Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia dalam kehidupannya memiliki filsafat,1 sekalipun ia
sendiri tidak menyadari tentang hal tersebut. Untuk dapat mengatakan dan
mengerti apa itu filsafat maka seseorang tidak harus seorang filsuf. Akan
tetapi untuk dapat menyebabkan orang lain menghayati tentang filsafat,
memang haruslah ia seorang filsuf.2
Banyak orang yang menganggap bahwa filsafat adalah sesuatu yang
menakutkan. Dan bahkan dapat menyebabkan orang menjadi gila apabila
filsafat dipelajari dengan serius. Sehingga sedikit orang yang berminat
mempelajarinya. Akan tetapi, semua itu hanya merupakan sebuah mitos
seputar filsafat yang tidak hanya beredar di kalangan awam saja. Sebagian
agamawanpun berpandangan bahwa filsafat tidak menjanjikan kebenaran
mutlak, sehingga filsafat tidak diperlukan. Mereka memegang erat-erat kitab
suci sebagai pegangan hidup.
Namun, di sisi lain banyak pula orang yang termenung pada suatu
waktu. Oleh karena terdapat kejadian yang membingungkan dan kadang-
kadang karena ingin tahu maka mereka berfikir dengan sungguh-sungguh
tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu dan mengapa aku berada
di sini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam
yang besar ini? Apakah keindahan itu? Apakah agama itu masih berperan

1
Filsafat dari segi semantik berasal dari bahasa Yunani “Philosophia” yang berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Philo sendiri berarti cinta, suka (love) dan
Sophia berarti pengetahuan, hikmah (wisdom) dan bijaksana, sedangkan dari segi praktisnya
filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfikir berarti berfilsafat tapi tidak semua berfikir
berarti berfilsafat karena berfilsafat adalah berfikir secara mendalam dan bersungguh-sungguh.
Filsuf adalah orang yang cinta pada pengetahuan. Lihat: A. Mustafa, Filsafat Islam, (Bandung:
CV Pustaka: 1997), hlm. 9.
2
Soejono Soemargono, Berfikir Secara Kefilsafatan, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1988),
hlm. 3

1
2

dalam kehidupan seseorang? Dan lain-lain yang semua soal tadi adalah
filsafat.3
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup semua
ilmu-ilmu khusus. Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu-ilmu khusus itu
satu demi satu memisahkan diri dari induknya (filsafat). Mula-mula
matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu
khusus yang lainnya. Ternyata filsafat tidak mati dan bahkan hidup dengan
corak baru sebagai “ilmu istimewa” yang memecahkan masalah-masalah yang
tidak terpecahkan oleh limu-ilmu khusus.4 Dari sini maka timbul cabang-
cabang filsafat.
Cabang-cabang filsafat meliputi metafisika, epistemologi, metodologi,
logika, etika atau moral, dan estetika.5 Secara etimologi, epistemologi berasal
dari bahasa Yunani episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan
sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan.6 Sedangkan secara istilah,
epistemologi adalah ilmu filsafat tentang pengetahuan atau dengan pendek
kata filsafat pengetahuan.7
Persoalan-persoalan pokok dalam bidang epistemologi antara lain :
Pertama, apakah sumber-sumber pengetahuan? Kedua, apakah sifat dasar
pengetahuan itu? Adakah dunia yang benar-benar di luar pikiran dan kalau ada
dapatkah manusia mengetahuinya? Ini merupakan persoalan tentang apa yang
kelihatan (Phenomena atau Appearance) versus hakikat (Noumena atau
Essence). Ketiga, apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana
membedakan yang benar dari yang salah? Ini merupakan bagian yang
mengkaji soal kebenaran atau verifikasi.8

3
Harold H. Titus dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984),
hlm. 14
4
Pradana Boy ZTF, Filsafat Islam Sejarah Aliran dan Tokoh, (Malang : UMM Press,
2003), hlm. 5-6
5
A. Chairil Basori, Filsafat, (Semarang : IAIN Walisongo, 1986), hlm. 12
6
Miska Muhammad Amin, Epsitemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,
(Yogyakarta : UII, Press, 1983), hlm. 1-2
7
R.B.S. Fudiyartanto, Epistemologi, (Yogyakarta : Wara Widyani, 1978), hlm. 8
8
Harold H. Titus, op.cit., hlm. 188
3

