Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

INTERMEDIATE TRAINING (LK 2)


HMI CABANG KAB. BANDUNG

OLEH :

MOH. FATUR PASAMBUNA

HMI CABANG BOLAANG MONGONDOW RAYA


2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa
memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga
kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat serta salam selalu
terhantur kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua
ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau
yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah
kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis
syukuri, karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatNya pulalah akhirnya
penulis dapat menyelasaikan makalah ini guna persyaratan untuk mengikuti
Intermedite Training (LK II) Tingkat Nasional Yang dilaksanakan oleh
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kab. Bandung pada Bertempat di
Gedung Pemda Kabupaten Kab. Bandung. Adapun judul makalah ini adalah:
Filsafat Ilmu Dalam Penguatan Karakter Insan Cita.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada HMI Cabang Bolaang Mongondow Raya dan juga rekan-rekan kader-
kader HMI yang selalu berjuang, yang selalu memberikan saran, koreksi dan
motivasi yang sangat membangun, serta ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan untuk semua Pengurus HMI Cabang Kab. Bandung yang telah
berjuang untuk mengadakan Intermedite Training (LK II) ini dengan harapan
dan tujuan yang sangat mulia.
Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan.
Dan dengan memanjatkan do’a dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini
menjadi amal dan mendapat ridha dan balasan serta ganjaran yang berlipat
ganda dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.

BillahittaufiqWalHidayah

Kotamobagu, 30 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …….…………………………………………………… i


DAFTAR ISI …...……………………………………………………………… ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Masalah………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….. 2
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………… 2
1.4 Metode Penulisan………………………………………………... 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1. Ruang lingkup filsafat ilmu……………………………………... 3
2.1.1. Pengertian filsafat………………………………………… 3
2.1.2. Pengertian ilmu………….………………………………... 4
2.1.3. Hubungan filsafat dan ilmu………...…………………….. 4
2.1.4. Tujuan filsafat ilmu………………………………………. 5
2.2. Pengembangan karakter…………………………………………. 6
2.2.1. Pengertian karakter……………………………………….. 6
2.2.2. Konfigurasi pengembangan karakter…………………….. 7
2.3. Pembentukan karakter insan cita………………………………... 9
2.3.1 Pengkaderan HMI: system pendidikan yang membangun
Karakter………………………………………………….. 9
2.3.2 Wujud kader yang berkualitas insan cita ……………… 10
BAB III : PENUTUP
3.1. Kesimpulan……………………………………………………... 13
3.2. Saran……………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak terlepas dari peranan
filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat, karena
kehadiran filsafat telah mengubah pola pemikiran bangsa yunani dan umat
manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir
mitosentris ke logosentris itulah yang di harapkan bagi setiap kader HMI yang
bisa menjauhkan dari sifat apologetic sehingga nilai yang terkandung dalam suatu
ilmu bisa di konkritkan kedalam kehidupan sehari – hari setiap kader HMI.
Karakter setiap kader HMI sangat di pengaruhi bagaimana pemahaman
dan pemikiran mereka terhadap NDP, NDP hadir tidak hanya memberikan sebuah
teori yang sangat jauh dari realisasi, melainkan kehadiran NDP memberikan suatu
nilai bagi setiap kader HMI, bahwa ilmu tanpa sebuah keimanan akan terasa jauh
untuk di amalkan. NDP seperti apa yang di tuturkan oleh Cak Nur, agar kader
HMI berfikirnya tidak hitam putih dan mampu bersikap inklusif, sehingga bisa
mengamalkan setiap pengetahuan untuk kemaslahatan umat dan bangsa. Untuk
bisa memahami dan mentransformasikan nilai–nilai yang terkandung dalam NDP
dalam membentuk karakter setiap kader HMI maka perlu sebuah metode yang
bisa mengarahkan dan dapat di pertanggung jawabkan dalam setiap hasil
pemikiran maupun tindakan setiap kader. Disinilah hadir apa yang kita sebut
dengan Filsafa Ilmu.
Filsafat Ilmu memberikan gambaran pemikiran yang jernih tentang alam
dan seisinya. Inilah yang seharusnya menjadi dasar dari setiap pemikiran dan
tindakan dari setiap kader HMI, dimana Filsafat Ilmu menjadi pondasi dalam
menerjemahkan nilai–nilai yang terkandung dalam NDP, untuk membentuk
Karakter insan cita sehingga setiap kader bisa menjadi insan – insan yang
professional, proporsional yang di bingkai dalam keimanan dalam ridho ALLAH
SWT.

