Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH AGAMA

ETIKA, MORAL, DAN AKHLAK

OLEH : KELOMPOK 7
Aditya Pradana
Adhika Prastya
Anita Prabawati Pratama
Bunga Novitalia
Dien Aulia
Dimas Panca Andhika
Dyah Wening Prawesti
Gunar Isya F.
Kenia Izzawa
Mira Dwi Andiyanti
Nadia Dwi Arini
Yusuf Rizal

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2008

010810485
010810104
010810068
010810554
010810579
010810543
010810122
010810649
010810483
010810071
010810566
010810061

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. ,


Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah agama ini yang berjudul Etika, Moral, dan Akhlak
dengan lancar dan sebaik-baiknya. Salawat serta salam kami haturkan kepada
Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya, semoga kita semua
mendapatkan syafaatnya di hari pembalasan kelak. Kami juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Udji Asiyah, M.Si sebagai dosen agama Islam yang telah
membimbing kami.
2. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan dalam proses
pembelajaran.
3. Teman-teman angkatan 2008 yang selalu memberikan semangat dan
keceriaan.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
agama kami dan menjadi salah satu sarana dakwah. Kami berharap dengan adanya
makalah ini dapat meningkatkan iman dan taqwa pembacanya khususnya dalam
bidang etika, moral, dan akhlak.
Tentunya kami sebagai manusia tidak lepas dari kesalahan. Sesungguhnya
kebaikan itu datangnya dari Allah dan kesalahan itu datangnya dari kami sendiri.
Untuk itu kami memohon maaf kepada pembaca jika masih terdapat beberapa
kekurangan di dalam pembuatan makalah ini dan akan terus berusaha menjadi
lebih baik. Kami mohon saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki
kesalahan yang sudah ada. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Surabaya, 18 September 2008

Kelompok 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.
2.
3.

LATAR BELAKANG
TUJUAN
MASALAH

BAB II PEMBAHASAN
1.
2.
3.
4.
5.

PENGERTIAN ETIKA, MORAL, & AKHLAK


KARAKTERISRIK ETIKA ISLAM
HUBUNGAN TASAWUF DENGAN AKHLAK
AKTUALISASI AKHLAQ DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
DAKWAH DAN JIHAD

1
1
1
2
2
6
18
18
19

BAB III PENUTUP

26

1. SIMPULAN
2. SARAN

26
26

DAFTAR PUSTAKA

27

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, banyak orang khususnya kaum muslimin telah lupa
bahwa mereka telah menyimpang dari pedoman Agama Islam. Meraka
telah melewati batas etika, moral dan akhlak. Banyak dari mereka
melakukan

hal

yang

tidak

terpuji

seperti

mencuri,

bertengkar,

memperkosa, dan lain-lain. Padahal hal-hal tersebut sangat tidak disukai


oleh Allah Swt. Tapi meskipun begitu masih banyak juga muslim yang taat
dan taqwa kepada Allah Swt.
Dari masalah-masalah tersebut, kami akan membahasnya pada
makalah ini dari segi Akhlak, Moral, dan etika Islam. Masalah seperti
pencuri, bertengkar, dan lain-lain itu akan menjadi bahasan yang menarik
dan akan memberikan manfaat bagi kita. Masalah-masalah tersebut
sangatlah banyak pada jaman seperti sekarang ini. Kemajuan teknologi
juga sedikit banyak telah mempengaruhi akhlak, moral, dan etika para
muslim. Tetapi kebanyakan telah merusak moral, akhlak, dan etika
mereka. Dalam kehidupan ini, hal tersebut sangatlah mempengaruhi
kehidupan sosial para muslim. Untuk itu kami akan membahasnya secara
mendalam dalam makalah ini.
2. TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian etika, moral dan akhlak.
b. Untuk mengetahui karakteristik etika Islam.
c. Untuk mengetahui hubungan Tasawuf dengan Akhlak.
d. Untuk mengetahui aktualisasi akhlaq dalam kehidupan masyarakat.
3. MASALAH
Akhir-akhir ini moral, etika, dan akhlak para muslim telah mengalami
kemunduran dan sudah melenceng dari pedoman Agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN, ETIKA, MORAL, DAN AKHLAK


1.1.
PENGERTIAN ETIKA
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa
Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak
(moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan
dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan
ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut
Ahmad Amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka
dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai
filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsepkonsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya.
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika
berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi
objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan
oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal
pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak,
absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki
kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan
berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi,
psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga,
dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan

penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu


apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan
sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap
sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu
kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi
sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan
zaman.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan
yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran
yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk
dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil
berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni
bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata
lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia.
1.2.

