MATA KULIAH
Arif Rahman Hakim, MA
Psikologi Umum
MAKALAH
Oleh:
Kelompok 1
1. Jubaidah (210101010110)
2. Nur Rahmi Latifah (210101010118)
KATA PENGANTAR
الرحيــم
ّ الرحمن
ّ بــسم اهلل
Segala puji hanyalah bagi Allah SWT, atas segala limpahan karunia,
nikmat, dan petunjuk-Nya sehingga pada akhirnya makalah ini dapat selesai.
Shalawat serta salam selalu kita haturkan kepada panutan kita, Nabi Besar
Muhammad Saw, keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamduillah atas izin-Nya dan atas kerja sama yang baik dari teman-teman yang
telah memberikan ide-idenya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
penulisan makalah yang berjudul ”Konsep Manusia Menurut Mazhab
Psikoanalisis Dan Behaviorisme” dengan tepat waktu, sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan.
Kami sampaikan terima kasih banyak kepada bapak Arif Rahman
Hakim, MA selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Agama yang telah
mempercayakan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Juga kepada kedua orang tua serta teman-teman sekalian yang selalu
memberikan dukungan kepada kami.
Harapan kami, semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dalam
meningkatkann pengetahuan sekaligus wawasan kepada kita semua. Penulis
berharap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah...........................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian Identitas Nasional.......................................................................3
B. Faktor Pembentuk Identitas Nasional..........................................................5
C. Nasionalisme................................................................................................7
D. Ideologi Pancasila........................................................................................8
1. Pengertian Ideologi Pancasila..................................................................8
2. Ideologi Pancasila Sebagai Tonggak Eksistensi Bangsa.........................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................2
BAB 1
PENDAHULUAN
Maksud citra manusia di sini adalah gambaran tentang diri manusia yang
berhubungan dengan kualitas asli manusiawi, kualitas tersebut merupakan
sunatullah yang dibawa sejak lahir. Kondisi citra manusia secara potensial tidak
dapat berubah, sebab jika berubah, maka eksistensi manusia akan menjadi hilang.
Namun secara aktual, citra itu dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan
manusia itu sendiri.1
1
Imam Malik, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 278.
Pemahaman citra manusia sangat beragam, hal itu tergantung pada latar
belakang di mana citra itu dirumuskan, misalnya latar belakang agama, ideologi
bangsa, cara pandang dan pendekatan studi. Pada rentang perkembangan sejarah,
psikologi barat kontemporer selain memiliki keunggulan konsep dan teorinya,
serta terdapat sejumlah kritik dan catatan.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya, psikologi berasal dari dua kata, psyche yang berarti jiwa
(Chaplin, 1981) dan logos yang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan (Walgito,
2004). Berdasarkan hal itu, psikologi sering kali dimaknai sebagai ilmu jiwa.
Gerungan (1966) menuliskan bahwa ilmu jiwa miliki konteks yang lebih luas dari
psikologi karena psikologi adalah bagian dari ilmu jiwa yang diperoleh dengan
metode dan prosedur yang ilmiah dan terstruktur. Oleh karena itu, psikologi sudah
pasti termasuk ilmu jiwa, sedangkan ilmu jiwa belum tentu psikologi.
2
Ahmad Saifuddin, Psikologi Agama (Implementasi Psikologi Untuk Memahami Perilaku
Beragama), (Jakarta Timur: PRENADAMEDIA GROUP, 2019), h. 1.
Psikologi, bahkan menganggap dirinya kompeten dalam bidang ini. Demikian
pula apabila seorang sarjana Psikologi berhasil mengatasi masalah-masalah
psikologis dengan bantuan ilmunya dianggap sebagai hal yang biasa dan mudah
dimengerti. Namun bilamana sarjana Psikologi tersebut gagal dalam menerapkan
ilmunya untuk mengatasi masalah psikologis, maka kegagalan dan korbannya
akan didemonstrasikan sepanjang hidupnya. Berbeda dengan kegagalan seorang
sarjana kedokteran yang tidak dimengerti oleh orang lain korbannya segera
dikubur dan dilupakan. Akan tetapi kalau berhasil sarjana kedokteran tersebut
akan menjadi pahlawan sebagai penyelamat hidup manusia dan ilmunya akan
dikagumi masyarakat.3
Psikologi agama terdiri dari dua kata, psikologi dan agama. Psikologi
sendiri, seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya, memiliki definisi
sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari segenap dinamika kejiwaan dan
fungsi mental makhluk hidup (khususnya manusia) melalui perilaku karena
perilaku merupakan manifestasi dari kejiwaan.