1
Inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini di mana penulis
mengambil judul “ Filsafat Ilmu Dalam Penguatan Karakter Insan Cita”, judul
ini hadir karena penulis memandang menurunnya karakter insan cita dewasa ini
yang di karenakan pola pikir yang jauh kata rasional.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang disebutkan tadi ada beberapa masalah
yang akan dibahas pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana Korelasi filsafat ilmu dan karakter
2. Bagaimana penguatan karakter untuk mencapai karakter insan cira?

1.3 Tujuan Penulisan


Ada beberapa tujuan penulisan yang akan disampaikan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui korelasi antara filsafat ilmu dan penguatan karakter
2. Untuk mengtahui pengaruh penguatan karakter terhadap lima kualiatas insan
cita.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode library
research (penelitian kepustakaan), studi kepustakaan ini penulis gunakan untuk
mendalami teori-teori dan hal lain yang ada dalam buku-buku serta tulisan-tulisan
lainnya yang berkaitan dengan judul yang dibahas dalam tulisan ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU


2.1.1 Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari kata yunani, yaitu philosophia, kata yang berangkai
dari kata philein yang berarti mencintai, dan Sophia berarti kebijaksanaan.
Philosophia berarti: cinta akan kebijaksanaan (inggris: love of wisdom, belanda:
wijsbegeerte, arab: muhibbu al-hikmah). Orang yang berfilsafat atau orang yang
melakukan filsafat di sebut filsuf atau filosof, artinya pecinta kebijaksanaan.
Dalam arti pengetahuan sejati (pengetahuan yang benar), kata philosophia
bertahan mulai plato sampai aristoteles, tetapi objeknya meliputi juga ilmu, yaitu
usaha untuk mencari sebab yang universal (taufik tawil:1979:45)
Pembentukan kata filsafat menjadi kata Indonesia di ambila dari kata barat
fil dan safat dari kata arab sehingga terjadilah gabungan dari antara keduanya
(harun nasution:falsafah agama:1979:9)
Kata Sophia di pindahkan oleh orang arab ke dalam bahasa mereka dengan
kata hikmah. Berdasarkan Q.S Al Baqarah;2:269.
“ Allah mengaanugerahkan al-hikmah kepada siapa yang di kehendaki. Dan
barang siapa yang di anugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah di anugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang- orang yang berakalah yang dapat
mengambil pelajaran(dari firman allah).”
Al kindi menyebutkan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang benar
(knowledge of truth). Al-quran yang membawa argument-argumen yang benar
dan meyakinkan tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang di hasilkan
oleh filsafat. Bahkan teologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan umat islam di
wajibkan mempelajari Agama di samping wahyu mempergunakan akal, dan
filsafat juga menggunakan akal. Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena
adanya hal-hal yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak
di gariskan Al-quran. Hal ini menurut Al kindi tidak dapat di jadikan alasan untuk
menolak filsafat.

3
2.1.2 Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa arab „alima, ya‟lamu, „ilman, dengan wazan
fa‟ila,yaf‟alu, yang berarti mengerti, memahami benar – benar. Dalam bahasa
inggris di sebut science dari bahasa latin scientia (pengetahuan). Sinonim yang
paling dekat dengan bahasa yunani adalah episteme.
Dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan dalam suatu bidang
yang di susun secara bersistem menurut metode – metode tertentu, yang dapat di
gunakan untuk menerangkan gejala – gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Pythagoras (572-497 SM) adalah filosof yang pertama kali menggunakan
kata filsafat, dia mengemukakan bahwa manusia dapat di bagi ke dalam tiga tipe:
mereka yang mencintai kesenangan, mereka yang mencintai kegiatan, dan mereka
yang mencintai kebijaksanaan.
Aristoteles (384-332 SM), tokoh utama filosof klasik, mengatakan bahwa filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala terdalam dari wujud.

