Oleh :
UNIVERITAS MULAWARMAN
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi roby, karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan kajian jurnal sederhana
ini tepat pada waktunya.
Banyak pelajaran berharga yang dapat penulis petik dari penulisan ini, karena
penulis telah mendapatkan pengalaman yang sangat berharga selama proses penulisan,
sebagai seorang guru penulis telah mendapat pengetahuan baru, yakni bahwa untuk
melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan wawasan yang mantap
tentang sekolah dasar tidak ubahnya sebagai sebuah institusi atau lembaga. Sebagai
sebuah institusi atau lembaga, sekolah mengemban misi tertentu yaitu melakukan
proses edukasi, proses sosialisasi, dan proses transformasi anak didik, dalam rangka
mengantarkan mereka siap mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya.
Dalam penyusunan kajian jurnal ini, banyak sekali hambatan yang penulis
hadapi, baik dari referensi maupun waktu penulisan yang dirasa kurang namun atas
kerjasama berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Untuk hal tersebut,
perkenankanlah penyusun menghaturkan terima kasih kepada semua pihak atas kerja
sama dan partisipasinya.
Tak lupa pula penulis sampaikan rasa hormat dan bangga memiliki teman-
teman seperjuangan yang telah bahu-membahu, bergotong royong, dan bertukar fikiran
sehingga penyusunan makalah dapat segera terselesaikan.
Penulis menyadari kalau dalam penyusunan kajian jurnal ini masih banyak
kekurangannya, untuk itu saran-saran demi peningkatan kualitas tulis ini selalu penulis
harapkan dan penulis terima sebagai sesuatu yang amat berharga. Akhir kata semoga
tulisan ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis umumnya bagi semua pihak yang
memerlukan. Amin.
Samarinda, 10 Juli 2023
Penulis
ii
KAJIAN JURNAL
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu. Hal tersebut telah tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah memiliki kewajiban dalam
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam mewujudkan
pendidikan yang bermutu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang kemudian dibentuk pula
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) sebagai badan yang menentukan 8 standar dan
kriteria pencapaian penyelenggaraan pendidikan. Adapun standar-standar yang menjadi
dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 adalah 1) Standar
Isi, 2) Standar Proses, 3) Standar Kompetensi Lulusan, 4) Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, 5) Standar Sarana dan Prasarana, 6) Standar Pengelolaan, 7) Standar
Pembiayaan, dan 8) Standar Penilaian Pendidikan.
Kemudian pada tahun 2013 dengan diterapkannya Kurikulum 2013 maka
pemerintah mengeluarkan PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 2A disebutkan bahwa Standar
Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) digunakan sebagai
acuan utama pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan,
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar
Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan.
Perubahan zaman menuntut perubahan dalam semua aspek, termasuk di dalamnya
adalah perubahan perguruan tinggi dalam pengelolaannya. Pengelolaan perguruan tinggi ini
merupakan sebuah upaya perguruan tinggi mengikuti perkembangan zaman. Standarisasi
merupakan acuan dari semua pengelolaan yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Semua
perguruan tinggi harus memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan guna terus
mempertahankan eksistensinya.
Masih rendahnya mutu perguruan tinggi di Indonesia dapat dilihat berdasarkan
hasil akreditasi perguruan tinggi dan program studi. Dari 4.472 perguruan tinggi di
Indonesia, baru 50 perguruan tinggi yang memiliki akreditasi A dan program studi
terakreditasi A baru sebanyak 2.512. Hal ini merupakan bukti bahwa mutu perguruan tinggi
Indonesia harus berbenah diri. Standarisasi yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional
Perguruan tinggi (BAN PT) harus diimplementasikan dalam memperbaiki mutu perguruan
tinggi. Standarisasi perguruan tinggi ini diharapkan dapat meningkatkan mutu perguruan
tinggi. Sehingga pola penjaminan mutu tidak hanya dilakukan oleh eksternal saja, tetapi
juga harus dilakukan secara otonom oleh perguruan tinggi sesuai dengan permenristekdikti
Telaah Jurnal 1
Nomor 62 tahun 2016 tentang system penjaminan mutu Pendidikan tinggi (SPM Dikti).
Sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi ini bertujuan menjamin pemenuhan standar
pendidikan tinggi secara sistemik dan berkelanjutan. Sehingga diharapkan akan tumbuh dan
berkembangnya budaya mutu pada lingkungan perguruan tinggi. Hal ini dilakukan oleh
perguruan tinggi itu sendiri untuk mengendalikan penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai
standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pedomannya.
Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan tinggi formal, sampai saat ini masih
dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan, etika dan nilai kebijakan. Anggapan tersebut
telah melekat pada setiap perguruan tinggi, sehingga mutu lulusannya diharapkan memiliki
kriteria “smart' dan “good', Namun di sisi lain, kondisi perguruan tinggi di Indonesia masih
banyak yang belum melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan standar mutu,
hingga pada akhirnya kredibilitas perguruan tinggi masih belum memuaskan para
stakeholders. Bila penyelenggara pendidikan tinggi di Indonesia tidak segera melakukan
upayaupaya nyata meningkatkan kualitas input, proses, output maupun outcome-nya, maka
eksistensi perguruan tinggi tersebut akan semakin surut.
Fenomena yang terjadi sekarang ini masyarakat Indonesia banyak mencari
pendidikan tinggi yang berkualitas ke luar negeri, misalnya ke negara tetangga Malaysia.
Meyikapi hal tersebut pemerintah Indonesia pada tahun 2003 melalui Direktorat Akademik
mulai menggagas kegiatan Penjaminan Mutu (Quality Assurance) di perguruan tinggi.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2003-1010, dan Peraturan Pemerintah No
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pelaksanaan penjaminan mutu di
perguruan tinggi merupakan kegiatan yang wajib dilakukan. Sistem penjaminan mutu
perguruan tinggi (PT) dilakukan atas dasar Penjaminan Mutu Internal (PMI), Penjaminan
Mutu Eksternal (PME), dan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED)
yang dikaitkan dengan perijinan penyelenggaraan program studi.
Pada tahun 2005 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang menyatakan bahwa SNP bertujuan untuk
menjamin mutu pendidikan nasonal. Dengan demikian implementasi penjaminan mutu
selain wajib memenuhi SNP juga memberikan kebebasan pada setiap perguruan tinggi
untuk mengembangkan penjaminan mutu sesuai sejarah, visi, misi, budaya, ukuran, dan
berbagai kekhasan dari perguruan tinggi tersebut. Dengan pola im plementasi seperti ini,
dalam kurun waktu tujuh tahun tentu telah berlangung beragam implementasi penjaminan
mutu, baik pada aras perguruan tinggi maupun pada aras Nasional.
Telaah Jurnal 2
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (2016)
menjelaskan; “mutu pendidikan tinggi adalah tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan
pendidikan tinggi dengan Standar Pendidikan Tinggi yang terdiri atas Standar Nasional
Pendidikan Tinggi dan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi”.
Melalui SPMI, standar sarana dan prasarana pendidikan akan terus dipantau dan
dievaluasi agar selalu memadai, bermutu baik, mudah diakses dan digunakan setiap saat
serta selalu mengalami perkembangan untuk memenuhi kebutuhan sivitas akademika.
Standar Pengelolaan Pembelajaran meliputi proses perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan kegiatan belajar mengajar dalam
Program Studi yang harus dipantau dan dievaluasi secara periodik melalui SPMI untuk
meningkatkan mutu proses pembelajaran serta menciptakan suasana akademik dan budaya
mutu yang baik. Untuk mendukung kegiatan pembelajaran Perguruan Tinggi, maka
komponen standar pembiayaan pembelajaran harus memiliki perencanaan yang baik
meliputi biaya investasi pendidikan tinggi serta biaya operasional pendidikan tinggi. SPMI
harus menjamin bahwa tujuan utama Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)
adalah untuk mengembangkan Perguruan Tinggi melalui implementasi Tri Dharma
Perguruan Tinggi, serta RAPB tersebut telah sesuai dengan PERMENDIKBUD No 49
Tahun 2014.
