Anda di halaman 1dari 11

Accelerat ing t he world's research.

Ilmuwan-Ilmuwan Muslim dan


Kontribusinya dalam Perkembangan
Peradaban Dunia
Hana Jati Febryan

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

SUMBANGAN ISLAM T ERHADAP PERKEMBANGAN PERADABAN DUNIA


Muhammad Nasir

Biografi 57 T OKOH ilmuan islam


ALYA RAISA NADYA barabai

Makalh IAD
Fikri Abdullah
Ilmuwan-Ilmuwan Muslim dan Kontribusinya dalam
Perkembangan Peradaban Dunia
Hana Jati Febryan
Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Indonesia
hana.febryan19@mhs.uinjkt.ac.id

Abstrak
Ilmuwan, sebagai manusia yang diberi kemampuan menggunakan pikirannya untuk
bernalar. Kemampuan berfikir dan bernalar itu yang membuat kita sebagai manusia menemukan
berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu digunakan untuk mendapatkan manfaat yang
besar dari lingkungan alam yang ada di sekitar kita. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
ilmuwan-ilmuwan Muslim dan kontribusinya dalam perkembangan peradaban dunia.
Pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan
menelaah jurnal-jurnal yang bersangkutan dengan ilmuwan-ilmuwan Muslim dan kontribusinya.
Hasil menyatakan bahwa banyak ilmuwan-ilmuwan muslim yang bekontribusi dalam
perkembangan peradaban dunia. Sudah banyak diketahui bahwa pada zaman keemasan Islam
banyak bermunculan ilmuwan yang sangat kompeten di bidangnya masing-masing. Mereka
berhasil tampil sebagai filosof dan saintis yang mengisi berbagai bidang keilmuwan. Keilmuwan
mereka sangat berharga terutama bagi perkembangan sains pada masa-masa berikutnya. Karena
sangat berharganya keilmuwan dan yang dipersembahkan oleh mereka, sehingga banyak para
ilmuwan yang datang belakangan menjuluki mereka bapak sains di bidangnya masing-masing.

Kata kunci: Ilmuwan; ilmuwan Muslim; kontribusi; kontribusi ilmuwan

PENDAHULUAN
Kebenaran ilmiah yang dihasilkan dari pemikiran dan pengamatan seorang
ilmuwan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh umat manusia. Hal itu berarti
perlunya kode etik ilmuwan atau yang sering disebut dengan etika keilmuan. Dengan
demikian dalam diri manusia memiliki dasar-dasar yang pokok, yaitu dasar ilmu
pengetahuan dan moral yang harus ditanamkan dalam diri.[1, p. 1]
Islam memberikan apresiasi yang amat tinggi terhadap akal. Demikian tingginya
sehingga akal menempati posisi yang urgen dan vital dalam pergumulan wacana keislaman.
Oleh karena itu, akal sering kali disandingkan dengan wahyu dalam banyak kesempatan
dan pembahasan. Dengan demikian, maka wajarlah jika dikatakan bahwa Islam sangat
menghargai ilmu pengetahuan. Hal ini dalam sejarah Islam dibuktikan dengan maraknya
perkembangan ilmu dari berbagai bidang dan munculnya ratusan bahkan ribuan sarjana-
sarjana Muslim. Penghargaan Islam terhadap akal dan ilmu pengetahuan bukan hanya
basa-basi, karena hal itu telah dilaksanakan dan dipraktekkan oleh para ulama, atau kaum
terpelajar Islam, yang luar biasa jumlahnya. Keadaan yang kondusif seperti itu telah
berhasil menampilkan beberapa filosof Muslim terkemuka.[2, p. 1]
Dahulu, tepatnya pada abad ke-8 hingga dengan abad 12 M, umat Islam berada
pada zaman keemasan. Zaman dimana ilmu pengetahuan dan peradaban Islam berkembang
pesat mencapai puncaknya. Pada saat itu umat Islam menjadi pemimpin dunia karena
perhatiannya yang sangat besar tidak hanya dari sisi ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-
ilmu umum, dan ilmu-ilmu murni (natural-sciences). Peralihan kekuasaan pemerintahan
Islam dari Dinasti Umaiyah ke Dinasti Abbasiyah (750 M) merupakan peristiwa terpenting
dalam sejarah peradaban Islam, yang tidak mungkin dapat dilupakan oleh insan akademik
khususnya para sejarawan muslim. Hal tersebut karena dikemudian hari tidak hanya
mampu memunculkan sebuah zaman keemasan, akan tetapi juga merupakan titik balik
dalam perputaran sejarah dunia, yang mana dengan ditandai adanya penaklukan wilayah
Afrika pada tahun 710 M, dan wilayah Spanyol pada tahun 711 M.[3, p. 166]
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah dari
masalah ini yaitu siapa saja ilmuwan-ilmuwan Muslim dan apa saja kontribusinya dalam
perkembangan peradaban dunia?. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menjelaskan
terkait ilmuwan-ilmuwan Muslim dan kontribusinya dalam perekembangan peradaban
dunia. Selain itu, manfaat dari penelitian ini yaitu secara teoritis hasil dari penelitian yang
dilakukan ini diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca terkait ilmuwan-
ilmuwan Muslim serta kontribusinya dalam peradaban dunia.