2.1.3 Hubungan Filsafat dan Ilmu


Filsafat dan ilmu pengetahuan selalu ada keterkaitan secara substantive. Di
zaman plato, bahkan sampai masa al kindi, batas antara filsafat dan ilmu
pengetahuan boleh di sebut tidak ada. Seorang filsuf pasti menguasai semua ilmu,
tetapi perkembangan daya piker manusia yang mengembangkan filsafat pada
tingkat praktis, berujung pada loncatan ilmu di bandingkan dengan loncatan
filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut,
perkembangan ilmu pengetahuan yang di dukung oleh teknologi telah
mengalahkan perkembangan filsafat.
Athur Thomson mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakat – fakta,
pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan sangat
sederhana. S. Hornby menyatakan ilmu adalah susunan atau kumpulan
pengetahuan yang di peroleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta – fakta.
Ilmu dapat dibedakan dengan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori,
kesimpulannya di tarik setelah di adakan pengujian – pengujian secara berulang –
ulang. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni kesimpulan – kesimpulannya di
tarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris

4
seperti di miliki ilmu, karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif yang ini
juga di miliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat di buktikan oleh filsafat itu
sendiri, tetapi hanya dapat di buktikan oleh teori – teori keilmuan melalui
observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan.
Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat di tempatkan pada posisi maksimal
pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu di jangkau oleh ilmu.
Filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan,
namun disisi lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja ilmuwan. Filsafat
seringn juga di sebut induk ilmu pengetahuan (mother of science) dapat menjadi
pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan
oleh ilmu.
Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan – tingkatan pengetahuan
sesuai dengan karakteristik objeknya sbb:
1. Pengetahuan eikasia (khayalan)
2. Pengetahuan fistis
3. Pengetahuan dianoya (matematik)
4. Pengetahuan neosis(filsafat)
Sedangkan menurut aristoteles pengetahuan harus merupakan kenyataan
yang dapat di hindari dan kenyataan adalah sesuatu yang meransang budi kita
kemudian mengolahnya. Adapun pembagian menurut aristoteles:
1. Pengetahuan produksi (seni)
2. Pengetahuan praktis (etika,ekonomi,politik)
3. Pengetahuan teoritis (fisika,matematika dan metafisika).

2.1.4 Tujuan Filsafat Ilmu


Tujuan filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.

5
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan
nonilmiah.
4. Mendorong pada calon ilmuan dan ilmuwan dan iluman untuk konsisten
dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan
agama tidak ada pertentangan.

2.2 PENGEMBANGAN KARAKTER


2.2.1 Pengertian Karakter
Karakter atau kepribadian suatu bangsa biasanya diadopsikan dari nilai-
nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa yang diyakini kebenarannya secara
universal. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beradab, bangsa yang berbudaya
bangsa yang beretika, dan bangsa yang religius, itulah yang dikatakan sebagai
karakter bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa seorang warga bangsa Indonesia
dianggap memilki karakter bangsa jika dalam kehidupan sehari-hari selalu
mengimplementasikan nilai moralitas, regiusitas dan nilai-nilai luhur lainnya. Bila
diabaikan nilai-nilai karakter maka akibatnya bangsa ini akan terjadinya
ketimpangan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam terminology psikologi menurut Nasir (158: 168) karakter adalah
watak, perangai, sifat dasar yang khas, suatu sifat atau kualitas yang tetap terus
menerus dan kekal sehingga bisa dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan
sesorang.15 Nilai-nilai karakter dapat diterapkan melalui pendidikan. Kebanyakan
lembaga pendidikan pada saat ini justru melaksanakan pembelajaran hanya
memaksimalkan institusi ilmunya saja, tanpa memperhatikan nilai-nilai karakter
mahasiswa yang akibatnya mahasiswa kehilangan jati diri sebagai manusia yang
religius dan bermoral. Hal ini tampak dari memburuknya prilaku atau etika dari
mahasiswa dalam belajar; mudah putus asa jika belum bisa, tidak jujur dalam
belajar jika belum tahu untuk mengatakan saya belum tahu, kurang dapat
menghargai pendapat teman, kurang demokratis, tidak disiplin dalam belajar,
tidak mandiri dalam belajar, dan juga kurang kreatif. Seperti pada pembelajaran
geometri transformasi mahasiswa yang kurang, biasanya menunjukkan prilaku

6
yang kontraproduktif dalam menyelesaikan persoalan matematika. Misalnya,
mereka membaca tetapi tidak memahami makna dari suatu pertanyaan, tidak
mencerna informasi yang diperoleh, tidak yakin dengan cara yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah, dan cepat menyerah ketika tidak tahu bagaimana
menyelesaikan masalah tersebut. Dari kesehari-harian prilaku atau etika
mahasiswa yang demikian berakibat lunturnya / memburuknya nilai-nilai karakter
mahasiswa yang implikasinya martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh
bangsa lain. Oleh karenanya peran institusi perguruan tinggi untuk mengubah
paradigma pendidikan sangat diperlukan.
Hal serupa harus diterapkan dalam organisasi. Kita bisa lihat bersama
bahwa kemunduran organisasi tidak hanya disebabkan oleh berkurannya aktivitas
organisasi akan tetapi mundurnya karakter dari kader organisasi tersebut. Apa
terlebih organisasi sebesar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang mengusung
nilai-nilai keislaman. Karekater kader HMI haruslah mencerminkan karekter
keislaman yang mampu mengemban dan menjabarkan nilai-nilai keislaman dan
berjuang sesuai dengan syariat islam. Dengan begitu arah organisasi lebih terarah
sesuai dengan tujuan organisasi.
Singkatnya Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan: tabiat, watak, akhlak atau
budi pekerti (yang membedakan seseorang dengan orang lain). Dimana Tabiat
adalah perangai, perbuatan yang selalu dilakukan (kelakuan, tingkah laku) dan
Watak adalah sifat bathin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan
tingkah laku.

2.2.2 Konfigurasi Pengembangan Karakter


Karakter seseorang dlm proses perkembangan dan pembentukannya
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan
(nature).
Tinjauan teoretis perilaku berkarakter secara psikologis merupakan
perwujudan dari potensi:
- Intellegence Quotient (IQ)
- Emotional Quentient (EQ)
- Spritual Quotient (SQ)

7
- Adverse Quotient (AQ)
Seseorang yg berkarakter menurut pandangan agama jika pd dirinya
terkandung potensi-potensi, yaitu:
- Sidiq (Believer, Kecerdasan Spiritual, Jujur)
- Amanah (Kecerdasan Sosial, Bert. Jawab)
- Fathonah (Kecerdasan Intelektual, Cerdas)
- Tablig (Kecerdasan Emosional, Peduli Dan Kreatif)
Seseorang yang berkarakter menurut teori pendidikan apabila seseorang
memiliki potensi :
- Kognitif
- Afektif
- Psikomotor
Seseorang berkarakter menurut teori sosial, mempunyai logika dan rasa
dalam :
- Menjalin hubungan intra personal
- Menjalin hubungan interpersonal
- Dalam kehidupan bermasyarakat
Pembangunan bangsa dan pembangunan karakter (nation and character
building) merupakan dua hal utama yang perlu dilakukan bangsa Indonesia agar
dapat mempertahankan eksistensinya. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang
tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Pembangunan bangsa harus berbarengan dengan pembangunan karakter demikian
pula sebaliknya.
Hal ini tersirat dalam syair lagu kebangsaan kita “bangunlah jiwanya
bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”. Membangun jiwa adalah
membangun karakter manusia dan bangsa. Inti karakter adalah kebajikan
(goodness) dalam arti berfikir baik (thinking good), berperasaan baik (feeling
good), dan berperilaku baik (behaving good).
Dengan demikian karakter itu akan tampak pada kesatuan pikiran,
perasaan, dan perbuatan yang baik dari bangsa Indonesia.

