Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MANUSIA DALAM FILSAFAT HUMANISME

DISUSUN OLEH:

Dhya Qisthi ( 11210700000167 )


Chindra Anindyaputri ( 11210700000157 )
Maulidah Ali ( 11210700000187 )
Regita Rivandra Suhari ( 11210700000162 )
Sandri Pratama ( 11170700000190 )

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. Drs. Achmad Syahid, M.Ag.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021
1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memberikan kemudahan
kepada kami untuk bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “MANUSIA DALAM
FILSAFAT HUMANISME” makalah ini kami susun dengan sedemikian mungkin dan
kami juga menyadari bahwa makalah yg kami susun jauh dari kata sempurna, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan untuk kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada allah kami mohon ampun dan
kepada semua pihak kami minta maaf apabila ada penulisan kata yang salah dalam
makalah ini dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi usaha kita.

Jakarta, September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................i

KATA PENGHANTAR .....................................................................................................ii

DAFTAR
ISI ......................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................2

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3

A. Sejarah Humanisme dan Renaisans .......................................................................3

B. Filsafat Humanisme ...............................................................................................4

C. Relasi spirit humanisme .........................................................................................5

D. Madzhab psikologi humanistik .............................................................................12

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................20

A. Kesimpulan ...........................................................................................................20

B. Saran .....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................21

1
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Humanisme adalah sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan
kedudukan manusia serta menjadikannya sebagai kriteria dalam segala
hal. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas
hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika
tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis.
Dalam khasanah intelektual, ‘humanisme’ sebagai istilah sering dipercakapkan
dalam berbagai konteks, terutama konteks filsafat dan pendidikan. Ini memperlihatkan
bahwa sebagai istilah humanisme memperoleh sebaran pengaruh yang meluas.
Mengingat makna yang diberikan kepadanya dapat berbeda-beda, bergantung pada
kepentingan dan proyek-proyek kemanusiaan masing-masing dan pembicaraan atasnya
berada dalam zaman yang mana, maka penting kiranya melihat konteks-konteks
penggunaan humanisme tersebut, sekaligus kaitan dengan kemunculannya dengan
konteks yang bertumpu pada kebangkitan humanisme di masa Renaissance yang
menjadi tonggak penting bagi kebangkitan kembali pemikiran Barat setelah Abad-abad
Pertengahan (The Dark Ages) yang panjang dan menguasai alam pikiran Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasrkan latar belakang di atas, tulisan ini dimaksudkan untuk memaparkan
permasalahan dalam penulisan paper ini adalah:
1. Sejarah humanisme dan renaisance
2. Pengertian filsafat humanisme
3. Relasi spirit humanisme
4. Madzhab psikologi humanistik

C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan tentang :
1. Sejarah humanisme dan renaisance
2. Pengertian filsafat humanisme
3. Relasi spirit humanisme

2
4. Madzhab psikologi humanistik

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Humanisme dan Renaisans


Istilah Renaisans, yang memiliki arti “kelahiran kembali”, adalah sebutan periode
waktu yang disebut masa peralihan dari abad pertengahan ke zaman modern. Istilah
bahasa Latin ini berasal dari kombinasi kata Re yang berarti kembali dan Naitre yang
berarti lahir. Gerakan Renaisans lahir di Italia sekitar abad ke-14, di kota Firenze.
Setelah melalui proses perkembangan, gerakan tersebut menyebar ke penjuru Eropa
pada abad ke-15.
Abad pertengahan merupakan masa yang suram bagi Eropa. Gereja sangat
mengontrol kehidupan orang-orang Eropa, termasuk dalam aspek pemerintahan dan
bahkan kreativitas individu. Berbagai hal diberlakukan gereja demi kepentingan
sepihak, tetapi hal-hal yang merugikan dibalas dengan kejam. Gereja juga bertindak
kejam terhadap siapapun dan apapun yang menentang keimanan gereja. Salah satu
contoh terkenal kebengisan ini yaitu hukuman gereja kepada Galileo Galilei. Berbagai
faktor berkontribusi pada tumbuhnya semangat perubahan bagi penduduk-penduduk
Eropa, seperti golongan borjuis di republik dagang Italia yang mendorong terjadinya
revolusi terhadap tradisi-tradisi abad pertengahan, perpecahan antargereja akibat
skisma (perang agama), serta golongan ksatria yang tidak terima haknya dibatasi atau
bahkan dihalangi oleh gereja. Tetapi faktor-faktor yang utama yaitu pengekangan yang
ketat dari gereja dalam segala aspek kehidupan serta tekad kaum intelektual untuk
memulai gerakan pembaharuan demi merubah doktrin agama dan mendapatkan
kebebasan berpikir.
Dalam waktu seperti inilah gerakan Renaisans yang berdasarkan Humanisme lahir
sebagai panggilan manusia untuk bangun dan melawan kekuasaan gereja. Humanisme
menjunjung tinggi kebebasan manusia yang etis (dalam batas-batas tertentu), oleh
karena itu gerakan ini bertujuan membebaskan akal budi manusia dari belenggu gereja.
Istilah “Humanisme” sendiri berasal dari abad ke-19, dari kata bahasa Latin
“humanitas” yang berarti “pendidikan manusia”. Ada perbedaan aliran tentang
penafsiran gerakan tersebut, tetapi ada dua aliran yang dominan: satu yang mengatakan
humanisme dipandang sebagai suatu gerakan yang memperhatikan karya-karya klasik
dan filologi, serta satu lagi yang mengatakan humanisme adalah filsafat baru dari
3
Renaisans.

