Anda di halaman 1dari 31

PENYELENGGARAAN SISTEM PENDIDIKAN

NASIONAL

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa :
1. Mampu menganalisis penyelenggaraan sistem Pendidikan Nasional
sesuai dengan UU. No 20 Tahun 2003
2. menunjukan penyelenggaraan sistem pendidikan
3. menggunakan setiap bagian dari penyelenggaraan sistem pendidikan
di Indonesia
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, ditetapkan indikator
sebagai berikut :
1. Menganalisis landasan idiil dan landasan kontitusional UUD
tahun1945 dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional
indonesia yg menjadi pedoman pendidik dan tenaga kependidikan
2. Menjelaskan fungsi masing-masing lembaga ,jalur,jenjang dan jenis
pendidikanSistem Pendidikan Nasional dan penyelenggaraannya
Sistem Pendidikan Nasional
3. Menganalisis perbedaan jalur pendidikan informal,formal dan non
formal sertai dengan contoh-contohnya
4. Mampu melihat keterkaitan antar jalur pendidikan serta peran
pendidik dan membandingkan dengan kenyataan.
5. Mampu menjelaskan standar pendidikan nasional dan
implementasinya.
6. Mahasiswa memahami prinsip pendidikan nasional berdasarkan
Undang-Undang penyelengaraan pendidikan yang ada di Indonesia.
7. Mahasiswa melaksanakan pendidikan sesuai dengan prinsip
penyelengaraan pendidikan di indonesia
8. Mahasiswa memahami prinsip pendidikan nasional berdasarkan
Undang-Undang penyelengaraan pendidikan yang ada di Indonesia.
C. Pokok – Pokok Materi
Pokok-pokok materi yang akan dibahas pada modul ini adalah :
1. Pengertian Pendidikan nasional
2. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional
3. JalurJenjang, Jenis Pendidikan
4. StandarPendidikan Nasional
5. Dasar, Fungsi, Tujuan, dan prinsip Pendidikan Nasional

D. Uraian Materi
Pendidikan nasional Indonesia yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dalam sebuah sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional
Indonesia disusun berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kristalisasi
nilai-nilai hidup bangsa Indonesia serta kebudayaan bangsa Indonesia .
Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional disusun sedemikian rupa, meskipun
secara garis besar terdapat persamaan dengan sistem pendidikan nasional bangsa
lain. Hal ini dimaksudkan supaya sesuai dengan kebutuhan akan pendidikan dari
bangsa Indonesia yang secara geografis, demografis, historis, dan kultural
memiliki ciri khas. (Tirtarahardja & Sulo, 2005)
Sistem pendidikan nasional (sisdiknas) yang sudah dibangun sejak dahulu
hingga sekarang ini, pada kenyataannya belum mampu sepenuhnya menjawab
kebutuhan dan tantangan global untuk masa mendatang. Era reformasi yang sudah
berupaya merekontruksi sisdiknas pun harus berhadapan dengan kepentingan-
kepentingan kekuasaan. Selain itu, program pemerataan dan peningkatan kualitas
pendidikan yang disampaikan masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia
pendidikan Indonesia. (Kadir & dkk, 2012).
1. Pengertian Pendidikan Nasional
Pendidikan, sebagaimana yang tertuang dalam UU RI No. 20 Tahun 2003
pasal 1 ayat 1, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Adapun dalam pasal 1 ayat 2 dinyatakan
bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan nasional sebagai usaha untuk mengembangkan potensi diri
peserta didik harus tanggap terhadap dinamika perkembangan zaman. Hal ini
supaya pendidikan nasional tetap bisa eksis dan lebih jauh survive untuk
menghadapi tantangan dunia yang semakin global dan kompetitif. Akan tetapi,
apabila dicermati secara lebih mendalam, pendidikan nasional yang berlangsung
saat ini dalam tataran filososfis masih menjadi objek tarik menarik dari berbagai
pihak. Pihak tersebut dibagi menjadi 3 kelompok yaitu, pertama Kelompok yang
menjadikan pendidikan sebagai sistem. Kelompok ini berasumsi bahwa
pendidikan nasional pada hakikatnya merupakan kesatuan yang bulat dari input,
proses, dan output. Berdasarkan sisdiknas, pendidikan nasional diselenggarakan
sebagai kesatuan sistemik dengan sistem terbuka dan sistem multimakna.
Maksudnya adlah pendidikan dijadikan sebagai sebuah siklus yang bersifat
mekanis dengan berorientasi pada kualitas output.
Kedua, Kelompok yang menjadikan pendidikan sebagai tujuan. Kelompok
ini berasumsi bahwa pendidikan nasional dijadikan sebagai tujuan dari proses
pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, pendidikan nasional menjadi sebuah entitas
atau wujud yang seolah-olah tidak menginjak bumi Indonesia yang sarat problem-
problem nasional. Hal ini berakibat pendidikan nasional tidak mampu menyentuh
kehidupan masyarakat luas. Ketiga, Kelompok yang menjadikan pendidikan
sebagai proses. Kelompok ini berasumsi bahwa pendidikan adalah sebuah
kegiatan yang tidak terlepas dari kegiatan kehidupan manusia Indonesia dan
berlangsung secara terus menerus. Apabila pendidikan nasional dianggap sebagai
sebuah proses, maka dengan sendirinya pendidikan nasional akan berlangsung
selama bangsa Indonesia “eksis” dan akan berlangsung terus menerus. (Kadir &
dkk, 2012).
2. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional

Sistem berasal dari bahsa Yunani yang berarti hubungan fungsional yang
teratur antara unit-unit komponen-komponen. Tatang M. Arifin mengemukakan
pengertian sistem sebagai suatu keseluruhan yang tersusun dari bagian-bagian
yang satu dengan lainnya saling berhubungan secara teratur untuk mencapai suatu
tujuan. Sedangkan menurut Banathy, sistem merupakan suatu organisme sintetik
yang dirancang secara sengaja, terdiri atas komponen-komponen yang saling
terkait dan saling berinteraksi yang dimanfaatkan agar berfungsi secara
terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
(Kadir & dkk, 2012)
Berdasarkan definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem
adalah sebuah struktur fungsionalyang tersusun dari bagian-bagian yang
berhubungan secara sistematik untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Unsur-
unsur pokok sistem berdasarkan pengertian diatas yaitu proses, isi, dan tujuan.
Maka dapat diartikan bahwa sistem pendidikan nasional adalah struktur
fungsional pada pendidikan nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional
Indonesia.
Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 3, sistem pendidikan
nasional adalah keseuruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Menurut Abdul Kadir dkk,
sisdiknas dirumuskan dengan misi utama dapat memberi pendidikan dasar bagi
setiap warga negara Republik Indonesia. Hal ini bertujuan supaya tiap-tiap warga
negara memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar.
Kemampuan dasar tersebut meliputi kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung serta mampu menggunakan bahasa Indonesia yang diperlukan oleh
setiap warga negara untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Sisdiknas memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada
setiap warga negara. Oleh karena itu, perlakuan yang berbeda terhadap peserta
didik tidak dibenarkan. Perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, latar
belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi merupakan hal yang dilarang.
Akan tetapi, hal tersebut dapat terjadi kecuali apabila ada satuan atau kegiatan
pendidikan yang memiliki kekhususan yang harus diindahkan. (Kadir & dkk,
2012)
Sisdiknas diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta dibawah tanggung
jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan menteri lainnya, seperti
pendidikan agama oleh menteri agama, akabri oleh menteri pertahanan dan
keamanan. Selain itu juga departemen lainnya yang menyelenggarakan
pendidikan yang disebut diklat. Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional
dilaksanakan melalui bentuk-bentuk kelembagaan beserta program-programnya.
(Tirtarahardja & Sulo, 2005).
a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik
dengan sistem terbuka dan multimakna.
c. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
e. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen


masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikanPembahasan selanjutnya, khusus tentang penyelenggaraan
pendidikan yang berada, dibawah tanggung jawab Menteri Pendidikan Nasional
yang acuannya diambil dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang ”Sistem
Pendidikan Nasional”.
3. Jalur Jenjang dan Jenis Pendidikan

Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dilaksanakan melalui


lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk
kelompok belajar (dalam bahasa UUSPN No. 2 Tahun 1989) atau melalui
pendidikan formal, nonformal, dan informal (dalam bahasa UUSPN No. 20 Tahun
2003).
a. Jalur Pendidikan
Penyelenggaraan Sisdiknas berdasarkan UU RI No. 2 Tahun 1989
dibedakan menjadi dua jalur yaitu:
1) Jalur Pendidikan Sekolah
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan disekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara
berjenjang dan berkesinambungan (pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi). Ciri-ciri jalur pendidikan formal yaitu
: Sifatnya formal; Diatur berdasarkan ketentuan pemerintah; dan
Mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional.
(a) Jalur Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Jalur pendidikan luar sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang
bersifat kemasyarakatan yang dilaksanakan diluar sekolah melalui
kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak
berkesinambungan, seperti kepramukaan, berbagai kursus, dan lain-
lain. PLS memberikan kemungkinan perkembangan sosial, kultural
seperti bahasa dan kesenian, keagamaan, dan keterampilan yang dapat
dimanfaatkan oleh anggota asyarakat untuk mengembangkan dirinya
dan membangun masyarakatnya.
Pendidikan Luar Sekolah memiliki sifat tidak formal – dalam arti
tidak ada keseragaman pola yang bersifat nasional – dan modelnya
sangat beragam. Dalam hubungan ini, pendidikan keluarga merupakan
bagian dari jalur PLS yang diselenggarakan dalam keluarga yang fungsi
utamanya menanamkan keyakinan agama, nilai budaya dan moral, serta
keterampilan praktis. (Kadir & dkk, 2012).Sedangkan menurut UUSPN
No. 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 13, jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya. Pendidikan tersebut diselenggarakan
dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Tabel. 1 Perbandingan antara Jalur Pendidikan Sekolah dengan Jalur
Pendidikan Luar Sekolah

Aspek yang Jalur Pendidikan


No
Dibandingkan Sekolah Luar Sekolah
1 Tempat Sekolah Luar Sekolah (dalam
Penyelenggaraan keluarga dan masyarakat)

2 Sifat Formal Informal (dalam keluarga)

Nonformal (dalam
masyarakat)
3 pola Seragam secara Sangat beragam (heterogen)
nasional sesuai tujuan
4 Jenjang pendidikan Berjenjang dan Tidak berjenjang dan tidak
berkesinambungan berkesinambungan

5 Kemampuan yang Menyeluruh Dalam keluarga; dan


Dikembangkan pengetahuan, sikap keterampilan norma serta
(overall) memberikan keterampilan dalam
keyakinan agama, masyarakat tergantung tujuan
nilai budaya dan
pengetahuan, sikap
danketerampilan
6 Penghargaan akhir Penghargaan akhir Nonformalsertifikat

4. Kelembagaan Jenjang dan Program Pendidikan


a. Jenjang Pendidikan

Berdasarkan UUSPN No. 2 Tahun 1989, Jenjang pendidikan adalah


suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman dalam
pengajaran. Sedangkan menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003, jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Dalam Sisdiknas terdapat tiga jenjang pendidikan yaitu:
1) Jenjang Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberi bekal dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Bekal tersebut berupa
pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar. Berdasarkan
UUSPN No. 20 Tahun 2003 Pasal 17, Pendidikan dasar merupakan jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan Dasar
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain sederajat.
Pemerintah berkewajiban memfasilitas menyelenggarakan Pendidikan
dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh
pendidika dasar. Selain itu, setiap warga negara diwajibkan menempuh
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
2) Jenjang Pendidikan Menengah
Berdasarkan UUSPN No. 20 Tahun 2003 Pasal 18, Pendidikan
Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah
terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah
Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
3) Jenjang Pendidikan Tinggi
Berdarkan UUSPN No. 20 Tahun 2003 Pasal 19, Pendidikan tinggi
merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan
dengan sistem terbuka. Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Oleh
karena itu, dalam rangka untuk mencapai tujuan tersebut, lembaga pendidikan
tinggi melaksanakan misi “Tridarma” pendidikan tinggi yang meliputi :
pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat
dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan
nasional. (Kadir & dkk, 2012)
Tabel 2. Hubungan Bentuk dan Fungsi Perguruan Tinggi
No Bentuk PT Fungsi Setiap Bentuk
1 akademi Menyelenggarakan pendidikan terapan dalam
satu cabang atau sebagian cabang IPTEK atau
kesenian tertentu.
2 politeknik Menyelenggarakan pendidikan terapan dalam
sejumlah bidang pengetahuan khusus.
3 Sekolah Tinggi Menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu
tertentu.
4 Institut Terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin
ilmu.
5 Universitas Terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin
ilmu tertentu.

