Anda di halaman 1dari 12

REALISME ARISTOTELES

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Makalah Individu

Mata Kuliah : Filsafat


Dosen Pengampu : Riza Zahriah Falah, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Pipit Priyani ( 1710320007 )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
NON REGULER TAHUN 2017

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah filsafat, selain Plato, tokoh yang paling berpengaruh dan
menyita perhatian publik luas hingga saat ini adalah Aristoteles. Pemikiran-
pemikiran Aristoteles sangat inovasi dan mendalam tentang apa itu alam, apa
itu dunia, apa itu makhluk. Bahkan dengan kecerdasannya, ia yang awalnya
belajar pada Plato, lama-kelamaan menolak pemikiran-pemikiran Plato
tentang substansi benda dan pemikiran mengenai objek filsafat lainnya hingga
ia memiliki pendapatnya sendiri mengenai konsep ontologi, metafisika, teori-
teori pengetahuan hingga etika kebahagiaan menurut pandangannya.
Sehingga dalam makalah ini penulis akan memaparkan bagaimana pemikiran
Aristoteles dalam ilmu filsafat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Aristoteles?
2. Bagaimana Realisme Filsafat Aristoteles?
3. Bagaimana ontologi dan metafisika menurut Aristoteles?
4. Bagaimana teori pengetahuan menurut Aristoteles?
5. Bagaimana pandangan etika menurut Aristoteles?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui riwayat hidup Aristoteles
2. Menjelaskan Realisme Filsafat Aristoteles
3. Menjelaskan ontologi dan metafisika menurut Aristoteles
4. Menjelaskan teori pengetahuan menurut Aristoteles
5. Menjelaskan pandangan etika menurut Aristoteles

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Aristoteles


Aristoteles lahir di kota Stagyra, Semenanjung Kalkidike di Trasia
(Balkan), Yunani Utara pada tahun 384 SM. Ia adalah anak Nicomachus,
seorang dokter pribadi raja Macedonia Amyntas, pada masa pemerintahan
Raja Amyntes II. Ayahnya meninggal ketika ia masih anak-anak.1 Kemudian
ia diambil sebagai anak angkat oleh Proxenus yang memberikan pendidikan
yang istimewa kepadanya. Ketika berusia 18 tahun. Aristoteles dikirim ke
Athena untuk belajar di Akademia Plato. Di sana ia belajar selama kurang
lebih 20 tahun kemudia menjadi pengajar di Akademia Plato untuk bidang
logika dan retorika sampai Plato meninggal dunia.2
Selain memperdalam filsafat kepada Plato, Aristoteles memperluas
pengetahuannya dalam berbagai bidang di luar Akademia. Pelajaran
matematika yang diperoleh di Akademia, diperdalam olehnya kepada guru-
guru astronomi yang terkenal, yaitu Eudoxos dan Kalippos. 3 Bahkan ia juga
memperdalam retorika, astronomi, dan ilmu-ilmu sains lainnya, mengingat
bahwa ia mewarisi pengetahuan empiris dari ayahnya. Dengan kecerdasannya
yang luar biasa, hampir-hampir ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang
pada masanya.
Setelah meninggalnya Plato, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates
meninggalkan Athena, karena ia tidak setuju dengan pendapat Plato tentang
filsafat.4 Kecenderungan berpikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan
filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Maka
dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya lebih condong ke

1
H.H. Rapas, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Agustinus, Machiavelli (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm. 139.
2
Muhammad Roy, Usul Fikih Madzab Aristoteles (Yogyakarta: Safiria Insana Press, 2004), hlm. 89.
3
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebeni, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofiosofi
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.215.
4
Surajiyo, Ilmu Filsafat... hlm. 118; Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah... hlm. 36