Epistemologi sebagai cabang filsafat mempunyai beberapa aliran


antara lain Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Realisme dan Idealisme.
Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme merupakan aliran yang mengemukakan
asal atau sumber pengetahuan. Sedangkan Realisme dan Idealisme
merupakan aliran yang mengemukakan tentang hakikat pengetahuan
manusia.9
Rasionalisme mengemukakan bahwa sumber pengetahuan manusia
berasal dari akal. Sebaliknya Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan
manusia berasal dari pengalaman dari dunia luar yang ditangkap panca
inderanya. Sedangkan Kritisisme berpendapat bahwa pengetahuan manusia
berasal dari luar maupun dari manusia itu sendiri.10
Dilihat dari segi historisnya, Plato (427-347) dan Aristoteles (384-322)
merupakan Prototype cikal bakal pergumulan antara Rasionalisme dan
Empirisme. Plato lebih menekankan akal sedangkan Aristoteles lebih
menekankan perlunya memanfaatkan pengetahuan inderawi untuk
menekankan hukum-hukum dan idea-idea yang bersifat lebih universal.11
Plato berpendapat bahwa hasil pengamatan inderawi tidak memberikan
pengetahuan yang kokoh karena sifatnya yang berubah-ubah. Sehingga Plato
tidak dapat mempercayai kebenaran indera. Ilmu pengetahuan yang
bersumber dari panca indera diragukan kebenarannya. Dalam proses
pencariannya, Plato menemukan bahwa di luar wilayah pengamatan inderawi
ada yang disebut ”idea”. Dunia idea bersifat tetap tidak berubah-ubah, kekal.
Menurut Plato, manusia sejak lahir sudah membawa ide bawaan yang oleh
Rene Descrates (1596-1650) dan tokoh-tokoh rasionalis yang lainnya disebut
innate ideas. Dengan ide bawaan manusia dapat mengenal dan memahami
segala sesuatu, dan dari situ timbul ilmu pengetahuan. Tegasnya, Plato tidak
mempercayai kesaksian pengalaman dan pengamatan inderawi sebagai sumber

9
Pradana Boy ZTF, op.cit., hlm. 12-13
10
Ibid.
11
Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999), hlm. 244.
4

ilmu pengetahuan, lantara sifatnya yang berubah-ubah dan tidak tetap. Dengan
singkat, indera tidak memberi kepastian dan pengetahuan yang benar.12
Sebaliknya Aristoteles menyanggah teori ini dengan mengatakan
bahwa ide-ide bawaan itu tidak ada. Kalau Plato menekankan adanya dunia
“idea” yang berada di luar benda-benda konkret (Empiric), maka Aristoteles
tidak mengakui adanya dunia seperti itu.13 Kebalikan dari Plato, Aristoteles,
menekankan perlunya memanfaatkan pengalaman inderawi untuk
menekankan hukum-hukum dan idea-idea yang universal. Bagi Aristoteles
tanpa pengamatan inderawi, manusia tidak bisa menemukan hal-hal yang
bersifat intelektual-universal.14
Plato dan Aristoteles merupakan tokoh Rasionalisme dan Empirisme
pada masa Yunani. Di sisi lain, di abad pertengahan Agustinus (350-430) dan
Thomas Aquinas (1225-1247) dapat memadukan ajaran agama Kristen dengan
filsafat. Dalam perkembangan sejarah menuju abad ke-16, di Eropa muncul
suatu gerakan yaitu Renaissance (Kelahiran Kembali) sebagai awal dari
mentalisasi individu bangsa Barat. Kemudian abad ke-18 disusul Zaman
Aufklarung.15
Pengaruh dari gerakan Renaissance dan Aufklarung menyebabkan
peradaban dan kebudayaan Barat modern berkembang dengan pesat dan
semakin bebas dari pengaruh dogma-dogma gereja. Wacana filsafat yang
menjadi topik utama pada zaman modern khususnya abad ke-17 adalah
Epistemologi. Di abad moden ini, muncul dua aliran filsafat yang saling
bertentangan yaitu Rasionalisme dan Empirisme. Descrates dan Leibniz
merupakan tokoh-tokoh Rasionalisme abad modern. Sedangkan tokoh-tokoh
Empirisme antara lain Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke, David

12
Harold H. Titus, op.cit., hlm. 256
13
Harun Hadiwiyono, op.cit., hlm. 244
14
Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1999), hlm. 244
15
Aufklarung berarti Pencerahan. Orang Inggris mengatakan “Enlightenment”, nama ini
diberikan kepada zaman ini, karena manusia mencari cahaya baru dalam rasionya, Kant memberi
definisi Aufklarung bahwa manusia keluar dari keadaan tidak akil baliq (bahasa Jerman
“unmundrgkeit” yang dengannya ia sendiri bersalah. Lihat: K. Berterns, Ringkasan Sejarah
Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 53.
5

Hume, John Stuart Mills. Dalam perkembangan selanjutnya kedua aliran


tersebut mempunyai pengaruh yang sama-sama kuatnya, sangat jelas
pertentangan antara keduanya. Sehingga pada zaman modern, filsus Jerman
Emanuel Kant yang sangat masyhur dan cerdas budinya mencoba
menyelesaikan pertikaian tersebut dengan filsafat Kritisisme.16
Dari mana asal atau sumber pengetahuan, maka akan dijawab oleh
Kritisisme Immanuel Kant. Dalam Kritisismenya, dia tidak lagi
mempersoalkan bagaimana merumuskan dan mensistematisir isi pengetahuan.
Karena asyik dengan persoalan tersebut maka dapat menyeret filosof ke dalam
kebenaran-kebenarannya sendiri yang saling berbeda dan tidak dapat
diselesaikan sepanjang sejarah filsafat. Akan tetapi dia bertanya lebih kritis
tentang apakah syarat-syarat pengetahuan manusia itu? Bila orang-orang
mengetahui syarat-syarat pengetahuannya maka orang tidak akan terjerumus
ke dalam kekacauan kebenaran. Kant menyebut syarat-syarat itu sebagai
kategori-kategori apriori. Dengan demikian kategori-kategori apriori tersebut
menentukan pengetahuan akan sesuatu, bukan isi obyektif dari sesuatu
tersebut.17
Adapun yang akan dibahas dari penelitian ini adalah Epistemologi
Kritisisme Immanuel Kant. Kritisisme Immanuel Kant yang berisi tentang
gagasan epistemologi termuat dalam karyanya yaitu The Critique of Pure
Reason atau "Kritik atas Rasio Murni". "Kritik atas rasio murni" tersebut
merupakan suatu usaha yang sangat besar untuk memperdamaikan
Rasionalisme dan Empirisme.18
Karya Kant tersebut, pada gilirannya membuka perspektif baru dalam
kajian epistemologi sebagai filsafat ilmu yang tidak dikenal di zaman Yunani
maupun abad pertengahan. Dan dapat membuka cakrawala baru dalam kajian
epistemologi.19 Dalam perkembangannya, kajian epistemologi dengan literatur