Penjaminan mutu internal adalah penjaminan mutu yang dilakukan oleh institusi
perguruan tinggi dengan cara yang ditetapkan perguruan tinggi pelaksana. Parameter dan
metoda mengukur hasil ditetapkan oleh perguruan tinggi sesuai visi dan misinya. Tujuan
penjaminan mutu internal adalah untuk memperbaiki kinerja dan memberi penjaminan
mutu internal, khususnya kepada para stakeholder internal perguruan tinggi, seperti para
pimpinan, dosen, peneliti, karyawan dan mahasiswa. Penjaminan mutu internal (internal
quality assurance) bentukannya berupa evaluasi diri yang dilakukan oleh program studi
atau institusi perguruan tinggi. Ada berbagai bentuk pengembangan sistem penjaminan
mutu internal pada berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Perguruan tinggi dinyatakan bermutu, apabila perguruan tinggi mampu memenuhi
Standar Nasional Pendidikan (SNP) (aspek imperatif), perguruan tinggi mampu
menetapkan dan mewujudkan, visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif),
perguruan tinggi mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif). Agar
penjaminan mutu internal pendidikan tinggi dapat dilaksanakan, maka beberapa prasyarat
yang harus dipenuhi agar dapat mencapai tujuannya, yaitu komitmen, perubahan
paradigma, dan sikap mental para pelaku proses pendidikan tinggi, serta pengorganisasian
penjaminan mutu di perguruan tinggi
Telaah Jurnal 3
Setiap tahun banyak siswa memulai sebuah petualangan belajar di luar negeri
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi . Jumlah siswa internasional juga telah
meningkat tajam dalam dekade terakhir. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang telah
dilakukan Byram dan Feng, 2006 serta Savicky, 2008 dalam Wang (2010: 14) menyatakan
bahwa belajar diluar negeri adalah fenomena yang berkembang pesat dan telah menjadi
salah satu hal utama dalam pendidikan tinggi dunia.
Ada banyak alasan mengapa siswa memilih untuk belajar di luar negeri. Sebuah
studi mahasiswa Norwegia (Wiers Jensen, 2013) menemukan bahwa dua alasan yang
paling menonjol bagi mahasiswa untuk memilih belajar di luar negeri adalah bahwa
mereka pikir akan menarik untuk belajar di lingkungan yang asing, dan karena memiliki
jiwa petualangan. Langley dan Breese (2005) menemukan bahwa cerita yang positif dari
mahasiswa lain mempunyai pengaruh besar dalam pemilihan untuk belajar di luar negeri.
Menurut model “Push-pull” (Davis, 1994) menyatakan bahwa mobilitas siswa
berasal dari faktor negara, baik dari negara yang mengirimkan siswa keluar (faktor
pendorong) dan faktor dari negara penerima siswa (faktor penarik). Faktor pendorong
dapat menciptakan minat belajar bagi siswa yang ingin belajar ke luar negeri. Faktor
pendorong bisa politik, budaya atau keuangan. Faktor penarik adalah faktor yang membuat
negara tertentu yang menarik sebagai negara tuan rumah untuk siswa internasional. Jadi
secara garis besar faktor yang menyebabkan siswa belajar di luar negera adalah berupa
faktor politik, budaya atau keuangan.
Pada tahun 2020, lebih dari 4,5 juta siswa terdaftar pada perguruan tinggi di luar
negeri. Australia, Austria, Luksemburg, Selandia Baru, Swiss dan Inggris memiliki
proporsi siswa internasional tertinggi dari total yang mendaftar perguruan tinggi. Siswa
dari Asia merupakan 53% dari mahasiswa asing yang terdaftar di seluruh dunia. Jumlah
terbesar mahasiswa asing dari benua ini berasal dari Cina, India dan Korea. Bila dilihat
dari data OECD .
Dalam sebuah tinjauan studi pada penelitian di luar negeri, Collentine (2009)
mencatat asumsi umum yang mendasari dalam kebanyakan studi, yaitu bahwa pelajar
memperoleh manfaat dari studi di luar negeri karena memiliki berbagai peluang untuk
memahami dan mamakai bahasa asing dalam konteks komunikasi. Sementara itu,
Tseng&Newton (2002) menyatakan secara khusus, masalah penyesuaian utama yang
dihadapi oleh siswa internasional mencakup empat kategori utama yaitu: (1) penyesuaian
kehidupan secara umum, seperti menyesuaikan dengan makanan, hidup/lingkungan
perumahan dan transportasi, adaptasi terhadap iklim baru (cuaca), berhubungan dengan
masalah keuangan dan kekhawatiran kesehatan, (2) penyesuaian akademik, seperti
kurangnya kemahiran dalam bahasa Inggris, kurangnya pemahaman tentang sistem
pendidikan, dan kurangnya keterampilan belajar yang efektif untuk mendapatkan
Telaah Jurnal 4
keberhasilan akademik, (3) penyesuaian sosial budaya, misalnya, mengalami culture
shock, kelelahan budaya, atau diskriminasi rasial, mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan sosial/budaya adat istiadat, norma-norma dan peraturan baru,
perbedaan dalam kontak antar budaya/kegiatan sosial, dan menghadapi nilai-nilai, cara
pandang, gaya hidup yang berbeda dengan negara asal, dan (4) penyesuaian psikologis
pribadi, seperti mengalami kerinduan, kesepian, depresi, frustrasi, atau perasaan
keterasingan, isolasi, kehilangan status atau identitas, dan perasaan tidak berharga.
Dari beberapa kutipan dan uraian diatas maka bisa diambil sebuah kesimpulan
bahwa :
1. Tidak bisa disangkal bahwa Hal ini pasti akan memancing timbulnya berbagai
inovasi baik dari aspek teknologi atau aspek lainnya. Dengan munculnya
inovasi-inovasi baru ini, tentunya akan muncul jenis-jenis pekerjaan baru yang
belum pernah ada sebelumnya. Bila kamu kuliah di luar negeri, kamu bisa lebih
mendekatkan diri dengan pusat-pusat inovasi dunia dan mempelajari semua
keterampilan yang akan dibutuhkan untuk menjalani beragam jenis pekerjaan
baru ini di masa mendatang.
2. Saat merencanakan studi, tujuan utamamu pasti untuk mendapatkan kualitas
dan fasilitas pendidikan terbaik. Seringkali pilihan jurusan dan universitas
terbaik yang sesuai dengan kriteria ini akan ada di luar negeri. Contohnya,
Inggris, AS dan Australia memiliki sistem pendidikan tinggi yang dikagumi
dunia dan sebagian besar universitas-universitas internasional berperingkat
tinggi ada di 3 negara ini. Negara-negara tersebut juga memiliki berbagai
universitas yang berpengalaman dalam masalah perkuliahan online, jadi kamu
tak perlu khawatir jika belum bisa bepergian ke luar negeri untuk mengikuti
perkuliahan di kampus.
3. Tiap budaya memiliki caranya tersendiri untuk berinteraksi dengan dunia luas.
Jadi belajar di luar negeri bisa memberikanmu kesempatan unik untuk
mempelajari berbagai hal melalui perspektif budaya negara tujuanmu. Kamu
juga bisa berinteraksi dengan mahasiswa internasional dari negara-negara lain
yang pasti memiliki sudut pandang baru yang belum pernah kamu dengar
sebelumnya. Semua perspektif baru ini bisa membantumu melakukan evaluasi
mandiri mengenai pola pikirmu selama ini dan mengasahnya menjadi lebih
baik.
4. Dengan kuliah di luar negeri, kamu secara otomatis menjadi bagian dari
komunitas mahasiswa internasional di universitas pilihanmu. Kamu tak perlu
khawatir tidak akan memiliki teman, karena ada banyak acara-acara sosial yang
bertujuan membantu mahasiswa internasional menjalin pertemanan dan jejaring
baru.Walaupun kebanyakan mahasiswa internasional akan kembali ke negara
asalnya setelah lulus, mereka biasanya tetap berhubungan dengan teman-teman
Telaah Jurnal 5
kuliah untuk seterusnya. Ini berarti kamu bisa mendapatkan berbagai berita
terbaru dan peluang karir internasional dari teman-teman kuliahmu di luar
negeri.
