Anda di halaman 1dari 13

AKREDITASI PERGURUAN TINGGI DAN KEBIJAKAN

MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA (MBKM)

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester 


mata kuliah Kebijakan Pendidikan Nasional

Dosen Pengampu 
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
 Dr. H. Hasbi Indra, M.A.

Disusun oleh :
Nadya Naqiawardah
222101013292

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERISTAS IBN KHALDUN BOGOR

Jl. Sholeh Iskandar, RT.01/RW.10, Kedungbadak, Kec. Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa
Barat 16162
Tahun 2023
BAB I
PENDAHULUAN
Mutu pendidikan merupakan kemampuan layanan pendidikan dalam memenuhi atau
melampaui kebutuhan pengguna jasa pendidikan. Mutu pendidikan mencakup pengetahuan,
tenaga pendidik, proses, dan lingkungan. Mutu pendidikan lebih jauh dapat dilihat dari
kemampuan lembaga dalam melahirkan output dan outcome yang berkarakter ketika terjun
dalam kehidupan sosial dan dunia kerja.
Sementara mutu output dan outcome dapat dilihat dari kepemilikan kompetensi dan
peran setiap lulusan perguruan tinggi di masyarakat. Agar tercapai mutu proses dan mutu
output atau outcome, perguruan tinggi harus mempersiapkan sumber mutu dalam
pendidikan seperti: sarana gedung yang terstandar, pendidik yang berkualitas, aplikasi
teknologi modern yang menunjang proses pendidikan, kurikulum yang terstandar serta
sesuai dengan kebutuhan pasar, kepemimpinan yang efektif dan produktif dan sebagainya.1
Akreditasi merupakan upaya pemerintah untuk menstandarisasi dan menjamin mutu
alumni perguruan tinggi sehingga kualitas lulusan antar perguruan sesuai kebutuhan kerja,
serta merupakan tolak ukur untuk memastikan lulusan tersebut layak karena dihasilkan dari
proses pengelolaan yang terkawal dengan baik. Pada tahun 2018, terdapat pembaruan
instrumen akreditasi institusi Program Studi (IAPS) yang semula IAPS versi 3.0 dengan 7
standar penilaian menjadi IAPS versi 4.0 dengan penambahan 2 standar baru sehingga
menjadi 9 standar penilaian. Untuk itu diperlukan pengembangan sistem informasi yang
telah ada saat ini sesuai dengan kebutuhan Instrumen Akreditasi Program Studi versi 4.0.
Akreditasi selalu menjadi tujuan peningkatan mutu prodi atau Perguruan Tinggi.
Kebanyakan perguruan tinggi, begitu akreditasi keluar institusi tidak lagi melakukan
evaluasi mutu secara internal. Jika prodi atau Perguruan Tinggi hanya meningkatkan mutu
semata guna mencapai nilai akreditasi baik, ada kecenderungan mutu internal tidak akan
meningkat. hal terpenting guna mencapai akreditasi yang baik ialah dengan menerapkan
pola Continuous Quality Improvement (CQI). Dengan meningkatkan mutu internal terlebih

1
Islami, Nisa. 2018. "Manajemen Teknis Akreditasi Institusi Unggul Bagi Perguruan Tinggi Keagamaan
Islam Negeri (PTKIN)." Jurnal Tawadhu 2: 588-610. h. 8
dahulu, dapat dipastikan proses akreditasi juga akan baik.2
Reformasi adalah proses perubahan ataupun pembentukan kembali suatu tatanan
kehidupan yang lama, diganti dengan tatanan kehidupan yang baru. Reformasi pendidikan
adalah upaya perbaikan pada bidang pendidikan, Reformasi pendidikan memiliki dua
karakteristik dasar yaitu terprogram dan sistemik. Reformasi pendidikan yang
terprogram menunjuk pada kurikulum atau program suatu institusi
pendidikan.3Adapun melakukan pembaruan pendidikan itu sendiri, dapat diidentifikasi ke
dalam tiga pendekatan, yaitu sekuler, reformatif, dan tradisional.4
Telah muncul sebuah paket kebijakan pendidikan (Permendikbud Nomor 3/2020)
tentang standar nasional pendidikan tinggi. Program ini  untuk mendukung mahasiswa
agar mampu menguasai beragam kompetensi dan program diharapkan agar mahasiswa
mampu meningkatkan kompetensi lulusan berupa softskill maupun hardskill untuk siap
dengan kebutuhan zaman. Dan memberi harapan bagi pengelolaan perguruan tinggi dan
penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia. Bukan rahasia lagi bahwa beban
pekerjaan administratif-birokratis, termasuk akreditasi, telah banyak menguras sumber
daya perguruan tinggi yang semestinya dapat digunakan untuk peningkatan mutu secara
substantif.5

Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) akan mengubah wajah


pendidikan tinggi secara nasional.
Terdapat empat poin dalam kebijakan MBKM, yaitu: (1) pembukaan program studi
baru; (2) sistem akreditasi perguruan tinggi; (3) perguruan tinggi negeri badan hukum; (4)
hak belajar tiga semester di luar program studi. Secara teoretis, konsep merdeka belajar
(freedom to learn) yang berpusat pada diri peserta didik sebagai subyek pendidikan

2
Mashuri, Mashuri, et al. 2020. "Pangkalan Data Program Studi Matematika sebagai Bentuk Adaptasi
terhadap Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online." PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika.
Vol. 3. h. 7
3
Simatupang, Elizabeth, and Indrawati Yuhertiana. 2021. "Merdeka belajar kampus merdeka terhadap
perubahan paradigma pembelajaran pada pendidikan tinggi: Sebuah tinjauan literatur." Jurnal Bisnis,
Manajemen, Dan Ekonomi 2.2.h. 31.
4
Abuddin Nata, 2019, “Pembaruan Pendidikan Islam”, Jakarta: Prenada media Group, h. 17
5
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi, yang diundangkan pada tanggal 28 Januari 2020. Lihat juga: SIARAN PERS Nomor:
010/Sipres/A6/I/2020 https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/01/luncurkan-kampus-merdeka-
mendikbud-sekarang-akreditasi-sifatnya-sukarela
(learner centered education), sudah lama dikenal dalam dunia pendidikan. Jika prinsip
merdeka belajar dilaksanakan secara konsisten sejak pertengahan abad lalu misalnya,
sebagaimana pernah diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewatara dan para pendidik humanis
lainnya, maka boleh jadi pendidikan nasional kita keadaannya akan lebih baik.6
Walaupun saat ini akreditasi bersifat sukarela, dalam konteks penjaminan mutu,
peranannya tetap penting dan bernilai untuk kepentingan akuntabilitas, transparansi, dan
rekognisi pada level nasional bahkan internasional. Sudah tentu implementasi kebijakan
akreditasi dan gagasan “freedom to learn” melalui kebijakan MBKM yang baru setahun
berjalan, belum dapat dilihat hasilnya. Apalagi kebijakan tersebut secara fundamental
berimplikasi pada perubahan kurikulum yang hasilnya baru terlihat beberapa tahun
kemudian.
A. Tujuan Penulisan
Tujuan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang akreditasi perguruan tinggi, dan
kebijakan baru tentang Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) beserta
implikasinya. Dan menambah bahan studi dalam bidang pendidikan bagi pembaca.
B. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini menggunakan metode deskriptif analitis, dengan
cara mengumpulkan bahan-bahan bacaan yang diperlukan, memilih bahan bacaan
yang relevan dengan pembahasan, kemudian menelaaah bahan-bahan bacaan,
kemudian membuat kerangka tulisan, dan memaparkannya secara sistematis dan
mendalam.

6
Kande, Fredrik Abia. 2022. "Rebalancing Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka." TRI PANJI,
Liberal Arts Journal 1.1: h. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Hukum Akreditasi Program Studi
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336)
e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2005 tentang Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
f. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2014 tentang
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 788).
g. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1290).
h. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 50 Tahun 2015
tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian,
Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.7
B. Pengertian Akreditasi Perguruan Tinggi
Akreditasi merupakan sistem penjaminan mutu eksternal sebagai bagian dari sistem
penjaminan mutu pendidikan tinggi. Menurut Prasetyo, akreditasi merupakan sebuah
pengakuan terhadap perguruan tinggi atau program studi yang menunjukkan bahwa
perguruan tinggi atau program studi tersebut dalam melaksanakan program pendidikan
dan mutu lulusan yang dihasilkan, telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan

7
buku I naskah akademik badan akreditasi nasional perguruan tinggi 2017.
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Hal ini menunjukkan bahwa
perguruan tinggi yang sudah terakreditasi mendapat pengakuan yang lebih besar di
masyarakat dibandingkan dengan perguruan tinggi yang belum terakreditasi.8
Akreditasi dipahami sebagai penentuan standar mutu serta penilaian terhadap suatu
lembaga pendidikan (dalam hal ini pendidikan tinggi) oleh pihak di luar lembaga
pendidikan itu sendiri. Mengingat adanya berbagai pengertian tentang hakikat
perguruan tinggi (Barnet, 1992). Barnet menunjukkan, bahwa ada konsep tentang
hakikat perguruan tinggi:
1. Perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified
manpower). Dalam pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan
mahasiswa dianggap sebagai keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga
(value) dalam pasaran kerja, dan keberhasilan itu diukur dengan tingkat
penyerapan lulusan dalam masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang
diukur juga dengan tingkat penghasilan yang mereka peroleh dalam karir.
2. Perguruan tinggi sebagai lembaga pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan
tinggi ditentukan oleh penampilan/prestasi penelitian anggota staf. Ukuruan
masukan dan keluaran dihitung dengan jumlah staf yang mendapat
hadiah/penghargaan dari hasil penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di
tingkat internasional), atau jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh
lembaganya untuk kegiatan penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang
diterbitkan dalam majalah ilmiah yang diakui oleh pakar sejawat (peer group).
3. Perguruan tinggi sebagai organisasi pengelola pendidikan yang efisien. Dalam
pengertian ini perguruan tinggi dianggap baik jika dengan sumber daya dan dana
yang tersedia, jumlah mahasiswa yang lewat proses pendidikannya (throughput)
semakin besar.
4. Perguruan tinggi sebagai upaya memperluas dan mempertinggi pengkayaan
kehidupan. Indikator sukses kelembagaan terletak pada cepatnya pertumbuhan
jumlah mahasiswa dan variasi jenis program yang ditawarkan. Rasio mahasiswa-

8
Kamal, Bahri, and Ghea Dwi Rahmadiane. "Pengaruh Persepsi, Akreditasi Prodi, Dan Promosi Terhadap
Keputusan Memilih Program Studi Akuntansi Pada Politeknik Harapan Bersama." Jurnal Inspirasi Bisnis dan
Manajemen 1.2 (2017): 145-158.
dosen yang besar dan satuan biaya pendidikan setiap mahasiswa yang rendah juga
dipandang sebagai ukuran keberhasilan perguruan tinggi.9
C. Tujuan dan Manfaat Akreditasi Perguruan Tinggi
Akreditasi menjadi penting bagi perguruan tinggi swasta karena dengan adanya
status akreditasi akan berimbas pada perolehan jumlah mahasiswa dan komposisi
dosen pada perguruan tinggi swasta. Akreditasimerupakan salah satu bentuk sistem
jaminan mutu eksternal yaitu suatu proses yang digunakan lembaga yang
berwenang dalam memberikan pengakuan formal bahwa suatu institusi mempunyai
kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu. Dengan demikian akreditasi
melindungi masyarakat dari penipuan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.10 Dengan demikian, tujuan dan manfaat akreditasi program studi adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan kelayakan PT/PS dalam memenuhi SNDIKTI
2. Menjamin mutu PT/PS dan melindungi kepentingan masyarakat
3. Mendorong perguruan tinggi untuk terus menerus melakukan perbaikan dan
mempertahankan mutu yang tinggi.
4. Hasil akreditasi dapat digunakan sebagai mendapat pengakuan dari badan atau
instansi yang berkepentingan.11
D. Komponen-Komponen Akreditasi perguruan Tinggi
Dalam melaksanakan keseluruhan proses akreditasi program studi terdapat
beberapa komponen pokok yang perlu diperhatikan oleh setiap pihak yang terakit,
yaitu: asesor, intitusi, dan BAN-PT sendiri. Komponen-komponen tersebut, yaitu: (1)
standar akreditasi menjadi tolok ukur dalam mengevaluasi dan menilai mutu kinerja,
keadaan dan perangkat kependidikan perguruan tinggi; (2) prosedur akreditasi
merupakan tahap dan langkah yang harus dilakukan dalam rangka akreditasi
perguruan tinggi; (3) instrumen akreditasi pergurusn tinggi yang digunakan untuk

