Anda di halaman 1dari 3

TRANFORMASI

Dapat dilihat bahwa pengaruh Barat terhadap umat Islam sangat besar. transformasi
intelektual Islam ke dunia Barat memakan waktu lama. Proses ini tidak berjalan mulus. Kendala
terbesar adalah persoalan teologis, khususnya doktrin Kristen, yang selama ini didominasi oleh
tafsir ulama, seringkali bertentangan dengan realitas dan standar keilmuan yang telah diuraikan
sebelumnya (Sri Suyanta; 2011; 25).

Di sisi lain, banyak faktor yang mendukung proses transformasi intelektual Islam ke arah
Barat, baik secara internal maupun eksternal. Adapun faktor internalnya adalah sifat inklusifitas
(keterbukaan, rahmatan lil ‘alamin) umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Artinya, umat Islam tidak hanya mengembangkan ilmu pengetahuan terbatas untuk umat Islam
saja, tetapi juga kepada siapa saja yang memiliki keinginan untuk belajar dan mengembangkan
pengetahuan tersebut, termasuk dari kalangan orang Barat yang tidak seiman sekalipun.

Sementara itu, dari segi Eksternal, menurut Mehdi Nakosteen seperti dikutip Samsul
Nizar (2005;139) menyatakan bahwa setidaknya ada empat faktor yang ikut mendukung
terjadinya penyebaran kebudayaan klasik di dunia Islam yang kemudian ditransformasikan ke
dunia Barat. Keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Terpecahnya beberapa institusi Kristen Ortodoks sekte Nestorian dan Monophysite dengan
Gereja Induk, dengan alasan perbedaan ajaran yang bersifat doktrinal. Akibatnya, kaum
intelektual dari kedua sekte tersebut dikucilkan dan bahkan terhempas keluar dari unsur
kegerejaan. Sehingga mereka harus mencari kebudayaan yang lebih bersahabat dan kondusif
mengayomi ide dinamis mereka. Satu-satunya alternatif adalah ke dunia Islam. Dari ilmuwan
kedua sekte ini, umat Islam kemudian mengenal ilmu pengetahuan Helenistik, terutama ilmu
kedokteran, matematika, astronomi, teknologi dan Filsafat.
b. Penaklukan Alexander Agung juga ikut menjadi penyebab ter- sebarnya ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Yunani ke Persia dan India yang kemudian kedua negara ini akhirnya menjadi
wilayah kekuasaan Islam di kemudian hari.
c. Adanya pengembangan kurikulum studi yang mampu meng- akomodir seluruh ilmu pengetahuan
era Universitas Alexandria oleh kekaisaran Persia di Akademi Jundi Shapur. Akademi ini selama
abad ke-6 mampu memadukan ilmu pengetahuan India, Grecian, Syiria, Helenistik, Hebrew, dan
Zoroastrian. Termasuk menerjemahkan ilmu pengetahuan dan filsafat klasik Yunani ke dalam
bahasa Pahlevi dan Syiria serta Arab yang berkembang di Bagdad di Islam Timur dan Sisilia serta
Cordova di Islam Barat.
d. Adanya peran para penerjemah Hebrew (Yahudi) yang telah menerjemahkan karya-karya Yunani
ke dalam bahasa Hebrew dan Arab. Sebaliknya setelah Islam memiliki kebudayaan tinggi,
mereka menjadi transmisi ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke dunia Barat.
Menurut Abu Su'ud, bangsa Arab setidaknya memilih dua jalan untuk mewujudkan
perannya sebagai agen perubahan peradaban manusia, yaitu melalui peradaban Islam di Spanyol
dan Perang Salib. Oleh karena itu, Musyrifah Sunanto menyatakan bahwa ilmu Islam sampai ke
Eropa melalui Andalusia (Spanyol), pulau Sisilia dan Perang Salib (Musyrifah Sunanto:2003;
228).

penyebaran filsafat terjadi melalui jalur perdagangan, pendidikan dan penerjemahan


karya-karya muslim ke dalam bahasa Latin.