5. Penguasaan bahasa asing adalah salah satu keterampilan yang banyak dicari
pemberi kerja. Dengan kuliah di luar negeri, kamu berkesempatan
mengembangkan pemahamanmu mengenai bahasa negara tujuanmu.Kamu
mungkin sudah pernah mengambil kursus bahasa asing di Indonesia, tapi kuliah
di negara asal bahasa tersebut akan membantumu mendalami bahasa itu dengan
lebih menyeluruh. Beragam universitas internasional bahkan memiliki program
bahasa khusus untuk membantu mahasiswa internasional menguasai bahasa
setempat sebelum mereka memulai perkuliahan.
Telaah Jurnal 6
JIMEA | Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)
Opan Arifudin
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 161
Arifudin | MANAJEMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU
of the internal quality assurance system penjaminan mutu Pendidikan tinggi (SPM
(SPMI) in improving the quality of higher Dikti).
education. Sistem penjaminan mutu
Keywords : Internal quality assurance system pendidikan tinggi ini bertujuan menjamin
(SPMI)
pemenuhan standar pendidikan tinggi
secara sistemik dan berkelanjutan.
A. PENDAHULUAN Sehingga diharapkan akan tumbuh dan
Perubahan zaman menuntut berkembangnya budaya mutu pada
perubahan dalam semua aspek, termasuk lingkungan perguruan tinggi. Hal ini
di dalamnya adalah perubahan perguruan dilakukan oleh perguruan tinggi itu sendiri
tinggi dalam pengelolaannya. Pengelolaan untuk mengendalikan penyelenggaraan
perguruan tinggi ini merupakan sebuah pendidikan tinggi sesuai standar yang
upaya perguruan tinggi mengikuti telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai
perkembangan zaman. Standarisasi pedomannya.
merupakan acuan dari semua pengelolaan Penjaminan mutu pendidikan tinggi
yang dilakukan oleh perguruan tinggi. ini merupakan upaya yang dilakukan oleh
Semua perguruan tinggi harus memenuhi perguruan tinggi sebagai pelaksana untuk
standarisasi yang telah ditetapkan guna menghasikan generasi-generasi yang
terus mempertahankan eksistensinya. berkompeten sebagai lulusan. Perguruan
Masih rendahnya mutu perguruan tinggi kita sudah tertinggal dari Negara-
tinggi di Indonesia dapat dilihat negara lain di kawasan Asia Tenggara
berdasarkan hasil akreditasi perguruan saja. Sehingga ini merupakan hal yang
tinggi dan program studi. Dari 4.472 sangat ironis bagi sebuah bangsa yang
perguruan tinggi di Indonesia, baru 50 besar namun sumber daya manusianya
perguruan tinggi yang memiliki akreditasi masih belum berkompeten.
A dan program studi terakreditasi A baru Berdasarkan undang-undang nomor
sebanyak 2.512. Hal ini merupakan bukti 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi
bahwa mutu perguruan tinggi Indonesia dan permenristekdikti nomor 62 tahun
harus berbenah diri. Standarisasi yang 2016 tentang system penjaminan mutu
ditetapkan oleh Badan Akreditasi pendidikan tinggi yang merupakan aspek
Nasional Perguruan tinggi (BAN PT) penentu peningkatan daya saing
harus diimplementasikan dalam perguruan tinggi. Sehingga hal ini menjadi
memperbaiki mutu perguruan tinggi. pedoman bagi terselenggaranya
Standarisasi perguruan tinggi ini pengelolaan pendidikan tinggi yang dapat
diharapkan dapat meningkatkan mutu melahirkan mutu perguruan tinggi sebagai
perguruan tinggi. Sehingga pola hasilnya. Namun system penjaminan mutu
penjaminan mutu tidak hanya dilakukan internal ini tidak semua perguruan tinggi
oleh eksternal saja, tetapi juga harus implementasikan karena berbagai
dilakukan secara otonom oleh perguruan hambatan yang dimiliki oleh setiap
tinggi sesuai dengan permenristekdikti perguruan tinggi termasuk didalamnya
Nomor 62 tahun 2016 tentang system adalah sumber daya manusia (SDM) yang
kompeten dan sarana prasarana yang
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 161
Arifudin | MANAJEMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 162
Arifudin | MANAJEMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 163
Arifudin | MANAJEMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 164
Arifudin | MANAJEMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 165
Arifudin | MANAJEMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 166
Arifudin | MANAJEMEN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU
E. DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Dikti Depdiknas. (2003). Pedoman
penjaminan mutu (quality
assurance) pendidikan tinggi.
Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
Ditjen Dikti Kemendiknas. (2010). Sistem
penjaminan mutu perguruan tinggi
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi)| Volume 3 No. 1 Januari – April 2019 Page 167
Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
Muhammad Fadhli
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, IAIN Lhokseumawe, Aceh, Indonesia
Email: fadhlikhan88@gmail.com
Abstract:
This study aims to portray internal and external quality assurance at higher education
institutions, and the purpose of implementing quality assurance at educational
institutions. In obtaining the data, this study used a library based qualitative approach
by collecting data from books, journals, and articles. Based on the content analysis of
the data, this study found that internal quality assurance includes: 1) policies and
procedures for quality assurance; 2) approval, monitoring and periodic review of
programs and awards; 3) student assessment; 4) quality assurance of teaching staff /
lecturers; 5) resources student learning and support; 6) information systems; 7) public
information. The external quality assurance includes: 1) use of procedures; 2) process
development; 3) criteria for decisions; 4) processes in accordance with objectives; 5)
reporting; 6) follow-up procedures; 7) periodic implementation reviews; and 8)
system-wide analysis. The five objectives for quality assurance in educational
institutions are improvement, innovation, communication, motivation, and control.
Keywords: internal quality assurance, external quality assurance, higher education institutions
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara utuh dua hal utama dalam
sistem penjaminan mutu pada lembaga pendidikan tingggi, yaitu; penjaminan mutu
internal dan penjaminan mutu eksternal serta tujuan implementasi penjaminan mutu
pada lembaga pendidikan. Dalam mendapatkan data penelitian ini digunakan
pendekatan kualitatif jenis library research, dengan cara mengumpulkan data-data
dari buku, jurnal dan artikel. Analisis datanya dilakukan dengan menggunakan
content analysis. Hasil penelitian ditemukan bahwa: Pertama, penjaminan mutu
internal meliputi: 1) kebijakan dan prosedur untuk penjaminan mutu; 2) persetujuan,
pemantauan dan tinjauan berkala program dan penghargaan; 3) penilaian mahasiswa,
4) jaminan kualitas staf pengajar/dosen; 5) sumber belajar dan dukungan siswa; 6)
sistem informasi; 7 ) informasi publik. Kedua, penjaminan mutu eksternal yaitu: 1)
penggunaan prosedur; 2) pengembangan proses; 3) kriteria untuk keputusan; 4)
proses sesuai dengan tujuan; 5) pelaporan; 6) prosedur tindak lanjut; 7) tinjauan
pelaksanaan secara berkala; dan 8) analisis seluruh sistem. Ketiga, lima tujuan untuk
penjaminan mutu pada lembaga pendidikan peningkatan, inovasi, komunikasi,
motivasi dan pengawasan atau control.
Kata Kunci: penjaminan mutu internal, penjaminan mutu eksternal, lembaga pendidikan tinggi
172 Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
Tabel 1 : Data Perguruan Tinggi, Dosen, dan Mahasiswa
NO PT Jumlah Dosen Jumlah Mahasiswa Jumlah
1 Akademi 1.053 S1 30.612 Perempuan 3.180.028
2 Politeknik 289 S2 206.300 Laki-Laki 2.724.829
3 Sekolah Tinggi 2.553 S3 42.568
4 Institut 224
5 Universitas 599
6 Akad. Komunitas 21
JUMLAH 4.739 279.480 5.904.857
Sumber : https://forlap.ristekdikti.go.id/
Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183 173
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
Sistem penjaminan mutu yang efektif di lembaga pendidikan akan
memberikan dampak positif baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sistem penjaminan mutu yang umumnya dilaksanakan melalui proses audit
yang ketat memiliki dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak
langsungnya antara lain transparansi, pembelajaran efektif, peningkatan status,
dan integrasi sosial lembaga, sementara dampak tidak langsung hanya muncul
yaitu, motivasi, hubungan baik di kalangan organisasi dan lainnya. Selanjutnya
Haapakorpi menyatakan struktur dan manajemen organisasi, budaya dan
disiplin individu memberikan pengaruh terhadap hasil penjaminan mutu
(Haapakorpi, 2011).