METODOLOGI
Peneliti memperoleh informasi dengan melakukan metode deskriptif kualitatif.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka. Pengumpulan data dengan
penelusuran pustaka, yaitu dengan digital browsing. Penelitian dilakukan dengan menelaah
jurnal-jurnal pemikiran Islam yang berkaitan dengan Ilmuwan-Ilmuwan Muslim dan
Kontribusinya dalam Perkembangan Peradaban Dunia. Pendekatan yang peneliti gunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan historis atau sejarah yaitu pendekatan yang
menjelaskan tentang sejarah yang terjadi di masa lampau terkait Ilmuwan-Ilmuwan Muslin dan
Kontribusinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ilmuwan-Ilmuwan Muslim dan Kontribusinya dalam Perkembangan Peradaban
Dunia

Banyak ilmuwan muslim yang berkiprah di bidang sains dengan keahliannya masing-
masing dan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan
sains itu sendiri, diantaranya :

1. Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin
Ali bin Sina. Dikalangan masyarakat barat ia dikenal dengan nama “Avicienna”.
Selain sebagai ahli kedokteran, Ibnu Sina juga dikenal sebagai filosof, psikolog,
pujangga, pendidik dan sarjana Muslim yang hebat. Ibnu Sina belajar filsafat dari Abu
Abdillah an-Natili, seorang filosof kenamaan yang kebetulan sedang berkunjung ke
Bukhara. Beliau diminta ayah Ibnu Sina tinggal di kediamannya untuk mengajarkan
filsafat pada anaknya. Dalam waktu yang singkat Ibnu Sina berhasil menguasai filsafat
sehingga membuat kagum gurunya.
Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu Sina pun
merasa tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran, mulai mendik di bidang
kedokteran, sehingga dalam waktu singkat ia meraih hasil yang luar biasa. Berkat
ketekunan dan semangatnya yang tinggi dalam mempelajari ilmu tersebut, Ibnu Sina
sanggup mengobati orang-orang yang sakit.[4, p. 1]
Ibnu Sina memiliki julukan “Bapak Kedokteran Dunia” dan “Bapak
Kedokteran Modern”. Pada usia 18 tahun, Ibnu Sina memperoleh predikat sebagai
seorang fisikawan. Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh
manusia secara lengkap untuk pertama kalinya. Dan dari sana ia berkesimpulan bahwa,
setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki kuku saling
berhubungan. Ia adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik
dan kesehatan jiwa ada kaitan dan saling mendukung. Lebih khusus lagi, ia
mengenalkan dunia kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama pathology dan
farma, yang menjadi bagian penting dari ilmu kedokteran.
Ibnu Sina telah menulis tidak kurang dari 450 buku yang kebanyakan tentang
ilmu kedokteran. Buku-bukunya banyak digunakan sebagai pedoman dan rujukan oleh
para dokter di seluruh dunia. Al-Qanun Fi Al-Thib (Aturan Pengobatan) adalah karya
Ibnu Sina yang paling terkenal, buku ini telah dijadikan rujukan dan pedoman di
bidang kedokteran selama berabad-abad. Juga bukunya yang berjudul Asy-Syifa,
dalam buku ini, Ibnu Sina juga menuliskan tentang masalah penyakit dan pengobatan
sekaligus obat yang dibutuhkan berkaitan dengan penyakit bersangkutan. Kitab ini
terdiri dari 18 jilid dan berisi berbagai macam ilmu pegetahuan.[5, pp. 11–12]