2
aspek abstrak dan idealisme, maka orientasi Aristoteles lebih pada hal-hal
yang konkret (empiris).
Pada tahun 342 SM, Aristoteles diundang raja Philippos dari Macedonia
untuk mendidik anaknya Alexander Agung. Sehingga ia menjadi dikenal
lebih luas karena pernah menjadi guru anaknya Alexander, seorang diplomat
ulung dan jenderal terkenal. Berkat bantuan rajanya saat itu, ia mendirikan
sekolah yang bernama Lykaion di Athena. Sekolah itu juga disebut
Paripatetik, yang sebenarnya adalah pusat penelitian ilmiah. Dari sekolah
tersebut ia banyak menghasilkan berbagai macam hasil penelitian yang tidak
hanya menjelaskan prinsip-prinsip sains, tetapi juga tentang politik, retorika,
dan lain sebagainya.5 Namun lama-kelamaan posisinya di Athena tidak aman
karena ia orang pendatang. Pada tahun 323 SM, sesudah kematian Iskandar
Agung, ia harus melarikan diri dari Athena karena ia dituduh menyebarkan
ajaran subversif dan atheisme. Ia pindah ke Chalcis dan meninggal di sana
pada tahun 322 SM.
Di dalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika karena
karya-karyanya yang berisi pandangan-pandangan dia tentang persoalan
filsafat seperti negara, logika, metafisika dan lain sebagainya. Bila orang-
orang shopis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu
memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysic menyatakan bahwa
manusia dapat mencapai kebenaran.

B. Realisme Filsafat Aristoteles


Istilah realisme berasal dari kata latin realis yang berarti “sungguh-
sungguh”, “nyata”, atau “benar”. Sepanjang sejarah, realisme memiliki tema
umum, yang disebut prinsip atau tesis kemerdekaan. Tema ini menyatakan
bahwa realitas, pengetahuan dan nilai yang ada secara independen dari
pikiran manusia. Ini berarti bahwa realisme menolak pandangan idealis
bahwa ide-ide hanya nyata.

5
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postoderenisme, (Jakarta: Ar Ruzz
Media) hlm. 67-68

3
Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan
menjadi. Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-
macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai
6
yang sesungguhnya. Sehingga filsafat Aristoteles disebut realisme.
Aristoteles juga menolak ajaran Plato tentang idea, menurutnya, tidak ada
idea-idea abadi. Apa yang oleh Plato dipahami sebagai idea sebenarnya tidak
lain adalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas indriawi sendiri. Dari
realitas indriawi konkret akal budi manusia mengabstraksikan paham-paham
abstrak yang bersifat umum. Misalnya ketika ada manusia bernama Fatimah,
Ahmad , profesor Soleh, ibu Zuleha yang mereka disebut sama-sama manusia
atau umumnya manusia, maka Aristoteles melihat mereka adalah manusia
yang masing-masingnya berbeda atau khusus.
Tak hanya itu, ia juga memiliki konsep tentang paham yang baik atau
hidup yang baik tidak akan terlalu menjadikan seorang tukang untuk bekerja
dengan baik, atau seorang negarawan menjadi pemimpin yang baik. Itu tidak
ada gunanya. Apa yang membuat kehidupan manusia bermutu harus dicari
dengan bertolak dari realitas manusia sendiri. Dalam bahasanya, ia
mengatakan bahwa setiap benda tersusun dari hule dan morfe. Hule adalah
dasar permacam-macaman. Sedangkan morfe adalah dasar kesatuan yang
mnehadi inti dari sesuatu. Karena morfe-nya maka sesuatu itu sama dengan
yang lain (satu inti), yakni termasuk dalam jenis yang sama. Misalnya, si Ali
dan si Fatimah yang berbeda-beda (hule) itu berada dalam morfe yang sama,
yaitu sebagai manusia.7
Untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu, Aristoteles
mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh jalan atau
metode abstraksi. Menurutnya, pengetahuan itu ada dua, yaitu a) pengetahuan
indara, dan b) pengetahuan budi. Pengetahuan indra bertujuan mencapai
pengenalan yang bersifat konkret, yang bermacam-macam dan serba berubah.