Penjaminan mutu yang efektif merupakan tujuan dari semua lembaga
pendidikan berkualitas. Penjaminan mutu internal berfungsi dalam menunjang
target-target akademik, seperti kesesuaian klasifikasi gelar akademik dan
validitas informasi tentang mutu akademik. Sementara itu, penjaminan mutu
eksternal dirancang untuk memastikan lembaga telah menerapkan proses
penjaminan mutu internal yang efektif. Penjaminan mutu eksternal juga
berfungsi membantu mengarahkan persepsi publik dan akademik tentang
mutu suatu lembaga pendidikan (Dill, 2010).
Dalam dunia pendidikan, pembuat kebijakan sebagai penyokong dana,
memiliki tanggung jawab untuk berinvestasi dan memastikan investasi yang
mereka lakukan dengan benar. Oleh karena itu, lembaga penjaminan mutu
perlu dibuat oleh pemerintah. Hal ini juga merupakan wujud tanggungjawab
pemerintah kepada masyarakat sebagai upaya peningkatan kualitas
pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa. Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu
pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan . Indonesia mengenal dua
sistem dalam proses penjaminan mutunya, yaitu penjaminan mutu internal dan
eksternal. Riset ini bertujuan memberikan gambaran sebagai panduan
kebijakan dalam penjaminan mutu (internal dan ekternal) guna pencapaian
mutu lembaga pendidikan tinggi yang baik.
METODE PENELITIAN
Metode dan jenis pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi
pustaka (library reseach) dengan mengumpulkan buku-buku, jurnal, dan hasil
penelitian terdahulu yang mendukung tema penelitian, di antaranya literatur
tentang manajemen mutu, penjaminan mutu internal dan penjaminan mutu
eksternal. Proses penelitian ini dimulai dengan tahapan sebagai berikut:
mengidentifikasi dan menemukan informasi yang relevan dengan tema
penjaminan mutu, kemudian menganalisis hasil temuan, dan kemudian
mengembangkan dan mengekspresikannya menjadi temuan baru terkait
dengan penjaminan mutu pada lembaga pendidikan tinggi (Masrukhin, 2015).
174 Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
penjaminan mutu secara eksternal. Oleh karena itu penjaminan mutu internal
harus mampu membuat program-program yang sesuai dengan tujuan
pencapaian mutu yang baik.
Kementerian Riset, Tekonologi, dan Pendidikan Tinggi menjelaskan
bahwa Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kegiatan sistemik
penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara
otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan
tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
Hasil penelitian baru-baru ini memperlihatkan bahwa ada tren yang
kuat disebabkan oleh diberlakukannya sistem penjaminan mutu di pendidikan
tinggi di Eropa terhadap penguatan mutu pendidikan. "Audit mutu" atau
"audit kelembagaan" adalah sistem dan kebijakan yang paling banyak
digunakan sebagai instrumen penjaminan mutu. Kajian ini juga menemukan
bahwa refleksi terhadap peningkatan kualitas yang dihasilkan dari dalam
lembaga (internal) adalah hal yang paling penting dicapai daripada dorongan
lembaga eksternal (Corengia, et al., 2014).
Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Eropa membuat
standar dan pedoman dalam upaya penjaminan mutu internal. Lembaga
pendidikan akan dikatakan memilki mutu jika telah bahkan melampaui standar
dan pedoman tersebut. Standar dan pedoman ini merupakan satu kesatuan
yang harus mampu dipenuhi oleh setiap lembaga pendidikan tinggi Eropa.
Untuk lebih jelaskan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kebijakan dan prosedur untuk penjaminan mutu. Langkah awal sebuah
lembaga pendidikan dalam upaya penjaminan mutu adalah membuat
kebijakan dan prosedur langkah-langkah penjaminan mutu yang bertujuan
untuk menigkatkan mutu. Kebijakan harus mampu menciptakan budaya
mutu dan kebijakan harus bersifat berkelanjutan/ terus menerus. Dalam hal
ini penting bagi lembaga melibatkan seluruh stakeholdernya.
2. Persetujuan, pemantauan dan tinjauan berkala atas program dan
penghargaan. Hal ini bertujuan agar lembaga memiliki mekanisme secara
formal (SOP) adalah upaya pembuatan program-program di lembaganya
serta cara memberikan reward atas keberhasilan program-program tersebut.
3. Penilaian mahasiswa. Proses evaluasi peserta didik harus dilakukan dengan
transparan, artinya peserta didik harus diberitahu sebelumnya tentang
kriteria, peraturan, dan prosedur yang akan menjadi bahan penilaian.
4. penjaminan mutu tenaga pendidik. Tenaga pendidikan merupakan faktor
utama dalam lembaga pendidikan, oleh karena itu lembaga pendidikan
harus mampu menerapkan manajemen SDM yang berkelanjutan untuk
upaya pengembangan-pengembagan tenaga pendidik. Memberikan
motivasi dengan berbagai cara seperti kompensasi yang memadai,
pembinanaan dan lain sebagainya.
5. Sumber belajar dan dukungan siswa. Sumber belajar harus benar-benar
dipastikan ketersediannya sebagai komitmen lembaga untuk
pengembangan dan peningkatan kompetensi lulusan. Setiap program-
program yang ditawarkan harus terlebih dahulu dipersiapkan ketersediaan
sumber belajarnya.
Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183 175
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
6. Sistem informasi. Penting bagi lembaga pendidikan untuk membuat sistem
informasi sebagai alat untuk mengumpulkan, menganalisis, dan kemudian
menggunakan informasi untuk pengelolaan program studi dan kegiatan
lainnya yang efektif.
7. Informasi publik. Memberikan informasi yang sesuai dan relevan kepada
publik tentang program yang dimilki dan ditawarkan merupakan
tanggungjawab dan kewajiban lembaga pendidikan (ENQA, 2009).
Kemudian setelah standar dan pedoman ditetapkan, perlu dibuat
mekanisme penjaminan mutu internal. Al-Alawi et al., (2009) menemukan
mekanisme penjaminan mutu internal, yaitu: 1) membentuk komite
penjaminan mutu, seperti Lembaga Penjaminan Mutu; 2) mengundang
konsultan penjaminan mutu; 3) menilai umpan balik; 4) mengembangkan
software untuk pengarsipan dokumen jaminan mutu; 5) menetapkan sistem
pengarsipan untuk dokumentasi penjaminan mutu; 6) mempersiapkan templet
untuk spesifikasi program, spesifikasi mata kuliah, dan ujian akhir.
Direktorat Penjaminan Mutu Kemenristekdikti telah membuat pedoman
penjaminan mutu internal di lembaga pendidikan tinggi. Beberapa prinsip
yang harus dilakukan dalam upaya penjaminan mutu internal sebagai berikut;
pertama, Otonom. SPMI dikembangkan dan diimplementasikan secara otonom
atau mandiri oleh setiap perguruan tinggi, baik pada aras Unit Pengelola
Program Studi (Jurusan, Departemen, Sekolah, atau bentuk lain) maupun pada
aras perguruan tinggi. Kedua, terstandar. SPMI menggunakan Standar Dikti
yang terdiri atas SN Dikti yang ditetapkan oleh Menteri dan Standar Dikti yang
ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi. Ketiga, Akurasi. SPMI menggunakan
data dan informasi yang akurat pada PD Dikti. Keempat, terencana dan
Berkelanjutan. SPMI diimplementasikan dengan menggunakan 5 (lima)
langkah penjaminan mutu, yaitu PPEPP Standar Dikti yang membentuk suatu
siklus. Kelima, terdokumentasi. Setiap langkah PPEPP dalam SPMI harus
ditulis dalam suatu dokumen, dan didokumentasikan secara sistematis.