2. Abu Ali Al Hasan Ibnu Haytam


Ali Muhammad Al-Hassan Al-Haytham atau Ibn al-Haytam merupakan
kelahiran Iraq. Ibn al-Haytam dilahirkan di Al-Basrah pada tahun 354 Hijriah atau 965
Masehi dan meninggal pada tahun 1039 Masehi di Kairo, Mesir. Alhazen merupakan
ahli sains, matematika, filosofi, astronomi, dan polimath dari masa ke-emasan
Kekaisaran Islam. Masa muda Ibn al-Haytam bertepatan dengan dikuasainya Mesir
oleh Ke-khalifahan Fatimiyah. Dikuasainya Mesir oleh Ke-khalifahan Fatimiyah
dimulai setelah keberhasilannya menguasi lembah Nil pada tahun 969 M, yang
akhirnya Mesir dijadikan ibukota baru ke-Khalifahan Fatimiyah.[4, p. 1]
Ibn al-Haytham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan.
Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains Barat
seperti Boger Bacon, dan Kepler, pencipta mikroskop serta teleskop. Beliau
merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting
mengenai cahaya. Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, antara lain Light on Twilight Phenomena.
Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan banyak lingkaran cahaya di sekitar
bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Beberapa percobaan dilakukan
oleh Ibn al-Haytham, di antaranya percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ
ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di
Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia dan prinsipnya tetap
diadopsi oleh ilmuwan-ilmuwan setelahnya.[3, p. 169]
Ibn al-Haytham juga disinyalir telah menyampaikan keberadaan gaya tarik
bumi atau gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibn al-
Haytham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-
sambung secara teratur telah memberikan ilhan kepada ilmuwan Barat untuk
menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film
yang kemudian disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton
sebagaimana yang dapat kita lihat pada masa kini. Ibn al-Haytham meninggal di Kairo,
Mesir, sekitar tahun 1040 M. Karena pengamatannya yang mendalam pada bidang
optika, konsep-konsepnya menjadi dasar ilmu optika. Selain itu, dia mengantarkan
optika pada kemajuan pesat masa kini. Dengan demikian, Ibn al-Haytham mendapat
julukan sebagai “Bapak Optika Modern”.[3, p. 170]