16
H. B. Acton, Dasar-dasar Filsafat Moral, Elaborasi terhadap Pemikiran Etika
Immanuel Kant, (Surabaya: Pustaka Eureka, 2003), hlm. 1.
17
Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, (Jakarta : PT. Gramedia, 1983), hlm. 30
18
Ali Mudhofir, Kamus Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 87
19
Amin Abdullah, op.cit., hlm. 249
6

Barat dapat membuka perspektif baru dalam kajian ilmu pengetahuan yang
multi-dimensional. Kecenderungan epistemologi dalam pemikiran Islam
beringut lebih tajam ke wilayah Idealisme dan Rasionalisme, dengan tidak
begitu peduli pada masukan-masukan yang diberikan oleh Empirisme.20
Sebelum kedatangan Islam permasalahan akal telah dibicarakan.
Diantara pendapat tentang akal yang banyak menjadi rujukan Muslim adalah
pendapat Plato, Aristoteles, dan Plotinus atau Neo-Platonisme. Menurut
Plotinus sebagaimana dikutup A. Hanafi mengatakan, “Akal keluar langsung
dari yang pertama, ke-Esaan pertama dari segala segi menjadi berbilang
dengan akal, karena dengan adanya akal maka ada lagi yang menjadi obyek
pemikiran. Mulailah timbul keduanya sesudah adanya ke-Esan, yang mutlak
pada yang pertama.21
Menurut M. Amin Abdullah, dalam dunia pemikiran Muslim
setidaknya ada 3 macam teori pengetahuan yang biasa disebut-sebut yakni
pengetahuan rasional, pengetahuan inderawi dan pengetahuan kasyf yang
diperoleh lewat ilham.22 Dari ketiga teori tersebut, pengetahuan rasional
sangat mendominasi tradisi filsafat Islam, sedangkan pengetahuan inderawi
atau empiris kurang mendapat tempat, sekalipun al-Qur'an sendiri banyak
mendorong untuk menggunakan indera sebagai sumber pengetahuan.
Khazanah pemikiran Islam paska masa kodifikasi (abad 2/3 H) hingga
masa kini adalah citra sekaligus manifestasi dari sejarah panjang pergulatan
para intelektual Muslim, baik pada ranah filsafat, ideologi, teologi, hukum
serta bidang-bidang lain.23 Saat ini kita mengenal Muhammad Abed al-Jabiri,
seorang pemikir Muslim kontemporer asal Maroko, yang tidak asing lagi,
khususnya setelah beberapa karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Mencuatnya nama al-Jabiri, tidak lepas dari proyek pemikirannya
yang ia sebut Kritik Nalar Arab yang ia tuangkan dalam dua buah buku yaitu

20
Ibid., hlm. 250
21
A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hlm. 35
22
Amin Abdullah, op.cit., hlm. 250
23
Moh Abed Al-Jabiri, Kritik Kontemporer atas Filsafat Arab – Islam, terj. Al-Khitab Al-
Rabi Al_Mu'atir, penj. Muh. Nur Ichwan, (Yogyakarta : Islamika, 2003), hlm. xiii
7

dalam Takwin al-Aql al-Arabi (Formasi Nalar Arab) dan Bunyah al-Aql al-
Arabi : Dirasah Tahliliyah Naqliyah li Nudzum al-Ma’rifah fi al-Tsaqafah al-
Arabiyah (Struktur Nalar Arab : Studi Kritik Analitik atas Sistem-sistem
Pemikiran dalam Kebudayaan Arab).24
Karya tersebut, telah mempengaruhi dan menimbulkan perdebatan di
dunia Arab, sekarang karya tersebut menjadi salah satu karya terbaik
mengenai pemikiran Arab kontemporer. Medan perhatian al-Jabiri, pada
mulanya dan sebenarnya bukanlah agama, karena ia bukanlah seorang
mutakallim (teolog) liberal atau seorang spesialis dalam bidang agama, yang
bertujuan menawarkan pandangan-pandangan dan alternatif kritis terhadap
ortodoksi keagamaan yang ada. Akan tetapi, ia mengemukakan gagasan-
gagasan yang mau tidak mau menyentuh wilayah pemikiran keagamaan,
(karena) sejauh gagasan itu merupakan bagian dari sejarah intelektual Arab.
Dalam hal ini, ia menyumbang pada metode-metode dasar dan pandangan-
pandangan dunia. Di sini ia lebih bertindak sebagai filsuf dan sejarawan
mengenai pemikiran-pemikiran yang didekati melalui dasar-dasar
epistemologi atau sistem pemikiran, daripada seorang pemikir yang
perhatiannya pada muatan dan pengaruh sistem-sistem ini.25
Menurut al-Jabiri, berdasarkan konteks geografis, khazanah pemikiran
Islam dibedakan menjadi dua wilayah yaitu Timur (al-Masyriq) dan Barat (al-
Maghrib). Wilayah Timur (al-Masyriq) meliputi Persia, Mesir, Irak, Syria,
Khurasan dan beberapa wilayah lain. Dalam bidang filsafat, dapat dilihat
tokoh Ibn Sina yang dianggap sebagai representasi dari tradisi Rasionalisme
ketimuran, dan beberapa tokoh dalam berbagai bidang tertentu seperti al-
Ghazali, al-Asy’ari, dan asy-Syafi’i. Wilayah Barat (al-Maghrib), meliputi
Maroko dan Andalusia (Spanyol), dengan banyak prestasi dalam bidang
pemikiran serta ilmu pengetahuan, dan telah banyak memberikan pengaruh