8
2.3 PEMBENTUKAN KARAKTER INSAN CITA
2.3.1 Pengkaderan HMI ; System Pendidikan yang Membangun Karakter
Kader

Dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi kader HMI


menggunakan pendekatan yang sistematik dalam keseluruhan proses
pengkaderannya. Semua bentuk aktifitas perkaderan disusun dengan semangat
integralistik untuk mengupayakan tercapainya tujuan organisasi. Maka dari itu
HMI memberikan keterangan yang jelas dan tegas terkait sistem perkaderan pada
pedoman perkaderannya.
Melihat hmi berfungsi sebagai organisasi kader, maka seluruh aktifitasnya
harus memperhatikan kualitas karakter para anggotanya sifat kader HMI
dipertegas dalam tujuan pasal 4 anggaran dasar HMI dan usaha-usaha pada pasal
5 AD HMI. tujuan ini mengarahkan kemana perkaderan itu dibawa dan output dan
inputnya itu semua terdapat pada usaha yang harus dilakukan.
Kader HMI haruslah berkualitas, berkarakte dan mempunyai nilai lebih
dari mahasiswa lainnya. Kader hmi merupakan Human Material yang di hadapi
HMI untuk dibina dan di kembangkan adalah mereka yang memiliki kualitas-
kualitas sebagai mahasiswa mereka terampil atau ahli dalam bidang keimuannya.
Sebagai kader mereka memiliki kesadaran untuk berlatih dan mengembangkan
potensi pribadinya guna menyongsong masa depan umat, peradaban, Negara,
bangsa Indonesia. Sebagai pejuang mereka ikhlas, bersedia berbuat dan berkorban
guna mencapai cita-cita umat islam dalam menopang peradaban dan kemajuan
bangsa Indonesia kini dan mendatang. HMI haruslah membina kader dengan
wawasan keilmuan dimana filsafat berperan penting dan pembentukan karakter
sebagai modal kader dalam berperan Berarti kegiatan dan aktifitas HMI
merupakan pendidikan kader (kaderisasi) dengan sasaran anggota-anggota HMI
dalam hal:
a) watak dan kepribadiaannya yaitu dengan memberikan kesadaran agama,
akhlak dan watak yang menjelma menjadi individu yang beriman, berakhlak
luhur,memiliki watak ontektik serta memiliki pengabdiaan dalam arti hakiki.

9
b) kemamapuan keilmuanyang luas, Yaitu dengan membina anggota sehingga
memiliki keilmuaan dan pengetahuan serta kecerdasan dan kebijaksanaan.
Seorng kader hmi dituntut sebagai intelektual yang paripurna yang tidak
hanya pakar pada bidang keilmuannya akan tetapi ia akan memperluas
cakrawala keilmuannya ditambah dengan kecerdasan dan kebijaksanan
karena ia sadar sebagai hamba Allah yang mempunyai tanggung jawab social.
c) keterampilannya. Pandai dan cerdas menerjemahkan ide juga pikiran dalam
praktik. Dengan terbinanya 3 sasaran tersebut maka terbinalah 5 insan cita
HMI yang beriman berilmu dan beramal.
Dengan demikian terbinanya tiga sasaran tersebut. Maka terbinalah insan
cita HMI yang ber iman, berilmu dan beramal. Tujuan hmi telah memberikan
gambaran tentang insan cita.

2.3.2 Wujud Kader Berkualitas Insan Cita


Berpijak pada landasa-landasan, arah dan tujuan pengkaderan HMI, maka
akhir kegiatan perkaderan di HMI diarahkan dalam rangka membentuk profil
kader yang ideal, yaitu muslim intelektual professional. Tiga aspek usaha yang
harus dilakukan yaitu pembentukan integritas karakter, pengembangan kuaalitas
intelektual atau kemampuan ilmiah, pengembangan kemampuan profesi atau
keterampilan harus terintegrasikan secara utuh. Secara spesifik wujud dan profil
kader yang dinginkan HMI adalah sesuai dengan tujuannya pada pasal 4 AD HMI
yaitu lima kualitas insan cita.
Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud oleh
HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan
serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Pada esensinya insan
pelopor yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil
atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu
bagaimana mencari ilmu `perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai
dengan yang dicita-citakan man of future”. Tipe ideal dari hasil perkaderan HMI
adalah “man of inovator” (duta-duta pembantu). Penyuara “idea of progress”
insan yang berkeperibadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak

10
takabur dan bertaqwa kepada Allah Allah SWT. Mereka itu manusia yang
berkarakter dalam kualitas yang maksimal sebagai kader Paripurna (insan kamil).
Kader paripurna dituntut menerapkan “ethic” tinggi, nilai-nilai yang
merepresentasikan seorang yang paripurna. Kader HMI harus mempunyai
kekuatan moral”moral force” dalam masyarakat. senantiasa harus bersikap kritis
dan menciptakan perubahan terhadap realitas. Kader haruslah berkomitmen
kepada kebenaran, keadilan dan kejujuran. Karena ilmu yang luas saja tidak cukup
perlu adanya kekuatan moral moral force” untuk membentenginya.
Disamping itu kader paripurna adalah pelopor yang mempunya inisiatif
avant garde, untuk prakarsa pertama dalam setiap situasi dan kondisi untuk
memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah. Kepeloporan dapat di miliki oleh
orang yang memiliki tiga sarat sebagai beriku; (1) memiliki ilmu pengetahuan
yang luas (2) memiliki karakter yang memiliki perwujudan nilai-nilai keislaman
dan (3) memiliki kemauan, keinginan untuk melaksanakannya.
Kader paripurna idealnya mengetahui indenpendensi etis HMI yang
merupakan karakter dan kepribadian kader. Watak independen HMI terwujudkan
secara etis dalam bentuk pola pikir pola sikap dan pola laku setiap kader HMI.
Juga teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah organisasi HMI yang akan
membentuk "Independensi organisatoris HMI". Aplikasi dari dinamika berpikir
dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan
teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap yang :
Cenderung kepada kebenaran (hanief); Bebas terbuka dan merdeka, Obyektif
rasional dan kritis, Progresif dan dinamis dan Demokratis, jujur dan adil.
Independensi organisatoris adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi
secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI. Ini diartikan bahwa setiap kader
secara massif senantiasa melakukan partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan
konstitusional agar perjuangan, tujuan dan segala usaha atau amal shalih bisa
terwujud. Dalam melakukan partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan
konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya tunduk serta komit pada
prinsip-prinsip kebenaran dan obyektifitas.
Selain itu kader paripurna merupakan ulama intelektual dan intelektual
ulama yaitu kader HMI yang memiliki kemampuan seimbang antara ilmu agama

11
dan ilmu umum bagi sarjana umum, dan sebaliknya memilki kemampuan
seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama bagi sarjana agama. Semua itu
sesuai dengan tujuan kehidupan manusia yang fitri adalah kehidupan yang
menjamin adanya kesejahteraan jasmani dan rohani secara seimbang atau dengan
kata lain kesejahteraan materiil dan kesejahteraan spiritual.
Bahwa tujuan HMI sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 4 AD
HMI pada hakikatnya adalah merupakan tujuan dalam setiap Anggota HMI. Insan
cita HMI adalah gambaran masa depan HMI. Suksesnya anggota HMI dalam
membina dirinya untuk mencapai Insan Cita HMI berarti dia telah mencapai
tujuan HMI.
Insan cita HMI pada suatu waktu akan merupakan “Intelektual
community” atau kelompok intelegensi yang mampu merealisasi cita-cita umat
dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakat yang religius sejahtera, adil dan
makmur serta bahagia (masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
Subhanahuwataalah).
Dengan demikian pengembangan karakter kader dengan menekankan
pemahaman tentang filsafat keilmuan merupakan aset berharga bagi HMI
terutama umat bangsa dan Negara ini. Mereka yang akan menjadi intelektual,
pemimpin, ulama, ilmuan , negarawan, ekonom, yang paripurna penerus bangsa
dan harapan umat. Maka sudah menjadi tugas HMI untuk mencetak kader-kader
berkualitas yang mengabdi pada umat, bangsa dan negaranya dengan ikhlas
limardhotila

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Filsafat Ilmu memilki tujuan seperti :
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2 Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.
3 Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan
nonilmiah.
4 Mendorong pada calon ilmuan dan ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam
mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5 Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan
agama tidak ada pertentangan.
Sedangkan Karakter atau kepribadian suatu bangsa biasanya diadopsikan
dari nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa yang diyakini kebenarannya
secara universal. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beradab, bangsa yang
berbudaya bangsa yang beretika, dan bangsa yang religius, itulah yang dikatakan
sebagai karakter bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa seorang warga bangsa
Indonesia dianggap memilki karakter bangsa jika dalam kehidupan sehari-hari
selalu mengimplementasikan nilai moralitas, regiusitas dan nilai-nilai luhur
lainnya. Bila diabaikan nilai-nilai karakter maka akibatnya bangsa ini akan
terjadinya ketimpangan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam terminology psikologi menurut Nasir (158: 168) karakter adalah
watak, perangai, sifat dasar yang khas, suatu sifat atau kualitas yang tetap terus
menerus dan kekal sehingga bisa dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan
sesorang. Nilai-nilai karakter dapat diterapkan melalui pendidikan. Kebanyakan
lembaga pendidikan pada saat ini justru melaksanakan pembelajaran hanya
memaksimalkan institusi ilmunya saja, tanpa memperhatikan nilai-nilai karakter