3. Al-Farghani
Al-Farghani adalah seorang ahli astronomi muslim yang sangat berpengaruh.
Nama lengkapnya adalah Abu al-Abbas bin Muhammad bin Kalir al-Farghani. Di
Barat, para ahli astronomi abad pertengahan mengenalnya dengan sebutan al-
Farghanus.[4]
Didirikannya Akademi al-Makmun merupakan salah satu bukti kecintaan
khalifah terhadap ilmu pengetahuan. Dalam akademi inilah al-Farghani memulai
pengkajian tentang ilmu astronomi. Kesungguhan al-Farghani diikuti dengan
dukungan khalifah berupa peralatan canggih peneropong bintang untuk mengetahui
ukuran bumi dan juga membuat laporan ilmiah.
Karier al-Farghani berlanjut dalam ilmu astronomi. Ia berhasil menyelesaikan
penelitian mengetahui diameter bumi dan jarak antara bumi dengan planet lain. Selain
itu, ia juga turut merancang hadirnya Darul Hikmah al-Makmun, ikut dalam proyek
pengukuran garis lintang bumi, menjabarkan jarak, dan diameter beberapa planet.
Sebuah pencapaian yang luar biasa pada masa itu.[6]
Hasil penelitian al-Farghani di bidang astronomi ditulisnya dalam berbagai
buku. Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum (Asas-Asas Ilmu
Bintang) adalah salah satu karya utamanya yang berisi kajian bintang-bintang.
Sebelum masa Regiomontanus, Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm an-
Nujum adalah salah satu buku yang sangat berpengaruh bagi perkembangan astronomi
di Eropa. Di dalam buku tersebut, al-Farghani memang mengadopsi sejumlah teori
Ptolemaeus, tapi ia mengembangkanya lebih lanjut hingga membentuk teorinya sendiri.
Tak heran, Harakat a-Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum mendapatkan respon yang
positif dari para ilmuwan muslim dan non muslim. Buku ini pun diterjemahkan dalam
berbagai bahasa. Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum yang
diterjemahkan dalam bahasa Inggris mengalami perubahan judul menjadi “The
Elements of Astronomy”.[4]
4. Jabir Ibn Hayyan
Beliau merupakan seorang ilmuwan dan filosof terkemuka yang memiliki nama
lengkap Abu Musa Jabir ibn Hayyan al-Azdi. Kalangan Barat mengenal dengan nama
Geber. Beliau lahir di Thus Khurasan, Iran (Persia), pada tahun 721 M atau sekitar
abad ke-8. Jabir adalah seorang yang berketurunan Arab, namun ada juga yang
mengatakan bahwa ia adalah orang Persia. Ketika ayahnya sedang melakukan
pemberontakan, ia tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah di Khurasan, kemudian
ia dieksekusi dan dihukum mati. Setelah ayahnya meniggal, Jabir dan keluarganya
kembali ke Yaman dan ia mulai mempelajari al-Qur’an dan berbagai ilmu lainnya dari
seorang ilmuwan yang bernama Harbi al-Himyari.
Jabir kembali ke Kufah setelah Abbasiyah berhasil menumbangkan Umayyah
dan mulai merintis karirnya di bidang kimia. Ketertarikannya dalam bidang ini yang
membuatnya terus mendalaminya sehingga menjadi seorang ahli dalam kimia. Jabir
kemudian mempelajari ilmu kedokteran pada masa Kekhalifahan Abbasiyah di bawah
pimpinan Harun al-Rashīd dari seorang guru yang bernama Barmaki Vizier. Jabir pun
terus bekerja dan bereksperimen dalam bidang kimia dengan tekun di sebuah
laboratorium dekat Bawaddah di Damaskus dengan ciri khas eksperimen-
eksperimennya yang dilakukan secara kuantitatif, bahkan instrumen-instrumen yang
digunakan untuk eksperimennya dibuat sendiri dari bahan logam, tumbuhan dan
hewani. Di laboratoriumnya itulah Jabir berhasil menemukan berbagai penemuan
besar yang sangat bermanfaat sampai saat ini, bahkan di laboratorium itu pula telah
ditemukan berbagai peralatan kimia miliknya.[3, p. 177]
Kontribusi terbesar Jabir adalah dalam bidang kimia. Keahliannya ini
didapatnya dengan berguru pada Barmaki Vizier, pada masa pemerintahan Harun al-
Rashid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam
penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir
menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi,
sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum perbandingan tetap.
Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi,
kalsinasi, sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan
proses-proses tersebut.
Beberapa penemuan Jabir Ibn Hayyan diantaranya adalah: asam klorida, asam
nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang
menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat)
untuk melarutkan emas. Jabir Ibn Hayyan mampu mengaplikasikan pengetahuannya di
bidang kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan
karat. Dia jugalah yang pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada
pembuatan gelas kaca. Jabir Ibn Hayyan juga pertama kali mencatat tentang
pemanasan wine akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang
kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.[3, p. 179]
Jika kita mengetahui kelompok metal dan non-metal dalam penggolongan
kelompok senyawa, maka Jabirlah yang pertamakali melakukannya. Dia mengajukan
tiga kelompok senyawa, yaitu: 1) “Spirits“ yang menguap ketika dipanaskan, seperti
camphor, arsen dan amonium klorida. 2) “Metals” seperti emas, perak, timbal,
tembaga dan besi. 3) “Stones” yang dapat dikonversi menjadi bentuk serbuk.

5. Az-Zahrawi
Az-Zahrawi memiliki nama lengkap Abu Al-Qasim Khalaf Ibn Al-‘Abbas Az-
Zahrawi. Beliau lahir di Madinatu Az-Zahra, sebuah daerah di dekat Kordoba,
Spanyol, pada 936 M.[5, p. 8]
Az-Zahrawi dikenal sebagai “Bapak Ilmu Bedah” dan pakar kedokteran pada
masa Islam abad pertengahan. Kontribusinya sangan besar dalam pengembangan ilmu
bedah. Selain melahirkan prosedur dan metode ilmu bedah modern, beliau juga
menciptakan beragam alat dan teknologi yang digunakan untuk bedah. Maka dari itu,
beliau mendapat julukan “Bapak Ilmu Bedah”. Karya dan hasil pemikirannya banyak
diadopsi para dokter di dunia Barat.[7]
Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri
atas 30 jilid. Al-Tasrif berisi kumpulan praktik kedokteran, yang ditulis berdasarkan
penelitian dan pengalaman Az-Zahrawi di bidang ilmu bedah. Buku ini terdiri dari 30
jilid dan menjadi pedoman bagi para peneliti dan ahli bedah untuk pengembangan
bidang kedokteran, khsusnya ilmu bedah.[5, p. 9]
6. al-Khawarizmi
Al-Khawarizmi memiliki nama lengkap Abdullah Muhammad bin Musa al-
Khawarizmi, beliau dilahirkan di daerah Khawarizmi, yaitu suatu derah di bawah
pemerintahan provinsi Khurasan dan sekarang bernama negara Uzbekistan, pada tahun
164 H (780 M). Beliau wafat di Bagdad, Irak pada tahun 232 H (847 M), dan dalam
literatur lain disebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 235 H (850 M).
Di Barat, terutama di Eropa, al- Kawarizmi dikenal dengan nama Algorismi atau
Algorism. Beliau dikenal sebagai tokoh Muslim yang banyak membangun dan
menemukan teori-teori matematika, salah satunya aljabar, yang oleh para ilmuwan
barat disebut aritmetika (ilmu hitung) yaitu dengan menggunakan angka-angka Arab.
Dalam buku karangannya yaitu, al-Jabr wa al-Muqabalah beliau merumuskan
dan menjelaskan tabel trigonometri secara detail. Beliau juga mengenalkan teori-teori
kalkulus dasar dengan cara yang mudah, yang pada akhirnya al-Khawarizmi menjadi
tonggak dalam sejarah aljabar yang saat ini berkembang menjadi matematika, bahkan
beliau menjadikan aljabar menjadi sebuah ilmu eksak. Maka pantas jika al-
Khawarizmi disebut sebagai bapak aljabar.
Kemudian, dari fakta sejarah menunjukkan bahwa pada abad pertengahan ilmu
matematika di dunia Barat lebih banyak dipengaruhi oleh karya al-Khawarizmi
dibandingkan dengan karya penulis lainnya. Karena itu, masyarakat modern saat ini
sangat berhutang budi kepada al-Khawarizmi dalam bidang ilmu matematika, dan al-
Khawarizmi layak dijadikan figur penting dalam bidang ilmu matematika.[8, pp. 68–
69]
KESIMPULAN

