Anda di halaman 1dari 1

PENDAPAT

RABU, 20 OKTOBER 2010

Hantu Korupsi di Lintasan Birokrasi


Mohalli Ahmad, DIREKTUR INCA (INDONESIAN CULTURE ACADEMY) FOR BUREAUCRACY REFORMATION
Jika korupsi diberantas secara total
dan radikal, negara ini akan ambruk.
ernyataan tersebut seolah keluar
dari kepercayaan umum selama
ini. Namun, jika ditelusuri lebih
jauh, hal itu justru menjadi potret dunia birokrasi serta gambaran ketidakpercayaan masyarakat terhadap
aparatur negara dalam menjalankan
dan mengelola kebijakan yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Fenomena korupsi ibarat pohon yang
tumbuh dan terus menjalar ke semua
ranting pemerintahan, mulai pusat
sampai daerah, di mana jika ditebang
secara serentak hingga akarnya, negara
akan lumpuh, tak berfungsi.
Berbagai kasus yang sejauh ini sudah
dan sedang diproses, seperti kasus Bank
Century, penyuapan anggota legislatif
dalam pengangkatan Deputi Gubernur
Senior BI, korupsi di Ditjen Perpajakan, sampai kasus yang dilakukan oleh
beberapa wali kota dan bupati, menggambarkan betapa penyakit korupsi begitu kronis, sistemik, dan endemik. Untuk konteks pemerintahan daerah saja,
pada pertengahan Juni 2010 Presiden
SBY menandatangani surat izin pemeriksaan 150 kepala daerah yang diduga
melakukan korupsi. Jumlah itu didasarkan pada hasil rekap sejak 2004 yang
diajukan oleh Polri. Tentu bukan jumlah keseluruhan, karena masih banyak kasus yang

gantung pada pola penataan organisasi


serta pola pemerintahan yang dijalankan suatu negara. Organisasi yang tidak
independen, longgar terhadap masuknya kepentingan politik, hanya akan
menimbulkan penyimpangan-penyimpangan institusional. Demikian pula
pola pemerintahan yang cenderung
membuka kesempatan bagi para pemilik modal untuk beroperasi dengan bebas tanpa kontrol yang kuat dari negara. Keduanya secara deterministik akan
membentuk performa birokrasi bila tidak dilakukan perubahan fundamental.
Untuk kecenderungan yang pertama,
kondisi birokrasi pada masa Orde Baru
bisa diambil sebagai pelajaran. Aparatur negara dari pusat sampai daerah di
semua institusi dijadikan instrumen untuk memperkuat dan memperkokoh kekuasaan politik tertentu.
Akibatnya,

belum terungkap.
Terhadap fenomena tersebut, asumsi
dasar yang bisa diajukan adalah korupsi tidak akan mungkin terjadi jika peluang serta akses terhadap terjadinya tindakan itu sama sekali tidak ada. Artinya, korupsi selalu berkaitan dengan,
salah satunya, dunia birokrasi sebagai
instrumen dan katalisator utama. Melalui birokrasi, korupsi melintas dalam
lingkaran sistem dan merusak tatanan
struktural organisasi sehingga tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan demikian, tidak mengherankan
bila upaya melakukan praktek korupsi
selalu disertai konspirasi yang kemudian berdampak sistemik dan merugikan
negara.
Sebagai satu-satunya akses terhadap
kekayaan negara, birokrasi akan terus
dihantui oleh korupsi. Hantu itu bisa
datang dari aparatur bersangkutan
atau kelompok berkepentingan melalui
suap dan sebagainya. Di sinilah awal
mula pembusukan sistem terjadi. Sementara itu, kondisi sistem yang ada
belum mempunyai daya tolak yang kuat
terhadap potensi korupsi. Longgarnya
garis struktural organisasi, tata kelola
yang kurang efektif dan efisien, serta
rendahnya produktivitas dan kesejahteraan aparatur, membuat korupsi tumbuh subur dan menjamur.