24
Moh Abed al-Jabiri, Formasi Nalar Arab Kritik Tradisi menuju Pembebasan dan
Pluralisme Wacana Intereligius, terj. Takwin Al-Aql-Al-Arabi, penj. Imam Khoiri, (Yogyakarta :
IRCiSoD 2003), hlm. 5
25
Ahmad Baso, Post-Tradisionalisme Islam Moh. Abed Al-Jabiri, (Yogyakarta : LKiS,
2000), hlm. vi-vii
8

terhadap perkembangan intelektual Islam. Di sini berkembang berbagai


pemikiran dengan wacana serta karakteristik yang berbeda dengan para tokoh
wilayah timur, seperti Ibn Hazm, Ibn Rusyd dalam bidang hukum, dan filsafat,
dan Ibn Khaldun dikenal sebagai Bapak Sosiologi Islam, serta beberapa tokoh
lain.26
Menurut al-Jabiri khazanah pemikiran tersebut, telah mengalami
keterputusan epistemologi antara para filsuf muslim wilayah Barat (al-
Magribiyyun) dan wilayah Timur (al-Masyriqiyyun). Keterputusan tersebut
menandai sebuah pergeseran paradigma dalam ranah pemikiran Islam. Lebih
lanjut, al-Jabiri menegaskan keterputusan epistemologi dalam 3 klasifikasi
yaitu episteme bayani (sistem indikasional), episteme irfani (sistem
pengetahuan gnostik) dan episteme burhani (sistem pengetahuan
demonstratif). Al-Jabiri menegaskan bahwa Ibn Sina adalah representasi
terbaik dari tradisi Rasionalisme ketimuran hanyalah omong kosong belaka.
Sebab dua term pertama adalah sistem pengetahuan yang berkembang di
wilayah Timur (al-Masyriq). Sedang term terakhir adalah sistem pengetahuan
yang berkembang di wilayah Barat (al-Maghrib). Dia menganggap bahwa
tradisi Rasionalisme dalam pemikiran Islam itu tumbuh dan berkembang di
wilayah Barat, bukan di wilayah Timur.27
Yang jelas, al-Jabiri mengemukakan lebih jauh argumen-argumen dan
gagasan-gagasannya tersebut dalam proyek Kritik Nalar Arab-nya. Berbeda
dengan Arkoun yang memperluas cakupan Kritik Nalar Islam-nya hingga ke
tradisi pemikiran non-bahasa Arab, al-Jabiri membatasi jangkauan kritiknya.
Pada tradisi pemikiran yang menggunakan bahasa Arab dan yang lahir dalam
lingkungan masyarakat Arab dalam lingkungan geografis dan kultur tertentu.
Kritik al-Jabiri bukan kritik teologi yang menaruh perhatian besar pada
persoalan-persoalan ke-Tuhanan, wahyu, ortodoksi dan aliran-aliran kalam.
Akan tetapi pada kritik epistemologi.28

26
Moh Abed al-Jabiri, Kritik Kontemporer atas Filsafat Arab – Islam, loc.cit.
27
Ibid., hlm. xiv-xv
28
Ahmad Baso, op.cit., hlm. xx-ix
9

Al-Jabiri menyimpulkan bahwa dalam pemikiran Arab terdapat 3


sistem epistemologi, yang disebutnya dengan sistem indikasi (epistemologi
bayani), sistem iluminasi atau gnostisisme (epistemologi irfani), serta sistem
demonstrasi atau pembuktian inferensial (epistemologi burhani).29
Menurut al-Jabiri, secara historis sistem epistemologi bayani
merupakan sistem epistemologi yang paling awal muncul dalam pemikiran
Arab. Ini dominan dalam bidang keilmuan pokok seperti filosofi,
yurisprudensi, ilmu Fiqh, Ulum al-Qur'an, teologi, dialektika, dan teori sastra
nonfilosofis. Sistem ini muncul sebagai kombinasi dari berbagai aturan dan
prosedur untuk menafsirkan sebuah wacana, sekaligus menentukan berbagai
prasyarat bagi pembentukan wacana. Sedangkan epistemologi irfani
didasarkan pada prinsip dikotomi antara zahir (jelas dan kelihatan) dengan
batin. Kemudian epistemologi burhani didasarkan pada pembuktian
inferensial. Menurut al-Jabiri-berasal dari pemikiran Yunani (khususnya
Aristoteles), tetapi dia tidak membatasi mereka yang telah mendasarkan
sistem logikanya atas logika. Sistem epistemologi burhani didasarkan pada
berbagai hubungan kausalitas antara berbagai unsur, dengan demikian gagasan
tentang hukum alam menjadi mungkin karena al-Jabiri menyamakan konsepsi
ini dengan Rasionalisme.30
Dari latar belakang tersebut, maka penulis sengaja mengabstraksikan
pemikiran Epistemologi Kritisisme Immanuel Kant dalam Perspektif Islam
dari model Nalar Burhani Abed al-Jabiri. Hal itu dikarenakan konsepsi nalar
burhani Abed al-Jabiri menyamai konsep Rasionalisme yang menurut penulis
sangat relevan untuk memandang Epistemologi Kritisisme Immanuel Kant.