B. Pengertian Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti; pengertian,
gambaran mental dari objek, proses, pendapat (paham), rancangan (cita-cita) yang
telah dipikirkan. 5Agar segala kegiatan berjalan dengan sistematis dan lancar,
3
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Kepribadian Muslim Pancasila), (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2001), h.21.
4
Ibid, h. 11.
5
Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 520.
dibutuhkan suatu perencanaan yang mudah dipahami dan dimengerti. Perencanaan
yang matang menambah kualitas dari kegiatan tersebut. Di dalam perencanaan
kegiatan yang matang tersebut terdapat suatu gagasan atau ide yang akan
dilaksanakan atau dilakukan oleh kelompok maupun individu tertentu,
perencanaan tadi bisa berbentuk ke dalam sebuah peta konsep.
Pada dasarnya konsep merupakan abstraksi dari suatu gambaran ide, atau
menurut Kant yang dikutip oleh Harifudin Cawidu yaitu gambaran yang bersifat
umum atau abstrak tentang sesuatu. 6
Fungsi dari konsep sangat beragam, akan
tetapi pada umumnya konsep memiliki fungsi yaitu mempermudah seseorang
dalam memahami suatu hal. Karena sifat konsep sendiri adalah mudah dimengerti,
serta mudah dipahami. Adapun pengertian konsep menurut para ahli:
1. Soedjadi, mengartikan konsep ke dalam bentuk atau suatu yang abstrak untuk
melakukan penggolongan yang nantinya akan dinyatakan kedalam suatu
istilah tertentu.
2. Bahri, konsep adalah suatu perwakilan dari banyak objek yang memiliki ciri-
ciri sama serta memiliki gambaran yang abstrak.
3. Singarimbun dan Efendi, konsep adalah suatu generalisasi dari beberapa
kelompok yang memiliki fenomena tertentu sehingga dapat digunakan untuk
penggambaran fenomena lain dalam hal yang sama
C. Pengertian Manusia
6
Harifudin Cawidu, Konsep Kufr Dalam al-Qur'an, Suatu Kajian Teologis Dengan Pendekatan
Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 13.
Secara lebih luas Ibn Mansur menguraikan bahwa kata al-basyar dipakai
untuk menyebut manusia baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu ataupun
banyak. 'Kata al-basyar adalah jamak dari kata al-basyarah yang artinya
permukaan kulit kepala, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut atau bulu. Berbagai uraian di atas memberikan pengertian bahwa
penekanan kata al-basyar adalah sisi fisik manusia yang secara biologis memiliki
persamaan antara seluruh umat manusia.
7
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Kepribadian Muslim Pancasila), (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2001), h.21-23.
kecerdasan. Karena itu, ia mengabaikan problem kecerdasan dan mengerahkan
usahanya untuk me mahami dan menerangkan apa yang diistilahkannya sebagai
ketidaksadaran. Menurut Freud, hal ini tidak dapat dipelajari dengan metode
introspeksi ataupun eksperimen laboratorium.
Insting adalah suatu berkas atau butir energi psikis atau seperti dikatakan
Freud, “Suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja.” Semua insting bersama-
sama merupakan keseluruhan energi psikis yang tersedia bagi kepribadian. Id
adalah reservoir dari energi ini, dan juga merupakan sumber-sumber insting.
Insting dapat dianggap sebagai dinamo yang memberikan daya psikologis untuk
menjalankan bermacam-macam kegiatan kepribadian.