9
Wening, Sri. 2010. "Akreditasi Sebagai Strategi Pengembangan Program Studi Secara
Berkesinambungan." Prosiding APTEKINDO (2010).
10
Prasetyo, Hendrawan. 2014. "Dampak Kebijakan Akreditasi Perguruan Tinggi Terhadap Daya Saing
(Competitiveness) Perguruan Tinggi Swasta di Kabupaten Kebumen." Fokus Bisnis: Media Pengkajian
Manajemen Dan Akuntansi 13.1 h. 4
11
Lampiran Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 3 tahun 2019 tentang Instrumen
Akreditasi Perguruan Tinggi. h. 1
menyajikan data dan informasi sebagai bahan dalam mengevaluasi dan menilai mutu
perguruan tinggi, disusun berdasarkan standar akreditasi; dan (4) kode etik akreditasi
program studi merupakan aturan untuk menjamin kelancaran dan objektivitas proses
dan hasil akreditasi perguruan tinggi.12
Standar akreditasi adalah tolok ukur yang harus dipenuhi oleh institusi. Dalam
pengembangan kriteria akreditasi, SN-Dikti dijadikan sebagai rujukan utama.
Mengingat akreditasi tidak hanya menilai pemenuhan (compliance), namun juga
menilai kinerja (performance) perguruan tinggi, maka penilaian akreditasi
mempertimbangkan capaian standar pendidikan tinggi yang disusun dan ditetapkan
perguruan tinggi yang melampaui SN-Dikti. BAN-PT menetapkan fokus penilaian ke
dalam kriteria yang mencakup komitmen perguruan tinggi terhadap kapasitas
institusi dan keefektifan pendidikan yang terdiri atas 9 (sembilan) kriteria sebagai
berikut:
Standar 1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Strategi Pencapaian
Standar 2. Tata pamong, Kepemimpinan, Sistem Pengelolaan, dan Penjaminan
Mutu
Standar 3. Mahasiswa dan Lulusan
Standar 4. SumbeDaya Manusia
Standar 5. Kurikulum, Pembelajaran, dan Suasana Akademik
Standar 6. Pembiayaan,Sarana dan Prasarana, serta Sistem Informasi
Standar 7. Penelitian, Pelayanan/Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerjasama
Standar 8. Pengabdian kepada Masyarakat
Standar 9. Luaran dan Capaian Tridharma.13

Pada tahun 2019, BAN-PT mengembangkan model baru (9 kriteria/standar) untuk


akreditasi program studi/perguruan tingi.24 Model ini lebih difokuskan pada
pencapaian output dan outcome program studi/perguruan tingg ketimbang pada aspek
input dan proses administratif. Dengan model 2019, standar dan kriteria penilaiannya

12
BAN-PT, Buku II Standar dan Prosedur Akreditasi Program Studi Sarjana, (Kemendikbud: Jakarta,
2008), hlm. 2
13
Pedoman Penilaian IAPT 3.0 Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 2019, jakarta. h. 1
juga turut berubah. Pendeknya, istrumennya juga turut berubah karena yang menjadi
fokus juga berubah, yaitu pengukuran terhadap tingkat luaran dan capaian Tridharma
Perguruan Tinggi.

Saat ini, setelah hampir sepuluh tahun berlalu dari 2012, keadaannya masih nyaris
sama, terutama pada masa transisi implementasi kebijakan borang akreditasi dari 7
(tujuh) standar menjadi 9 (sembilan) standar/kriteria pada April 2019. Di samping
disebabkan oleh keterbatasan anggaran dan pandemi Covid-19, juga karena sebuah
kenyataan bahwa sebagian besar perguruan tinggi kita belum siap menggunakan
model 9 standar/kriteria. Dengan kata lain, keterlambatan proses akreditasi bukan
hanya disebabkan oleh BAN-PT saja, tetapi juga oleh faktor internal perguruan tinggi
yang bersangkutan.14

Wijiharjono, Nuryadi. 2021. "Akreditasi Perguruan Tinggi dan Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus
14

Merdeka: Sebuah Pengalaman dan Harapan."h. 8.


E. Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka
Dalam rangka menyiapkan mahasiswa menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja
dan kemajuan teknologi yang pesat, kompetensi mahasiswa harus disiapkan untuk lebih
gayut dengan kebutuhan zaman. Kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka diharapkan
dapat menjadi jawaban atas tuntutan tersebut. Kampus Merdeka merupakan wujud
pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar
yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.15 Kebijakan
Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) yang dibuat oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yaitu: pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi,
perguruan tinggi negeri badan hukum dan hak belajar tiga semester di luar Prodi. Adapun
bentuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Pasal 15 ayat
1 dapat dilaksanakan di dalam Program Studi dan di luar Program Studi yang meliputi
magang atau praktik kerja penelitian atau riset, asisten mengajar di satuan pendidikan,
proyek kemanusiaan, studi/proyek independen, kegiatan wirausaha dan membangun kuliah
kerja nyata tematik. Beragam bentuk program pembelajaran tersebut dengan harapan
membuka peluang kerja sama yang seluas-luasnya bagi pihak lain untuk membangun
kemitraan dengan perguruan tinggi (PT).