Pada masa pembaharuan modern Islam ini banyak muncul tokoh-tokoh yang
memberikan kontribusi dalam bidang pengetahuan Islam. Apa yang dikembangkan oleh
mereka berpengaruh sangat besar pada perkembangan sains modern dan merupakan angin
segar bagi perkembangan sains dan teknologi di era kontemporer seperti sekarang ini.
Banyak pemikir Barat yang mengadopsi pola pikir mereka, sehingga tidak sedikit dari
mereka yang berkiblat pola pemikirannya kepada para saintis muslim. Apa yang
disuguhkan dan dipersembahkan oleh para pemikir muslim telah mampu menyulap sains
modern sebagaimana yang berkembang di dunia sekarang ini, baik di Barat maupun di
Timur.

PENGAKUAN
Ucapan terima kasih saya persembahkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan saya nikmat sehar serta panjang umur hingga detik ini, sehingga saya bisa
menyelesaikan Artikel Ilmiah dengan lancar. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
Dosen mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan, yaitu Bapak Dr. Zubair, M. Ag. yang
telah membimbing, mengajar. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan serta kemudahan
oleh Allah SWT, dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, keluarga,
serta teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan
Artikel Ilmiah ini. Terakhir, saya meminta maaf apabila dalam Artikel ini banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ataupun penyusunan.
DAFTAR PUSTAKA

[1] ‘BAB I.pdf’. Accessed: Oct. 26, 2020. [Online]. Available:


http://eprints.walisongo.ac.id/6948/2/BAB%20I.pdf.
[2] A. W. Rosyidi, "Sains dalam Sejarah Peradaban ISlam", p. 14.
[3] I. A. Jailani, "Kontribusi Ilmuwa Muslim dalam Perkembangan Sains Modern", TEO,
vol. 29, no. 1, p. 165, Sep. 2018, doi: 10.21580/teo.2018.29.1.2033.
[4] "Makalah Ilmuwan Muslim Dinasti Abbasyah Terbaru".
http://ahsanawacell.blogspot.com/2018/11/makalah-ilmuwan-muslim-dinasti.html
(accessed Oct. 26, 2020).
[5] R. Abqary," 101 Info Tentang Ilmuwan Muslim: Menambah Pengetahuan Seputar
Ilmuan Muslim". DAR! Mizan, 2010.
[6] "Al Farghani: Perintis Astronomi Modern", Republika Online, May 21, 2020.
https://republika.co.id/share/qao2lh366 (accessed Oct. 26, 2020).
[7] "Mengenal Kontribusi al-Zahrawi di Bidang Kedokteran", Republika Online, Sep. 15,
2019. https://republika.co.id/share/pxv1jf313 (accessed Oct. 05, 2020).
[8] H. R. Setiawan, ‘Kontribusi Al-Khawarizmi dalam Perkembangan Ilmu Astronomi",
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, vol. 1, no. 1, Feb. 2017,
doi: 10.30596/jam.v1i1.740.

Anda mungkin juga menyukai