6
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postoderenisme, (Jakarta: Ar Ruzz
Media) hlm. 70
7
Ibid, hlm. 71

4
Sedangkan pengetahuan budi bertujuan mencapai pengetahuan abstrak,
umum, dan tetap. Pengetahuan budi inilah yang disebut ilmu pengetahuan.

C. Ontologi dan Metafisika Menurut Aristoteles


1. Forma-materia
Ontologi merupakan bagian dari realitas yang mempersoalkan hal-
hal yang berkenaan dengan segala sesuatu yang ada. Ontologi membahas
tentang hakikat objek. Menurut Aristoteles, ontologi merupakan ilmu
mengenai esensi benda, di mana ontologi ini menyelidiki sifat dasar dari
apa yang nyata secara fundamental.
Di dalam dunia inilah kita menghadapi pengertian-pengertian
tentang “yang ada sebagai potensi” dan “yang ada secara terwujud”.
Menurutnya, keduanya itu adalah sebutan untuk melambangkan materi
(hule) dan bentuk (eidos, morfe). Bentuk “ada” (eidos, morfe) telah kita
temui pada Plato, yaitu idea. Akan tetapi apa yang diajarkan Aristoteles
tentang eidos berbeda dengan yang diajarkan Plato. Bagi eidos atau ide
adalah pola segala sesuatu yang tempatnya di luar dunia ini, yang berdiri
sendiri, lepas daripada benda yang konkret, yang adalah penerapannya.
Bagi Aristoteles eidos adalah asas yang imanen atau yang berada di
dalam benda yang konkret, yang secara sempurna menentukan jenis
benda itu, misalnya disebut meja, kursi, dan lain-lain.
Metafisika adalah filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika,
tentang hakikat yang bersifat transeden, di luar atau di atas jangkauan
pengalaman manusia. Metafisika Aristoteles berpusat pada masalah
“barang” dan “bentuk” atau disebut “matter” dan “form”. Ia
mengemukakan bentuk sebagai pengganti pengertian idea Plato yang
ditolaknya.bentuk itu memberikan kenyataan pada benda. Tiap-tiap
benda di dunia ini adalah barang (substansi) yang berbentuk. 8

8
Hendi Suhendi, Filsafat Umum: Dari Metologi Sampai Teofilosofi., (Bandung: Pustaka Setia) hlm
228-229

5
2. Teori Empat Causa
Pandangan Aristoteles yang bersifat empiris kemudian juga
menghasilkan suatu prinsip kausalitas terhadap segala kejadian di alam
ini, yaitu segala sebab dan akibatnya. Menurutnya, ada empat macam
sebab yang disebut Teori Empat Causa, yang kemudian harus dipahami
untuk mengartikan sebuah kejadian. Keempat sebab itu adalah:9
a. Sebab Efisien (Efficient Cause) yang merupakan sumber kejadian.
Sebab efisien adalah faktor yang menjalankan kejadian. Misalnya
tukang katu yang membuat kursi.
b. Sebab Final (Final Cause) yaitu tujuan yang menjadi arah seluruh
kejadian. Misalnya kursi dibuat agar ornag dapat duduk diatasnya.
c. Sebab Material (Material Cause) yaitu bahan yang darinya suatu
benda dibuat. Misalnya kursi dibuat dari kayu.
d. Sebab Formal (Formal Cause) yaitu bentuk yang menyusun bahan.
Misalnya bentuk “kursi” ditambah pada kayu, sehingga kayu tersebut
menjadi sebuah kursi.
Aristoteles memaksudkan bahwa dengan itu ia memberikan daftar
komplit yang memuat semua faktor yang dapat menyebabkan suatu
kejadian.

D. Teori Pengetahuan Menurut Aristoteles


1. Kategori
Aristoteles berpendapat bahwa secara umum terdapat sepuluh cara
untuk memaknai ada. Kesepuluh cara memaknai ada disebut Aristoteles
dengan kategori. Kategori-kategori ini memberikan makna pertama dan
hakiki ada dan memantulkan pembedaan tertinggi ada atau dalam bahasa
Aristoteles sebagai genus supreme.

9
Taufikurrahman, Filsafat Aristoteles Dalam Usul Fikih: Eksplorasi atas Latar Historis Perjalanan
Usul Fikih, Prenduan Sumenep. Jurnal RELIGI, Vol. V No. 1 hlm 16

6
Berikut ini adalah bagan atau susunan kategori.
1. Substansi (barang): manusia, hewan, tumbuhan, air.
2. Kwalitas (sifat): merah, dingin, buruk, baik, pintar, bijaksana.
3. Kwantitas (jumlah): sepuluh tahun, sekilo, dua meter.
4. Relasi (hubungan): Suharto adalah ayah Mbak Tutut, Prabowo adalah
menantu Suharto.
5. Aksi/tindakan: makan, minum, menulis.
6. Menderita: lapar, ngantuk, letih.
7. Tempat: di Malang, di dusun, di kota.
8. Waktu: tahun 2009.
9. Milik: rambut, kuku, panca indera.
10. Posisi/keadaan: duduk, berbaring, berdiri.

2. Induksi-deduksi
Deduksi merupakan proses penalaran yang bertitik tolak dari prinsip-
prinsip umum dan kebenaran universal, kemudian ditarik kebenaran-
kebenaran partikular. Proses argumentasi deduktif terangkat dalam
silogisme. Silogisme merupakan sebuah penalaran di mana kesimpulan
merupakan konsekuensi niscaya yang muncul dari proposisi anteseden.
Karena itu pula, silogisme disebut sebagai penalaran sempurna oleh
Aristoteles.
Contoh:
Semua manusia akan mati.
Aristoteles adalah manusia
Aristoteles akan mati

Kebalikan dari argumentasi silogisme, induksi merupakan pola penalaran


yang bertitik tolak dari hal-hal partikular dan dari padanya ditarik suatu
kebenaran universal. Proses penalaran induktif bertitik tolak dari
pengalaman dan pengalaman itu sendiri menjadi medium yang menuntun

7
orang pada kebenaran universal. Dari sebab itu, induksi merupakan proses
penalaran abstraktif.
Contoh:
Air dalam gelas A mendidih pada suhu 1000C
Air dalam gelas Nn mendidih pada suhu 1000C
Jadi air mendidih pada suhu 1000C

3. Logika
Nama logika tidak berasal dari Aristoteles. Ia menggunakan istilah
analytika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik tolak
dari keputusan yang benar dan dialetika untuk argumentasi yang berangkat
dari hiptesis. Dialektika dibahas dalam buku Topica, sedangkan Analytica
priora dan Analytica poteriora. Nama Logika berasal dari Alxander
Aphrodisias. Hal penting adalah tempat logika dalam struktur pemikiran
Aristoteles: logika tidak mendapat tempat dalam ketiga bidang
pengetahuan, melainkan instrumen untuk memperoleh pengetahuan.
Karena itu, logika ditempatkan pada fase awal sebagai mata pelajaran
pendahuluan dan preparatif bagi ilmu pengetahuan.

E. Etika Menurut Aristoteles


1. Etika Kebahagiaan (Eudaimonia)
Pandangan filsafatnya tentang etika adalah bahwa etika adalah sarana
untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi
dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap
yang pantas dalam segala peraturan.
Sebelum membahas tentang kebahagiaan, perlu sedikit dijelaskan teori
Aristoteles tentang tiga ola hidup, yaitu hidup mencari nikmat, hidup
praktis atau politis dan hidup kontemplatif. Pola hidup yang pertama, bagi
Aristoteles, tidak tepat sebagai jalan kebahagiaan karena hal tersebut,
perasaan nikmat, tidak khas manusiawi. Orang yang hanya mencari nikmat
sama derajatnya dengan binatang. Pada titik ini nampak bahwa Aristoteles

8
tidak menganggap bahwa kenikmatan “identik” dengan kebahagiaan.
Meski demikian, hal itu bukan berarti Aristoteles menolak perasaan nikmat
seakan-akan nikmat sebagai sesuatu yang buruk. Nikmat adalah baik
sepanjang tidak menjadi tujuan. Segala kegiatan yang berhasil bahkan
memebrikan perasaan nikmat, yang tanpanya kegiatan itu kurang
sempurna.
Eudaimonia atau kebahagiaan (well-being) yang dikonsepsikan
Aristoteles secara sederhana setidaknya mencakup hal-hal sebagai
berikut:10
a. Menekankan terhadap apa yang disebut dengan self actualization, yaitu
aktualisasi potensi yang khas dimilikinya
b. Manifestasi kegiatannya mencakup dua pola yaitu “praxis” dan
“theoria”
c. Praxis adalah kehidupas etis yang terwujud melalui partisipasi dalam
kehidupan masyarakat, merealisasikan semua bagian jiwa manusia
termasuk yang rohani. Praxis, dengan demikian, berarti segala aaktifitas
dalam kerangka pelbagai struktur komunitas demi kehidupan bersama
yang baik. Praxis pada hakikatnya adalah aktualisasi manusia sebagai
zoon politicon. Aristoteles membedakan hal ini dengan istilah poiesis,
mencipta, yaitu suatu perbuatan demi suatu hasil diluar perbuatan itu
sendiri. Dengan kata lain, poiesis adalah jenis tindakan yang bernilai
secara instrumen, sebagai sarana untuk mencapai apa yang diharapkan,
bukan bernilai pada dirinya sendiri. Di samping itu praxis dikecualikan
dengan pekerjaan berat dan kasar (ponos) yang tujuannya sebagai
sarana untuk memperoleh nafkah hidup.
d. Adapun theoria mengangkat jiwa manusia kepada hal-hal ilahi; ia
adalah murni kegiatan pribadi. Theoria adalah perenungan dalam arti
memandang sesuatu dalam-dalam dengan mata jiwa, logos. Theoria,
dengan demikian, merupakan aktualisasi manusia sebagai zoon logon
echon, makhluk yang memiliki roh.

10
Konsep Pengembangan Diri Aristoteles. Muhammad In’am Esha. 79-80 jurnal

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan beberapa
point. Aristoteles adalah murid dari Plato, akan tetapi pemikirannya berbeda
dengan Plato. Pemikiran Aristoteles adalah pemikiran yang empiris, sehingga
lebih cenderung memiliki pemahaman yang bersifat konkret, yitu berdasar
pada ilmu-ilmu alam. Kemudian pandangan mengenai ontologi dan
metafisika pada substansi benda lebih kepada wujud asli benda itu sendiri.
Pandangan Aristoteles yang bersifat empiris kemudian juga menghasilkan
suatu prinsip kausalitas terhadap segala kejadian di alam ini, yaitu segala
sebab dan akibatnya. Prinsip tersebut dikenal dengan sebutan Teori Empat
Causa. Aristoteles berpendapat bahwa secara umum terdapat sepuluh cara
untuk memaknai ada. Kesepuluh cara memaknai ada disebut Aristoteles
dengan kategori. Dan yang terakhir, pandangan filsafatnya tentang etika
adalah bahwa etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan
merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan.

10
Daftar Pustaka

- H.H. Rapas. 2001. Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Agustinus,


Machiavelli. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
- Roy, Muhammad. 2004, Usul Fikih Madzab Aristoteles. Yogyakarta:
Safiria Insana Press.
- Hakim, Atang Abdul, dkk. 2008. Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai
Teofiosofi. Bandung: Pustaka Setia
- Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga
Postoderenisme. Jakarta: Ar Ruzz Media
- Taufikurrahman. Filsafat Aristoteles Dalam Usul Fikih: Eksplorasi atas
Latar Historis Perjalanan Usul Fikih. Prenduan Sumenep. Jurnal RELIGI.
Vol. V No. 1 hlm 16
- Suhendi, Hendi. Filsafat Umum: Dari Metologi Sampai Teofilosofi.
Bandung: Pustaka Setia

11

Anda mungkin juga menyukai