Pada prinsipnya penjaminan mutu harus dilakukan dengan sungguh-
sungguh. Dukungan dari berbagai pihak merupakan hal yang akan sangat
membantu lembaga pendidikan dalam pelaksanaannya. Penjaminan mutu
internal harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan untuk mencapai
budaya mutu pada lembaga pendidikan.
176 Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
Cheung & Tsui (2010) mendefenisikan penjaminan mutu eksternal
sebagai a process of sharing experience and benchmarking against best practices
Penjaminan mutu eksternal merupakan sebuah rangkaian proses berbagi
pengalaman dan benchmark terhadap praktik pendidikan yang terbaik.
Tujuannya adalah untuk membantu, membuat rekomendasi, dan memberikan
saran untuk mendapatkan keunggulan, relevansi, dan keragaman.
Selain penjaminan mutu internal, pendidikan tinggi Eropa juga
membuat 8 (delapan) standar dalam penjaminan kualitas eksternal. Kedelapan
standar ini harus dipenuhi oleh pendidikan tinggi secara keseluruhan dan
terintegarasi pada tiap standarnya. Untuk lebih jelas tentang masing-masing
standar dapat diuraikan sebagai berikut;
Pertama, penggunaan prosedur penjaminan kualitas internal.
Penjaminan mutu eksternal juga melihat dan mempertimbangkan proses
penjaminan mutu yang dilaksanakan oleh internal lembaga. Untuk itu perlu
sinergisitas antara penjaminan mutu internal dengan eksternal. Kedua,
pengembangan proses penjaminan mutu eksternal. Proses penjamninan mutu
eksternal harus mengembangkan prosedur yang akan dilaksanakan kemudian
mempublikasikannya/ memberikan informasi kepada lembaga pendidikan.
Proses pengembangan prosesdur (termasuk instrumen) baiknya melibatkan
lembaga pendidikan. Ketiga, kriteria untuk keputusan. Maksudnya kriteria-
kriteria yang akan menjadi bahan keputusan hasil akreditasi eksternal nantinya
harus diberikan informasinya kepada lembaga pendidikan. Kriteria ini juga
harus diimplemetasikan secara konsisten. Keempat, Proses sesuai dengan
tujuan. Penjaminan mutu eksternal juga harus sesuai dengan tujuan. Setiap
proses didesain untuk mencapai tujuan yaitu peningkatan mutu pendidikan.
Kelima, pelaporan. Pemberian laporan harus bersifat sesederhana mungkin
agar mudah difahami. Seluruh hasil penjaminan mutu eksternal baik itu
rekomendasi, pujian dan lain sebagainya harus ditampilkan untuk bahan
evaluasi. Keenam, prosedur tindak lanjut. Penjaminan mutu yang bersifat
rekomendasi untuk tindakan perbaikan, harus memiliki prosedur tindak lanjut
yang telah ditentukan yang dilaksanakan secara konsisten. Ketujuh, tinjauan
berkala. Proses penjaminan mutu eksternal baik untuk institusi maupun
program studi harus dilaksanakan secara berkala, Kedelapan, analisis seluruh
sistem: Lembaga penjaminan mutu eksternal harus menghasilkan ringkasan
laporan yang menggambarkan dan menganalisis temuan umum dari analisis
data, evaluasi, penilaian, dan lainnya(ENQA, 2009).
Demi kelancaran prosedur, akuntabilitas dan integritas lembaga
penjamin mutu eksternal, maka orang-orang yang akan melakukan prosesnya
(asesor) harus memiliki kompetensi. Cheung (2015) menjabarkan kompetensi
penting yang harus dimiliki praktisi penjaminan mutu eksternal. Kompetensi
tersebut antara lain: memiliki profesional, mampu memeriksa dengan
sistematis, mampu menganalisis situasi, kemapuan manajemen, reflektif, dan
memiliki kompetensi interpersonal.
Sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi di Indonesia sudah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Dalam undangundang ini terdapat aturan tentang penjaminan mutu, standar
Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183 177
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
pendidikan tinggi, dan akreditasi. Sistem penjaminan mutu eksternal
direncanakan, dievaluasi, dilaksanakan, dikendalikan, dan dikembangkan oleh
BANPT dan/atau LAM melalui akreditasi sesuai dengan kewenangan masing-
masing. Pelaksanaannya mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SN Dikti).
178 Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
5. Kualitas sebagai transformasi. Lembaga pendidikan harus terus berubah/
transformasi guna menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta
perkembangan teknologi dan informasi. Mendapatkan pelayanan sesuai
dengan perkembangan merupakan hak peserta ddik guna persiapan untuk
menghadapi perkembangan zaman di masa depan.
Dalam upaya penjaminan mutu, terdapat empat prinsip untuk sistem
penjaminan mutu: 1) adanya lembaga koordinasi untuk membuat skema
penjaminan mutu (LPM); 2) penyerahan laporan evaluasi diri/ oleh unit yang
akan dievaluasi; 3) asesmen lapangan oleh lembaga akreditasi dan 4) laporan
kepada publik tentang hasil evaluasi. Ini adalah model yang cukup umum yang
dapat ditemukan dalam berbagai variasi di seluruh dunia (Bernhard, 2012).
Untuk mendapatkan mutu pendidikan tinggi, lembaga pendidikan perlu
melakukan prosedur yang sesuai dengan mekanisme.
Xiao & Zhang, (2017) menguraikan mekanisme sistem penjaminan mutu
yang dilakukan oleh pendidikan tinggi di Cina. Pertama, pendidikan tinggi
memberikan kesempatan bagi calon mahasiswa yang memiliki bakat instimewa
(berprestasi), memberi penekanan besar pada pendaftaran kandidat yang
berbakat, memberikan kriteria tinggi untuk input calon mahassiswa baru, dan
mewajibkan pendaftar menjalani ujian tambahan.
Kedua, mendapat dukungan penuh dari pemerintah baik pusat maupun
daerah baik secara finansial maupun politik melalui kebijakan-kebijakan yang
mendukung pendidikan tinggi, memberikan dan pendidikan yang cukup
untuk menjadikan pendidikan tinggi berkelas dunia, memberikan fasilitas
seperti pengadaan laboratorium canggih serta memberikan kompensasi yang
bagi civitas akademika.
Ketiga, memberikan kebebasan dalam desain dan pengembangan
kurikulum, metode pembelajaran dan evaluasi/ ujian, yang disesuaikan
dengan kebutuhan mahasiswa. Menyediakan tempat magang yang baik dan
memberikan kesempatan kepada mahasiswa siswa untuk berpartisipasi terlibat
proses pendidikan, seperti evaluasi mutu pengajaran, pembelian buku
profesional, dan evaluasi fasilitas pengajaran. Bagian penting lainnya, selain
melakukan penjaminan mutu internal pendidikan tinggi juga perlu melakukan
penjaminan mutu secara eksternal melalui lembaga-lembaga lainnya yang
berwenang. Mekanisme penjaminan mutu memiliki tujuan yang tentunya
memberikan efek positif terhadap mutu lembaga pendidikan itu sendiri. Untuk
itu diperlukan tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya.
Hasil penelitian juga menunjukkan beberapa mekanisme penjaminan
pada layanan akademik dan layanan administrasi. Mekanisme penjaminan
mutu untuk sektor akademik berkaitan dengan mata kuliah, mahasiswa, dan
staf akademik. Berikut ini mekanisme yang harus dijalankan oleh lembaga
pendidikan dalam prose penjaminan mutu, antara lain: evaluasi kurikulum dan
tenaga pendidik, manajemen mutu terpadu, program pelatihan dan praktek
akademik (PPL), membuat pusat e-learning, memberikan perhatian khusus
pada peserta didik yang memiliki kesulitan (Alawi et al., 2009).
Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183 179
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
Penjaminan mutu yang baik harus dilakukan secara sistematis.
