pun sudah waktunya untuk direvisi pada beberapa pasalnya. Tilaar, sebagaimana dikutip Armai Arief, menggarisbawahi kaji ulang sistem pendidikan nasional sebagai berikut : (1) perlunya dikembangkan dan dimantapkan sistem pendidikan nasional yang dititikberatkan kepada pemberdayaan lembaga pendidikan, dengan cara memberikan otonomi seluas-luasnya kepada lembaga sekolah; (2) perlunya pengembangan sistem pendidikan nasional yang terbuka bagi keragaman budaya dan masyarakat dalam implementasinya; (3) program-program pendidikan nasional hendaknya dibatasi hanya pada upaya tetapnya integritas bangsa. Menurut Armai Arif untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional yang baru tersebut ada beberapa program yang harus dilaksanakan yaitu : Pertama, fasilitas Kedua, perlunya dan perlunya mempersiapkan lembaga-lembaga antarlembaga lebih efisien, pendidikan di dan dan pelatihan di daerah yang meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), organisasi, program kerjasama pusat daerah. dengan secara debirokratisasi departemen penyelenggaraan agar pendidikan

merestrukturisasi

berangsur-angsur memberikan otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan pada tingkat sekolah (otonomi lembaga). Ketiga, desentralisasi penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan

secara bertahap, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota dengan mempersiapkan SDM, dana, sarana dan prasarana yang memadai pada daerah Tingkat Dua tersebut.

Keempat, perlunya penghapusan berbagai peraturan perundang-undangan yang menghalangi inovasi dan eksperimen menuju sistem pendidikan yang berdaya saing di masa depan. Kelima, sekolah mengadakan untuk revisi diri UU Sistem Pendidikan Nasional beserta ikut

peraturan perundangan pelaksanaannya. Revisi ini mencakup otonomi bagi mengatur sendiri; peran masyarakat untuk menentukan kebijakan pendidikan yang diwadahi dalam bentuk Dewan Sekolah; fungsi pengawasan diarahkan untuk peningkatan profesionalisme guru; adanya otonomi guru untuk menentukan metode dan sistem evaluasi belajar, dan sebagainya. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disahkan oleh DPR pada tanggal 11 Juni 2003, dan diberlakukan pada tanggal 8 Juli 2003. Dalam Batang Tubuh Undang-Undang tersebut memuat 22 Bab, dan 77 Pasal, adalah cukup ideal dan akomodatif dalam mengatur sistem pendidikan di Indonesia, termasuk sistem pendidikan Para sekolah (PAUD). UU Sisdiknas dapat dikatakan sebagai suatu rahmat dan "kemenangan" dari segi konsep tentang PAUD. Pendidikan anak usia dini menurut UU Sisdiknas ini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan demikian sasaran pendidikan anak usia dini menurut UU adalah 0 6 tahun, dan dapat dilaksanakan baik melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Morrison (1995) menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini mencakup anak-anak sejak lahir sampai delapan tahun, sesuai dengan definisi yang digunakan oleh NAEYC. Program pendidikan anak usia dini melayani anak sejak lahir sampai delapan tahun melalui separuh kelompok-kelompok hari di pusat,
3

program

selama

sehari penuh maupun

rumah maupun institusi.

Tujuan program pendidikan anak usia

dini mencakup berbagai layanan

program yang dirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual, sosial dan emosional, bahasa dan fisik anak (Bredecamp & Copple, 1997). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu konsep gerakan nasional yang menjadi lebih memiliki kepastian hukum pada tingkat undangundang, baik dari segi keberadaan dan program-programnya maupun dari segi namanya (Supriadi, 2003). Pendidikan Anak Usia Dini pada Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi bagian tersendiri yaitu pada Bagian Ketujuh. Kepastian hukum ini membawa konsekuensi logis bagi pemerintah untuk menjalankan amanat Undang-undang Sisdiknas sehingga pada bulan yang sama, bertepatan dengan puncak Hari Anak Nasional Tanggal 23 Juli 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri mencanangkan Pendidikan Anak Usia Dini dilaksanakan di seluruh Indonesia demi kepentingan terbaik anak. Bila dikaji lebih lanjut tentang makna UU Sisdiknas yang terkait dengan pendidikan anak usia dini, dapat disimpulkan bahwa payung itu dari semua pendidikan yang bagi anak tentang usia PAUD dini merupakan yang Inklusif dapat dapat

dilaksanakan pada jalur formal, nonformal dan informal. Rumusan Pasal 28 mewakili pemikiran inklusif PAUD. mengandung dua pengertian: Pertama, Inklusif bahwa PAUD meliputi semua pendidikan usia dini, apa pun bentuknya, di mana pun diselenggarakan dan siapa pun yang menyelenggarakannya. Kedua, inklusif mengandung makna bahwa pengertian PAUD dalam UU Sisdiknas "mengatasi" (artinya tidak memperdulikan) tentang siapa yang menangani pendidikan ini. Kalau dikatakan bahwa Direktorat PAUD adalah pihak yang bertanggung jawab mengoordinasikan, memfasilitasi, dan memantau kegiatan PAUD itu benar, karena memang tugas dan fungsinya demikian. Tapi bukan berarti pula Direktorat inilah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan dan program PAUD di Indonesia. Direktorat TK/SD dalam
4

batas

kewenangan

dan

sesuai

dengan

tugas

dan

fungsinya

juga

bertanggung jawab dalam mendorong perkembangan Taman Kanak-kanak. Begitu juga Departemen Agama yang membina Raudhatul Athfal serta Departemen Sosial yang selama ini membina Taman Penitipan Anak, turut bertanggung jawab (Supriadi, 2003). Pada akhirnya impelentasi Undang-undang Sistim pendidikan Nasional mempunyai tuntutan sebagai implikasinya terhadap Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu : Setiap guru PAUD dituntut untuk menjadi pengajar yang professional yang mempunyai kualifikasi akademik dan kompetensi yang baik untuk bisa mempersiapkan anak didiknya sehingga mampu melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

sumber : http://student.ut.ac.id

Anda mungkin juga menyukai