Bagaimana syarat-syarat dan tata cara pendirian perguruan tinggi serta


penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
RI No. 30 Tahun 1990 tentang Perguruan Tinggi. Pendidikan tinggi juga
berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan
nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu, dengan tujuan
kepentingan nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti
perkembangan kebudayaan yang terjadi diluar Indonesia untuk diambil
manfaatnya bagi pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk
dapat mencapai tujuan dan kebebasan akademik, dalam melaksanakan
misisnya di lembaga pendidikan tinggi berlaku kebebasan mimbar akademik
serta otonomi keilmuwan dan otonomi dalam pengelolaan lembaganya
sebagaimana termaktub dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 Pasal 24.
5. Standar Pendidikan Nasional

Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang


berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasionaldan
harus dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan /satuan pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Fungsi dari Standar
Pendidikan Nasional sebagai dasar dalam perencanaan ,pelaksanaan dan
pengawasan pendidikan untuk maksud mengujudkan pendidikan yg bekualitas.
Standar pendidikan nasional bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dan
dalam mewujudkan amanat dari tujuan Indonesia merdeka sebagaimana yang
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa
mengembangkan kemampuan, membentuk karakter dan watak serta peradapan
bangsa yang bermartabat.Pemerintah menetapkan 8 Standar Nasional Pendidikan
Indonesia yang menjadi pedoman bagi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.Standar Nasional Pendidikan di kembangkan dan disempurnakan
secara terencana ,terarah dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan,tuntutan
perubahan regulasi,kehidupan lokal,nasional dan global. Fungsi dan tujuan
Standar Nasional Pendidikan yaitu:
a. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mengujudkan pendidikan yang berkualitas.
b. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang martabat.
c. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana,terarah dan
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,nasional
dan global.Ini penjelasan 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia:
a. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan
kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi
standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah,
standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar
kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
b. Standar Isi
Standarisi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi lulusan ,kompetensi bahan
kajian,kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu ( pasal
5 ayat 1). Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum,
beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan
(Pasal5.ayat2)
Kerangka dasar dan struktur kurikulum ,,kurikulum untuk jenis
pendidikan umum ,kejuruan dan khusus pd jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas :
1) Kelompok pelajaran agama dan akhlak mulia
2) Kelompok mata pelajaran kewargaan negara dan kepribadian
3) Kelompok mata pelajaran ilmu penegtahuan dan teknologi
4) Kelompok mata pelajaran estetika
5) Kelompok mata pelajaran jasmani,olahraga dan kesehatan (Pasal 6 ayat
1)
c. Standar Proses
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran
pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pendidik
dalam proses pembelajaran harus memberikan keteladanan (pasal 19
ayat 1).
2) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (pasal 19
ayat 3).
3) Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar (pasal 20).
4) Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per
kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal
buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah
peserta didik setiap pendidik (pasal 21 ayat 1).
5) Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan
budaya membaca dan menulis (pasal 21 ayat 2).
6) Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan
berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai (pasal 22 ayat 1).
7) Teknik penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa tes
tertulis, observasi, praktek, dan penugasan perorangan atau kelompok
(pasal 22 ayat 2).
8) Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-
kurangnya dilaksanakan satu kali dalam semester (pasal 22 ayat 3).
9) Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan
pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan (pasal 23).
10) Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri (pasal 24).
d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang
dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik,
Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial.
e. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar ini merupakan standar nasional tentang kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan
dari tenaga guru dan tanaga kependidikan lainnya.
1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 28
ayat
2) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (1)
kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi
professional, dan (4) kompetensi sosial (pasal 28 ayat 3).
3) Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: (1)
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (DIV) atau
sarjana (S1), (2) latar belakang pendidikan tinggi dibidang pendidikan
SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi, dan (3) sertifikat profesi
guru untuk SD/MI (pasal 29 ayat 2).
4) Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat memiliki: (1)
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (DIV) atau
sarjana (S1), (2) latar belakang pendidikan tinggi dengan program
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan (3)
sertifikat profesi guru untuk SMP/MTs (pasal 29 ayat 3).
5) Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat
memiliki: (1) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (DIV) atau sarjana (S1), (2) latar belakang pendidikan tinggi
dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan, dan (3) sertifikat profesi guru untuk SMA/MA (pasal 29
ayat 4).
6) Pendidik pada SD/MI sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan
guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-
masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan (pasal 30 ayat 2).
7) Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani,
olah raga, dan kesehatan (pasal 30 ayat 3).
8) Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan
SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata
pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan
pendidikan sesuai dengan keperluan (pasal 30 ayat 4).
9) Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan
minimum:
a) Lulus diploma empat (DIV) atau sarjana (S1) untuk program
diploma.
b) Lulus program magister (S2) untuk program sarjana (S1).
c) Lulus program doctor (S3) untuk program magister (S2) dan
program doctor (S3) (pasal 31 ayat 1).
10) Tenaga kependidikan pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga
administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan
sekolah/madrasah (pasal 35 ayat 1 butir b).
11) Tenaga kependidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat
dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya
terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan
sekolah/madrasah (pasal 35 ayat 1 butir c).
12) Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK /MAK,
meliputi:
1) Berstatus sebagai guru SMP/MTs/SMA/MA/ SMK/MAK.
2) Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran sesuai, ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3) Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
di SMP/MTs/SMA/SMK/MAK.
4) Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan dibidang
pendidikan (pasal 38 ayat 3).
Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B
dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga
kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan
pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium,
teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.