B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah penafsiran dalam memahami judul
“Epistemologi Kritisisme Immanuel Kant dalam Perspektif Islam”, maka

29
Moh Abed al-Jabiri, Kritik Kontemporer Filsafat Arab Islam, op.cit., hlm. xxvii-xxxi
30
Ibid.
10

penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam judul


tersebut. Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut :
1. Epistemologi
Epistemologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani episteme
dan logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori,
uraian atau ulasan.31
Sedangkan secara terminologi dalam buku ”Epistemologi Islam”
karya Miska Muh. Amin menguraikan bahwa The Liang Gie mengutip
dari The Encyclopedia of Philosophy. Epistemologi sebagai cabang dari
filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dan ruang lingkup
pengetahuan, pra-anggapan - pra-anggapan dan dasar-dasarnya serta
realibilitas umum dari tuntutan akan pengetahuan.32
2. Kritisisme
Kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel Kant
dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber
pengetahuan manusia. Oleh karena itu, Kritisisme sangat berbeda dengan
corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio
secara mutlak. Isi utama dari Kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant
tentang : teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan itu muncul karena
adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran
Immanuel Kant yakni, pertama apa yang dapat saya ketahui? Kedua, apa
yang harus saya lakukan? Dan ketiga, apa yang boleh saya harapkan?
Ciri-ciri Kritisisme dapat disimpulkan dalam tiga hal, pertama,
menganggap bahwa objek pengenalan berpusat pada subjek dan bukan
pada objek. Kedua, menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia
untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu
menjalankan gejalanya atau fenomenanya saja. Ketiga, menjelaskan bahwa
pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara
peranan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu

31
Ahmad Tafsir. op.cit, hlm. 23.
32
Miska Muhammad Amin, op.cit., hlm. 3
11

dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa
materi.33
3. Immanuel Kant
Tokoh filsuf besar yang pernah tampil dalam pentas pemikiran
filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke-18.34 Lahir di
Konigsberg, sebutan kota kecil di Prusia Timur. Hidup dalam dua periode
: periode pra kritis dan kritis. Pada masa pra kritis, ia menganut
rasionalismenya Cristian Wolf dan kawan-kawannya, kemudian
terpengaruh Empirisme-nya Hume. Dan pada masa kritis, Kant mengubah
wajah filsafat secara radikal dengan Kritisismenya.35 Karya Kant dalam
Epistemologi adalah The Critique of Pure Reason (Kritik Atas Rasio
Murni).
4. Perspektif Islam
Perspektif Islam adalah sudut pandang dalam agama Islam.36
Namun dalam skripsi ini penulis lebih menekankan pada perspektif Abed
Al-Jabiri, terutama perspektif nalar Burhaninya. Hal ini dimaksudkan
supaya pembahasan lebih spesifik.
Berdasarkan pengertian istilah-istilah tersebut maka yang penulis
maksud dengan Epistemologi Kritisisme Immanuel Kant dalam Perspektif
Islam adalah teori pengetahuan Immanuel Kant yang berasal dari luar
maupun dari diri manusia itu sendiri dilihat dalam sudut pandang Islam.
Dan lebih ditekankan pada perspektif Abed Al-Jabiri dengan Nalar
Burhani-nya.

C. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok-pokok permasalahan
yang akan dikaji melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :

33
Juhaya S. Praja, op. cit. hlm. 76-77.
34
Lili Tjacjadi, Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif
Kategoris, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 25.
35
Ali Mudhofir, Kamus Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 87.
36
W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1976), hlm. 704.
12

1. Bagaimanakah konsep pemikiran Epistemologi Kritisisme Immanuel


Kant?
2. Bagaimanakah pemikiran Epistemologi Kritisisme Immanuel Kant dalam
perspektif Islam Nalar Burhani Moh. Abed Al-Jabiri?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang pemikiran
Epistemologi Kritisime Immanuel Kant.
2. Untuk mendapatkan pemahaman yang baru terutama espitemologi
Immanuel Kant bila dipandang dalam sudut pandang Islam khususnya
perspektif Nalar Burhani Abed Al-Jabiri.
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan khazanah ilmu
pengetahuan Fakultas Ushuluddin, terutama Jurusan Aqidah filsafat.