B. Filsafat Humanisme
Humanisme adalah ahli waris gerakan Renaisans. Istilah ini berasal dari kata
human yang berarti manusia. Aliran pemikiran ini menjunjung tinggi nilai dan
martabat manusia, serta menjadikan kepentingan manusia sebagai tolak ukur
kebenaran mutlak. Humanisme dilandaskan konsep kebebasan filsafat eksistensialisme
Jean Paul Sartre, yaitu bahwa kebebasan adalah sesuatu yang mutlak bagi diri manusia.
Setiap manusia menginginkan kebebasan dalam berkehendak, sebab kebebasan
merupakan suatu fakta bagi manusia untuk memperoleh kemanusiaannya. Humanisme
juga memiliki beberapa tema, yaitu:
1. Kebebasan
Banyak institusi pada abad pertengahan seperti gereja, feudalisme, dan
kekaisaran telah mencetak pandangan masyarakat pada satu kosmik serta
mengekang kebebasan berpikir. Gerakan humanisme adalah usaha untuk
meruntuhkan otonomi kekuasaan tersebut.
2. Naturalisme
Pandangan bahwa manusia adalah bagian terpenting dari alam semesta.
Meskipun theis Humanisme mengangkat jiwa manusia sebagai kekuatan untuk
pembebasan, namun pendukungnya tidak pernah melupakan badan dan kesenangan
lahiriah lewat penaklukan terhadap alam sebagai objek dari proyek-proyek manusia,
dengan menangguhkan perhatian terhadap hal-hal yang bersifat meta alam.
3. Perspektif Sejarah
Kaum humanis Eropa menemukan kesadaran untuk bangkit lewat cara
penggalian terhadap nilai-nilai rasional filsafat Yunani. Mereka berusaha
menemukan seni berpikir dan bertindak lewat penalaran Aristoteles dan dukungan
metodologi sains modern untuk rekayasa masa depan.
4. Pengagungan Terhadap Sains
Bahwa kesulitan manusia lebih banyak ditimbulkan oleh kelemahan dalam
memahami dan menaklukkan alam, maka eksplorasi dan eksperimentasi sains
ilmiah dan penemuan yang dihasilkannya dianggap lebih utama daripada doktrin
gerejani yang tidak rasional.

Filsafat Humanisme memiliki nilai yang disebut nilai humanisme. Nilai ini yaitu
4
menurunkan ego demi menyelamatkan nyawa makhluk lain, saling tolong-menolong,
saling menyemangati di kala susah, menjadi keluarga yang kompak meskipun tidak
saling mengenal.
Filsafat humanisme memiliki banyak mazhab/aliran, contohnya yaitu:
a) Idealisme, yaitu pendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang
bersifat rohani. Aliran ini dibagi lagi menjadi idealisme subjektif dan idealisme
objektif. Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah rohani, bukan
materi. Pengetahuan yang dipelajari dari panca indera adalah tidak pasti dan
tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap, seperti segala apa yang
dikatakan baik, bagus, atau buruk secara fundamental tidak berubah dari
generasi ke generasi.
b) Realisme, yaitu pendapat yang memandang realitas secara dualitas dengan
membagi hakikat realitas menjadi dunia fisik dan dunia rohani. Realisme
membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan
mengetahui dan realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia.
c) Materialisme, yaitu pendapat bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam
semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran
materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan
materialisme humanistis. Filsafat materialisme berpandangan bahwa hakikat
realitas adalah materi, bukan rohani.
d) Pragmatisme, yaitu pendapat yang tidak bersikap mutlak dan tidak doktriner,
tetapi relatif tergantung kepada kemampuan manusia. Aliran ini dipandang
sebagai filsafat Amerika asli, namun sebenarnya berpangkal pada filsafat
Empirisme Inggris yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa
yang ia alami.
e) Eksistensialisme yaitu pendapat yang memfokuskan pada pengalaman-
pengalaman seorang individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan
pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia, dan tindakan konkrit dari
keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau
realitas.