Pengertian Akhlak
Kata akhlak secara bahasa merupakan bentuk jamak dari kata

khulukun yang berarti: budi pekerti, perangai, tabiat, adat, tingkah laku atau
sistem perilaku yang dibuat. Sedangkan secara terminologis akhlak adalah
ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan
tercela baik itu berupa perkataan maupun perbuatan manusia lahir dan batin.
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores
yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau
perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral


adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas
manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan
lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek
yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya
ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau
rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma
yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan
demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsepkonsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam
tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk
mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya
yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada
sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang
dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam
bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa
arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal.
Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang
bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif,
yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat,
sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya
dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang

berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul
dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan,
bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang
dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup
tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan
munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika
nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan
membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan
mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau
paksaan dari luar.
Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang
berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang
berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.
Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah, disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan
pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami
juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan akhlak islami yang
universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan
social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.
Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping
mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga
mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal sebagai penjabaran atas nilainilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa
akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral,
walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak
yang berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan
karena etika terbatas pada sopan santun antara sesame manusia saja, serta
hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika digunakan

untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat
dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral.
Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran
Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak
diniah (agama/Islam) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap
Allah, hingga kepada sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
dan benda-benda yang tak bernyawa)

2. KARAKTERISTIK ETIKA ISLAM


Berbeda dengan etika filsafat, etika Islam memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang
baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
b. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik
dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Quran dan al-Hadits
yang sohih.
c. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan
dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun
mereka berada.
d. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak
yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya
memanusiakan manusia (Hamzah Yakub, 1996:11).
Berikut adalah beberapa contoh penerapan etika islam dalam kehidupan
sehari-hari:
Etika Tidur dan Bangun
1) Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat
dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat
sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang
hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada

Allah Subhanahu wata'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera


memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
2) Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah
Radhiallahu'anha "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tidur
pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan
shalat".(Muttafaq `alaih)
Etika Memberi Salam
1) Makruh memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena
di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya ia
menuturkan : Aku pernah menjumpai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
maka aku berkata: "Alaikas salam ya Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan
kamu mengatakan: Alaikas salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan:
"karena sesungguhnya ucapan "alaikas salam" itu adalah salam untuk orangorang yang telah mati". (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh AlAlbani).
2) Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak
jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali.
Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka
tiga kali" (HR. Al-Bukhari).
3) Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan
salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi
salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan
orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di
dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih.
4) Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula
menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di
dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun
memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari
kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam

yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar
oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).
5) Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun
rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya:
" Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah
salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma : "Apabila
seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka
hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin"
(HR. Bukhari di dalam Al-Adab
Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
6) Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC
(buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma yang
menyebutkan "Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi
salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)
7) Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :" Janganlah kalian terlebih
dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR.
Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan
mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam : "Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah:
wa `alaikum".(Muttafaq'alaih).
8) Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kamu kenal ataupun
yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu 'anhu
disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam : "Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi:
Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah
kamu kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih).
9) Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam
lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki
datang kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu berkata:

Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab :


"`alaika wa`ala abikas salam"
10) Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti
karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu
jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani,
karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan
tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
11) Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya.
Hadits Rasulullah mengatakan: "Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa
lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka
berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
12) Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika
memberi

penghormatan,

karena

hadits

yang

bersumber

dari

Anas

menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah


seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus
membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
menjawab: "Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan
menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat
tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
13) Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum
wanita di saat baiat, beliau bersabda: "Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan
dengan kaum wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh
Albani).
(Sumber: Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu
Al-Ilmi-Dar Al-Wathan)
Etika Makan dan Minum
1) Berupaya untuk mencari makanan yang halal. Allah Shallallaahu
alaihi wa Sallam berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di

antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu. (Al-Baqarah: 172).
Yang baik disini artinya adalah yang halal.
2) Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar
bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan
minummu itu.
3) Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang
ada, dan jangan sekali-kali mencelanya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di
dalam haditsnya menuturkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sama
sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika
tidak, maka ia tinggalkan. (Muttafaqalaih).
4) Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan
menyungkur. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda; Aku tidak
makan sedangkan aku menyandar. (HR. al-Bukhari). Dan di dalam haditsnya,
Ibnu Umar Radhiallaahu anhu menuturkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah melarang dua tempat makan, yaitu duduk di meja tempat minum
khamar dan makan sambil menyungkur. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh
Al-Albani).
5) Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari
emas dan perak. Di dalam hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: ... dan janganlah kamu
minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak, dan jangan
pula kamu makan dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya untuk
mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat kelak.
(Muttafaqalaih).
6) Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca
Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda: Apabila seorang diantara kamu makan, hendaklah
menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jika lupa menyebut nama Allah
Subhanahu wa Ta'ala pada awalnya maka hendaknya mengatakan : Bismillahi
awwalihi wa akhirihi. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Adapun meng-akhirinya dengan Hamdalah, karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: Sesungguhnya Allah sangat meridhai seorang

hamba yang apabila telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan apabila
minum minuman ia pun memuji-Nya. (HR. Muslim).
7) Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di
depanmu. Rasulllah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda Kepada Umar bin
Salamah: Wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan
kananmu dan makanlah apa yang di depanmu. (Muttafaqalaih).
8) Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu
sesudahnya. Diriwayatkan dari Ka`ab bin Malik dari ayahnya, ia menuturkan:
Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari dan
ia menjilatinya sebelum mengelapnya. (HR. Muslim).
9) Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang
bagian yang kotor darinya lalu memakannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: Apabila suapan makan seorang kamu jatuh hendaklah ia
mengambilnya dan membuang bagian yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan
membiarkannya untuk syetan. (HR. Muslim).
10) Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat
minum. Hadits Ibnu Abbas menuturkan Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya. (HR. AtTurmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
11) Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Tiada tempat yang yang
lebih buruk yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi
seseorang beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya; jikapun
terpaksa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan
sepertiga lagi untuk bernafas. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
12) Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka
orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan
pandangan matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan
membuat mereka menjadi malu.
13) Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di
dalam majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua
atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan etika.

14) Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa
merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan
kepalamu kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara dengan nadanada yang mengandung makna kotor dan menjijik-kan.
15) Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu
Abbas beliau berkata, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum
dari bibir bejana wadah air. (HR. Al Bukhari)
16) Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di
dalam hadits Anas disebutkan Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim).
(Sumber: Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu
Al-Ilmi-Dar Al-Wathan)
Etika Bergaul dengan Orang Lain
1) Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai
mereka cacat.
2) Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq
mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang
sepantasnya.
3) Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing
dari mereka diberi hak dan dihargai.
4) Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan
tanyakanlah keadaan mereka.
5) Bersikap tawadhu'lah kepada orang lain dan jangan merasa lebih
tinggi atau takabbur dan bersikap angkuh terhadap mereka.
6) Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain.
7) Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal
mereka.
8) Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai
mereka.
9) Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.

10) Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan dan


bantah-membantah dengan mereka.
Etika Pengantin dan Pergaulan Suami Istri
1) Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan. Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu istriistrinya.
2) Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Apabila salah seorang kamu
menikahi seorang wanita, maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, dan
bacalah bimillah lalu mohon berkahlah kepada Allah, dan hendaknya ia
membaca:
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya
dan kebaikan sifat yang ada padanya; dan aku berlindung kepada-Mu dari
keburukanya dan keburukan sifat yang ada padanya) (HR. Abu Daud dan
dihasankan oleh Al-Albani).
3) Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at
bersama, karena hal tersebut dinukil dari kaum salaf.
4)

Membaca

basmalah

sebelum

melakukan

jima`.