1. Melalui Andalusia (Spanyol)


2. Pulau sisilia
3. Perang Salib
4. Jalur Pendidikan
5. Penerjemahan
6. Perniagaan

NATURALISASI

Naturalisasi dapat digunakan dalam arti “mempribumikan” ilmu asing sehingga cocok dengan
nilai-nilai budaya atau pandangan keagamaan sebuah negeri atau peradaban. Naturalisasi ilmu dapat
terjadi di mana saja dan kapan saja di sepanjang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. Misalnya,
ketika peradaban Mesopotamia menerima berbagai corak budaya (bahkan agama) dari wilayah- wilayah
di sekitarnya, di sana terjadi proses asimilasi dan akulturasi (Mulyadhi Kartanegara:2003;82-84) yang
pada akhirnya menimbulkan corak budaya dan peradaban Mesopotamia yang khas. (Mulyadhi
Kartanegara:2003;111).

Makna kata naturalisasi sering dikaitkan dengan proses membumikan ilmu pengetahuan asing ke
dalam sistem berpikir yang sesuai dengan budaya dan agama tempat ilmu pengetahuan itu diaplikasikan.
Sebagai contoh para filsuf muslim mempelajari filsafat Yunani, kemudian mencari titik temu untuk
mengembangkan filsafat di dunia Islam, tetapi dengan syarat keilmuan lain yang datang dari luar Islam
harus disesuaikan dengan acara Islam, proses inilah yang disebut dengan naturalisasi ilmu.

Kata naturalisasi berasal dari Bahasa Inggris islamization, yang berarti ‘peng-islam- an’. Dalam
kamus Webster, islamisasi bermakna to bring within Islam. Secara umum, metode yang digunakan dalam
proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah dengan menggabungkan atau lebih tepatnya menggunakan
secara bersama-sama antara metode Islam (doktriner) dengan metode ilmiah (yang besifat umum dan
cenderung positifistik).( Zainuddin:2008)

Proses naturalisasi terus berlangsung setelah masa Greeco-Romawi dan lebih kentara lagi ketika
Islam muncul sebagai sebuah kekuatan politik dan peradaban yang besar. Sabra mengemukakan tiga
tahap “naturalisasi” yang kadang ia sebut “Islamisasi” ilmu Yunani. ( Tobay Huff :1993;63)

Pada tahap pertama, kita menyaksikan perolehan ilmu dan filsafat kuno.

pada tahap kedua, kewaspadaan dan pengambilan jarak ini telah memberi jalan pada rasa ingin
tahu yang tinggi dan eksperimentasi intelektual.
Pada tahap ketiga ketiga, menemukan asimilasi penelitian filosofis dalam batas-batas
preskripsi/rambu-rambu agama: “Praktik Falsafah, semacam pemikiran dan wacana yang ditemukan
dalam tulisan-tulisan para filosof al-Farabi dan Ibnu Sina, mulai di praktikkan dalam kontek kalam, dan
yang dokter-filosof (yang diwakili oleh al-Razi) digantikan oleh dokter-qadi (diwakili oleh Ibn al-Nafis),
ahli matematika (ta’limi) oleh sang Faradi, dan astronom-astrolog oleh al-Muwaqqit.

Daftar Pustaka

Sri Suyanta, “Transformasi Intelektual Islam Ke Barat”, dalam jurnal Islam Futura, Volume X,
No. 2, Februari 2011, Fakultas Tarbiyah dan Asisten Direktur PPS IAIN Ar-Raniry.

Sunanto, Musyrifah, Prof. Dr Sejarah Islam Klasik perkembangan ilmu pengetahuan islam,
Jakarta, Kencana, 2003

Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu Menyiapkan Generasi Ulul Albab. Malang: UIN
Press, 2008.

Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam, (Bandung:


Mizan, 2003), LihatIsma’il R.Al-Faruqi & Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam,
terj. Ilyas Hasan, cet.III (Bandung: Mizan, 2001)

Tobay Huff, The Rise of Early Modern Science, 1993

Anda mungkin juga menyukai