Maksudnya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah disepakati dan
efektif. Oleh karena itu, diperlukan tahapan/ fase-fase yang baik. Jeliazkova
dan Westerheijden mengembangkan sebuah model tahapan dalam penjaminan
mutu (dapat dilihat pada Tabel 3). Model ini menunjukkan empat fase dalam
mengembangkan sistem penjaminan mutu yang disesuaikan dengan
permasalahan yang biasa dialami oleh pendidikan tinggi (Bernhard, 2012).
Masing-masing fase ini memiliki fungsi berbeda untuk penjaminan
mutu, misalnya dalam proses akreditasi mampu memastikan tingkat standar
mutu, tetapi jauh lebih cocok untuk merangsang peningkatan berkelanjutan di
atas standar yang telah ditetapkan saat melihat fase 1 dari model ini. Tantangan
baru untuk pendidikan tinggi adalah untuk mencari tahu langkah-langkah dan
prosedur yang sesuai untuk memberikan transparansi kepada pemangku
kepentingan masing-masing, seperti mahasiswa, masyarakat dan pemerintah.
Karena itu, semua sistem pendidikan tinggi memerlukan sistem evaluasi
eksternal yang tepat.
180 Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
Tantangan baru: Peraturan pasar, Indikator kinerja Publikasi indikator
Menurunnya yaitu tentang produk kinerja yang
transparansi di menginformasikan (pengetahuan dan komparatif.
seluruh sistem kepada klien keterampilan Tes standar
pendidikan tinggi. (pelajar, lulusan). lulusan?
pemerintah).
Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183 181
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
Implementasi tahapan sistem penjaminan mutu akan tercapai bila
dukungan oleh top manajemen yang dilembaga pendidikan tinggi dan
melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan lainnya. Kedua hal ini akan
menjadikan ketercapaian efektivitas penjaminan mutu dapat diwujudkan
(Seyfried & Pohlenz, 2018). Selanjutnya untuk mempertahankan penjaminan
mutu diperlukan konsep yang benar-benar dapat diterima oleh semua
kalangan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya mutu menjadi
solusi penting dalam peningkatan mutu lembaga pendidikan tinggi
(Hildesheim & Sonntag, 2020; Yingqiang & Yongjian, 2016). Budaya mutu
menekankan pentingnya peningkatan kualitas yang berkelanjutan, adanya
sikap bersama, dan komitmen terhadap mutu (Dzimińska et al., 2018).
KESIMPULAN
Pendidikan tinggi akan memberikan dampak positif terhadap
perkembangan suatu bangsa. Perkembangan informasi dan teknologi menuntut
pendidikan tinggi harus terus beradaptasi dan berubah mengikutinya. Oleh
sebab itu, lembaga pendidikan harus memiliki mutu yang baik. Pendidikan
tinggi yang bermutu adalah yang mampu mencapai atau bahkan melampaui
standar yang telah ditetapkan. Untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang
bermutu maka lembaga pendidikan perlu melakukan proses-proses
penjaminan mutu baik secara internal maupun eksternal. Proses tersebut juga
merupakan bahan evaluasi tentang apa yang belum dicapai dan yang harus
pertahankan. Lembaga pendidikan perlu bekerjasama dengan seluruh
stakeholder untuk dapat memberikan hasil terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Alawi, Y., Al-Kaabi, D., Rashdan, S., & Al-Khaleefa, L. (2009). Quality
Assurance and Continuous Improvement: A Case Study of The
University of Bahrain. Quality in Higher Education, 15(1), 61–69.
https://doi.org/10.1080/13538320902731575
Bernhard, A. (2012). Quality Assurance in an International Higher Education Area.
Wiesbaden: VS Verlag für.
Cheung, J. C. M. (2015). Professionalism, Profession and Quality Assurance
Practitioners in External Quality Assurance Agencies in Higher
Education. Quality in Higher Education, 21(2), 151–170.
https://doi.org/10.1080/13538322.2015.1051795
Cheung, P. P. T., & Tsui, C. B. S. (2010). Quality Assurance for All. Quality in
Higher Education, 16(2), 169–171.
https://doi.org/10.1080/13538322.2010.485723
Corengia, Á., Del Bello, J. C., Pita Carranza, M., & Adrogué, C. (2014). Quality
Assurance Systems of Higher Education - The Case of European
Institutions: Origin, Evolution and Trends. Revista Gestão Universitária Na
América Latina - GUAL, 7(3), 61–76.
182 Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
David L. Goetsch dan Stanley Davis. (2014). Quality Management: Introduction to
Total Quality Management for Production (Pearson Ne). Edinburgh:
Pearson.
Dill, D. (2010). Quality Assurance in Higher Education - Practices and Issues.
International Encyclopedia of Education, 377–383.
https://doi.org/10.1016/B978-0-08-044894-7.00833-2
ENQA (ed.). (2009). tandards and Guidelines for Quality Assurance in the European
Higher Education Area (3rd Ed). Helsinki: European Association for
Quality Assurance in Higher Education.
Haapakorpi, A. (2011). Quality Assurance Processes in Finnish Universities:
Direct and Indirect Outcomes and Organisational Conditions. Quality in
Higher Education, 17(1), 69–81.
https://doi.org/10.1080/13538322.2011.554311
Hildesheim, C., & Sonntag, K. (2020). The Quality Culture Inventory: a
Comprehensive Approach Towards Measuring Quality Culture in
Higher Education. Studies in Higher Education, 45(4), 892–908.
https://doi.org/10.1080/03075079.2019.1672639
Masrukhin. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Kudus: Media Ilmu Press.
Matei, L., & Iwinska, J. (2016). Quality Assurance in Higher Education: a Practical
Handbook. Budapest: Central European University.
Oakland, J. S. (2014). Total Quality Management and Operational Excellence:Text
with cases (4th ed.). New York: Routledge.
Riset, K., & Pendidikan Tinggi, D. (2016). Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Rosa, M. J. (2014). The Academic Constituency. In M. J. Rosa & A. Amaral
(Eds.), Quality Assurance in Higher Education: Contemporary Debates (pp.
181–206). Basingstoke: Palgrave Macmillan.
Scharager Goldenberg, J. (2018). Quality in Higher Education: The View of
Quality Assurance Managers in Chile. Quality in Higher Education, 24(2),
102–116. https://doi.org/10.1080/13538322.2018.1488395
Seyfried, M., & Pohlenz, P. (2018). Assessing Quality Assurance in Higher
Education: Quality Managers’ Perceptions of Effectiveness. European
Journal of Higher Education, 8(3), 258–271.
https://doi.org/10.1080/21568235.2018.1474777
Xiao, H., & Zhang, X. (2017). Assuring Quality in Transnational Higher
Education: A Case Study of Sino-Foreign Cooperation University in
China. In D. E. Neubauer & C. Gomes (Eds.), Quality Assurance in Asia-
Pacifi c Universities: Implementing Massifi cation in Higher Education (pp.
55–70). Cham: Palgrave Macmillan.
Al-Tanzim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 04 No. 02 (2020) : 171-183 183
Available online at https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/index
PINTU : Pusat Penjamin Mutu
Volume : 2, No 2, Oktober 2021 ISSN : 2746-7074
Abstrak
Pendidikan tinggi pada hakikatnya merupakan usaha menumbuh
kembangkan potensi diri manusia sesuai tatanan nilai masyarakat dan
kebudayaan. Potensi diri tersebut mencakup potensi jasman dan rohani yang
dikembangan sesuai tujuan pendidikan yang ditunjang dengan kurikulum,
pendidik, proses interaktif edukatif menggunakan materi pelajaran. Seluruh proses
ini harus ditopang dengan lingkungan pendidikan yang baik sehingga proses
pengembangan potensi dapat dicapai sesuai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Pendidikan menjadi indikator pembangunan sumber daya manusia dalam sebuah
bangsa. Dengan demikian, maka pendidikan menjadi salah satu bidang terpenting
sekaligus strategis dalam pembangunan nasional yang dapat menunjang kualitas
hidup serta kesejahteraan masyarakat. Penjaminan mutu pendidikan adalah
untaian proses dan sistem yang saling berkaitan untuk mengumpulkan,
menganalisis, dan melaporkan data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga
kependidikank lembaga pendidikan. Proses penjaminan mutu mengidentifkasi
aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, penyediaan data sebagai dasar
perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya
peningkatan mutu berkelanjutan.