Rasulullah

Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Kalau sekiranya seorang di antara


kamu hendak bersenggama dengan istrinya membaca :
(Dengan menyebut nama Alllah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami
dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau rizkikan kepada kami), maka
sesungguhnya jika keduanya dikaruniai anak dari persenggamaannya itu,
niscaya ia tidak akan dibahayakan oleh setan selama-lamanya
5) Hendaknya istri selalu ta`at kepada suaminya sesuai kemampuannya
asal bukan dalam hal kemaksiatan, dan hendaknya tidak mematuhi siapapun
dari keluarganya bila tidak disukai oleh suami dan bertentangan dengan
kehendaknya, dan hendaknya istri tidak menolak ajakan suami bila
mengajaknya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Apabila
suami mengajak istrinya ke tempat tidutrnya lalu ia tidak memenuhi ajakannya,
lalu sang suami tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat
melaknat wanita tersebut hingga pagi.

6) Hendaknya suami berlaku adil terhadap istri-istrinya di dalam


masalah-masalah yang harus bertindak adil. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: Barangsiapa mempunyai dua istri, lalu ia lebih cenderung
kepada salah satunya, niscaya ia datang di hari Kiamat kelak dalam keadaan
sebelah badannya miring. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
(Sumber: Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu
Al-Ilmi-Dar Al-Wathan)
Etika Menjenguk Orang Sakit
Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
1) Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang
tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan
berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
2) Mengusap si sakit dengan tangan kanannya, dan berdo`a:
Hilangkanlah kesengsaraan (penyakitnya) wahai Tuhan bagi manusia,
sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali
kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.
(Muttafaqalaih).
3) Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah Subhanahu
wa Ta'ala dan jangan mengatakan tidak akan cepat sembuh, dan hendaknya
tidak mengharapkan kematiannya sekalipun penyakitnya sudah kronis.
4) Hendaknya mentalkinkan kalimat Syahadat bila ajalnya akan tiba,
memejamkan kedua matanya dan mendo`akan-nya. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda: Talkinlah orang yang akan meninggal di
antara kamu La ilaha illallah. (HR. Muslim).
Untuk orang yang sakit:
1) Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih.
2) Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia
sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya,
dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan
untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya
3) Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman
yang dilakukan olehnya, dan segera mem-bayar/menunaikan hak-hak dan

kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya.
4) Memperbanyak zikir kepada Allah, membaca Al-Quran dan
beristighfar (minta ampun).
5)Mengharap pahala dari Allah dari musibah (penyakit) yang
dideritanya, karena dengan demikian ia pasti diberi pahala. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Apa saja yang menimpa seorang
mumin baik berupa kesedihan, kesusahan, keletihan dan penyakit, hingga duri
yang menusuknya, melainkan Allah meninggikan karenanya satu derajat
baginya dan mengampuni kesalahannya karenanya. (Muttafaqalaih).
6) Berserah diri dan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
berkeyakinan bahwa kesembuhan itu dari Allah, dengan tidak melupakan
usaha-usaha syar`i untuk kesembuhan-nya, seperti berobat dari penyakitnya.
(Sumber: Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu
Al-Ilmi-Dar Al-Wathan)
Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
1) Ceklah dengan baik nomor telepon yang akan anda hubungi sebelum
anda menelpon agar anda tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau
mengganggu orang yang sedang sakit atau merisaukan orang lain.
2) Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena
manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai
waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
3) Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir
orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau
mempunyai janji dengan orang lain.
4) hendaknya wanita tidak memperindah suara di saat ber-bicara (via
telpon) dan tidak berbicara melantur dengan laki-laki. Allah berfirman yang
artinya:

Maka

janganlah

kamu

tunduk

dalam

berbicara

sehingga

berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah


perkataan yang baik. (Al-Ahzab: 32).

5) Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan


Assalamu`alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia harus
memulai pembicaraannya dengan salam dan juga menutupnya dengan salam.
6) Tidak memakai telpon orang lain kecuali seizin pemilik-nya, dan
itupun bila terpaksa.
7) Tidak menggunakan telepon untuk keperluan yang negatif, karena
telepon pada hakikatnya adalah nikmat dari Allah yang Dia berikan kepada kita
untuk kita gunakan demi memenuhi keperluan kita. Maka tidak selayaknya jika
kita menjadikannya sebagai bencana, menggunakannya untuk mencari-cari
kejelekan dan kesalahan orang lain dan mencemari kehormatan mereka, dan
menyeret kaum wanita ke jurang kenistaan. Ini haram hukumnya, dan
pelakunya layak dihukum.
(Sumber: Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu
Al-Ilmi-Dar Al-Wathan)
Etika Buang Hajat
1) Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera
melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan
jasmani.
2) Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali
karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan
tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi
untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
3) Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits
yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka janganlah kamu
menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang
air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke
arah barat". (Muttafaq'alaih).

4) Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika


di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi
antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.
5) Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang
bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang
diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di
saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan
kanannya." (Muttafaq'alaih).
6) Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan
hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam
diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu
memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR.
Muslim)
7) Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran
hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang
bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia
berkata: "Kami dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau
beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).
Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa
yang bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."
8) Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan
keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari
Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan
betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan :
"Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).

(Sumber: Kitab "Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu


Al-Ilmi-Dar Al-Wathan)
3. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN AKHLAK
Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara
mensucikan hati (tashfiat al-qalbi). Sedangkan pengertian akhlak adalah
gambaran hati(al-Qalb) yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan. Jadi
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur
hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan
komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari
pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
4. AKTUALISASI AKHLAQ DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
4.1.

Kepada Allah SWT


Membaca Basmalah sebelum melakukan sesuatu dan membaca

Hamdalah stelah melakukan sesuatu

Melakukan setiap perbuatan dengan niatan Lillahi Taala

Tidak menunda-nunda ketika ingin mengerjakan shalat

Menyerahkan segala sesuatu hanya pada Allah SWT

Mensyukuri apa yang sudah Allah berikan pada diri kita sendiri
4.2.
a.

b.

c.

Kepada diri sendiri


Akhlak terhadap jasmani
Menjaga kebersihan diri
Menjaga makan dan minum
Tidak mengabaikan latihan jasmani
Menjaga rupa diri(tidak berlebihan)
Akhlak terhadap akal
Memenuhi akal dengan ilmu
Penguasaan ilmu
Akhlak terhadap jiwa
Bertaubat atas segala dosa
Bermuhasabah
Bermujahadah
Bermuqarabah
Menghadiri majelis iman

4.3.

Kepada orang lain

Mencium tangan dan memberi salam kepada orang tua ketika

sebelum dan akan meninggalkan rumah

Berbicara dengan sopan kepada orang yang lebih tua

Menghormati kakak dan menyayangi adik

Mematuhi perintah orang tua

Mengucapkan salam ketika bertemu

Memberi senyum ketika mengucapkan salam

Menyapa ketika bertemu di jalan

Bersabar ketika menghadapi orang lain yang tidak sesuai dengan


diri kita

Mengetuk pintu ketika bertamu ke rumah orang lain

4.4.

Kepada lingkungan
Membuang sampah pada tempat yang seharusnya
Tidak melakukan perburuan liar
Tidak merusak fasilitas umum
Mematuhi peraturan lalu lintas
Menyingkirkan batu di jalan

5. DAKWAH DAN JIHAD


5.1. Dakwah
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil
orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan
garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata
benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Kata
dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga
menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.
Ilmu Dakwah
Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk
menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau
melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang
yang menyampaikan dakwah disebut "Da'i" sedangkan yang menjadi obyek
dakwah disebut "Mad'u". Setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam
adalah "Da'i".

Tujuan utama dakwah


Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW
mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan,
tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman
karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang
mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium,
Mukaukis dari Mesir, Kista dari Persia Iran dan Raja Najasyi dari Habasyah
(Ethiopia).
Fiqhud-dakwah
Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan
dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan
tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan
Risalah al Islamiyah.
Dakwah Fardiah
Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang
kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang
kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang
dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah
menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal
ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan
selamat), dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah).
Dakwah Ammah
Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang
dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud
menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk
khotbah.

Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang
dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang
berkecimpung dalam soal-doal dakwah.
Dakwah bil-Lisan
Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah
melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek
dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan
dengan hari ibadah seperti khutbah Jum'at atau khutbah hari Raya, kajian yang
disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan
dengan metode dialog dengan hadirin.
Dakwah bil-Haal
Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata.
Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan
hal ikhwal si Da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang
besar pada diri penerima dakwah.
Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau
mencontohkan Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan
mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah
Islamiyah.
Dakwah bit-Tadwin
Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit atTadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku,
majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah
sangat penting dan efektif.
Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun
sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini

Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari
darahnya para syuhada".
Dakwah bil Hikmah
Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif
bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah
merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas
dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin
wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:

adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil

memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan

terhindar dari kerusakan

ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan

ilmu yang utama

obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan

pengetahuan atau ma'rifat.

akal

Menurut istilah Syar'i:

valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang

benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu


pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.