f. Standar Sarana dan Prasarana


Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan . Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Dalam standar ini termasuk pula penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.
1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar
lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan
(pasal 42 ayat 1).
2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan (pasal 42 ayat 2).
3) Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam
(IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan
pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang
berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia (pasal 43 ayat 1).
4) Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan dinyatakan dalam
rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk masing-masing mata
pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk setiap peserta didik
(pasal 43 ayat 4).
5) Lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) untuk bangunan
satuan pendidikan, lahan praktek, lainnya untuk sarana penunjang, dan
lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan
yang secara ekologis nyaman dan sehat (pasal 44 ayat 1).

g. Standar Pengelolaan Pendidikan


Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar
pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah
Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah. Standar ini meliputi
perencanaan pendidikan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan, pengelolaan pendidikan di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, dan pada tingkat nasional. Tujuan dari standar ini
ialah meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Ada beberapa standar pengelolaan dalam pendidikan, sebagai berikut:
1) Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan:
a) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas (pasal 49 ayat 1).
b) Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang kepala satuan sebagai
penanggung jawab pengelolaan pendidikan (pasal 50 ayat 1).
c) Dalam melaksanakan tugasnya kepala satuan pendidikan SMP/MTs/
SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu minimal oleh satu
orang wakil kepala satuan pendidikan (pasal 50 ayat 2).
d) Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk
lain yang sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan
yang masing-masing secara berturut-turut membidangi akademik,
sarana dan prasarana, serta kesiswaan (pasal 50 ayat 3).
e) Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah
dibidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang
dipimpin oleh kepala satuan pendidikan(pasal 51 ayat 1).
f) Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah
dibidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang
dihadiri oleh kepala satuan pendidikan (pasal 51 ayat 2).
g) Setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur
tentang: (a) kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus, (b)
kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori
aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara
semesteran, bulanan, dan mingguan, (c) struktur organisasi satuan
pendidikan, (d) pembagian tugas diantara pendidik, (e) pembagian
tugas diantara tenaga kependidikan, (f) peraturan akademik, (g) tata
tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib pendidik,
tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana, (h) kode etik hubungan antara
sesama warga didalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan
antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat, (i) biaya
operasional satuan pendidikan (pasal 52 ayat 1).
h) Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien,
efektif, dan akuntabel (pasal 54 ayat 1).
i) Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan
kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah (pasal 54
ayat 4).
2) Standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang
pendidikan dengan memprioritaskan program:
(a) Wajib belajar.
(b) Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan
menengah.
(c) Penuntasan pemberantasan buta aksara.
(d) Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat.
(e) Peningkatan status guru sebagai profesi.
(f) Akreditasi pendidikan.
(g) Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat.
(h) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan
(pasal 59 ayat 1).
3) Standar pengelolaan oleh pemerintah
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan
dengan memprioritaskan program:
(a) Wajib belajar.
(b) Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan
menengah dan tinggi.
(c) Penuntasan pemberantasan buta aksara.
(d) Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat.
(e) Peningkatan status guru sebagai profesi.
(f) Peningkatan mutu dosen.
(g) Standarisasi pendidikan.
(h) Akreditasi pendidikan.
(i) Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal,
nasional, dan global.
(j) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidangpendidikan.
(k) Penjaminan mutu pendidikan nasional (pasal 60).

h. Standar Pembiayaan Pendidikan


Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan
biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan
sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja
tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan
tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan
atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
Standar ini merupakan standar nasional yang berkaitan dengan
komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan selama satu tahun.
1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan
biaya personal (pasal 62 ayat 1).
2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap (pasal 62 ayat 2).
3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan (pasal 62 ayat 3).
4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan
yang melekat pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai,
dan (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya (pasal 62 ayat
4).
5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usulan BSNP (pasal 62 ayat 5).

i. Standar Penilaian Pendidikan


Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan, dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian hasil belajar
oleh pendidik, dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud
di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil
dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, dan ulangan kenaikan kelas (pasal 64 ayat 1). Penilaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: menilai pencapaian
kompetensi peserta didik bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar
dan memperbaiki proses pembelajaran (pasal 64 ayat 3).
Penilaian hasil belajar oleh Satuan Pendidikan. Penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi
lulusan untuk semua mata pelajaran dan dilakukan untuk semua mata
pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran
estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan
merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan (pasal 65 ayat 1 dan 2).
Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh
pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional (pasal 66
ayat 1.
6. Dasar, fungsi, tujuan dan prinsip Pendidikan Nasional
a. Dasar Pendidikan Nasional
Dasar di sini adalah sesuatu yang menjadi kekuatan bagi tetap tegaknya
suatu bangunan atau lainnya, seperti pada rumah atau gedung, maka
pondasilah yang menjadi dasarnya.Begitu pula halnya dengan pendidikan,
dasar yang dimaksud adalah dasar pelaksanaannya, yang mempunyai peranan
penting untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di
sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Adapun dasar pendidikan di negara Indonesia secara yuridis formal
telah dirumuskan antara lain sebagai berikut:
1) Undang-Undang tentang Pendidikan dan Pengajaran No. 4 tahun 1950,
Nomor 2 tahun 1945, Bab III Pasal 4 Yang Berbunyi: Pendidikan dan
pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila,
Undang-Undang Dasar RI dan kebudayaan bangsa Indonesia.
2) Ketetapan MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1966 Bab II Pasal 2 yang
berbunyi: Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila.
3) Dalam GBHN tahun 1973, GBHN 1978, GBHN 1983 dan GBHN 1988
Bab IV bagian pendidikan berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan
Pancasila.
4) Tap MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dalam Bab IV bagian
Pendidikan yang berbunyi: Pendidikan Nasional (yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
5) Undang-undang RI No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
6) Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2
tahun 1989 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
b. Tujuan
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, agar berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,
berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
c. Fungsi
Fungsi Sistem Pendidikan Nasional adalah berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional.
d. Prinsip Pendidikan Nasional
Sesuai Undang-Undang 20/2003 tentang Sisdiknas, ada 6 (enam)
prinsip. Ketentuan ini, diatur pada bab II pasal 4yang diuraikan dalam 6 ayat.
Berikut isi undang-Undang 20/2003, pasal 4:
1) Pendidikan diselenggarakan secara demokrtis dan berkeadiln serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak assi manusia, nilai kegamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
system terbukadan multimakna.
3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komonen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan.
7. Peraturan/Perundang-undangan yang mengatur tentang jenis dan
jenjang Pendidikan.
Terdapat Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tepatnya pada BAB VI : JALUR,
JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
a) Bagian Kesatu : Umum
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan
informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan
dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
(1) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 15
(2) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus
Pasal 16
(3) Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat.
b) Bagian Kedua :Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
c) Bagian Ketiga : Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
d) Bagian Keempat : Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi.
(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institut, atau universitas.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan
dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan
tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi
sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang
bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik,
profesi, atau vokasi.
(3) Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh
lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak
memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan
perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan
yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan
pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau
penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang
melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dikenakan sanksi administratif berupa penutupan
penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh
penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau penyelenggara
pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(7) Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program
doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris
causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan
berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau
seni.