C. Relasi spirit humanisme

5
Pada dasarnya kerja humanisme adalah memanusiakan manusia. Manusia dianggap
sebagai manusia yang memiliki hak dan kebebasan dalam bertindak bukan sebuah objek yang
tak dapat bertindak apapun. Dalam kamus filsafat Lorens Bagus humanisme merupakan
filsafat yang ; (1) memandang individu rasional sebagai nilai tertinggi, (2) memandang
individu sebagai sumber tertinggi, (3) ditujukan untuk membina perkembangan moral individu
dengan cara yang bermakna dan rasional tanpa menunjuk pada konsep supranatural. Manusia
memiliki nilai otonomi sebagai ukuran dalam segala bentuk pemahaman dan penilaian
terhadap realitas dan sebagaimana yang kemudian menjadi basis paradigma kemunculan dunia
Barat modern.
1. Eksistensialisme
Adalah sebuah gerakan filosofis yang luas, di mana gerakannya mulai terkenal di
pertengahan abad ke-20. Filsafat ini mendalilkan kalau manusia adalah individu yang
menciptakan makna dan esensi kehidupan mereka secara pribadi. eksistensialisme
sebagai, “Penolakan untuk menjadi bagian dari aliran pemikiran, penolakan terhadap
kepercayaan apa pun (terutama sistem), dan ketidakpuasan yang nyata terhadap filsafat
tradisional yang dangkal, akademis, dan jauh dari kehidupan.” Menurut para
eksistensialis, manusia harus membuat pilihan mereka sendiri dalam kehidupan dan
menemukan maknanya sendiri, dengan atau tanpa Tuhan. Para filsuf eksistensialisme
berkisar dari yang religius (Kierkegaard) hingga yang anti-religius (Nietzsche) Terkait
dengan eksistensi, dalam humanisme manusia dipandang sebagai pusat dari realitas.
Prinsip ini membawa perubahan pada abad pertengahan awal dimana dogma-dogma
gereja mengatur fitrah manusia atau membelenggu eksistensi manusia. Belenggu otoritas
gereja disadari mematikan potensi manusia , otonomisasi, kreativitas dan kemerdekaan
berpikir. Gereja memasung rasionalitas manusia melalui dogmanya.Sehingga muncul
resistensi untuk lepas dari belenggu ini melalui perlawanan para filsuf. Gerakan inilah
yang membangunkan manusia dari dogmatis yang menyadarkan bahwa manusia bukan
sebagai viator mundi (peziarah dimuka bumi) melainkan vaber mundi (pekerja atau
pencipta dunianya) (Zainal Abidin, 2000). Gerakan ini merupakan gambaran gerakan
renaisance pada abad ke-14 hingga 16 M yang diawali di Italia dan menyebar secara
pervasive ke seluruh benua eropa. Kemudian semangat humanisme ini terus diwariskan
dan dikembangkan melalui media pendidikan yang berasas liberal dengan prinsip bahwa
manusia pada dasarnya adalah makhluk bebas dan berkuasa penuh atas eksistensinya
sendiri dan masa depannya artinya manusia diberikan ruang sebebas-bebasnya.
2. Marxisme
Kebangkitan radikalisme antiotoritarian di ujung abad ke-20 ditandai dengan
adanya perkembangan beragam gerakan politik baru, di antaranya adalah kelompok-
kelompok anarkis dalam beragam variannya dan juga kelompok-kelompok politik lainnya
6
yang menyerap kecenderungan Marxian. Marxis Otonomis berawal dari kelompok-
kelompok Marxis Italia yang mengidentikkan gerakan mereka sebagai “operaismo” atau
“buruh-isme”, di mana kekuatan revolusioner bertumpu pada beragam inisiatif buruh
untuk melakukan swaaktivitas yang bebas dari intervensi serikat buruh atau pihak luar
lainnya. Swaaktivitas ini beragam; mulai dari pencurian, perlambatan kerja, sabotase,
mogok liar (wildcat strikes), hingga pendudukan pabrik. Kenaikan upah dan pengurangan
jam kerja merupakan tuntutan yang sangat familiar bagi gerakan pekerja, baik dalam
gerakan tradisional maupun kontemporer. Pekerja selalu ingin meningkatkan
kesejahteraan; mulai dari memiliki lebih banyak sumber daya untuk memenuhi beragam
kebutuhan hingga memiliki lebih banyak waktu luang untuk melakukan beragam aktivitas
di luar jam kerja. Reorganisasi kapital sebagai respons terhadap tuntutan tersebut adalah
diterapkannya konsep upah berdasarkan tingkat produktivitas. Penerapan apa yang disebut
“productivity deal” ini merupakan reaksi kapital terhadap tuntutan kenaikan upah. Tingkat
upah disesuaikan dengan tingkat produktivitas pekerja. Analisis Antonio Negri dan Mario
Tronti terhadap “productivity deal” di Italia pada 1960’an memunculkan dorongan lebih
lanjut pada perkembangan teori otonomis yaitu tentang penolakan kerja. Pertama mereka
menyadari bahwa “productivity deal” merupakan suatu respons terhadap kekuatan
resistensi kelas pekerja dengan tuntutan-tuntutannya. Mereka juga menyadari bahwa
ledakan tuntutan untuk menaikkan upah dan berkembangnya penolakan kerja merupakan
penyebab runtuhnya “productivity deal” dan terjadinya krisis ekonomi Italia. Krisis yang
terjadi di Italia tersebut menimbulkan suatu gejolak politik yang signifikan. Kelompok-
kelompok Otonomis seperti Potere Operaio (PO) menyerang Partai Komunis yang
mendukung kebijakan kapitalis dengan penerapan “productivity deal”-nya. PO
mendukung strategi otonom kelas pekerja untuk menuntut kenaikan upah dan
pengurangan kerja (pengurangan produktivitas) —suatu strategi yang terang-terangan
menolak konsep “productivity deal”.
Marxisme menjunjung tinggi kebebasan dan terbebas dari otoritarianisme, ia
mendudukan manusia (masyarakat dan buruh) sebagai pusat kehidupan yang secara
teoritis harus dijunjung tinggi martabat dan kemanusiaannya. Filsafat ini dirumuskan oleh
Karl Marx dan Friedrich Engels 150 tahun yang lalu dan terus berkembang, filsafat ini
telah mendominasi dalam membebaskan manusia (buruh) dari produksi dan kerja.
Menurut Marx Negara merupakan alat penindasan bagi kelas penguasa terhadap kelas
buruh. Menurut Marx, Negara menjadi milik kaum borjuis kapitalis, dan kaum proletar
atau kaum buruh tidak memiliki Negara karena mereka terus ditindas oleh kaum borjuis-
kapitalis. Marxisme menjadi gerakan kaum buruh untuk mewujudkan cita-cita
kebersamaan, memberantas ketidakadilan, penindasan dan sebagainya.
3. Pragmatisme
7
Secara etimologis, kata pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “pragma”, adapula
yang menyebut dengan istilah “pragmatikos”, yang berarti tindakan atau aksi.
Pragmatisme berarti filsafat atau pemikiran tentang tindakan. Filsafat ini menyatakan
bahwa benar tidaknya suatu kebenaran bergantung pada berfaedah tidaknya bagi manusia
dalam penghidupannya. Dengan demikian, ukuran untuk segala perbuatan adalah
manfaatnya dalam praktek dan hasil yang memajukan hidup. Benar tidaknya sesuatu hasil
pikir, dalil maupun teori, dinilai menurut manfaatnya dalam kehidupan atau menurut
berfaedah tidaknya teori itu dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, tujuan berfikir versi
pragmatisme adalah memperoleh hasil akhir yang dapat membawa hidup kita lebih maju
dan lebih berguna. Sesuatu yang menghambat hidup kita adalah tidak benar.
Aliran filsafat ini mencuat ke permukaan selama seratus tahun terakhir dan
dikaitkan dengan nama-nama berikut: Charles Sanders Peirce (1839-1914), William
James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).3 Filsafat-filsafat tradisional bersifat
statis dan cenderung melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Pada paruh terakhir
abad XIX terlihat adanya perubahan yang tak terduga setelah revolusi industri meluncur
dengan cepat. Industrialisasi, urbanisasi, dan migrasi penduduk secara besar-besaran
merupakan faktor sentral dalam alam kehidupan bangsa Amerika. Perubahan menjadi ciri
sentral dari eksistensi manusia. Dalam kancah intelektual, teori biologis sosial
Darwinisme telah berkembang dan secara luas diakui sebagai pengetahuan umum
masyarakat untuk merasionalkan dan menyetujui tentang konsep perubahan. Pragmatisme
(sering juga disebut eksperimentalisme dan instrumentalisme) adalah reaksi filosofis
terhadap fenomena ini.William James merumuskan pragmatisme sebagai “sikap
memalingkan muka dari segala sesuatu, prinsip-prinsip, kategori-kategori, keniscayaan-
keniscayaan awal, untuk kemudian beralih pada segala sesuatu, hasil-hasil, konsekuensi-
konsekuensi, serta fakta-fakta baru.” Pragmatisme bersifat kritis terhadap sistem-sistem
filsafat lama, yang menurut penganut pragmatisme, telah membuat kesalahan mencari
sesuatu yang puncak (ultimate), mutlak, dan esensi-esensi abadi. Para penganut
pragmatisme menekankan sains empiris, dunia yang berubah dan masalah-masalahnya,
dan alam sebagai seluruh realitas inklusif di luar keyakinan ilmiah tidak mendapat tempat
Pragmatisme mempunyai pijakan intelektual dalam pemikir-pemikir Yunani,
seperti Heracleitos (abad V SM) yang mempostulatkan keniscayaan perubahan5 dan para
penganut empirisme Inggris6 (abad XVII dan XVIII) yang menandaskan bahwa orang
hanya dapat mengetahui apa yang dialami indera mereka. Pragmatisme memiliki tiga ciri,
yaitu: (1) memusatkan perhatian pada hal-hal dalam jangkauan pengalaman indera
manusia, (2) apa yang dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi, dan (3)
manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat. Tiga poin penting dalam
filsafat pragmatisme adalah : Pertama, dari perspektif penganut pragmatisme, kita hidup
8
dalam sebuah dunia pengalaman. Dalam perjalanan waktu, pengalaman manusia tersebut
berubah dan karenanya konsep pragmatisme tentang kenyataanpun juga berubah. Di luar
pengalaman manusia, tak ada kebenaran atau kenyataan yang sesungguhnya. Dengan
demikian, penganut pragmatisme menolak pemikiran metafisika. Bagi mereka, tidak ada
hal yang absolut, tidak ada prinsip apriori atau hukum alam yang tidak berubah. Kedua,
pragmatisme pada dasarnya adalah sebuah pemikiran epistemologis. Pengetahuan,
menurut kaum pragmatis, berakar pada pengalaman. Manusia mempunyai pemikiran yang
aktif dan eksploratif, bukan pasif dan reseptif. Manusia tidak hanya menerima
pengetahuan, ia juga membuat pengetahuan itu sebagai hasil interaksinya dengan
lingkungan, kebenaran bersifat relatif dan apa yang benar di hari ini bisa tidak benar di
waktu mendatang atau dalam konteks situasi yang berbeda. Ketiga, manusia bertanggung
jawab atas nilai-nilai dari masyarakat. Nilai-nilai bersifat relatif dan tidak ada prinsip-
prinsip absolut yang dapat dipedomani. Sebagaimana budaya berubah, demikian juga
nilai-nilaipun berubah. Ini tidak berarti bahwa moralitas tidak mengalami pasang surut
dari hari ke hari, akan tetapi ini berarti bahwa tidak ada aturan aksiologis yang dapat
dianggap sebagai hal yang mengikat secara universal. Menurut kaum pragmatis, apa yang
secara etis baik adalah apa yang berguna dan berfungsi. Oleh karena itu pandangan
pragmatisme hampir serupa dengan filsafat humanistik yang mana menjadikan indera
manusia sebagai tolak ukur, patokan utama dalam memahami sebuah realitas.

Tokoh Filsafat Humanistik


1. Albert Einstein (1879-1955)
Albert Einstein merupakan salah satu humanis terkenal yang terlibat dalam hal
ini. Albert Einstein lahir pada tanggal 14 Maret 1879 di Ulm, Kerajaan Wurttemberg,
Kekaisaran Jerman, dan meninggal pada tanggal 18 April 1955 di Princeton, New
Jersey, Amerika Serikat, pada umur 76 tahun. Tidak hanya besar sebagai ilmuwan
fisika atau pun berkecimpung dalam dunia musik, Einstein juga memiliki pandangan
politik dan agama. Pandangan politik Einstein mendukung sosialisme dan mengkritik
kapitalisme, yang dirinci dalam esai nya seperti “Mengapa Sosialisme?”. Einstein
menawarkan dan dipanggil untuk memberikan penilaian dan opini tentang hal-hal yang
sering tidak berhubungan dengan fisika teoretis atau matematika. Dia sangat
menganjurkan gagasan pemerintahan global yang demokratis yang akan memeriksa
kekuatan negara-negara bangsa dalam rangka federasi dunia. Pandangan Einstein
tentang keyakinan agama telah dikumpulkan dari wawancara dan tulisan asli. Dia
menyebut dirinya seorang agnostik, sementara menjauhkan dirinya dari label ateis. Dia
mengatakan bahwa dia percaya pada Tuhan “panteistik” dari Baruch Spinoza, tetapi
tidak pada tuhan pribadi, keyakinan yang dikritiknya. Einstein pernah menulis: “Saya
9
tidak percaya pada Tuhan pribadi dan saya tidak pernah menyangkal ini tetapi
menyatakan dengan jelas.
2. Bertrand Rusell (1872-1970)
Bertrand Athur William Russell (1872-1970) adalah dari keluarga bangsawan
Inggris Lord dan Lady Amberley. Bertrand Russell adalah seorang filsuf Inggris pada
awalnya setuju dengan pandangan Moor yang menganggap bahasa biasa cukup
memadai untuk maksud filsafat, namun dalam perkembangan selanjutnya ia pun
beralih pikiran. Baginya, bahasa biasa tidak cukup memadai untuk maksud filsafat,
karena bahasa biasa sering mengandung makna ganda (ambigu), kekaburan maksud
dan tidak dapat mengungkap sesuatu secara jelas dan tegas.bahasa ideal bagi filsafat
adalah bahasa yang didasarkan pada prinsip-prinsip logis. Hal ini tidak lain adalah
mengingat hakikat filsafat itu adalah logika, meskipun sebenarnya logika itu bukan
bagian dari filsafat.
Bertrand Russell menggambarkan filsafat sebagai suatu wilayah pemikiran
manusia yang berada antara teologi di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lainnya.
Filsafat dapat dikatakan seperti teologi, karena sifat dan watak filsafat yang juga
bersikan dunia spekulasi-spekulasi tentang pengetahun yang pasti namun ia tidak dapat
dipastikan. Di lain pihak, ia dapat dikatakan pula seperti ilmu pengetahuan, karena tata
kerja filsafat yang memang lebih banyak mengarah dan memfungsikan akal seperti
layaknya ilmu ilmu pengetahuan (sains). Segala dogma, karena ia melampaui
pengetahuan pasti, termasuk dalam lingkup teologi. Di antara keduanya inilah ada
daerah yang tak bertuan yang rentan terhadap kedua persoalan teologi dan sains.
Rusell menggunakan kacamata logika dalam menganalisis segala fenomena yang
terjadi, sehingga berkaitan bahwa Rusell tidak terlalu terikat dengan ajaran-ajaran
dogmatis.
Selama hidupnya, Bertrand Russell sangat banyak menulis tentangt berbagai
persoalan seperti filsafat, moral, pendidikan, sejarah, agama dan politik. Bukunya
dalam bidang sosial seperti, Marrige and Morals, london 1929, On Education,
Especially in Early Chilhood, London 1926, Educatin and Social Order, London 1932.
dalam bidang fisafat dapat dilihat umpamanya The Philosophy of Parcifism, 1916; The
Analysis of Mind, 1921; The Analysis of Matter 1927; dan History of Western
Philosophy, 1945. dan pada tahun 1950, ia menerima hadiah Nobel bidang sastra.
3. Edward Wadie Said (1935-2003)
Edward Wadie Said lahir di Yerussalem, tepatnya di daerah Talbiyah (sebuah
kawasan terpencil di Palestina Barat) pada 1 November 1935 dari pasangan Ibu yang
bernama Hilda (Seorang Palestina kelahiran Nazareth) dan Ayah yang bernama Wadie
Said (Seorang Amerika Serikat kelahiran Yerussalem). Ayahnya adalah seorang
10
pedagang alat-alat tulis dan buku yang juga mempunyai bisnis di Kairo, Mesir.
Edward W. Said sangat menyukai sastra, sehingga ada tiga pengaruh dari masa
kecilnya yang menyebabkan ia sungguh tertarik terhadap sastra. Edward W. Said
menghabiskan masa kecilnya di Yerussalem dan Kairo, dimana ia belajar di sekolah-
sekolah elit Inggris. Ia memulai pendidikan formalnya pada 1941 di GPS (Gezira
Preparatory School) di Lebanon. Sedangkan pendidikan rohaninya ia dapatkan di
Gereja All Saints’ Cathedral. Edward W. Said menulis “Orientalism 25 Years Later,
Worldly Humanism vs The Empire-Builders” (Counterpunch, 4 Agustus 2003).
Akhirnya karya ini menjadi gagasan besar bagi kaum intelektual untuk tetap menjaga
martabat serta memperjuangkan kebenaran sebagai suatu hal utama bagi masyarakat
dunia, sebab tugas intelektual menurut Said adalah mengatakan kebenaran walau
resiko pembuangan serta pengucilan di dalam pergaulan Internasional menjadi
konsekuensi.
Edward W. Said merupakan salah satu tokoh filsafat (filosof) dan
pemikir besar pada abad ke-20. Said adalah seorang intelektual Palestina –
Amerika yang meletakkan dasar-dasar teori kritis di bidang poskolonalisme.
Said menganut kepercayaan Agnostik dan aliran Postmodernisme
(Pascamodernisme).10 Salah satu pemikiran Edward W. Said yaitu mengenai
Peran Intelektual adalah ia mendefinisikan Intelektual sebagai individu yang
dikaruniai bakat untuk merepresentasikan dan mengartikulasikan pesan,
pandangan, sikap atau filsafat kepada publik. Adapun tujuan Intelektual
menurut Said adalah meningkatkan kebebasan dan pengetahuan manusia. Said
juga menyatakan bahwa seorang intelektual tidaklah berada di menara gading.
Sebaliknya, mereka terlibat langsung dalam soal-soal kemasyarakatan.
Pekerjaan seorang intelektual adalah mempertahankan negara dengan
kewaspadaan, selalu sadar akan tugasnya untuk tidak membiarkan kebenaran
diselewengkan atau menerima satu ide yang dapat menguasai seluruh
kehidupan. Dalam hal ini seorang intelektual berperan sebagai benteng akal
sehat yang kritis terhadap kekuasaan. Edward W. Said mengingatkan apabila
kaum intelektual mengambil posisi kritis terhadap suatu otoritas maka
intelektual itu akan menjadi kaum pinggiran kalau dilihat dari kepemilikan,
kuasa, dan kehormatan. Seorang intelektual selalu berada di antara kesendirian
dan pengasingan. Suara seorang intelektual adalah suara kesepian tapi suara ini
akan bergema karena menghubungkan dirinya secara bebas dengan realitas
sebuah gerakan, aspirasi dan pengejaran cita-cita bersama. Said
11
mempertanyakan independensi seorang intelektual pada abad ke-20 dimana
seharusnya seorang intelektual bebas dari pengekangan. Peranan intelektual
telah menurun drastis disebabkan adanya relasi kuasa, Said meminjam istilah
Foucalt “yang membelenggu kaum intelektual”. Said mengedepankan prinsip
orientalism yang mana Said juga peduli terhadap humanisme dan mengecam
kekuasaan yang menindas.
D. Madzhab psikologi humanistik
a. Abraham Maslow (1908-1970)
Abraham Harlod Maslow lahir pada tanggal 1 April 1908 di Brookyln, New
York. Pada awalnya, ia adalah seorang Behavioris. Melalui penelitian-penelitian
sebagai mahasiswa di Universitas Wisconin dengan menggunakan teori-teori
Watson, Maslow menemukan berbagai persamaan atara kera dan Manusia.
Akan tetapi ada tiga pengalaman dalam hidupnya yang menyebabkan ia
meninggalkan behaviorisme. Pertama, karena kasih sayang ayahnya semasa kecil,
yang dirasakannya sangat jauh lebih besar daripada kasih sayang ibunya. Kedua,
ketika ia mengamati bayinya yang mungil sebagai hasil perkawinan dengan istrinya,
ia berkata “Orang yang sudah pernah punya bayi, tidak akan menjadi behavioris”.
Ketiga, ketika Pearl Harbour dibom Jepang pada tahun 1941, ia muak dengan
penelitian-penelitiannya tentang kera.
Awal mula itu membuat Maslow beralih ke Psikologi Holistik dan Humanistik.
Ia berpendapat bahwa mestilah ada pintu masuk di mana kita bisa mempelajari
semua manusia dari sudut pandang yang sama. Tentu harus ada ideology terkotak-
kotak dalam bangsa-bangsa, kelompok-kelompok, atau aliran-aliran. Ideology yang
bisa diterima semua oleh orang. Ideology itu adalah apa yang dinamakannya “meta-
motivasi” atau “meta-kebutuhan” (kebutuhan yang tertinggi, yang melebihi
kebutuhan-kebutuhan lainnya).
Teori Maslow (1967-1968) tentang motivasi berawal dari pra-anggapan bahwa
manusia pada dasarnya adalah baik, atau setidak-tidaknya netral, bukan jahat.
Seperti hal nya dengan keadaan fisiknya, kejiwaan manusia mempunyai kebutuhan,
kapasitas, dan kecendrungan yang pada prinsipnya tidak ada yang jahat. Dari segi
fisik, manusia mempunyai indera, merasa lapar, bertumbuh-kembang, berkembang
biak, dan sebagainya. Dari segi kejiwaan pun manusia mempunyai kebutuhan, cita-
cita, harapan, usaha, dan sebagainya. Semua ini pada hakikatnya baik dan harus
dikembangkan ke arah yang makin baik.
Dalam paradigm seperti ini, Maslow berpendapat bahwa manusia yang sehat
pada jiwanya adalah manusia yang mengembangkan dirinya sendiri berdasarkan
kekuatan-kekuatan dari dalam. Sementara orang-orang yang terganggu jiwanya,
yang anti-sosial, yang jahat adalah orang-orang yang terhambat pada perkembangan
dirinya, yang frustasi oleh gangguan-gangguan dari luar.
Salah satu teori Maslow yang sangat terkenal (dianut dan diterapkan oleh
berbagai cabang psikologi terapan sampai saat ini) adalah teori hierarki kebutuhan.
Dalam teori ini ia mengatakan bahwa ada lima macam kebutuhan manusia yang
12
berjenjang ke atas, seperti spiral yang makin melebar ke atas (kebutuhan yang lebih
tinggi akan timbul jika kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi).

HIERARKI KEBUTUHAN MENURUT ABRAHAM MASLOW

AKTUALISASI
DIRI
(Kebenaran, Kebaikan,
Keindahan, Sifat Hidup,
Individualitas, Kesempurnaan,
Sifat Penting, Kepenuhan,
Keadilan, Ketertiban,
Kesederhanaan, Sifat Kaya,
Sifat Penuh Permainan, Sifat
Tanpa Usaha, Sifat Mencukupi
Diri, Sifat Penuh Makna)
KEBUTUHAN
PENGHARGAAN
(Penghargaan Dari Orang Lain)
CINTA DAN RASA
MEMILIKI
1. Kebutuhan – Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan yang paling dasar, paling kuat, dan paling jelas di antara sekian
banyak kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya
secara fisik. Pemuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan itu sangat penting untuk
kelangsungan hidup. Karenanya kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan yang
terkuat dari semua kebutuhan. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan,
harga diri, dan cinta, pertama-tama dia akan memburu makanan terlebih dahulu.
Ia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai
kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan.

2. Kebutuhan – Kebutuhan Akan Rasa Aman


Kalau kebutuhan fisiologis sudah diperhatikan dan terpenuhi maka kita
didorong oleh kebutuhan akan rasa aman. Misalnya, semakin ingin menemukan
situasi dan kondisi yang aman, stabil, dan terlindung. Anda perlahan-lahan akan
menginginkan struktur dan tatanan yang mapan, ingin ketertiban, bebas dari
ketakutan dan kecemasan. Maslow percaya bahwa kita semua membutuhkan
sedikit banyak sesuatu yang bersifat rutin dan diramalkan. Ketidakpastian sulit
dipertahankan, karena itu orang-orang berusaha mencapai sebanyak mungkin
jaminan, perlindungan, ketertiban menurut kemampuannya.

3. Kebutuhan-Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki

13
Ketika kebutuhan fisiologis dan rasa aman sudah terpenuhi, kebutuhan
lapisana ketiga pun muncul. Seseorang setelah mencapai tingkat tertentu dari
rasa aman, lalu dia mulai merasa butuh teman, sahabat dekat, atau kekasih,
semuanya digerakkan untuk memuaskan kebutuhan akan memiliki dan dimiliki,
mencintai dan dicintai. Mereka dapat menggabungkan diri dengan suatu
kelompok atau perkumpulan, menerima nilai-nilai, dan sifat-sifat, atau memakai
pakaian seragam tertentu dengan maksud supaya merasakan perasaan memiliki.
Orang memuaskan kebutuhan akan cinta dengan membangun suatu hubungan
akrab dan penuh perhatian dengan orang lain, dengan orang-orang pada
umumnya. Dalam hubungan-hubungan yang demikian, perasaan memberi cinta
dan menerima cinta adalah sama penting.
Maslow menemukan dalam berbagai telaah penelitiannya, bahwa tanpa
cinta maka pertumbuhan dan perkembangan kemampuan orang akan terhambat.
Baginya cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih msera antara
dua orang, ternasuk sikap saling percaya.
4. Kebutuhan-Kebutuhan Akan Penghargaan
Apabila seseorang cukup berhasil mencintai dan memiliki, maka dia juga
membutuhkan perasaan penghargaan. Maslow membedakan dua macam
kebutuhan akan penghargaan, yaitu (a) penghargaan yang berasal dari orang
lain, dan (b) penghargaan terhadap diri sendiri atau harga diri. Penghargaan
yang berasal dari orang-orang lain adalah yang utama, jelas sulit bagi kita
untuk berfikir baik tentang diri kita sendiri kecuali kita merasa bahwa orang-
orang lain berpikir baik tentang diri kita.
Penghargaan yang berasal dari orang lain meliputi pengakuan, penerimaan,
perhatian, kedudukan, prestise, reputasi, nama baik serta penghargaan atas
sejumlah keberhasilan dalam masyarakat yaitu semua sifat dari bagaimana
orang-orang lain berpikir dan bereaksi terhadap kita. Sedangkan penghargaan
terhadap diri sendiri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi,
penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan.

5. Kebutuhan Mencapai Aktualisasi Diri


Apabila seseorang telah memuaskan semua kebutuhan-kebutuhan di atas,
maka dia akan didorong oleh kebutuhan yang paling tinggi, yaitu kebutuhan
aktualisasi diri. Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan yang
paling tinggi, disertai penggunaan semua bakat, mencakup pemenuhan semua
kualitas dan kapasitas seseorang. Maslow membahasakannya “kita harus
‘menjadi’ menurut potensi kita untuk menjadi”. Meskipun kebutuhan-
kebutuhan dalam tingkat yang lebih rendah dipuaskan kita merasa aman secara
fisik dan emosional, mempunyai perasaan memiliki dan cinta, serta merasa
bahwa diri kita adalah individu-individu yang berharga, namun kita akan
merasa kecewa, tidak tenang, tidak puas, kalua kita gagal berusaha untuk
memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri. Apabila terjadi demikian maka
tidak akan berada dalam damai dengan diri kita dan tidak bisa dikatakan sehat
secara psikologis
14
b. Carl Ransom Rogers (1902-1987)
Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illinois,
sebuah daerah pinggiran Chicago. Carl Rogers mengembangkan teknik psikoterapi
yang sangat popular sejak tahun 1943 sampai sekarang, yaitu yang dikenal dengan
nama client centerd therapy atau person centered theraphy (terapi yang berpusat
pada klien atau orang itu sendiri. Teknik psikoterapi Rogers juga dikenal sebagai
psikoterapi nondirektif, karena memang dalam proses psikoterapinya Rogers selalu
menghindari pengarahan (direktif) .
Rogers juga terkenal sebagai seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-
gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang,
baik klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan,
Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik,
yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman,
belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
a) Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini
terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan
asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak
diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya,
untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti
tentang dunia di sekitarnya.
b) Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan
dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat
apabila yang dipelajari mempunyai arti baginya.
c) Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila
berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan
lancer manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba
pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa
mendapat kecaman yang bisaanya menyinggung perasaan.
d) Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri
dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya
sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada
murid untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn ).
15
Tidaklah perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan
tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari
sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil.
Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses
maupun hasil belajar. Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi
bebas, tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar
atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan
membuat keputusan, menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi
lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak
lain. Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek
pribadi, kognitif maupun afektif. Rogers dan para ahli humanistik yang lain
menamakan jenis belajar ini sebagai whole-person learning belajar dengan
seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli humanistik percaya,
bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan memiliki (feeling of
belonging ) pada diri murid. Dengan demikian, murid akan merasa terlibat dalam
belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah
senantiasa bergairah untuk terus belajar.
e) Belajar dan Perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang
paling bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-
waktu yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan
yang statis. Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah
sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan
merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu
maju dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang
untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan
demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di
lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.
c. Erich Fromm
Erich Fromm lahir tahun 1900 di Frankfrut, Jerman. Teorinya ini dipengaruhi
oleh Karl Marx dan Freud. Ia membandingkan ide keduanya, menyelidiki
kontradiksi-kontradiksinya dan mencoba melakukan sintesis. Namun, dalam tahun-
tahun berikutnya, Fromm mengembangkan dan memperhalus teorinya sendiri
tentang kepribadian dalam suatu seri buku-buku yang sangat popular. Teorinya ini
juga berdasarkan pada individu yang terisolasi dari lingkungan sekitar, hal ini tak
lain dan tak juga karena pengaruh dari pengalaman hidupnya. Fromm juga
mendasari teorinya berdasarkan filsafat dualisme. Menurutnya eksistensi manusia
ini terjadi antara pertentangan dari satu hal terhadap hal lainnya. Empat dualisme
dalam diri manusia yaitu sebagai berikut :
1) Manusia Sebagai Binatang dan Sebagai Manusia
Manusia sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologi yang harus
dipuaskan,seperti kebutuhan makan, minum, dan kebutuhan seksusal.Manusia
sebagai manusia memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi.
Kebutuhan manusia itu terwujud dalam pengalaman khas sebagai manusia yang
16
meliputi perasaan lemah lembut, cinta kasih, perhatian, tanggung jawab, identitas,
intergritas, kesedihan, transendensi, kebebasan, nilai, dan norma.
2) Hidup dan Mati
Manusia memiliki kesadaran diri bahwa dia akan mati, tetapi berusaha
mengingkari nya dengan meyakini adanya kehidupan sesudah mati, dan melakukan
usaha-usaha yang tidak sesuai dengan fakta bahwa kehidupan akan berakhir dengan
kematian.
3) Ketidaksempurnaan dan Kesempurnaan
Manusia mampu mengonsepsikan realisasi diri yang sempurna. Tetapi karna
hidup itu singkat, maka kesempurnaan tidak dapat dicapai.Ada orang berusaha
memecahkan dikotomi ini dengan mengisi rentang sejarah hidupnya dengan prestasi
dibidang kemanusian atau meyakini dalil kelanjutan perkembangan sesudah
kematian.
4) Kesendirian dan Kebersamaan
Manusia adalah pribadi yang mandiri, tetapi tidak bisa menerima kesendirian.
Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, namun pada saat yang
sama, menyadari kalau kebahagiaannya bergantung pada kebersamaan dengan
orang lain. Dilema ini tidak pernah terselesaikan. Namun, orang harus berusaha
menjembatani dualisme ini agar tidak menjadi gila .Dualisme-dualisme tersebut
adalah aspek binatang dan manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan
dan kesempurnaan, kesendirian dan kebersamaan, yang semuanya merupakan
kondisi dasar eksistensi manusia. Pemahaman tentang jiwa manusia harus
berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari
kondisi-kondisi eksistensi manusia.

Fromm membagi kebutuhan manusia menjadi dua hal yaitu kebutuhan akan kebebasan
serta keterikatan dan kebutuhan akan memahami serta berkreativitas.
a) Kebutuhan kebebasan dan keterkaitan. Kebutuhan-kebutuhan ini terdiri atas berikut
ini,
 Keterhubungan (relatedness)
Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam dan
dari dirinya sendiri. Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang
dicintai dan menjadi bagian dari sesuatu. Dalam hal ini akan muncul keinginan
irasional untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni hubungan
dengan ibu, yang diwujudkan kedalam perasaan solidaritas dengan orang lain.
Hubungan yang memuaskan akan bernilai positif apabila hubungan tersebut
didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, pengharagaan, dan pengertian
dari orang lain, dapat juga berfikir negatif apabila hubungan tersebut didasarkan
kepada kepatuhan atau kekuasaan.
 Keberakaran (rootedness)
Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan
yang membuatnya merasa nyaman didunia (merasa seperti dirumahnya).
Manusia menjadi asing dengan dunia nya karena dua alasan. Pertama,dia
direnggut dari akar-akar keterhubungannya oleh situasi (ketika manusia
17
dilahirkan, dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan alaminya).
Kedua,pikiran dan kebebasan yang dikembangkannya sendiri justru memutus
ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya. Keberakaran adalah
kebutuhan untuk mengikat diri dengan kehidupan. Setiap saat, orang dihadapkan
kepada dunia baru, yang mengharuskan dia tetap aktif dan kreatif
mengembangkan perasaan menjadi bagian yang integral dari dunia. Dengan
demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas, berada ditengah-tengah
dunia, yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan fiksasi yang tidak
sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu situasi, dan tidak mau bergerak
maju Untuk membuat ikatan dengan dunia baru.
 Menjadi pencipta (transcendency)
Karena induvidu menyadari diri sendiri dari likungannya, mereka
kemudian mengenali betapa kuat dan menakutan alam semesta itu, yang
membuatnya merasa tak berdaya. Orang ingin mengatasi perasaan takut dan
ketidakpastian menghadapi kemarahan dan ketidakmenetuan semesta. Orang
membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk menghadapi sifat pasif dari
penguasaan alam menjadi aktif, bertujuan dan bebas, berubah menjadi mahluk
ciptaan menjadi pencipta. Seperti hal nya keterhubungan, transendensi bisa
positif( menciptakan sesuatu) atau negatif ( menghancurkan sesuatu).
 Kesatuan (unity)
Kebutuhan ini bertujuan untuk mengatasi eksistensi keterpisahaan antara
hakikat binatang dan non binatang dalam diri seseorang. Keterpisahan, kesepian,
dan isolasi semuanya bersumber dari kemandirian dan kemerdekaan “ untuk apa
orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian
dan isolasi ?”. Dari dilema ini muncul kebutuhan unitas orang dapat mencapai
unitas, memperoleh kepuasaan (tanpa menyakiti orang lain dan diri sendiri)
kalau hakikat kebinatangan dan kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya
berusaha hanya jadi manusia seutuhnya dengan cara berbagi cinta kerja sama
dengan orang lain.
 Identitas (Identity)
Kebutuhan untuk menjadi “ aku”, kebutuhan untuk sadar dengan dirinya
sendiri sebagai suatu yang terpisah, manusia harus merasakan kemampuan untuk
mengontrol nasib nya sendiri, harus bisa membuat keputusan, dan merasa hidup
nya nyata-nyata miliknya sendiri. Misalnya, orang primitif mengidentifikasikan
diri dengan sukunya, sehingga dia tidak melihat dirinya sebagai yang terpisah
dari kelompok nya.
b) Kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas, kebuthan-kebutuhan ini terdiri atas
berikut ini:
 Kerangka orientasi atau (frame of orientation)
Kerangka orientasi adalah seperangkat keyakinan mengenai eksistensi
hidup, perjalan hidup tingkah laku bagaimana yang harus dikerjakan nya yang
mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan jiwa.

 Kerangka kesetiaan (frame of devotion)


18
Kebutuhan untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak manusia
membutuhkan suatu yang dapat menerima seluruh pengabdian hidupnya, sesuatu
yang membuat hidupnya menjadi bermakna. Kerangka pengabdian adalah peta
yang mengarahkan pencarian makna hidup menjadi dasar dari nila-nilai dan titik
puncak dari semua perjuangan.
 Ketergantungan stimulus (excitation stimulation)
Kebutuhan untuk melatih sistem saraf dan untuk memanfaatkan
kemampuan otak. Manusia tidak membutuhkan stimulus sederhana
(misalnya:makanan), tetapi stimulus yang mengaktifkan jiwa(misalnya:puisi atau
hukum fisika), stimulus tidak cukup hanya direspon saat itu, tetapi harus
direspon secara aktif, produktif,dan berkelanjutan.
 Keefektivan (effectivity)

Kebutuhan untuk menyadari eksistensi diri melawan perasaan tidak mampu dan
melatih kompetensi atau kemampuan.

19
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa filsafat humanisme ini
menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia, serta menjadikan kepentingan
manusia sebagai tolak ukur kebenaran mutlak. Maka dengan mempelajari filsafat
manusia kita menjadi tau apa dan siapa manusia berasal dan memudahkan kita
dalam mengambil keputusan-keputusan praktis atau dalam menjalankan berbagai
aktivitas hidup sehari-hari. Manusia dianggap sebagai manusia yang memiliki hak
dan kebebasan dalam bertindak bukan sebuah objek yang tak dapat bertindak
apapun.

B. Saran
oleh karena itu kita sebagai manusia harus memiliki nilai yaitu menurunkan ego
demi menyelamatkan nyawa makhluk lain, saling tolong-menolong, saling
menyemangati di kala susah, menjadi keluarga yang kompak meskipun tidak saling
mengenal. Kemudian humanisme ini memiliki keterhubungan dengan marxisme,
pragmatisme, dan eksistensialisme . Manusia dianggap sebagai manusia yang
memiliki hak dan kebebasan dalam bertindak bukan sebuah objek yang tak dapat
bertindak apapun.

20
DAFTAR PUSTAKA

McGrath, A. E. (1997). Sejarah Pemikiran Reformasi. BPK Gunung Mulia.

Abidin, Z. (2016). Filsafat manusia. Remaja Rosamaria.

Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan.

Agresti, L., Agustina, E., & Canrhas, A. (2018). Analisis Nilai-Nilai Humanisme dalam Novel Rembulan
Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye. Jurnal Ilmiah KORPUS, 2(3).

Khair, N. (2020). Konsep Humanisme Spiritual dalam Filsafat Mulla Sadra. Kalimah: Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam, 18(1).

Abidin, Zainal. (2000). Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung:
Remaja Rosdakarya

Bagus Lorens (2002). Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Muhmidayeli. (2014). Filsafat Analitik Kritik Epistemologi Ide Analitik Logis Bertrand Russell.
Jurnal UIN Sultan Syarif Kasim. Pekanbaru.

Wasitohadi. (2012). Pragmatisme Humanisme dan Implikasinya Bagi Dunia Pendidikan di


Indonesia. Jurnal FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana. DOI:10.24246/J.SW.2012.8.I2.P175-
190

https://ganangdekartz.wordpress.com/author/ganangdekartz/

https://www.kompasiana.com/www.zahrotut.com/54f7880ca333111a738b46a6/manfaat-
mempelajari-filsafat-manusia

Rahmat Hidayat, Dede (2015). Psikologi Kepribadian Dan Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia

Rumini, S. dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi

MIF Baihaqi, Psikologi Pertumbuhan

arwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi

21

Anda mungkin juga menyukai