Pendekatan instrumentalis
Pada prinsipnya, setiap birokrasi
mempunyai potensi untuk terjerumus
ke dalam lingkaran KKN. Hal ini ber-

MACHFOED GEMBONG (TEMPO)

praktek KKN mengental bersama kuatnya tirani di mana birokrasi


menjadi alat pendulang kekayaan kelompok penguasa. Sumber kekayaan negara ibarat perusahaan
pribadi pemerintah di mana
aparatur negara bekerja atas
dasar instruksinya semata.
Puncaknya, krisis 1997 dan reformasi
1998 menjawab kebobrokan itu dengan
digulingkannya rezim Orde Baru.
Kecenderungan kedua bisa dilacak
dari fenomena korupsi yang melibatkan
para pengusaha dalam melakukan penyuapan terhadap aparatur negara. Pola pemerintahan yang membuka pintu
seluas-luasnya bagi para pemilik modal
ternyata memberi mereka ruang untuk
mempengaruhi kebijakan. Bahkan keadaan sengaja dilapangkan untuk memanjakan mereka, sehingga struktur
atau institusi negara gampang mereka
kendalikan. Struktur negara yang seharusnya mampu mengatur dan mengorganisasikan semua elemen menjadi lemah tak berfungsi. Dalam kondisi semacam inilah berlaku anggapan umum
Marxis bahwa negara hanyalah perpanjangan tangan dari para pemilik modal.
Anggapan itu, dalam teori perbandingan politik, dijadikan pijakan analisis oleh kalangan instrumentalis untuk
melihat struktur pemerintahan dalam
kaitannya dengan lahirnya kebijakan.
Melalui pendekatan ini, dapat digarisbawahi bahwa, selama struktur negara
tidak diperkuat, selama itu pula negara
akan menjadi instrumen pemilik modal.

Namun upaya memperkuat struktur negara pun akan selalu dihantui mereka,
karena dianggap mengekang dan menghambat investasi di tengah arena kompetisi global. Di sini kemudian diperlukan perubahan yang lebih mendasar.

Perubahan kultural
Rentannya korupsi di dunia birokrasi
menuntut suatu perubahan fundamental, dari penataan organisasi sampai tatanan nilai atau budaya. Pascareformasi, spirit perubahan itu menyala dengan
dilakukannya perombakan tatanan
struktural yang ada. Sayangnya, perombakan itu tidak diawali dengan perubahan mendasar pada basis nilai sebagai fondasi bangunan sebuah sistem.
Konsentrasi lebih ditujukan pada rancang-bangun sistem dari aspek struktural, sehingga sering ditemui kendala di
tingkat penerapan. Satu bukti
adalah tidak adanya kesinambungan perihal proyek
reformasi birokrasi dari tiap periode pemerintahan.
Hal ini menunjukkan tidak adanya fondasi yang
kuat serta perencanaan
yang matang berjangka
panjang.
Selama pemerintahan SBY, belum
terdapat hasil signifikan yang ditorehkan dalam program reformasi birokrasi.
Bahkan pedoman pengajuan usulan dokumen reformasi birokrasi
oleh Menteri Negara PAN baru diajukan pada April 2009. Sementara itu, grand design dan road map yang dijadikan kerangka dasar dan pedoman
teknis atau standard operating procedure (SOP) baru
dirancang awal 2010. Melihat
rentang waktu yang kurang-lebih sekitar satu tahun, dipastikan program itu
belum terealisasi, sehingga sulit mewujudkan pemerintahan yang baik dan
bersih. Maka, tidak mengherankan apabila kasus korupsi semakin hari semakin banyak.
Apabila diperhatikan secara keseluruhan, kerangka dasar program itu sebenarnya lebih memusatkan pada penataan struktural organisasi daripada
aspek kultural.Yang dituju hanyalah
soal peningkatan pelayanan publik (public service), dan cenderung mengabaikan produktivitas kerja (budaya kerja).
Padahal, dalam peningkatan budaya
kerja terkandung daya tolak yang mawas diri terhadap korupsi. Melalui jalan
ini, Tim Kerja Independen dapat melihat efektivitas serta kemungkinan penyimpangan yang dilakukan. Tentu mekanisme pengawasan harus dilakukan
dengan ketat dan profesional.
Aras utama yang harus dituju dalam
reformasi birokrasi adalah penciptaan
iklim kerja yang bebas KKN. Suatu
upaya yang menyentuh akar bobroknya
birokrasi dengan menanamkan budaya
kerja yang bersih, akuntabel, transparan, kompetitif, produktif, dan visioner.
Jika tidak, visi reformasi birokrasi hanya akan menjadi ilusi belaka.

A11

SURAT PEMBACA
Nasib Janda Veteran
Peristiwa dua janda pahlawan yang didakwa menyerobot lahan rumah dinas Perum Pegadaian dan terancam
hukuman dua tahun penjara sungguh menyedihkan dan
memilukan. Dua-duanya sudah berumur 78 tahun dan
sudah renta. Runtuhlah seluruh nurani di dada.
Sebenarnya, kalau punya kelebihan uang, saya yakin
beliau-beliau pasti sudah membeli rumah mewah bak
selebritas pajak. Padahal mereka ini punya hak kaveling di negara Indonesia tercinta ini. Seharusnya pemerintah Indonesia, yang sudah 65 tahun merdeka, bisa
sedikit jeli memberikan perhatian kepada para sepuh
ini.
Ditempa kehidupan dan krisis ekonomi global yang
panjang membuat kehidupan para sepuh ini makin terpuruk. Dibanding lima tahun yang lalu saja, harga-harga kebutuhan global sudah naik dua kali lipat.
Apalagi harga minyak, dari minyak goreng, minyak
gas, hingga bensin, juga sudah naik berkali lipat. Padahal kesejahteraan para sepuh ini tetap. Mohon sekalikali pemerintah turun ke pasar, jangan diliput di TV, tidak usah ada kamera dan wawancara yang menyudutkan. Liputan media akan membuat penjualnya pasti takut, lalu memurahkan harga. Tapi, kalau menterinya pulang, harganya balik lagi.
Sesungguhnya harga-harga sudah melewati batas
wajar. Jangan pula dibandingkan dengan harga-harga di
luar negeri, karena penghasilan per kapita di sana juga
jauh di atas rata-rata penghasilan rakyat di sini. Mungkin salah kita, yang tidak bisa mencari tambahan penghasilan yang menggiurkan.
Pada 21 April 2008, Presiden mengeluarkan Perpres
No. 24/2008 tentang dana kehormatan veteran RI. Disusul Permenkeu No. 151/PMK/05/2008, dananya
Rp 250 ribu per bulan kepada setiap warga yang telah
memperoleh gelar kehormatan veteran pejuang kemerdekaan (pasal 1).
Karena ada pasal-pasal yang menyebut tentang pensiunan dan janda (UU RI No. 11/1969, tentang pensiun pegawai dan pensiun janda/duda pegawai) dan Perpres No. 24 pasal 2 dan pasal 4, serta Permenkeu
No. 151/PMK02/2008 pasal 1 ad 2, kami pun berkirim surat ke Taspen, yang diberi tugas melaksanakan
pembayaran. Balasannya ditolak dengan alasan yang tidak bisa dimengerti. Padahal di Pasal 8 Permenkeu
151/PMK/05/2008, pembayaran ini tetap berlaku dan
dihitung mulai 1 Januari 2008 Perpres No. 24/2008.
Mudah-mudahan Presiden RI dan Menteri Keuangan
menjelaskan masalah yang sebenarnya, sebagai pihak
yang mengeluarkan peraturan-peraturan tersebut. Apakah janda veteran bisa mendapat dakomvet? Kalau tidak, pasti akan banyak lagi Soetarti dan Rusmini yang
bakal masuk dalam bursa pemiskinan baru di republik ini.
Ibu Swandari
Janda Pahlawan

SURAT DAN PENDAPAT


Kebayoran Center
BLOK A11-A15,
JALAN KEBAYORAN BARU, MAYESTIK,
JAKARTA 12240

(021) 725 5645/50

(021) 70292900

pendapat@tempo.co.id

UNTUK ARTIKEL PENDAPAT, PANJANG


TULISAN MAKSIMUM 6.000 KARAKTER,
DISERTAI FOTO DAN NOMOR TELEPON YANG DAPAT DIHUBUNGI.

Anda mungkin juga menyukai