Uraian diatas memberikan gambaran bahwa keterlibatan semua pihak mutlak


dibutuhkan dalam MBKM dan untuk memudahkan penerapannya perlu didukung oleh
sistem informasi yang memadai. Sistem informasi akademik dan sistem informasi kerja
sama merupakan dua sistem informasi utama yang dapat diintegrasikan dengan sistem
MBKM. Melalui integrasi sistem tersebut diharapkan dapat tercapainya pokok-pokok
kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka.16

Mohammad Tohir. 2020. "Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka." h. 2


15

https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/peluang-dan-tantangan-kebijakan-merdeka-belajar-kampus-merdeka-
16

mbkm. Diakses pada 11 Januari 2022 Pukul 22:20.


F. Implikasi Kebijakan MBKM

Memperhatikan pengalaman akreditasi oleh BAN-PT dan kebijakan MBKM pada aspek
akreditasi dan kesempatan mahasiswa untuk belajar selama tiga semester pada program studi
lain, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka akan berimplikasi pada manajemen
perguruan tinggi dan kurikulum program studi:

1. Manajemen perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi. Perguruan


tinggi harus mempersiapkan dosen atau tenaga pendidik dan mahasiswanya agar sesuai
dengan tuntutan kebijakan MBKM yang bercorak industri. Dan tentunya membutuhkan
sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya yang berhubungan langsung dengan dunia
industri nasional bahkan internasional. Jika tujuan utamanya adalah industri seperti saat
ini, maka PTS yang mayoritas kecil akan kesulitan dalam memenuhi pembiayaan
yang tentunya akan berujung pada beban biaya bagi orang tua mahasiswa. Kecuali
pemerintah berinisiatif memfasilitasi kerja sama antara kalangan industri dan PTS.
2. Kurikulum yang menyediakan kesempatan mahasiswa untuk mengambil mata kuliah
pada program studi lain atau pada perguruan tinggi lain selama tiga semester. Ini sebuah
terobosan menarik jika ada kerja sama dari semua pihak, sebagaimana poin pertama.
Memang kebijakan MBKM Menteri Nadiem relevan sebagai alternatif solusi pendidikan
abad 21. Meskipun tantangannya masih sama, yaitu eksklusifisme dan sistem sosial atau
politik kekuasaan.
3. Implikasi terhadap sistem penilaian selain pada kurikulum. Penerapan merdeka belajar di
perguruan tinggu juga memiliki implikasi pada system penialain mahasiswanya. Pada
dasarnya kolaborasi antar program studi dalam sebuah lembaga dan kerjasama anatar
perguruan tinggi dalam hal penilaian harus disesuaikan satu dengan yang lain. Tanpa
adanya kesesuaian sistem penilaian, maka akan sulit bagi perguruan tinggi untuk dapat
melakuka proses evaluasi akhir pada mahasiswa.17

17
Uswatiyah, Wiwi, et al. "Implikasi Kebijakan Kampus Merdeka Belajar terhadap Manajemen Kurikulum dan
Sistem Penilaian Pendidikan Menengah Serta Pendidikan Tinggi." Jurnal Dirosah Islamiyah 3.1 (2021): h. 37-38.
BAB III
KESIMPULAN

Akreditasi sangat penting untuk keberlangsungan sebuah lembaga itu sendiri. Salah
satunya untuk menjamin kualitas dan mutu dari lulusan dari perguruan tinggi tersebut.
Di dalam peraturan menteri pendidikan RI Nomor 28 Tahun 2005 pun sudah diatur
mengenai akreditasi sebuah lembaga pendidikan yang diwajibkan untuk melakukan
proses akreditasi melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Secara kuantitas, seluruh target akreditasi sebelum maupun setelah tahun 2012 tidak
dapat tercapai. Di samping disebabkan oleh keterbatasan anggaran dan pandemic
keterlambatan proses akreditasi bukan hanya disebabkan oleh BAN-PT saja, tetapi
juga oleh faktor internal perguruan tinggi yang bersangkutan. Kebijakan Merdeka
Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang dipaketkan dengan kebijakan akreditasi, baik
untuk program studi maupun untuk institusi perguruan tinggi, merupakan sebuah
terobosan yang berani dan banyak arti. Sedangkan bagi pengelola dan penyelenggara
pendidikan, beban pekerjaan administrasi yang sebelumnya terasa lebih menyita dan
menyedot sumber daya, akan lebih berdaya guna untuk peningkatan mutu secara
substantif dan relevan untuk kepentingan hidup dan penghidupan calon lulusan. Inti
dari kebijakan MBKM tidak lain adalah, bagaimana agar perguruan tinggi mampu
beradaptasi dengan perkembangan masyarakat industri dalam konteks global untuk
kepentingan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai