Anda di halaman 1dari 6

Nama: Fakhruddin

Kelas : Semester I
Kuliah
: Filsafat Peripatetik
RESUME KULIAH PERTAMA1

Seiring perkembangan zaman, peradaban mengalami


kemajuan luar biasa. Tetapi pada saat yang sama juga terjadi
kemunduran secara sosial. Peradaban dipandang lahir dari
kesuksesan para pakar sains yang menguasai jenis keahlian
teknis tertentu. Semakin spesifik keahlian teknis mereka, maka
semakin hebat posisinya. Sementara mereka yang memiliki
keahlian tetapi bersifat non-teknis, khususnya yang berkutat di
wilayah pemikiran dianggap tidak memiliki kontribusi besar, dan
hanya bermanfaat pada waktu-waktu tertentu.
Di tengah kondisi seperti ini, di setiap periode zaman,
terdapat sekelompok pemikir yang menggelitik kesadaran
masyarakat bahwa benarkah kemampuan teknis dari mereka
yang membangun perdaban adalah segalanya? Betulkah ilmuilmu pengetahuan yang dibangun sudah seperti kenyataan yang
sesungguhnya? Bahkan, lebih jauh sekelompok pemikir ini
membangunkan mereka yang terbuai dengan oleh kenyataan
semu, dengan pertanyaan benarkah citra-citra atau gambarangambaran yang kita miliki persis sama dengan kenyataan hakiki?
Para pengganggu yang tampak seolah kurang kerjaan inilah yang
biasa dikenal sebagai para filsuf.

Mengenal Filsafat
Filsuf adalah mereka yang berfilsafat. Filsafat secara
etimologis berasal dari dua kata Greek philo (cinta) dan sophia
(kebijaksanaan), sehingga filsafat sederhananya berarti cinta
kebijaksanaan. Filsafat sebagai sebuah pengetahuan memiliki
sifat yang tidak saja berbeda, tetapi dalam beberapa hal sangat
berseberangan dengan sains pada umumnya. Beberapa sifat

Tulisan ini disarikan dari bahan ceramah Dr. Muhsin Labib di kelas
Filsafat Peripatetik, ICAS-Paramadina pada hari Jumat, 14 Maret 2014.
1

Page 1 of 6

yang melekat pada filsafat yang sangat berbeda dengan sains


bisa dilihat dalam tabel berikut:

FILSAFAT

SAINS

Universal
Simple (tidak

Partikular
Kompleks (tersusun)

tersusun)
Deduktif
Premis Mayor
Rasional
Spekulatif
Abstrak
Unik/Satu
Vertikal

Induktif
Premis Minor
Empiris
Eksperimentatif
Konkret
Plural/Banyak
Horizontal

Mengingat pada tabel di atas, filsafat memiliki beberapa


sifat seperti universal, simple, rasional, dan satu, maka filsafat
seharusnya berbeda dengan pandangan awam saat ini yang
melihat filsafa sebagai ilmu yang luar biasa rumit. Dengan
beberapa sifat tersebut filsafat seharusnya menjadi ilmu yang
mudah, karena semua manusia memiliki potensi itu. Lalu
bagaimana menjelaskan ribet-nya dunia filsafat? Jawabannya
adalah karena para pemerhati filsafat seringkali hanya
menyibukkan diri pada kutipan-kutipan, atau istilah-istilah, dan
mengabaikan kerangka pemahaman yang semestinya simple,
karena sifatnya yang sangat rasional dan universal (berlaku
kapanpun dan di manapun).
Pada mulanya pengetahuan, dalam bentuk apapun, lahir
dari interaksi manusia dengan realitas sekitarnya. Interaksi aktif
ini kemudian melahirkan citra-citra atau gambaran-gambaran
yang beragam, sejumlah dengan realitas yang bersentuhan
dengannya. Sayangnya, sebagian besar manusia kemudian tidak
bisa membedakan antara realitas yang mereka sentuh dengan
gambaran-gambaran
yang
tercipta
di
benaknya,
dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang persis sama. Dari
kekeliruan berpikir inilah, mereka kemudian memandang
gambaran-gambaran mereka yang sesungguhnya subjektif
menjadi sesuatu yang objektif, hanya karena mereka berinteraksi
dengan orang-orang yang sepaham dengannya. Padahal,
Page 2 of 6

bagaimanapun juga pendapat relasi antarsubjek tetap berbeda


dengan kenyataan objek. Yang mereka ciptakan bukan
objektifitas, melainkan intersubjektifitas.
Realitas dalam filsafat dipahami tidak hanya satu lapis.
Setidaknya ada dua lapis realitas yang perlu diketahui untuk
mengenal hakikat kenyataan. Sains banyak bergerak pada lapis
pertama realitas, sementara filsafat berkutat pada lapis
keduanya. Dua jenis realitas yang terhubung dengan dua jenis
ilmu dan hakikatnya masing-masing bisa dipetakan sebagai
berikut:
Terma Arab
Sains

Filsafat

Terma Barat
Universalia

Hakikat
Esensi

Esensial
Universalia

(APA)
Eksistensi

Ekstensial

(ADA)

Universalia Esensial disebut sebagai maqult al-awwaliyah


(yang terpikirkan pertama kali) adalah karena esensi atau keAPA-anlah yang pertama kali manusia cerap saat bertemu
dengan realitas. Tetapi di balik esensi/ke-APA-an terdapat sesuatu
yang menjadi tempat berdirinya. Sesuatu itu bernama
eksistensi/ke-ADA-an. Karena eksistensi/ke-ADA-an hanya bisa
dipahami setelah menyadari esensi/ke-APA-an, maka ia kemudian
disebut sebagai maqult al-tsniyah (yang terpikirkan kedua
kali).
Tetapi benarkah antara APA (esensi) dan ADA (eksistensi)
adalah sesuatu yang tidak persis sama? Pertanyaan ini bisa
dijawab dengan analogi berikut. Jika terdapat dua subjek yang
berdekatan sebut saja si A dan si B maka secara esensial
terdapat tiga entitas. Yakni, ada si A, ada si B, dan ada jarak
antara si A dan si B. Tetapi, meski terdapat tiga entitas esensial,
namun secara eksistensial hanya terdapat satu ada. Kenapa?
Karena adanya si A, si B, dan jarak antarkeduanya tidak ada
perbedaan. Ketiganya sama-sama ada, dan tidak terdapat
perbedaan dari jenis-jenis adanya mereka masing. Dengan kata
lain, secara esensial terdapat tiga keberadaan, tetapi secara
eksistensial hanya ada satu keberadaan. Ini membuktikan antara
APA dan ADA adalah dua hal yang berbeda.
Page 3 of 6

Meski ada pembedaan tersebut, bukan berarti sains dan


filsafat sama sekali tidak memiliki titik temu. Titik temu filsafat
ini ada pada salah satu ilmu yang dikenal sebagai Epistemologi.
Epistemologi berasal dari kata Greek, episteme yang berarti
pengetahuan dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara
sederhana epistemologi diartikan sebagai ilmu tentang ilmu
pengetahuan, atau ilmu tentang pemerolehan pengetahuan.
Pembedaan APA dan ADA ini juga sangat membantu untuk
memetakan jenis pengetahuan yang lain:
1. Mempelajari APA dengan APA Sains
2. Mempelajari ADA dengan APA Filsafat
3. Mempelajari ADA dengan ADA Mistisisme

Mempelajari
Apa
Ada
Ada

Dengan
Apa
Apa
Ada

Ilmu
Sains
Filsafat
Mistsisme

Pertemuan Filsafat dan Islam


Pada mulanya filsafat masuk ke dunia Islam melalui Logika.
Banyaknya perbedaan versi hadis dan tafsir yang berkembang di
tengah umat Islam ketika itu berpotensi melahirkan perpecahan
jika tidak ditengahi. Di sinilah Logika memegang peran penting
dengan mengajarkan seleksi kebenaran sebuah hadis dan tafsir
adalah seberapa logis pesan yang dimuatnya. Di situlah umat
Islam mulai lebih banyak menggunakan akal sehatnya.
Meski demikian, pada perkembangannya para penguasa
takut bila rakyatnya mahir dalam menggunakan akalnya, karena
berpotensi mengganggu kekuasaan mereka. Oleh karena itu,
dengan dalih Quran dan Hadits para penguasa memaklumatkan
logika dan filsafat sebagai sesuatu yang berbahaya dan
merugikan Islam. Maka di beberapa kalangan umat muncul
istilah populer:

Page 4 of 6


Barang siapa yang berfilsafat maka dia fasiq
dan barang siapa yang bermantiq maka dia zindiq

Sejak saat itu filsafat kemudian mengalami mati suri untuk


beberapa waktu. Filsafat kemudian kembali muncul dan
berkembang pesat di dunia Islam pada zaman kholifah Harun alRosyid, yang konon disebut sebagai zaman keemasan Islam.
Di samping filsafat, di dunia Islam dikenal beberapa aliran
pengetahuan yang pernah dominan mewarnai dunia pemikiran
Islam. Aliran-aliran pengetahuan tersebut antara lain:
1. Aliran-aliran Filsafat () , tokoh-tokohnya seperti
al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Nasrudin al-Tusi, dan Ibnu
Rusyd.
2. Aliran-aliran Kalam/Teologi () , tokohnya
misalnya para Ahlu Hadist, Mutazilah, Asyariah, dan
lain sebagainya.
3. Aliran-aliran Sufi () , misalnya thariqatthariqat.
4. Aliran-aliran Fiqh () .

Dalam filsafat, yang berkembang pertama kali adalah


aliran Peripatetik dalam Islam disebut Masyai- yang sangat
terpengaruh oleh pemikiran tokoh filsuf Yunani, Aristoteles. Salah
satu karya besar Aristoteles yang membahas logika dan sangat
besar pengaruhnya pada awal pertemuannya dengan Islam
adalah Organon.
Kalam sendiri pada awal kemunculannya menorehkan
sejarah kelam, di mana perdebatan-perdebatan awalnya menjadi
berdarah hanya karena memperdebatkan persoalan yang
sesungguhnya sepele. Seperti, apakah al-Quran itu khaliq atau
makhluq? Apakah dia qadim atau hadits? Dan lain sebagainya.
Diskusi tentang persoalan-persoalan tersebut bukan hanya
Page 5 of 6

melahirkan perbedaan, tetapi pertumpahan darah karena


dipaksa berganti keyakinan. Tentu persoalan yang dibahas bukan
sebatas masalah kalamullah (firman Allah). Banyak persoalan
lain seperti sifat Tuhan, akal dan wahyu, serta kebangkitan di
akhirat adalah beberapa persoalan yang juga ramai dibicarakan.
Tetapi karena persoalan kalamullah itu yang dominan di masa
awalnya, maka ilmu tersebut kemudian dikenal sebagai Ilmu
Kalam.

Page 6 of 6

Anda mungkin juga menyukai