Menurut Freud sumber dan tujuan insting akan konstan selama hidup,
kecuali jika sumber tersebut diubah dihilangkan akibat pematangan fisik. Insting-
insting baru dapa muncul dengan berkembangnya kebutuhan-kebutuhan jasman
baru. Sedangkan objek atau cara orang berusaha memuaskan kebutuhan dapat
berubah-ubah selama hidup seseorang. Variasi dalam pemilihan objek ini
mungkin sebab energi psikis dapat dipindahkan (displaceable); dapat digunakan
dengan berbagai cara Karena itu jika suatu objek tidak tersedia karena tidak ada
atau karena rintangan-rintangan dalam kepribadian, maka energi dapa diarahkan
ke objek lain. Jika objek lain itu terbukti juga tidak dapat diperoleh maka bisa
terjadi suatu pemindahan lagi, begitu seterusnya sampai tersedia objek yang
cocok.
Jika energi suatu insting diarahkan pada suatu objek pengganti, artinya
bukan objek asli yang ditentukan sejak lahir, maka tingkah lakunya disebut
derivatif insting (instinc derivative). Jadi, jika pilihan objek seksual pertama bayi
ialah memanipulasikan alat-alat kelaminnya sendiri dan bayi itu dipaksa
melepaskan kenikmatan itu untuk digantikan dengan bentuk-bentuk stimulasi
tubuh yang kurang membahayakan seperti mengisap ibu jari atau bermain-main
dengan jari-jari kakinya, maka aktivitas-aktivitas substitusi itu merupakan
derivatif-derivatif insting seksual. Tujuan insting seksual tidak berubah sedikit
pun jika terjadi substitusi; tujuan yang dicari masih tetap kepuasan seksual
(Sarwono, 1996).
Teori psikoanalisis dari Freud dapat befungsi sebagai macam teori, yaitu:
Id
Superego
Superego adalah suatu sistem yang merupakan kebalikan dari Id. Sistem
ini sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan. Super ego berisi dorongan-dorongan
untuk berbuat kebaikan, dorongan untuk mengikuti norma-norma masyarakat dan
sebagainya. Dorongan-dorongan energi yang berasal dari Superego ini akan
berusaha menekan dorongan yang timbul dari Id, karena doronaan Id yang masih
primitif ini tidak sesuai atau tidak diterima oleh Superego. Di sini terjadi tekan
menekan antara dorongan dorongan yang berasal dari Id dan Superego. Kadang-
kadang Superegolah yang menang, kadang-kadang idlah yang yang lebih kuat
(Sarwono, 1996).
Ego
Ego adalah struktur kepribadian yang bersentuhan langsung dengan
realitas. Ego adalah sistem di mana kedua dorongan dari Id dan Superego beradu
kekuatan. Fungsi Ego adalah menjaga keseimbangan antara kedua sistem yang
lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan Id yang muncul ke kesadaran,
sebaliknya tidak semua dorongan Superego saja yang dipenuhi. Ego sendiri tidak
mempunyai dorongan atau energi. Ia hanya menjalankan prinsip kenyataan, yaitu
menyesuaikan dorongan-dorongan Id atau Superego dengan kenyataan di dunia
luar. Untuk itu, Ego memiliki tiga fungsi utama yaitu reality testing, identity dan
defense mechanism (Arif, 2006).8
Pada stadium ini terdapat fenomena yang khas, yang oleh Freud
disebut Kompleks Oedipus. Freud mengilustrasikannya sebagai rangkaian
cinta antara ibu, ayah, dan anak. Pada mulanya, anak (terutama laki-laki)
menganggap ibunya sebagai objek cintanya. Rasa ini disebabkan
hubungan anak dan ibu yang sangat dekat sejak kelahirannya. Oleh anak,
ayah dianggap sebagai saingan dan objek penghambat cintanya.
Untuk fase ini anak harus bebas dari konflik dalam dirinya. Libido
seksual cenderung tenang. Dengan demikian, anak dapat melakukan
hubungan dan identifikasi yang lebih luas, misalnya dengan rekan-rekan
sekolahnya. Anak mulai memantapkan identitas dan peran seksualnya.
Selain itu ada juga teknik analisis mimpi. Di mana penderita diminta
menceritakan mimpi-mimpinya dan mimpi-mimpi itu kemudian dicoba dianalisis.
Freud percaya bahwa dorongan-dorongan primitif, maupun hal yang direpresi,
yang tidak dapat muncul dalam kesadaran dapat memunculkan dirinya dalam
bentuk simbol-simbol dalam mimpi. Karena itu dengan menganalisis mimpi
diharapkan bisa mengetahui dinamika-dinamika kepribadian penderita yang
bersangkutan.
artinya:
Kami tidak perlu berusaha menemukan apakah sesungguhnya
personalitas, keadaan jiwa, perasaan, cita-cita, watak, rencana, maksud,
tujuan, atau prasyarat manusia agar dapat menganalisis perilakunya secara
ilmiah.
Berdasarkan itu, jelaslah bahwa manusia tidak memiliki kapasitas
istimewa dibandingkan dengan makhluk lainnya,- katakanlah binatang.
Dalam hal bertingkah laku, - yang tidak lain adalah respon-, manusia
memiliki persamaan dengan binatang. Bahwa manusia hanya memberikan
respon terhadap stimulus dari lingkungannya, sama dengan binatang juga
memberikan respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Seperti juga
binatang, yang dikondisikan oleh lingkungannya, maka manusia juga
sangat dikondisikan oleh lingkungannya.10
10
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 288-290.
yaitu kemampuan untuk mengambil jarak terhadap diri sendiri dan
menelaah pemikiran, motof, sejarah, naskah hidup, tindakan, kebiasaan
dan kecenderungan. Hal ini memungkinkan manusia untuk melepaskan
kacamata diri. Kesadaran diri memungkinkan untuk melihat kacamata itu
ataupun melihat melaluinya. Ini memungkinkan manusia untuk menjadi
sadar terhadap sejarah sosial dan psikis dari program-program yang ada
dalam diri dan memperluas celah antara rangsangan dan tanggapan.
2. Conscience (hati nurani)
yang menghubungkan manusia dengan kebijaksanaan zaman dan
kebijaksanaan hati. Ini merupakan sistem pengarahan yang ada dalam jiwa
manusia, yang memungkinkan manusia untuk memahami ketika manusia
bertindak atau bahkan merenungkan sesuatu yang sejalan dengan prinsip.
Ini juga memberi manusia pemahaman terhadap bakat-bakat khas dan misi
manusia.
3. Independent Will (kehendak bebas), yaitu kemampuan manusia
untukbertindak. Ini memberi manusia kekuatan untuk mengatasi
paradigma diri, untuk berenang melawan arus, menulis kembali naskah
hidupnya, bertindak atas dasar prinsip dan bukan bereaksi atas dasar emosi
dan lingkungan sekitar. Pengaruh-pengaruh genetis dan lingkungan boleh
jadi amat kuat. Pengaruh-pengaruh itu tidak dapat mengendalikan. Dengan
demikian, manusia tidak menjadi korban, manusia bukan merupakan
produk dari pilihannya. Manusia dapat memberi tanggapan, mampu
memilih di seberang suasana hati dan kecondongannya. Manusia memiliki
kekuatan kehendakuntuk bertindak berdasarkan kesadaran diri, hati nurani
dan visi.
4. Creative Imagination imajinasi kreatif)
yaitu kemampuan untuk meneropong keadaan masa datang, untuk
menciptakan sesuatu di benak manusia dan memecahkan soal secara
sinergis. Ini adalah anugerah kemampuan yang memungkinkan manusia
melihat dari diri sendiri dan orang lain secara berbeda dan lebih baik
daripada saat ini. Ini memungkinkan seseorang untuk menulis pernyataan
misi pribadi, menetapkan tujuan atau merencanakan pertemuan. Ini juga
membuat seseorang semakin mampu memvisualisasikan diri yang sedang
menghayati pernyataan misi pribadi, bahkan dalam lingkungan yang
paling menantang dan menerapkan prinsip-prinsip dalam berbagai situasi
baru secara efektif.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Behaviorisme memandang manusia adalah makhluk biologis
yang ‘terkondisi’ oleh lingkungannya. Oleh karena itu proses adaptasi
merupakan tema sentral dalam kajian psikologi Behaviorisme. Proses
adaptasi itu muncul dalam berbagai wajah yang menyatu dalam konsep
sarbond, yaitu stimulus-respond-bond.
B. Saran
Demi penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya, maka
diharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca.
Daftar Pustaka