E. Tinjauan Pustaka
Sejauh penelusuran penulis, penelitian tentang Epistemologi Kritisisme
Immanuel Kant dalam Perspektif Islam, belum ada yang mengkaji atau
meneliti baik dalam bentuk skripsi maupun dalam karya ilmiah yang lain. Hal
ini sangat mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang
Epistemologi Kritisisme Immanuel Kant dalam Perspektif Islam.
Dalam rangka menghindari terjadinya kesamaan obyek kajian dalam
penelitian ini, maka penulis menampilkan beberapa karya ilmiah tentang
Pemikiran Immanuel Kant dalam perspektif lain, diantaranya :
Pertama, Antara Al-Ghozali dan Immanuel Kant, Filsafat Etika Islam,
dikarang oleh Amin Abdullah, seorang doktor di bidang filsafat dari Middle
East Technical University Turki. Diberi kata pengantar oleh Haider Baqir,
buku ini diterbitkan Mizan, Bandung tahun 2002. Yang ditonjolkan dalam
13

buku ini adalah Immanuel Kant menggunakan metode Rasional dalam


menganalisis etika. Sedangkan Al-Ghozali menganalisis etika dengan
pendekatan religius atau mistik dan Al-Ghozali sangat menolak Rasionalitas.
Kedua, Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan
Imperatif Kategoris, ditulis oleh Lili Tjacjadi yang diterbitkan oleh Kanisius,
Yogyakarta, 1991. Buku ini mengupas tentang etika Immanuel Kant yang
menitikberatkan pada hukum moral imperatif kategoris. Di dalamnya terdapat
dua prinsip pokok diantaranya pertama, Prinsip hukum umum yang berkata
“bertindaklah” selalu berdasarkan maxim yang melaluinya engkau bisa
sekaligus menghendakinya menjadi hukum-hukum”. Kedua, prinsip manusia
sebagai tujuan pada dirinya sendiri, mengharuskan agar bertindak begitu rupa
sehingga personnya dan person orang lain diperlukan sebagai tujuan pada
dirinya sendiri.
Ketiga, Pendekatan Penghayatan dalam Pendidikan Islam, Tela’ah
Aksiologi Model Etika Immanuel Kant, yang dikarang oleh Abdul Khaliq,
dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Diterbitkan oleh
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, bekerjasama dengan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2001. Buku ini mengupas tentang pendekatan
penghayatan etika rasional dalam pendidikan Islam yang merupakan alternatif
pemikiran untuk merekonstruksi konsepsi aksiologis ilmu pendidikan Islam
dalam menjawab problem moral masyarakat modern.
Keempat, “Model Pendekatan Etika Immanuel Kant” yang ditulis oleh.
Mahfudz Junaidi, dosen Fakultas Tarbiyah dalam Jurnal Pendidikan Islam,
yang sebelumnya bernama MEDIA. Artikel ini memaparkan pandangan
Immanuel Kant tentang etika khususnya imperatif kategoris.
Kelima, skripsi yang ditulis oleh Nasukha Mahasiswa Ushuluddin
angkatan 1997. Tulisan ini berusaha mengupas pemikiran moral Immanuel
Kant yang berjudul Pemikiran Immanuel Kant tentang Moral dalam
Perspektif Islam, yang kesimpulannya melihat dampak positif dan negatifnya.
Dampak positifnya adalah pemahaman dan pelaksanaan terhadap ajaran
Imperatif Kategoris, akan menghasilkan manusia-manusia yang bermoral.
14

Sebaliknya dampak negatifnya adalah penafian terhadap kekuasaan Tuhan


yang ditinjau dari perspektif Islam.

F. Metodologi Penelitian
Pada dasarnya jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(Library Research), maka sistematika metode yang dipakai adalah sebagai
berikut :
1. Sumber Data
Guna mencapai maksud dan tujuan dalam skripsi ini, maka
penulis melakukan penelitian dengan cara memahami literatur yang ada
dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, serta mengolah data-data
tersebut berdasarkan kriteria sumbernya. Dalam penelitian ini penulis
membagi dua sumber data sebagai berikut :
a. Data Primer
Adalah seluruh data-data yang ditulis oleh Immanuel Kant dan
Abed Al-Jabiri tentang masalah (objek) yang sedang dikaji atau
diteliti sesuai dengan judul, yaitu tentang Epistemologi. Secara
sederhana data ini disebut data asli.37 Diantaranya yaitu buku
Immanuel Kant The Critique of Pure Reason dan buku Abed Al-
Jabiri Formasi Nalar Arab terjemahan dari Taqwin Al-Aql Al-Arabi.
b. Data Sekunder
Adapun data sekundernya penulis menggunakan buku-buku
yang membahas tentang Immanuel Kant. Data sekunder ini meliputi
buku-buku dari tokoh yang menguatkan dan memberikan interpretasi
dari pemikiran yang ada pada data primer.
2. Metode Pengumpulan Data
Objek penelitian yang dikaji dalam skripsi ini adalah
epistemologi Barat Immanuel Kant. Maka dalam pengumpulan data,
metode yang dipakai adalah metode library research, yaitu teknik