5.2. Jihad
Dalam Islam, arti kata Jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh.
Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu
menegakkan Din Allah atau menjaga Din tetap tegak, dengan cara-cara sesuai
dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Jihad yang dilaksanakan Rasul
adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada
aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan
mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi
khalifah Allah di bumi.
Pelaksanaan Jihad
Pelaksanaan Jihad dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pada konteks diri pribadi - berusaha membersihkan pikiran

dari pengaruh-pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual di


dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Komunitas - Berusaha agar Din pada masyarakat sekitar

maupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan mereka


dari kemusyrikan.

Kedaulatan - Berusaha menjaga eksistensi kedaulatan dari

serangan luar, maupun pengkhianatan dari dalam agar ketertiban dan


ketenangan beribadah pada rakyat di daulah tersebut tetap terjaga termasuk
di dalamnya pelaksanaan Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Jihad ini hanya
berlaku pada daulah yang menggunakan Din Islam secara menyeluruh
(Kaffah).
Jihad dan perang

Arti kata Jihad sering disalahpahami oleh yang tidak mengenal


prinsip-prinsip Din Islam sebagai 'perang suci' (holy war); istilah untuk
perang adalah Qital, bukan Jihad.
Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan jika terjadi fitnah yang
membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa serangan-serangan
dari luar). Jihad tidak bisa dilaksanakan kepada orang-orang yang tunduk
kepada aturan Allah atau mengadakan perjanjian damai maupun ketaatan.
Etika perang
Semasa kepemimpinan Muhammad dan Khulafaur Rasyidin antara
lain diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum mengirim
pasukan untuk berperang melawan pasukan Romawi, memberikan pesan
pada pasukannya , yang kemudian menjadi etika dasar dalam perang yaitu:

Jangan berkhianat.

Jangan berlebih-lebihan.

Jangan ingkar janji.

Jangan mencincang mayat.

Jangan membunuh anak kecil, orang tua renta, wanita.

Jangan membakar pohon, menebang atau menyembelih binatang

ternak kecuali untuk dimakan.

Jangan mengusik orang-orang Ahli Kitab yang sedang beribadah.

Jihad dan terorisme

Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam


bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam
peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang
mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang
tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar
hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan
harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak
yang semuanya berdoa : "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri
ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi
Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak
mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk
penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah
yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan
suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan
Allah di muka bumi.

BAB III

PENUTUP
1. SIMPULAN
Agama Islam telah mengajarkan kepada kita untuk selalu
bertingkah laku sesuai etika, moral, dan akhlak. Ketiga unsur itu,
berhubungan dengan benar-salah, baik-buruk dalam aturan berperilaku
baik terhadap Allah, diri sendiri dan orang lain serta lingkungan. Semua
itu sudah tercantum dalam kitab suci alquran. Namun, pemahaman tentang
etika, moral, dan akhlak yang baik akan sia-sia apabila tidak diamalkan
dengan perbuatan. Salah satu cara mengamalkannya adalah dengan
berjuang di jalan Allah, berdakwah ataupun berjihad. Dakwah ataupun
jihad dalam hal ini tidak boleh sampai merugikan pihak lain, karena
bagaimanapun juga, kita memiliki aturan dalam berhubungan dengan
orang lain. Dan pada akhirnya, semua aturan itu bisa membawa umat
muslim menuju keseimbangan dan kebahagiaan yang hakiki.

2. SARAN
Sebagai umat muslim, kita harus menaati aturan (moral, etika,
akhlak) islam yang dapat dimulai dari diri kita sendiri sebagai upaya untuk
mengatasi kemerosotan sosial umat muslim saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
http://adab.uin-suka.ac.id/file_kuliah/Akhlak-Tasawuf.doc
http://www.qalbu.net
http://www.wikipiedia.com
Mansoer, Hamdan, dkk. Materi Intruksional Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum.2004. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama
Islam Departemen Agama RI.
"Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari" By : Al-Qismu Al-Ilmi-Dar Al-Wathan

Anda mungkin juga menyukai