Kata Kunci: Pendidikan, Pendidikan tinggi, Penjaminan Mutu
Abstract
In essence, higher education is an effort to develop human potential
according to the social and cultural values. Self-potential includes physical and
spiritual potential that is developed according to educational goals supported by
curriculum, educators, educational interactive processes using subject matter.
This whole process must be supported by a good educational environment so that
the potential development process can be achieved according to the expected
educational goals. Education is an indicator of human resource development in a
nation. Thus, education is one of the most important and strategic fields in
national development that can support the quality of life and the welfare of
society. Education quality assurance is a chain of processes and systems that are
interrelated to collect, analyze, and report data on the performance and quality of
educators and education personnel in educational institutions. The quality
assurance process identifies aspects of achievement and priority for improvement,
provides data as a basis for planning and decision making and helps build a
culture of continuous quality improvement.
Keywords: Education, Higher Education, Quality Assurance.
I. PENDAHULUAN
Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan tinggi formal, sampai saat
ini masih dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan, etika dan nilai kebijakan.
Anggapan tersebut telah melekat pada setiap perguruan tinggi, sehingga mutu
lulusannya diharapkan memiliki kriteria “smart' dan “good', Namun di sisi lain,
kondisi perguruan tinggi di Indonesia masih banyak yang belum melaksanakan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan standar mutu, hingga pada akhirnya
kredibilitas perguruan tinggi masih belum memuaskan para stakeholders. Bila
penyelenggara pendidikan tinggi di Indonesia tidak segera melakukan upaya-
upaya nyata meningkatkan kualitas input, proses, output maupun outcome-nya,
maka eksistensi perguruan tinggi tersebut akan semakin surut.
Fenomena yang terjadi sekarang ini masyarakat Indonesia banyak mencari
pendidikan tinggi yang berkualitas ke luar negeri, misalnya ke negara tetangga
Malaysia. Meyikapi hal tersebut pemerintah Indonesia pada tahun 2003 melalui
Direktorat Akademik mulai menggagas kegiatan Penjaminan Mutu (Quality
Assurance) di perguruan tinggi. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Higher Education Long Term Strategy
(HELTS) 2003-1010, dan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pelaksanaan penjaminan mutu di perguruan tinggi
merupakan kegiatan yang wajib dilakukan. Sistem penjaminan mutu perguruan
tinggi (PT) dilakukan atas dasar Penjaminan Mutu Internal (PMI), Penjaminan
Mutu Eksternal (PME), dan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri
(EPSBED) yang dikaitkan dengan perijinan penyelenggaraan program studi.
Pada tahun 2005 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang menyatakan bahwa SNP
bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasonal. Dengan demikian
implementasi penjaminan mutu selain wajib memenuhi SNP juga memberikan
kebebasan pada setiap perguruan tinggi untuk mengembangkan penjaminan mutu
sesuai sejarah, visi, misi, budaya, ukuran, dan berbagai kekhasan dari perguruan
tinggi tersebut. Dengan pola im plementasi seperti ini, dalam kurun waktu tujuh
tahun tentu telah berlangung beragam implementasi penjaminan mutu, baik pada
aras perguruan tinggi maupun pada aras Nasional.
Namun persoalan yang dihadapi penjaminan mutu bukan semata masalah
akreditasi program studi, tetapi juga masalah akreditasi institusi akuntabilitas
publik, penjaminan mutu internal (evaluasi diri) yang tidak berjalan sesuai
prosedur semestinya, tidak adanya standar mutu internal perguruan tinggi, tidak
adanya organisasi penjamin mutu internal dan sebagainya. Persoalan ini bukan
semata masalah kinerja organisasi, tetapi juga menyangkut masalah kebijakan
makro, dan implementasinya di lapangan. Hal ini tentunya tidak hanya
memperlemah penjaminan mutu, tetapi juga memperlemah perbaikan mutu
perguruan tinggi secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemen
terian Pendidikan Nasional (2008) tentang implementasi penjaminan mutu
internal di perguruan tinggi dinyatakan bahwa:
II. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran sistem penjaminan mutu internal terhadap peningkatan mutu perguruan
tinggi. Pendidikan tinggi pada hakikatnya merupakan usaha menumbuh kembangkan
potensi diri manusia sesuai tatanan nilai masyarakat dan kebudayaan. Potensi diri tersebut
mencakup potensi jasman dan rohani yang dikembangan sesuai tujuan pendidikan yang
ditunjang dengan kurikulum, pendidik, proses interaktif edukatif menggunakan materi
pelajaran. Proses penjaminan mutu mengidentifkasi aspek pencapaian dan prioritas
peningkatan, penyediaan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan
keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan mutu berkelanjutan.
Penjaminan mutu akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan
III. PEMBAHASAN
1.Hakikat Pendidikan Tinggi
Pendidikan menjadi indikator pembangunan sumber daya manusia dalam
sebuah bangsa. Oleh karena itu, kualitas manusia sebagai warga negara suatu
bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Dengan demikian, maka
pendidikan menjadi salah satu bidang terpenting sekaligus strategis dalam
penjaminan mutu terpadu (total quality assurance system) yang harus mendapat
penjaminan mutu bukan hanya kegiatan akademik saja, tetapi seluruh kegiatan
baik akademik maupun non akademik (Hanief Saha Ghafur, 2010). Dengan
demikian sistem pelaksaan penjaminan mutu internal selama ini dapat dibedakan
menjadi tiga kategori, yaitu; 1) perguruan tinggi yang mengembangkan system
penjamin mutu secara khusus, tanpa mendirikan organisasi khusus. Tugas dan
fungi untuk pengembangan mutu dilakukan oleh senat akademik bekerjasama
dengan seluruh jajaran pimpinan, 2) perguruan tinggi yang mendirikan organisasi
untuk mengembangkan system penjaminan mutu secara internal.
Ada dua kategori organisasi, yaitu a) organisasi khusus yang mandiri, baik
bejrejang mulai dari tingkat pusat, fakultas dan program studi, maupun yang tidak
berjenjang, b) organisasi yang menyatu dengan struktur organisasi dan system
administrasinya; 3) perguruan tinggi yang tidak mengembangkan sistem
penjaminan mutu khusus dan tidak mendirikan organisasi khusus. Kategori ketiga
inilah yang terbanyak pada PTS dan PTN non BHMN. Demikian juga tentang
syarat Sistem Penjaminan Mutu Organisasi/ institusi harus menetapkan,
mendokumentasikan, mengimplementasikan, me melihara dan meningkatkan
secara berkelanjutan (continual improvement) SMM sesuai dengan persyaratan,
pedoman dan standar yang ditentukan prinsip sistem penjaminan mutu.
Tuliskan apa yang dilakukan/ dikerjakan dan lakukan/kerjakan apa yang
ditulis. Kebanyakan perguruan tinggi melakukan apa yang seharusnya dikerjakan
namun sangat kurang dalam domentasi, dan ada juga dokumentasinya lengkap
namun tidak sesuai dengan implementasinya di lapangan. Hanya sebagian kecil
perguruan tinggi yang memenuhi syarat sistem penjaminan mutu. Standar
Penjaminan Mutu Internal Standar SPMI-PT adalah dokumen tertulis berisi
berbagai kriteria, ukuran, patokan atau spesifikasi dari seluruh kegiatan
penyelenggaraan pendidikan tinggi suatu PT untuk mewujudkan visi dan misinya,
agar dapat dinilai bermutu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sehingga
memuaskan para pemangku kepentingan internal dan eksternal PT.