13
mahasiswa yang akibatnya mahasiswa kehilangan jati diri sebagai manusia yang
religius dan bermoral. Hal ini tampak dari memburuknya prilaku atau etika dari
mahasiswa dalam belajar; mudah putus asa jika belum bisa, tidak jujur dalam
belajar jika belum tahu untuk mengatakan saya belum tahu, kurang dapat
menghargai pendapat teman, kurang demokratis, tidak disiplin dalam belajar,
tidak mandiri dalam belajar, dan juga kurang kreatif. Seperti pada pembelajaran
geometri transformasi mahasiswa yang kurang, biasanya menunjukkan prilaku
yang kontraproduktif dalam menyelesaikan persoalan matematika. Misalnya,
mereka membaca tetapi tidak memahami makna dari suatu pertanyaan, tidak
mencerna informasi yang diperoleh, tidak yakin dengan cara yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah, dan cepat menyerah ketika tidak tahu bagaimana
menyelesaikan masalah tersebut. Dari kesehari-harian prilaku atau etika
mahasiswa yang demikian berakibat lunturnya / memburuknya nilai-nilai karakter
mahasiswa yang implikasinya martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh
bangsa lain. Oleh karenanya peran institusi perguruan tinggi untuk mengubah
paradigma pendidikan sangat diperlukan.
Hal serupa harus diterapkan dalam organisasi. Kita bisa lihat bersama
bahwa kemunduran organisasi tidak hanya disebabkan oleh berkurannya aktivitas
organisasi akan tetapi mundurnya karakter dari kader organisasi tersebut. Apa
terlebih organisasi sebesar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang mengusung
nilai-nilai keislaman. Karekater kader HMI haruslah mencerminkan karekter
keislaman yang mampu mengemban dan menjabarkan nilai-nilai keislaman dan
berjuang sesuai dengan syariat islam. Dengan begitu arah organisasi lebih terarah
sesuai dengan tujuan organisasi.
Singkatnya Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan: tabiat, watak, akhlak atau
budi pekerti (yang membedakan seseorang dengan orang lain). Dimana Tabiat
adalah perangai, perbuatan yang selalu dilakukan (kelakuan, tingkah laku) dan
Watak adalah sifat bathin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan
tingkah laku
Dari dua hal di ataslah, penulis meyakini bahwa dalam penguatan karakter
insan cita di perlukan sebuah penalaran ilmiah yang bertolak dari kecintaan pada

14
kebenaran serta memiliki karakter insan yang paripurna untuk mencapai
pembangunan karakter bangsa untuk kemajuan bangsa Indonesia.

3.2 SARAN
Dari hasil penyusunan makalah ini penulis menyarankan bagi pembaca
dan terlebih khusus bagi kawan- kawan kader hijau hitam, untuk lebih
mengembangkan karakter dengan mempelajari filsafat ilmu lebih komprehensif
dan juga pengembangan karakter lebih jauh, untuk mencapai insan yang paripurna
yang memiliki intelektual religious, untuk umat dan bangsa

15
DAFTAR PUSTAKA

AkmalTarigan, Azhari. 2007. Islam Mazhab HMI; Tafsir Tema Besar Nilai-
Nilai Dasar Perjuangan (NDP). Medan: Kultura.
Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : CAPS
Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu Revisi. Jakarta: Rajawali Pers
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta : Lentera
Hadiatmaja, Sarjana. 2011. Etika Jawa. Yogyakarta: Grafika
Lickona.1992. Educating for Character: How our school can teach respect &
responsibility. New York: Bantam Books,
Supriadi, 2013.HMI untuk Indonesia satu. Jakarta.
Hasil- hasil KONGRES HMI XXVIII. 2015. Pekanbaru. Riau.

Anda mungkin juga menyukai