37
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998),
hlm. 85.
15

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data informasi


dengan bantuan macam-macam materi (buku) yang terdapat di
perpustakaan, tentunya yang berkaitan dengan judul skripsi ini.38
Data-data yang berkaitan dengan penelitian tersebut
dikumpulkan melalui studi pustaka atau telaah literatur yang berupa
buku-buku atau bahan-bahan dokumentasi.39
3. Metode Analisis Data
Metode analisis adalah suatu jalan yang dipakai untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian
terhadap objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara
pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh
kejelasan arti yang sebenar-benarnya.40
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, jenis penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library research). Maka analisisnya
menggunakan metode diskripsi (descriptive methode). Metode ini
dimaksudkan untuk menguraikan (mendiskripsikan) masalah yang sedang
dibahas secara teratur mengenai seluruh konsepsi dan ide pemikiran
pokok yang bersangkutan.41
Mengingat studi ini menganalisis pemikiran Immanuel Kant yang
pernah hidup di masa lampau, maka secara metodologis penelitian ini
menggunakan pendekatan sejarah (historical approach). Dengan
pendekatan ini, tinjauan kesejarahan akan menjadi bagian awal yang
dibahas, sebab dari biografi itulah akan dilacak proses terbentuknya pola
pemikiran tersebut dengan menggunakan metode analisis isi (content
analysis), yaitu menganalisis terhadap makna dan substansi ide yang

38
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM, 1986),
hlm. 49.
39
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakhe Sarasin, 1993),
hlm.5.
40
Sudharto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Wali Grafindo Persada, 1996)
hlm.57.
41
Anton Baker dan Ahmad Kharis Jubaid, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:
Kanisius, 1990), hlm, 65.
16

terkandung dalam gagasan pemikiran Epistemologi Kritisisme Immanuel


Kant.42 Upaya tersebut dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut: menginventarisasi pokok-pokok gagasan Immanuel Kant dan
mendeskripsikan serta menilai data terkait, kemudian mengidentifi-
kasikan dan memadukan konsep–konsep yang digunakan. Setelah itu
menghubungkan dan mendialogkannya dengan gagasan lain, dan
akhirnya membuat interpretasi dan konklusi sebagai refleksi penulis
sendiri.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi dimaksudkan untuk lebih memperjelas
setiap permasalahan yang dikemukakan. Dan dimaksudkan pula, supaya
dalam penulisan skripsi ini diperoleh bentuk tulisan yang ilmiah dan
sistematis. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis bagi dalam lima bab.
Lima bab tersebut merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan antara
bab yang satu dengan bab yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:
Bab pertama (Pendahuluan) terdiri atas enam sub bab. Sub bab
pertama, Latar Belakang Masalah, menjelaskan tentang landasan pemikiran
dan gambaran secara umum, yakni memberikan gambaran terhadap
munculnya Kritisisme dan gambaran terhadap Epistemologi Islam pada
umumnya serta kerangka Epistemologi Abed Al-Jabiri yang sifatnya
menghantarkan pada pokok masalah. Agar dalam memahami judul tersebut
tidak salah penafsiran maka dalam sub bab kedua, penulis menampilkan
Penegasan Judul. Berisi tentang istilah-istilah judul yakni istilah Epistemologi,
Kritisisme, Immanuel Kant dan Perspektif Islam. Dalam perspektif Islam ini
penulis sengaja menggunakan perspektif dengan nalar burhani. Karena nalar
burhani tersebut sangat cocok digunakan dalam memandang epistemologi
kritisisme Kant. Selain itu juga dimaksudkan supaya pembahasannya lebih

42
Sumadi Suryabrata, loc.cit.
17

spesifik. Kemudian dalam sub bab ketiga, penulis menampilkan


permasalahan, berisi permasalahan pokok yang menjadi fokus dari skripsi ini.
Hal ini dimaksudkan supaya pembahasannya lebih jelas dan tidak melebar,
mudah dipahami pembaca serta bisa mendukung terhadap latar belakang
tersebut. Selanjutnya dalam sub bab keempat, penulis menyajikan tujuan
penelitian yang tentunya tidak lepas dari pokok-pokok permasalahan tersebut.
Sekaligus penulis menyajikan manfaat dalam penulisan skripsi ini. Dalam sub
bab kelima, penulis menyajikan tinjauan pustaka. Hal ini dimaksudkan guna
membedakan hasil penelitian yang sedang dikaji oleh peneliti. Sekaligus
membuktikan bahwa skripsi ini belum pernah ada yang mengkajinya.
Sehingga terjamin keasliannya dan jauh dari unsur tiruan (plagiat).Supaya
penelitian ini lebih sempurna maka dipaparkan metodologi dan pendekatan
yang digunakan. Ini termuat dalam sub bab keenam. Dengan sengaja penulis
menggunakan 2 metode dalam menganalisis data yakni : metode diskripsi dan
content analysis. Kemudian, pada sub bab ketujuh, penulis menyajikan
sistematika penulisan berupa kerangka penulisan skripsi. Hal ini dimaksudkan
untuk memudahkan pembaca dalam memahami alur skripsi ini .

Bab kedua, (Gambaran Umum tentang Epistemologi), terdiri atas


empat sub bab. Sub bab pertama, Definisi Epistemologi sebagai cabang
filsafat baik secara etimologi maupun secara terminologis. Pada sub bab
kedua, penulis menampilkan sumber-sumber epistemologi baik dalam
perspektif Barat maupun Islam. Dalam perspektif Barat, penulis sengaja hanya
menampilkan 3 sumber epistemologi yakni : Rasionalisme, Empirisme dan
Kritisisme. Karena ketiga sumber epistemologi tersebut lebih relevan terhadap
penelitian ini. Sedangkan perspektif Islam, penulis menampilkan epistemologi
dalam Al-Qur’an dan pandangan para filosof Muslim terhadap epistemologi.
Sumber pengetahuan Barat itu sama dan bahkan berbeda dengan sumber
pengetahuan Islam. Pada sub bab Ketiga, penulis menguraikan Teori-teori
Kebenaran Epistemologi. Teori ini mencakup teori: Korespondensi, teori
Konsistensi atau Koherensi dan Pragmatis. Teori tersebut mencoba
menjelaskan tentang apa itu kebenaran. Selanjutnya pada sub bab keempat
18