Perguruan tinggi dinyatakan bermutu, apabila mampu memenuhi Standar
Nasional Pendidikan (SNP) (aspek imperatif), perguruan tinggi mampu
menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek
deduktif), perguruan tinggi mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek
induktif). Dokumen tertulis Standar SPMI-PT (Standar Mutu) berfungsi antara
lain: 1) Alat untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan PT. 2) Indikator untuk
menunjukkan tingkat (level) mutu PT. 3) Tolok ukur yang harus dicapai semua
pihak di dalam PT sehingga menjadi faktor pendorong untuk bekerja dengan, atau
bahkan melebihi, standar. 4) Bukti otentik kepatuhan PT terhadap peraturan dan
publik bahwa PT memiliki dan memberikan layanan pendidikan dengan
menggunakan standar.
Penetapan standar dan mekanisme penjaminan mutu adalah otoritas
perguruan tinggi, yang penting adalah upaya benchmarking mutu pendidikan
tinggi berkelanjutan. Selama ini kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia telah
menetapkan standar mutu internal untuk menjamin mutu perguruan tinggi, dalam
bentuk document tertulis hanya pada tingkat institute, sementara dalam tingkat
fakultas maupun program studi masih sedikit, mengingat tidak semua perguruan
tinggi memiliki badan penjaminan mutu tingkat fakultas dan program studi.
pencapaian mutu terbaik ini tidak terlepas dari dukungan kepemimpinan serta
proses manajerial yang baik untuk meningkatkan etos kerja sivitas akademika
demi terciptanya lingkungan akademik yang kondusif.
SPMI sebagai alat untuk menjamin pencapaian mutu standar pendidikan
harus menetapkan lingkup yang memiliki parameter atau indikator mutu agar
memudahkan evaluasi pada saat proses audit berlangsung. Standar Kompetensi
Lulusan Perguruan Tinggi meliputi kompetensi untuk seluruh mata kuliah serta
pengelompokan mata kuliah, termasuk didalamnya adalah mencakup unsur sikap,
pengetahuan dan keterampilan, sehingga dalam penerapannya standar kompetensi
lulusan tidak dapat terlepas dari Standar Isi Pembelajaran.
Pada ruang lingkup ini, LPM melalui SPMI akan memastikan bahwa
setiap Program Studi telah merumuskan standar kompetensi lulusan berdasarkan
spesifikasi Program Studi melalui implementasi kurikulum yang mengacu pada
KKNI serta Program Studi harus menciptakan atmosfir akademik yang sesuai
dengan standar mutu kompetensi lulusan yang ditetapkan. Kurikulum haruslah
sesuai dengan visi dan misi Program Studi serta mendukung visi dan misi
Institusi. SPMI akan mendorong implementasi kurikulum dengan menjabarkannya
melalui dokumendokumen kurikulum yang selalu dimutakhirkan secara periodik
serta adanya kebijakan untuk meningkatkan suasana akademik yang baik melalui
penyelenggaraan seminar, simposium, lokakarya sesuai dengan rumpun ilmu
Program Studi.
Ruang lingkup Standar Proses Pembelajaran meliputi perencanaan
pembelajaraan hingga pelaporan hasil evaluasi pembelajaran. Dalam hal ini SPMI
berfungsi untuk memastikan bahwa proses pembelajaran bersifat interaktif,
holistik, saintifik, tematik, efektif, kolaboratif, integratif, dan kontekstual sesuai
dengan KKNI dengan beban belajar mahasiswa sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan. Standar penilaian pembelajaran memiliki ruang lingkup
penilaian dari pihak dosen dan mahasiswa, dimana hasil evaluasi oleh dosen
terhadap mahasiswa akan tercantum dalam kartu hasil studi mahasiswa dan
penilaian mahasiswa terhadap dosen akan dievaluasi oleh LPM yang diteruskan
kepada Pimpinan Perguruan Tinggi.
SPMI melalui proses audit internal mutu harus memastikan bahwa
Program Studi memiliki standar penilaian, teknik dan instrumen penilaian,
mekanisme dan prosedur penilaian hingga pelaporan penilaian sehingga melalui
hasil audit internal mutu, standar proses ini akan terus mengalami peningkatan.
Pada lingkup pendidikan tinggi, tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi
sebagai pendidik disebut dengan dosen, sedangkan tenaga kependidikan lain
disebut sebagai tenaga penunjang penyelenggaraan pendidikan. Dosen yang telah
memenuhi kualifikasi akademik dan profesional akan diajukan sebagai dosen
tetap, sedangkan jika dibutuhkan, Program Studi akan mendayagunakan dosen
tidak tetap untuk memenuhi kebutuhan penjaminan mutu program akademik.
Pendayagunaan tenaga kependidikan seperti pustakawan, laboran, analis,
teknisi, operator dan staf pada masingmasing biro harus dilakukan untuk
pengembangan Proram Studi. Dalam hal ini, SPMI akan memastikan bahwa
Program Studi memiliki sistem seleksi, sistem pengembangan, sistem retensi serta
IV. SIMPULAN
Penjaminan mutu internal adalah penjaminan mutu yang dilakukan oleh
institusi perguruan tinggi dengan cara yang ditetapkan perguruan tinggi pelaksana.
Parameter dan metoda mengukur hasil ditetapkan oleh perguruan tinggi sesuai visi
dan misinya. Tujuan penjaminan mutu internal adalah untuk memperbaiki kinerja
dan memberi penjaminan mutu internal, khususnya kepada para stakeholder
internal perguruan tinggi, seperti para pimpinan, dosen, peneliti, karyawan dan
mahasiswa. Penjaminan mutu internal (internal quality assurance) bentukannya
berupa evaluasi diri yang dilakukan oleh program studi atau institusi perguruan
tinggi. Ada berbagai bentuk pengembangan sistem penjaminan mutu internal pada
berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Perguruan tinggi dinyatakan bermutu, apabila perguruan tinggi mampu
memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) (aspek imperatif), perguruan
tinggi mampu menetapkan dan mewujudkan, visinya melalui pelaksanaan misinya
(aspek deduktif), perguruan tinggi mampu memenuhi kebutuhan stakeholders
(aspek induktif). Agar penjaminan mutu internal pendidikan tinggi dapat
dilaksanakan, maka beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar dapat mencapai
tujuannya, yaitu komitmen, perubahan paradigma, dan sikap mental para pelaku
proses pendidikan tinggi, serta pengorganisasian penjaminan mutu di perguruan
tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penjaminan Mutu, 2009. Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi. Retrieved
on April 11, 2020 from the world wide web: http://ipan . staff.uii.ac.id/fi
les/2009/ 02/ konsep-sistem-penjaminan-mutuuii.pdf
Bambang Sumardjoko, 2010. Faktor-Faktor Determinan Peran Dosen Dalam
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi. Jurnal Cakrawala Pendidikan,
November 2010, Th. XXIX, No. 3, P.P. 294-310 Ban PT, 2007.
Buku I Naskah Akademik Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Carolyn Campbell And Christina Rozsnyai. 2002. Quality Assurance And The
Development Of Course Programmes. Bucharest. UNESCO.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2003. Pedoman Penjaminan Mutu
(Quality Assurance)
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2006.
Panduan Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-
PT) Bidang Akademik.
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008.
Hasil Implementasi Sistem Pendidikan Mutu Internal Perguruan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional Eko Prasetyo, 2009. Penjaminan Mutu
Perguruan Tinggi, Jurnal Kajian Ilmiah Lembaga Penelitian Ubhara Jaya,
Vol.9 No.1 tahun 2009, 750-775
Hanief Saha Ghafur, 2008. Manajemen Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi:
Suatu Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan Nasional. Nurdin, 2009. Quality Assurance In Higher
Education. Jurnal Administrasi Pendidikan Vol. X No. 2 Okt 2009 94-110
Pedoman Evaluasi Diri Program Studi. 2005. Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (Ban-Pt) – Departemen Pendidikan Nasional.
Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi. 2003.
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi - Departemen Pendidikan Nasional.
Sanjaya, Mishra.2007. Quality Assurance in Higher Education: An Introduction,
India, National Assessment and Accreditation Council (NAAC).
Tim Pengembang SPMI PT. 2010. Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan
Tinggi: Bahan Pelatihan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Direktorat Akademik Undang - Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.