Pasal 23
(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar
atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang
bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan
tinggi.
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan
kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri
lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi,
penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat
yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas
publik.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
1) Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan
gelar akademik, profesi, atau vokasi.
2) Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan
jiplakan dicabut gelarnya.
3) Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar
akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

e) Bagian Kelima : Pendidikan Non formal


Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan
sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja,
usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil
program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

f) Bagian Keenam : Pendidikan Informal


Pasal 27
1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan
3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

g) Bagian Ketujuh : Pendidikan Anak Usia Dini


Pasal 28
1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar.
2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk
Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat.
4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk
lain yang sederajat.
5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan.
6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

h) Bagian Kedelapan : Pendidikan Kedinasan


Pasal 29
1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang
diselenggara-kan oleh departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen.
2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan
keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan
calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah non-
departemen.
3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal
dan nonformal.
4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

i) Bagian Kesembilan : Pendidikan Keagamaan


Pasal 30
1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai
ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan
formal, nonformal, dan informal.
4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,
pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

j) Bagian Kesepuluh : Pendidikan Jarak Jauh


Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan
kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan
secara tatap muka atau reguler.
(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus,
dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta
sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar
nasional pendidikan
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Bagian Kesebelas : Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus
Pasal 32
(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil,
dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu
dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan
layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

E. Aktivitas Pembelajaran
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran daring dan luring, maka
mahasiswa dapat mengikuti aktifitas pembelajaran sebagai berikut :
Menu Aktifitas Keterangan
Informasi, Kehadiran dan Tatap Maya
1. Informasi Mahasiswa melihat
Perkuliahan informasi terbaru terkait
perkuliahan melalui menu
Announcement
2. Presensi Mahasiswa melakukan
Online pengisian presensi online
3. Tatap Mahasiswa melakukan
Maya tatap maya (web
conference) sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan
oleh dosen (opsional)
Sumber Belajar
3. Modul Ajar Mahasiswa mempelajari
materi kuliah melalui
Modul Ajar
4. Slide Mahasiswa mempelajari
intisari materi melalui slide
presentasi
5. Video Mahasiswa menyaksikan
Pendukung tayangan video pendukung
dan mencatat poin-poin
utama yang disajikan
Aktifitas Belajar
6. Forum Mahasiswa mengikuti dan
Diskusi berpartisipasi dalam forum
diskusi yang dibuat oleh
dosen Pembina Mata
Kuliah
7. Tugas Mahasiswa menjawab dan
menyelesaikan tugas yang
diberikah oleh Dosen
8. Tes Online Mahasiswa mengikuti Tes
yang dilakukan pada akhir
topik bahasan materi
(Opsional)

F. Rangkuman
Berdasarkan pembahasan tentang pengertian pendidikan nasional, maka
dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Berdasarkan pembahasan
tentang pengertian sistem pendidikan nasional, maka dapat disimpulkan bahwa
sistem pendidikan nasional adalah adalah struktur fungsional pada pendidikan
nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional Indonesia.

G. Latihan/Kasus/Tugas
Silahkan saudara pahami tentang isi Undang-Undang Sistem Pendidikan
nomor 20 Tahun 2003. Berdasarkan Undang-Undang tersebut jelaskan seperi
apakah kriteria seorang pendidikan seharusnya. Kemudian berikan pendapat
saudara tentang masing-masing kriteria tersebut. Silakan Sdr menarasikan
pengalamannya tentang Penyelenggaraan Pendidikan pada jenjang pendidikan
Dasar dan menengah ,bila dihubungkan dengan prinsip penyelenggaraan
pendidikan nasional.

Anda mungkin juga menyukai