penulis juga menampilkan Hakikat Pengetahuan yakni realisme yang condong


pada Empirisme dan idealisme yang condong pada Rasionalisme.
Bab ketiga, (Immanuel Kant dan Pemikiran Epistemologi Moh.
Abed Al Jabiri) tediri atas lima sub bab. Sub bab pertama, tentang biografi
Immanuel Kant. Berisi tentang bagaimana riwayat hidup Kant dari mulai awal
hingga akhir hidupnya. Biografi tersebut meliputi : historis keluarga,
pendidikan, sosio-politik yang melatar belakanginya. Pada sub bab kedua,
penulis menampilkan beberapa karya Immanuel Kant yang sangat terkenal.
Karya Kant yang mencerminkan Kritisismenya adalah 3 karya terbesarnya
yakni Kritik atas Rasio Murni, Kritik atas Akal Praktis dan Kritik atas Daya
Pertimbangan. Dan Kritik atas Rasio Murni merupakan karya Kant pertama
yang memuat tentang gagasan epistemologi. Sub bab ketiga, penulis
menampilkan Latar Belakang Pemikiran Filosofis. Karena munculnya gagasan
seorang tokoh tidak akan lepas dari faktor-faktor yang melatar belakanginya.
Pada akhirnya, sub bab keempat, penulis menampilkan pokok pemikiran
Epistemologi Immanuel Kant. Selanjutnya pada sub bab kelima, penulis
menampilkan 3 kerangka epistemologi Abed Al Jabiri. Yakni : Epistemolgis
Bayani, Irfani dan Burhani. Penulis dengan sengaja menampilkan ketiga
kerangka tersebut sebab satu sama lainnya saling berkaitan sekalipun pada
akhirnya nanti penulis lebih fokus pada “burhani”nya dalam menyoroti
epistemologi Immanuel Kant. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mencapai
analisis yang diharapkan.
Bab Keempat (Analisis Epistemologi Kritisisme Immanuel Kant
dalam Perspektif Islam) terdiri atas 2 sub bab. Sub bab pertama, tentang
keunggulan Epistemologi Immanuel Kant dalam pemikiran filsafat modern.
Sedangkan sub bab kedua, tentang kritik Moh. Abed Al-Jabiri terhadap
epistemology Kant.
Bab kelima merupakan akhir dari keseluruhan proses penelitian skripsi
yang dikemas dalam Penutup. Terdiri atas tiga sub bab pertama, berisi
kesimpulan hasil pembahasan yang tetap berpijak pada pokok permasalahan
tersebut. Sub bab kedua berisi saran-saran dan kritik dari penulis yang
berkaitan dengan skripsi. Dan terakhir penutup.
19

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, antara al-Ghazali dan Kant Filsafat Etika Islam, Bandung:
Mizan, 2002.

____________, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 1999.

Acton, H. B., Dasar-dasar Filsafat Moral, Elaborasi terhadap Pemikiran Etika


Immanuel Kant, Surabaya: Pustaka Eureka, 2003.

al-Jabiri, Moh. Abed, Formasi Nalar Arab Kritik Tradisi menuju Pembebasan
dan Pluralisme Wacana Intereligius, Yogyakarta : IRCiSoD 2003.

________________, Kritik Kontemporer atas Filsafat Arab – Islam, Yogyakarta :


Isamika, 2003.

________________, Post Tradisionalisme Islam, Yogyakarta : LKiS, 2000.

Amin, Miska Muhammad, Epsitimologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan


Islam, Yogyakarta : UII, Press, 1983.

Bahsori, A. Chairil, Filsafat, Semarang : IAIN Walisongo, 1986.

Baker, Anton, dan Ahmad Kharis Jubaid, Metodologi Penelitian Filsafat


Yogyakarta: Kanisius, 1990, Cet 2.

Berterns, K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Boy, Pradana ZTF, Filsafat Islam Sejarah Aliran dan Tokoh, Malang : UMM
Press, 2003.

Brata, Sumadi Surya, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,


1998.

Fudiyartanto, R.B.S., Epistemologi Jilid I Yogyakarta : Wara Widyani, 1978.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,


1986, Cet. VIII.

Hadiwiyono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Sejarah, Yogyakarta : Kanisius, 1989.

Hanafi, A., Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1990.

Mudhofir, Ali, Kamus Filsafat Barat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001.


20

Muhajir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rakhe Sarasin, 1993,


Cet. V.

Mustafa, A., Filsafat Islam, Bandung: CV Pustaka: 1997.

Poerwadaminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,


1976, Cet. V.

Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, Jakarta : PT. Gramedia, 1983.

Soemargono, Soejono, Berfikir secara Kefilsafatan, Yogyakarta : Nur Cahaya,


1988, Cet. I.

Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Wali Grafindo Persada, 1996.

Titus, Harold H. dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang,


1984.

Tjacjadi, Lili, Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif
Kategoris, Yogyakarta: Kanisius, 1991.

Anda mungkin juga menyukai