Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa
terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh
panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatassannya. Dalam situsi itu banyak
yang berpaling kepada agama atau kepercayaan ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak
menahan manusia menggunakan akal budi dan pikirannya untuk mencari tahu apa
sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses mencari tahu
itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-
ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat
dipertanggungjawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang ini kita
sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu
kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya. Umat manusia lebih dulu
memifikrkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan
jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang
merupakan pengetahuan benar meneganai hakikat segala yang ada sejauh mungkin
bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu
pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat,
sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa
kriteria suatu pemikiran masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu
filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa memvonisnya,karena
filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya, sejarah dan
perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru itulah
mengapa filsafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai segala
esensi kehidupan.
Di dalam bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai perkembangan filsafat yaitu
Filsafat Yunani Kuno Pra Socrates, Sophis, Socrates.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah fisafat yunani ( filsafat alam ) sebelum Socrates.
2. Untuk mengetahui sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) masa socrates.
3. Untuk mengetahui sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sesudah socrates.
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sebelum socrate?
2. Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) masa socrate?
3. Bagaimana sejarah filsafat yunani ( filsafat alam ) sesudah socrate?
BAB II PEMBAHASAN
 Sejarah Filsafat Yunani (Filsafat Alam)
1. Filsafat Yunani pada masa Pra-Socrates.

Filsafat Pra Socrates Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali
berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau
secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki
bangsa Yunani.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan karna di
Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci.
Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan
Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani
dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan[1].
Lahirnya filsafat pra socrates juga disebabkan karena kemenangan akal atas
dongeng atau mitos yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal
muasal segala sesuatu. Para pemikir atau ahli filsafat ini mencoba untuk mencari-
cari jawaban tentang akibat terjadinya alam semesta beserta isinya.
Filsafat Pra Socrates juga dapat dikatakan sebagai filsafat alam, karena para ahli
filsafat dimasa tersebut menjadikan alam semesta sebagai objek pemikirannya.
Tujuan filosofi mereka dalam memikirkan soal alam semesta yaitu untuk
mengetahui darimana terjadinya alam atau darimana alam ini berasal, hal inilah
yang menjadi sentral persoalan bagi mereka. Pemikiran yang demikian itu
merupakan pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu
kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat
ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang di lain
pihak orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita
nenek moyang.
Filosuf yang hidup pada masa pra Socrates disebut para filosuf alam karena
objek yang mereka jadikan pokok persoalan adalah alam. Yang dimaksud dengan
alam (fusis) adalah kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi, perhatian
mereka mengarah kepada apa yang dapat diamati[2].
Ada beberapa filosof pada masa pra socrates, yaitu :
1. Thales
Thales adalah ahli filsafat pertama yang hidup pada abad ke-6 sebelum masehi.
Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Ia menemukan ilmu
ukur dari Mesir dan membawanya ke Yunani. Ia juga dikenal sebagai seorang yang
ahli dalam bidang astronomi dan metafisika.
Thales memberikan jawaban bahwa segala sesuatu berasal dari air, ia juga
menyatakan bahwa bumi ini berasal dari air. Air adalah pusat dan sumber segala
yang ada atau pokok dari segala sesuatu. Segala sesuatu berasal dari air dan kembali
ke air. Dari air itu terjadilah tumbuh-tumbuhan dan binatang, bahkan tanah pun
mengandung air. Argumen Thales merupakan argument yang bukan hanya rasional,
tetapi juga observatif.
Pandangan Thales merupakan cara berpikir yang sangat tinggi, karena
sebelumnya, orang-orang Yunani lebih banyak mengambil jawaban-jawaban
tentang alam dengan kepercayaan dan mitos-mitos yang dipenuhi dengan
ketakhayulan. Thales telah membuka alam pikiran dan keyakinan tentang alam dan
asal muasalnya tanpa menunggu dalil-dalil yang agamis.
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air.
Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian
terapung-apung di atasnya.
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak
hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi
yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet
yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi.

2. Anaximandros
Anaximandros adalah salah satu murid Thales. Anaximandros adalah seorang
ahli astronomi dan ilmu bumi. Meskipun dia murid Thales namun ia mempunyai
prinsip dasar alam satu akan tetapi bukanlah dari jenis benda alam seperti air
sebagai mana yang dikatakan oleh gurunya.
Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang
oleh dia disebut Apeiron yaitu zat yang tak terhingga dan tak terbatas serta tidak
dapat dirupakan dan tidak ada persamaannnya dengan apapun. Meskipun tentang
teori asal kejadian alam tidak begitu jelas namun dia adalah seorang yang cakap
dan cerdas. Pendapatnya yang lain yaitu, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali
lebih besar dari tingginya. Sedangkan bumi tidak terletak atau bersandar pada
sesuatu pun[3].
3. Anaximenes
Anaximenes berpendapat bahwa udara merupakan asal usul segala sesuatu.
Udara melahirkan semua benda dalam alam semesta ini karena suatu proses
pemadatan dan pengeceran, kalau udara semakin bertambah maka muncullah
berturut-turut angin, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya kalau udara itu
menjadi encer yang timbul adalah api.
Pandangan Anaximenes tentang susunan jagat raya bertolak belakang dengan
Anaximandros. Menurut Anaximenes bumi ini seperti meja bundar dan melayang
di atas udara. Demikian pula matahari, bulan dan bintang. Benda-benda yang ada
dijagad raya itu tidak terbenam di bawah bumi sebagaimana yang dipikirkan
Anaximandros tetapi mengelilingi bumi yang datar itu, matahari lenyap pada waktu
malam tertutup di belakang bagian-bagian tinggi[4].

4. Pythagoras
Pythagoras lahir dipulau Samos yang termasuk daerah Ionia. Dalam kota ini
Pythagoras mendirikan suatu tarekat beragama yang bersifat religious, mereka
menghomati dewa Apollo.
Menurut kepercayaan Pythagoras, jiwa manusia asalnya dari Tuhan, jiwa itu
adalah penjelmaan dari tuhan yang jatuh kedunia karena berdosa dan dia akan
kembali kelangit kedalam lingkungan tuhan semula apabila dosanya itu sudah habis
dicuci, hidup didunia ini adalah persediaan buat akhirat. Sebab itu dari sekarang
dikerjakan hidup untuk hari kemudian.
Pythagoras tersebut juga sebagai ahli pikir. Terutama dalam ilmu matematik
dan ilmu berhitung. Falsafah pemikirannya banyak diilhami oleh rahasia angka-
angka. Dunia angka adalah dunia kepastian dan dunia ini erat hubungannya dengan
dunia bentuk. Dari sini dapat dilihat kecakapannya dia dalam matematik
mempengaruhi terhadap pemikiran filsafatnya sehingga pada segala keadaan ia
melihat dari angka-angka dan merupakan paduan dari unsur angka.
5. Heraclitos
Ia lahir dikota Ephesos diasi minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda
dengan filosof-filosof sebelumnya. Ia menyatakan bahwa asal segala suatu
hanyalah satu yakni api. Ia memandang bahwa api sebagai unsur yang asal
pandangannya semata-mata tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti
pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya dengan
berganti-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah
mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada
yang tetap semuanya mengalir. Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos
memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar
itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk
melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan. Api mempunyai sifat
memusnahkan segala yang ada, dan mengubahsegala sesuatu itu menjadi abu dan
asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi abu dan asap, toh adanya api
tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari api, dan akan kembali menjadi api[5].
Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah, tidak
tetap. Pengertian adil pada hari ini belum tentu masih benar besok. Hari ini 2 x 2 =
4 besok dapat saja bukan empat. Pandangan ini merupakan warna dasar filsafat
sofisme[6].
2. Filsafat yunani pada Masa Socrates.

Filsafat pada masa Socrates sering juga di sebut dengan filsafat periode klasik.
Akan tetapi, Socrates belum sampai pada suatu system filosofi, yang memberikan
nama klasik kepada filosofi itu. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari kebenaran.
Ia belum sampai menegakkan suatu system pandangan. Tujuannya terbatas hingga
mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
Sistem ajaran filsafat klasik baru dibangun oleh Plato dan Aristoteles,
berdasarkan ajaran Socrates tentang pengetahuan dan etika beserta filosofi alam
yang berkembang sebelum Socrates.
Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM.
Bapaknya adalah tukang pembuat patung, sedangkan ibunya seorang bidan.
Socrates terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara
penyampaian pemikirannya kepada para pemuda mengunakan metode Tanya
jawab. Socrates juga dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian
sederhana, tanpa alas kaki dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena untuk
berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu
motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya
dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari
Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara
tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak
oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah
kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode
kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran
seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan
melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang
satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap
kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya
Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya
adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan
mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak
tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsafatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati para kaum sofis
terhadap Sokrates karena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka
yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang
sesungguhnya mereka duga mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya
akan berujung pada kematian Sokrates melalui peradilan dengan tuduhan resmi
merusak generasi muda, sebuah tuduhan yang sebenarnya dengan gampang
dipatahkan melalui pembelaannya sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato.
Socrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara
meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan
hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.
Adapun filsafah pemikiran Socrates, diantaranya adalah pernyataan adanya
kebenaran objektif, yaitu yang tidak bergantung kepada aku dan kita, dalam
membenarkan kebenaran yang objektif, ia menggunakan metode tertentu yang
terkenal dengan metode dialektika. Dialektika berasal dari kata Yunani yang berarti
bercakap-cakap atau dialog. Didalam berdialog, ia akan menganalisis pendapat-
pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan benar. Ia bertanya
kepada negarawan, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut Xenophon,
ia bertanya tentang benar-salah, adil-zalim, berani-pengecut, dan lain-lain kepada
siapapun yang menurutnya patut ditanya. Socrates selalu menganggap jawaban
pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban yang lebih lanjut, menarik
konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut. Jika tenyata hipotesis
pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang
mustahil, hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini
diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitu seterusnya. Sering terjadi,
percakapan itu berkhir dengan kebingungan. Akan tetapi, tidak jarang, dialog itu
menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. (Ahmad Syadali dan
Mudzakkir, 2004 : 66-67 ).
Dari metode dialektikanya, ia menemukan dua penemuan metode yang lain,
yaituinduksi dan definisi. Ia menggunakan istilah induksi manakala pemikiran
betolak dari pengetahuan yang khusus, lalu ia menyimpulkannya dengan pengertian
umum. Pengertian umum diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama (umum)
dari masing-masing kasus khusus dan cirri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama
disisihkan. Ciri umum tersebut dinamakan ciri esensi dan semua ciri khusus itu
dinamakan ciri-ciri eksistensi. Suatu definisi dibuat dengan menyebutkan semua
ciri esensi suatu objek dengan menyisihkan semua ciri eksestensinya. Demikianlah
jalan untuk memperoleh definisi tentang suatu persoalan. (Ahmad Syadali dan
Mudzakkir, 2004 : 66-67 ). Begitulah cara Socrates mencapai pengertian. Melalui
induksi sampai definisi. Definisi,yaitu pembentukan pengertian yang berlaku
universal. Pengertian menurut paham Socrates sama dengan apa yang disebut Kant:
prinsip regulative dan dasar menyusun. Dengan jalan begitu, hasil yang dicapai
tidak lagi takluk kepada paham subjektif, seperti yang diajarkan kaum Sofis,
melainkan umum sifatnya, berlaku untuk selama-lamanya.Induksi dan definisi
menuju pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Dengan cara itu, Socrates membangun jiwa lawannya berdialog tentang
keyakinan bahwa kebenaran tidak diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang
terlompat ke dalam mulut yang ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan
seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya. Dengan cara mencari
kebenaran seperti itu, terlaksana pula tujuan yang lain, yaitu membentuk karakter.
Selain memiliki metode dialektika yang digunakan untuk mencari suatu
kebenaran, Socrates juga memiliki suatu falsafah tentang etika. Mohammad Hatta
(1986 : 83-84) menjelaskan bahwa pandangan Socrates tentang etika bermula dari
definisinya tentang budi. Menurut Socrates, budi adalah tau. Inilah inti dari
etikanya, orang yang berpengatahuan dengan sendirinya akan berbudi baik. Paham
etikanya merupakan kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju pada
pengetahuan yang berdasarkan pengertian.
Selanjutnya, peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara
dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui
satudialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi
pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari
memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari
Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya
dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini
menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian
hari. Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode
penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan
untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai
bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum[7].
3. Filsafat Yunani Sesudah Masa Socretes.

Membicarakan filsafat Yunani sesudah masa Socrates sama artinya


membicarakan mengenai pemikiran filosof-filosof sesudahnya. Disini pemakalah
membatasi untuk membahas mengenai pemikiran Plato dan Aristoteles saja.
1. Plato

Plato adalah seorang filosof Barat yang paling populer dan dihormati di antara
filosof lainnya. Karya-karyanya menjadi rujukan awal bagi perkembangan filsafat
dunia. Plato dilahirkan di Athena sekitar tahun 427 SM, pada masa akhir zaman
keemasan Athena setelah setahun kekuasaan Pericles berakhir, atau tiga tahun sejak
perang Athena dengan Sparta. Keluarganya paling terpandang di Athena.
Ayahnya, Ariston adalah keturunan raja terakhir Athena. Ibunya, Perictione
adalah keturunan Solon, seorang aristokrat reformis yang menulis undang-undang
tentang demokrasi Athena. Kehidupan Plato dalam lingkungan aristokrat
membuatnya cukup dikenal di kalangan pejabat tinggi Athena, walau ia seorang
yang pendiam dan dingin.
Pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi oleh gurunya, Socrates, yang telah
mengajarinya selama 8 tahun. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh
Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal
ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri") yang di
dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga
menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah
satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang
di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus(Plato meninggal ketika
sedang menulis).
Ciri-ciri Karya-karya Plato yang pertama adalah Bersifat Sokratik yang
dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan
kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya. ciri yang
kedua adalah Berbentuk dialog Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada
dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan
pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu. Oleh karena itu,
menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah
tulisan yang berbentuk dialog. sedangkan ciri yang ketiga adalah Adanya mite-
mite Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan ajarannya
yang abstrak dan adiduniawi Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke dalam karya
sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri yang terakhir,
yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk dialog.
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea.
Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang
definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang
modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang
ada di dalam pemikiran saja.Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran
manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran
manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari
realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri
di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua
itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap.Namun, pada akhirnya terdapat
puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut.Puncak inilah yang
disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.
Dunia indrawi adalah dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret,
yang dapat dirasakan oleh panca indera kita Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah
refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam
dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat
rusak, dan dapat mati.
Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini
tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada
satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna.
Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja,
tetapi juga mengenaikonsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja
konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran".
Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang
ide Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik).
Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis
mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang
ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah
yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada
yang nyata ini.
Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya
tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa
keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa
kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun
dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta
ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih
rendah.
B. Aristoteles
Aristoteles lahir di Stagira, kota di
wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk
wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja
Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato.
Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20
tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal,
dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di
tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari
Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum,
yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM. Perubahan politik seiring jatuhnya
Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna menghindari
nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates. Aristoteles meninggal tak lama
setelah pengungsian tersebut. Aristoteles sangat menekankanempirisme untuk
menekankan pengetahuan.
Dalam bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan
dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini
menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap
hukum alam dan keseimbangan pada alam
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal
benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena
ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua
benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak
teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada
penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba
pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos,
yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap
berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif(deductive
reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap
pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia
menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive
thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles
adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang
tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis):
Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
Sokrates adalah manusa (premis minor)
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah
gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Karena luasnya lingkup karya-karya
dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala
ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat
beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya
studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika
formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam
bukuPoetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan
pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan
dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran
yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah
perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika.
Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar.
Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang
dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan
tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. Aristoteles juga
mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang
meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa
yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang
mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
Pada masanya, pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat
dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles
dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13,
dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam
oleh Ibnu Rusyid(1126 – 1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak
saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika,
melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the
master of those who know"[8].

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, yaitu :


 Pada masa pra-socrates para filusuf mengkaji tentang asal muasal alam
semesta beserta isinya.

Ada beberapa filosof pada masa pra socrates, yaitu :

1) Thales 624-625 SM : menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar


(dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan
dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya
kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam
segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap
pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup
mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk
hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan
gas) tanpa menjadi berkurang.

2) Anaximandros : Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung
dan tak terbatas yang oleh dia disebut Apeiron yaitu zat yang tak terhingga dan tak
terbatas dan tidak dapat dirupakan tidak ada persamaannnya dengan apapun.

3) Anaximanes : berpendapat bahwa udara merupakan asal usul segala


sesuatu. Udara melahirkan semua benda dalam alam semesta ini karena suatu
proses pemadatan dan pengeceran, kalau udara semakin bertambah maka
muncullah berturut-turut angin, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya kalau
udara itu menjadi encer yang timbul adalah api.
4) Pythagoras (582-496 SM) : Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa
segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika, dan merasa bahwa
segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus beritme. Ia percaya
keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam
bilangan-bilangan atauperbandingan bilangan.

5) Heraclitos : Heraclitos mengemukakan pendapatnya, bahwa segala yang


ada selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang
pertama dari alam semesta) adalah api. Karena api dianggapnya sebagai lambang
perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan
mengubahnya sesuatu itu menjadi abu dan asap. Walaupun sesuatu itu apabila
dibakar menjadi abu dan asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya berasal
dari api, dan akan kembali menjadi api.

 Pada masa socrates mengkaji tentang pencarian kebenaran yang objectif dan
budi pekerti serta etika.

 Pada masa sesudah socrates, para filusuf mengembangkan teori dan metode
yang diajarkan oleh socrates sehingga ilmu filsafat mulai berkembang luas.

Ada beberapa filosof pada masa pasca-socrates, yaitu :

1) Plato (427-347 SM) : Sumbangsih Plato yang terpenting adalah


pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi
oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah
ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern
berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran
saja.Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Ideatidak
tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung
pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan
tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea
ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

2) Aristoteles (384-322 SM)

 Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.

 Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan


mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis.

 Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive


reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap
pelajaran tentang logika formal.
 Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting
Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang
baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada.

2. kritik dan saran

Didalam pembuatan makalah ini tentunya penulis memiliki banyak kekeliruan


yang mungkin tidak disadari oleh penulis. Dari itu, diharapkan kepada seluruh
pembaca, jika menemukan kekeliruan dalam makalah yang kami buat ini, maka
penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun,
supaya penulis tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Dan demi mewujudkan
karya-karya ilmiah yang lebih baik.

Dafpus :

Tafsir, Ahmad, 2010, Filsafat Umum, Bandung : Remaja Rosdakarya

Jayanthy, Rika. 2013. “Pra Socrates, Masa Socrates dan Pasca Socrates”. (Online).
http://mandhasarie.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai